Nama besar Celeste sudah tidak asing lagi terdengar di warga Rosewood. Sebagai pemilik lahan perkebunan anggur yang luas membuat Fox Celeste di hormati dan disegani pesaingnya, belum lagi nama yang di sandangnya yang merupakan keturunan darah biru.
Kediaman keluarga Celeste berada di perkebunan anggur, sebuah rumah besar bergaya kuno yang telah di warisi turun temurun oleh keturunan Celeste. Tembok bata merah menjadi ciri khas bangunan tersebut.
"Pagi.. Ayah.. Bunda," sapaku sembari mencium pipi keduanya.
"Pagi sayang. Kau tak ada kegiatan hari ini?" tanya Ayah.
"Gak ada Ayah. Kenapa?" tanyaku.
"Kenalan Ayah akan datang, dia akan melamarmu!," sahut Ayah.
"Hah!" seruku tak percaya dengan pendengaranku, "serius?! ", kataku meyakinkan diri.
"Ya. Maafkan Ayah, saat itu keadaan sedang sulit setelah perombakan kebun anggur ditambah krisis moneter yang sempat membuat anjloknya harga anggur. Dan kami sedang menunggu kelahiranmu namun Ayah tak punya uang untuk membayar biaya operasi. Stone Zephyr datang dan mengulurkan bantuan, dan karena senang Ayah berucap sembarangan," ceritanya, "Stone berucap 'Kalau anakmu perempuan jodohkan dengan anakku' dan dengan bercanda Ayah pun menyetujuinya. Beberapa waktu lalu, setelah meninggalnya Stone, Esmerald menagih janji kepada Ayah, karena kau sudah boleh menikah dan telah menyelesaikan pendidikan jadi Ayah tak bisa mengulur lagi," sambung Ayah.
Aku terdiam mendengarkan ceritanya.
"Bunda tahu kau pasti tidak senang, tapi mereka telah membantu keluarga kita setiap saat hingga kini pun mereka masih menggunakan kualitas anggur kita untuk pembuatan Wine nya, kau tahu kan merk Zephyr. Beberapa kali kalian juga pernah bertemu, " jelas Bunda.
Keluarga Zephyr merupakan pengusaha bisnis handal, yang bergerak di bidang pembuatan Wine. Merk Wine mereka telah di ekspor ke berbagai negara, belum lagi permintaan dari restoran, bar serta toko, terbilang cukup tinggi hingga membuat Wine Zephyr menjadi no.1 mengalahkan para pesaingnya.
"Tapi Ayah, Bunda! Bisakah kita saling mengenal dulu, rasanya salah kalau langsung lamaran?" bujukku.
"Temui dulu dan bicarakanlah baik-baik yah, mungkin calon suamimu adalah orang yang sangat pengertian," sahut Ayah. Aku hanya menganggukkan kepala saja bingung harus menolak dengan cara apa.
"Tuan! Wanita bernama Esmerald menunggu tuan di ruang tamu," ucap pelayan Eldred, Ayah dan Bunda segera menemui tamunya tersebut.
"Paman, apakah datang bersama seorang pria? Bagaimana tampangnya?" tanyaku pada Eldred.
"Dia tampan," jawab Eldred singkat.
"Benarkah?!" seruku tak percaya, Eldred kembali melanjutkan pekerjaannya.
Ruby Celeste, putri satu-satunya keluarga Celeste. Kini telah berusia 22 tahun dan telah menyelesaikan pendidikan di universitas putri Rosewood. Tak disangka kepulanganku menjadi hari lamaranku dengan pria tak di kenal.
"Ruby," panggil Bunda.
Dengan segera aku memenuhi panggilan Bunda. Wanita dengan gaya elegan sedang bersama Bunda, tak jauh darinya terlihat sosok pria di balut setelan jas memandangku. Bunda menghampiriku dan memperkenalkan kepada tamunya.
"Putri kami, Ruby. Ini Esmerald dan yang di sana Topaz," Bunda memperkenalkan tamunya.
"Cantiknya, mirip Bundanya nih!" puji Esmerald, "tuh lihat! Topaz aja sampai tak berkedip melihatmu," lanjut Esmerald yang kini memelukku.
"Kalian berdua saling mengenallah dengan baik, kami para orangtua akan membahas hal lain," kata Ayah.
Ayah, Bunda dan Esmerald pergi meninggalkan kami berdua yang sama-sama canggung.
"Topaz," sapanya, "bisakah kita berjalan di kebun anggur?" katanya yang ku iyakan.
Kami menikmati suasana pagi yang cerah dengan ladang anggur yang terhampar di depan kami. Aku mengajak Topaz ke gazebo.
"Aku tidak setuju dengan ide pernikahan ini, namun aku menghormati pesan terakhir mendiang ayahku," ucapnya.
"Aku ngerti," sahutku.
"Baguslah, kita harus baik satu sama lain kan," katanya, "mohon bantuannya kalau begitu," tangannya terulur yang ku sambut untuk menjabatnya.
Kurasa tak akan ada masalah, Topaz kelihatan orang yang bertanggung jawab belum lagi wajah tampannya di usianya yang matang. Kuakui aku tertarik.
Temanku pasti iri kalau melihatnya nanti.
Pertemuan kami yang hanya sebentar itu memperlancar rencana pernikahan yang akan di laksanakan 2 minggu lagi.
Ayah dan Bunda sibuk mempersiapkan pernikahan kami yang tidak lama lagi. Seminggu sebelum pernikahan, Ayah dan Bunda harus pergi menghadiri undangan yang diadakan oleh organisasi perkebunan di Aquamarine city. Cuaca tak bersahabat hari itu.
"Ayah, jangan pergi. Bahaya! Hujan membuat jalanan licin, penglihatan Ayah juga kurang baik," bujukku yang hanya ditanggapinya dengan memeluk dan mencium pipiku.
"Kan ada Bunda yang menemani, Eldred jaga putri kami yah! Ruby sayang, Bunda harap kau menjalani kehidupanmu dengan bebas dan bahagia suatu hari nanti," ucapnya sambil memelukku lama sekali dan mengecup kening dan kedua pipiku, "Ayah dan Bunda sayang Ruby!," bisiknya.
"Bunda ngomong apa sih?. Hati-hati yah di jalan," kataku.
Itulah percakapan terakhir yang aku lakukan dengan mereka, kabar dari kepolisian yang mengatakan bahwa mobil yang ditumpangi kedua orangtuaku mengalami kecelakaan beruntun yang mengakibatkan keduanya tewas di tempat.
Tangisan ku tak bisa berhenti ketika melakukan identifikasi jenazah di rumah sakit. Di temani oleh Eldred, aku mencoba tenang namun ketika melihat jenazah kedua orangtuaku membuatku pingsan seketika.
"Ruby, bagaimana keadaanmu?" tanya Esmerald.
"Ayah.. Bunda.." isak tangisku kembali setelah sadar dari pingsanku.
"Relakanlah, orangtuamu sudah tenang di sana," ucapnya.
Esmerald memelukku, menenangkan serta menghiburku. Terlihat Topaz berdiri di jendela rumah sakit, matanya menerawang, entah apa yang dipikirkannya.
Pengurusan pemakaman dilakukan oleh Eldred, seluruh pegawai dan rekan bisnis Ayah datang untuk penghormatan terakhir. Yang bisa kulakukan hanya menangis, Esmerald dan Topaz pun turut hadir dan membantu proses pemakaman.
Rumah tanpa kehadiran Ayah dan Bunda sangat sepi, setelah kepergian mereka yang kulakukan hanyalah melamun di kamar mereka. Eldredlah yang mengurus segala keperluan kebun.
"Nona, sampai kapan akan terus seperti ini. Nona harus melanjutkan hidup, pernikahan akan tetap di lanjutkan," kata Eldred.
"Haruskah aku melanjutkan perjanjian konyol itu, kan mereka sudah tiada, buat apa di lanjutkan," teriakku.
"Harus," teriak suara dari ambang pintu, sosok Topaz hadir dengan membawa sebuah dokumen di tangannya, "bisa tinggalkan kami," kata Topaz kepada Eldred.
"Kau tidak bisa membatalkan pernikahan secara sepihak, bacalah!" Topaz menyerahkan dokumen yang di bawanya.
Disana tertulis bahwa Ayah telah meminjam sejumlah uang pada keluarga Zephyr dengan jaminan tanah perkebunan yang ternyata telah di wariskan kepadaku.
"Kau bisa membatalkannya, jika semua hutang lunas," katanya.
"Aku akan mencari cara dan mencicilnya kepadamu," sahutku.
"Nona, intinya adalah kau dijual kepada keluargaku untuk menyelamatkan perkebunan dan nama besar Celeste," mendengarnya berbicara begitu terhadap mendiang orangtuaku, menyebabkan emosiku meledak dan sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.
Plaak...
"Jaga ucapanmu," bentakku.
"Dengar! Aku seorang pebisnis, pernikahan ini adalah satu-satunya jalan keluar permasalahan kita. Aku butuh nama Celeste dan kau butuh uang untuk mempertahankan perkebunan warisan orang tuamu, jadi berhentilah mengeluh dan mulailah mempersiapkan dirimu atas pernikahan ini. Aku tak mau kau mempermalukanku dengan tampangmu yang mengerikan itu," hardik Topaz.
Ayah, Bunda... Apa yang sebenarnya telah terjadi? Mengapa kalian berhutang banyak sekali. Di kemanakan hasil perkebunan selama ini?.
Pertanyaan itu tidak akan pernah terjawab, karena mereka sudah tiada. Kini keputusan ada di tanganku, Menikahi pria arogan berwajah tampan atau kehilangan perkebunan ini selamanya.
Apa yang kamu pikirkan mendengar kata pernikahan?.
Pasti suasana bahagia dan haru yang terlintas di pikiranmu karena melepas masa lajangmu dengan seseorang yang kamu pilih dan cintai.
Tapi tidak begitu denganku, hari pernikahanku adalah hari yang paling tidak ingin aku kenang. Hari di mana kebebasanku di renggut hanya karena hutang serta perjajian bodoh keluargaku.
Ya, kuputuskan untuk menikahinya, aku tak sanggup kalau harus kehilangan perkebunan, warisan turun temurun keluarga Celeste.
Esmerald memasuki kamarku untuk mengecek keadaanku.
"Sayang, senyumlah! Masa pengantin bersedih, orang tuamu pasti melihatmu dari surga sana. Tante ingin kau bahagia di hari jadimu sayang," hibur Esmerald yang matanya ikut berkaca-kaca.
"Makasih tante. Aku ingin sendiri tante, bolehkan?" tanyaku.
Esmerald segera keluar dari kamarku.
Kulihat diriku di cermin. Gaun pengantin perpaduan warna emas dan putih model ballgown berhias bordiran bunga yang ku kenakan adalah hadiah terakhir dari kedua orang tuaku. Mereka memilih sendiri gaun yang cocok dikenakan untukku. Mataku berair ketika mengingat hal itu.
Brakk...
Pintu terbuka dengan kasarnya, membuatku terperangah.
"Cantik!" serunya ketika Topaz berjalan ke arahku, "ku harap kau tidak membuatku malu di pesta, tersenyumlah! Sekarang kau menyandang nama Celeste dan Zephyr," peringatan dari Topaz.
"Persiapkan dirimu, tinggal 1 jam lagi, mengerti!" sambungnya sambil meninggalkan kamar dan tersenyum mengejek.
Pria ini gila! Aku harus memikirkan suatu cara agar aku bisa bertahan dalam pernikahan ini hingga berhasil merebut kembali tanah milik keluargaku.
Aku tak menyangka kalau pria yang datang dengan ramah ketika itu bisa berubah menjadi arogan dan dingin.
Kemana perginya senyuman hangat dan kata ramahnya di hari itu?. Tanyaku dalam hati.
"Nona, sudah waktunya," Eldred memasuki kamarku.
Aku menarik napasku dalam-dalam, mengurangi kegugupan yang kini merayapi diriku. Eldred menatapku dengan mata sayunya yang lembut.
Eldred memang pelayan di rumah Celeste, namun bagiku dia adalah ayah keduaku. Semenjak kecil keluarga Eldredlah yang mengurusku ketika Ayah-Bunda sibuk dengan pekerjaannya.
"Nona, kaburlah kalau itu yang terbaik bagimu. Aku tidak ingin nona terkurung oleh perjanjian yang mendiang tuan lakukan," suruh Eldred.
"Makasih paman, tapi ini salah satu tanggung jawab yang harus ku lakukan untuk mempertahankan perkebunan. Yang aku ingin paman lakukan adalah jadilah seorang ayah untukku, yah!" pintaku.
"Nona, Eldred akan selalu mendukungmu. Ada seorang lagi yang akan mendukungmu," ucapnya.
"Siapa?" tanyaku bingung.
"Tebaklah," kata Eldred.
Seorang pria memasuki kamarku, tak kalah tampan dengan Topaz. Kalau Topaz memancarkan aura berwibawa, pria ini sehangat sinar mentari pagi yang memperlihatkan keramahannya dengan senyum lesung pipinya.
"Hai! Nona Ruby," sapanya.
Pikiranku berusaha mengingat siapa pria ini.
"Sepertinya nona sudah melupakanku. Malangnya aku hanya di tinggal beberapa tahun untuk bekerja nona sudah melupakanku," ucapnya bersedih.
Eldred hanya tersenyum, yang semakin membuatku kebingungan.
Mana mungkin aku bisa melupakan wajah pria ganteng. Siapakah? Ucap ku dalam hati.
"Sudah! Jangan menggodanya lagi, Lihatlah kerutan di kening nona," kata Eldred tertawa kecil.
"Pria tua yang melayani mu ini adalah ayahku," dia memberikan petunjuk yang membuatku tersenyum cerah dan memeluknya.
"Garreth," ungkapku, "aku tidak mengenalimu, kau berubah banyak," sahutku.
Garreth adalah anak Eldred yang kuliah dan bekerja di luar negeri, usianya lebih tua dariku hingga aku menganggapnya kakak.
"Makasih sudah mau datang di pernikahanku," ucapku tulus.
Tok.. Tok..
"Apakah nona bangsawan melakukan perselingkuhan sebelum melepas masa lajang mereka?" sindir suara dari pintu, sontak kami bertiga langsung menoleh ke asal suara tersebut.
Topaz Zephyr terlihat emosi dengan rahang mengatup dan mimik wajahnya mengeras memperlihatkan kekuasaannya.
"Bukan begitu tuan! Dia adalah anakku, yang datang untuk menyampaikan ucapan selamat untuk nona," jelas Eldred.
"Oh! Bisakah kalian keluar, ada yang harus aku bicarakan dengan calon istriku tercinta," suruh Topaz.
Setelah membungkuk sopan, keduanya meninggalkan ruangan dan menutup rapat pintu kamar.
"Sudah siap, nona Ruby Celeste," katanya membuat lengan kirinya menekuk, "gandenglah! Kenapa bengong, tak pernahkah berkencan sebelumnya?" ejeknya lagi.
Ya, aku tak pernah berkencan sebelumnya. Tak akan ku beritahukan kepadamu agar kau tak besar kepala, Topaz bodoh. Makiku dalam hati.
"Cepatlah, kita harus menyapa para tamu sebelum menandatangani surat pernikahan kita," ucapnya.
Dengan gugup ku sampirkan lengan kananku di lengan kirinya, dan meninggalkan ruangan menuju taman belakang rumah Celeste yang sudah di hias sederhana.
Sebagian tamu yang hadir tidak aku kenali, aku hanya tersenyum dan semakin erat menggandeng lengannya, sesekali tangan kanannya mengusap lembut jemariku memberikan ketenangan padaku yang sangat gugup di tengah keramaian orang banyak yang tak dikenal.
Pernikahan berlangsung khidmat, janji suci yang dia ucapkan terlihat seperti dilakukan dengan segenap hati. Sebuah cincin berlian tersemat di jari manisku, dan terakhir ciuman yang menyatakan bahwa kami suami istri.
Ciuman?! bagaimana aku harus menciumnya? Aku tidak pernah mencium siapapun.
Kepanikan mulai menyerangku ketika tangannya terulur menyentuh sebagian dagu dan leherku. Wajahnya yang kian mendekat membuat jantungku berdegup, ketika bibirnya menyentuh bibirku segera kupejamkan mataku. ku rasakan kelembutan sekaligus kehangatannya, bibirnya terbuka sedikit dan memangut bibirku, mengirimkan sensasi yang tak pernah tubuhku rasakan sebelumnya.
Topaz berkali-kali menggoda bibirku dengan menciumnya secara perlahan dan berusaha membuat bibirku terbuka yang tidak kulakukan. Hingga akhirnya dia menarik bibirnya dariku yang kini berpindah ke telingaku.
"Seharusnya kau bilang bahwa ini first kiss mu, aku bisa mengajarimu agar tidak canggung di depan tamu yang melihat, Tersenyumlah! Kau habis berciuman bukan dimarahi," bisiknya di telingaku.
Argh! Pria ini mengetahuinya, berapa banyak wanita yang telah mencicipi bibirnya? Dalam hati aku merasa iri dengan wanita yng pertama kali menciumnya.
Wajahku seketika memerah, para tamu yang melihat bersorak gembira dan menyampaikan ucapan selamat kepada kami. Esmerald tersenyum sembari menangis haru dan memelukku.
Kemeriahan pesta terus berlanjut, para tamu silih berganti menyalami dan mengucap kata selamat dan bahagia kepada kami, barulah ketika malam tiba pesta pun telah usai menyisakan kelelahan pada tubuhku yang tidak terbiasa dengan semua ini.
"Nona Ruby, ini," Garreth memberikanku kado, "tadi belum sempat ku berikan, semoga kau menyukainya," ucapnya tulus.
"Makasih Garth, kau tak perlu repot," aku mengambil kado darinya, "kehadiranmu sudah kado untukku," ucapku tersenyum.
"Aku turut berduka atas kehilanganmu. Maaf ketika kejadian tersebut menimpamu, aku ingin pulang tapi bosku belum memberikan ijin, untunglah di pernikahanmu aku bisa datang," jelasnya.
"Aku mengerti, terima kasih sekali lagi," sahutku.
"Istirahatlah," ucapnya.
Aku meninggalkan Garreth menuju ke kamarku membawa hadiahnya yang kemudian aku letakkan di kasur, dan beranjak ke kamar mandi membersihkan diriku.
Terpanalah aku ketika keluar kamar mandi, Topaz telah duduk di kasurku memegang kado pemberian Garreth dan memadangiku dengan mata kecoklatannya bagai menembus gaun tidurku, yang kini ku cengkram erat di bagian dada.
Senyum mengejeknya tersungging di wajah tampannya, yang kini beranjak mendekatiku. Satu tangannya memeluk pinggangku dan menghentakkannya hingga tubuhku mendekat kearahnya, kedua tanganku kini berada di dadanya yang bidang, memperlihatkan belahan gaun tidurku yang rendah.
"Kau adalah istriku, malam ini adalah malam pertama kita, nona Ruby Celeste Zephyr," bisiknya di telingaku, membuatku merinding mendengar semua perkataannya.
Dengan sekuat tenaga ingin ku dorong dirinya agar menjauh dariku, belum juga ku lakukan tangan di pinggangku telah di lepaskannya menyebabkan diriku kehilangan keseimbangan hingga terjerambab jatuh ke belakang.
"Aww," rintihku kesakitan.
"Ups!" ejeknya, "jangan punya pikiran untuk menjatuhkan suamimu," tuduhnya sembari masuk ke kamar mandi.
Suara keran terdengar dari kamar mandi, aku berdiri dan mengelus bagian belakangku yang sakit.
Pria egois! Katanya suami tapi kenapa tidak menolongku. Makiku dalam hati.
Kubuka kado pemberian dari Garreth. Sebuah album yang sepertinya dibuat tangan, terdapat surat di dalamnya.
...Teruntuk nona Ruby,...
...Selamat menempuh hidup baru, semoga di hari jadimu kau menemukan kebahagian yang abadi. Jangan jadikan kehilangan orangtuamu untuk bersedih, karena kini kau sudah menemukan orang yang akan menghiburmu. Tersenyumlah, sehingga kecantikkan mu terpancar. Doaku, pernikahanmu di penuh cinta dan langgeng. Isilah album ini dengan semua kenangan indahmu hingga bisa kau ceritakan pada anakmu kelak....
...Garreth Baeur....
Aku terharu setelah membacanya, mataku menjadi berkaca-kaca. Tak kusadari pintu kamar mandi telah terbuka, Topaz memandangku dari kejauhan dengan handuk melilit di pinggangnya.
"Sepertinya kado murahan itu sangat berharga ketimbang berlian yang kuberikan," ledeknya.
Ku alihkan pandanganku dari kado di pangkuanku, terbelalaklah mataku menyaksikan pemandangan yang diperlihatkan Topaz.
Tubuhnya begitu atletis, ototnya terawat dengan baik, langsing namun kekuatan terpancar darinya.
Kenapa dia bertelanjang dada? Bukankah sudah tersedia jubah mandi dan baju gantinya di kamar mandi. Pikiranku resah disebabkan detak jantungku berdebar hebat.
"Berkediplah! Aku tahu kau menyukai bentuk tubuhku," godanya,"bukankah kau akan memilikinya?" sambungnya berjalan ke arahku.
Eh! Memilikinya?! Ah! Ini malam pengantin. Seruku panik.
"Kau suka permainan yang lembut? Penuh rayuan? atau sedikit kasar?" tanyanya dengan suara lirih menggodaku.
Tubuhku kini sudah dalam perangkapnya, kedua tangannya telah ada di masing-masing samping tubuhku, tak memberikan ruang untuk ku bergerak.
Apa yang akan dilakukannya di malam pengantin kami? Pria ini terlalu sensual untuk kutolak.
Bisahkan aku melakukannya tanpa cinta?.
Pesona pria ini tak bisa ditolak. Mata kecoklatan itu kini menatapku seolah mencari sesuatu, pahatan wajah sempurna dengan hidung mancung mencuat dibingkai wajah tirusnya menambah pandangan mata tak bisa berkedip.
Aku menahan napasku ketika salah satu jemarinya menyusuri lenganku sampai ke tali gaun tidurku yang terletak di depan dadaku.
"Nona Ruby, kau belum menjawab pertanyaanku?" suaranya yang berbisik membuat ku merinding.
Bekas sentuhan yang ditinggalkan jemarinya di tubuh ku membangkitkan sesuatu dalam diriku.
"Kenapa kau terdiam? Kau tidak ingin menyenangkan suamimu?" suaranya semakin lirih memicu hilangnya akal sehatku.
Jemarinya bermain di tali gaun tidurku seolah ingin menarik namun tidak dilakukannya. Sentuhan halusnya membuat darahku berdesir.
"Sampai kapan kau akan mematung, hanya matamu saja yang menatapku," ledeknya.
Topaz bosan dengan reaksiku. Dia melampiaskan dengan memegang daguku, mengangkat wajahku dan memerangkap bibirku dalam ciuman gairah.
Berbeda dengan saat di pelaminan, ciuman yang Topas lakukan lebih menuntut. Dari kecupan kecil yang tanpa henti hingga permainan bibirnya yang membuatku kehabisan napas. Perpaduan membingungkan antara kenyamanan dan gairah membuatku ketakutan. Aku memukulkan tanganku acak agar dia berhenti memciumku.
"Begini lebih baik kan," katanya yang melihatku bernapas tak beraturan, "tidurlah! Besok hari yang sibuk, kita akan pindah ke Aquamarine, kediaman Zephyr," suruhnya.
"Apa! Pindah?" teriak ku.
"Ya, pindah. Kau istriku otomatis harus ikut denganku," ujarnya yang mengganti baju di depanku dan beranjak tidur.
"Kau becanda!" sahutku.
"Aku selalu serius dengan perkataanku, jadi tidurlah dan jangan menggangguku," tandasnya.
Berakhirlah malam pertama kami, dia dengan mudahnya tertidur tanpa menghiraukan aku, istrinya.
Jantungku masih berdebar, setiap sentuhannya di kulitku masih terasa panas, kutelusuri bibirku dengan jemariku yang kini membengkak dan berkedut setiap mengingat kembali apa yang dia lakukan tadi. Aku menggigit bibir mengingat betapa mudahnya aku tergoda pria arogan ini.
"Apa yang kau lakukan?" ucapnya yang membuatku terlonjak dari dudukku, "matikan lampunya, sampai kapan kau akan bengong," sambungnya.
Aku beranjak mematikan lampu dan ragu untuk kembali ke kasur.
Haruskah aku tidur dengannya? Atau..
"Sekarang apa lagi," ucapnya yang membuyarkan lamunanku, "ayo tidur! Apa nona muda punya hobi bengong?" sambungnya dengan nada tak sabaran.
Topaz bangun dari tempat tidurnya dan membopongku seperti seorang putri di film kerajaan yang membuatku terkesiap.
"Aah... " seruku.
Segera ku rangkulkan kedua tanganku ke lehernya, wajah kami sangat dekat, aku bisa memperhatikan wajahnya dari samping, tak di pungkuri kharismanya di pertengahann usia 30-an telah menyihirku.
Topas membaringkanku di tempat tidur, diikuti dengan dirinya.
"Tidurlah! Besok kau harus berkemas," perintahnya yang menarik diriku dalam pelukannya.
Aku tidak pernah dipeluk saat tidur kecuali oleh orangtuaku, itupun saat hujan badai melanda yang membuat lampu tidak menyala. Pelukannya hangat dan posesif, tepukan lembut di punggungku membuatku tenang.
Entah karena Topaz berlaku lembut atau aku yang kelelahan, rasa kantuk menyerangku menyebabkanku tertidur pulas.
"Aku akan memperlakukanmu dengan baik, tapi jangan paksa aku mencintaimu. Tugasmu adalah menemaniku, jangan pernah beranjak dari sisiku, mengerti nona Ruby Celeste Zephyr," bisiknya yang kemudian mencium puncak kepalaku yang telah tertidur.
Cahaya kuning menembus jendela menggoda mataku yang terpejam. Kurasakan berat di pinggang ku dan guling yang kupeluk terasa keras. Kuraba dan kurasakan dengan jemariku.
"Sampai kapan kau meraba tubuhku?" terdengar suara yang masih ku biarkan, "sebegitunya kau menyukai tubuhku?" tanya suara yang terasa familiar itu.
Perlahan ku buka mataku, terkejutlah aku melihat yang telah ku lakukan. Tanganku berada di dadanya yang bidang, satu kakiku di naikan ke pahanya hingga tersingkap gaun tidurku meperlihatkan pahaku, sedangkan kepalaku berada di tangannya yang ku jadikan bantal. Tanpa berpikir panjang aku segera bangun terduduk di kasur. Dengan gauntidur yang jelas acak-acakan, dan segera ku tutupi dengan kedua tanganku.
"Sudah puas merabanya?" goda Topaz yang kini meregangkan sebelah lengannya.
Heish! Kok bisa dengan nyaman tidur di pelukannya.
"Bawa barang yang dianggap penting saja, aku akan membelikanmu baju dan semuanya ketika kita sampai di tempatku." Suruhnya yang kini beranjak turun dari ranjang menuju kamar mandi.
Kupandang diriku di cermin meja rias, sungguh berantakan. Gaun tidurku tersibak, rambutku berantakan dan bibirku merah merona.
Pintu kamar mandi terbuka, Topaz keliar dengan mengenakan kaus dan celana jeans pendek selutut. Tampilannya sangat modis bisa dibilang lebih muda dari usianya.
"Kau tidak bersiap."
Aku yang terpana dengan penampilannya segera turun dari ranjang bergegas ke kamar mandi.
Ketika berpapasan, dia menarik lenganku mendekat ke arahnya.
"Berdandanlah yang cantik, jangan mempermalukanku," perintahnya.
Aku mengucapkan salam perpisahan kepada Eldred dan Garreth. Aku berpesan kepada Eldred untuk menjaga perkebunan dan menghubungi jika terjadi masalah.
Aquamarine City, merupakan kota modern, berbeda dengan rosewood yang kutinggali. Topaz membawaku ke rumah dua lantai dengan nuansa modern.
"Ruby sayang, ini rumah tante. Mampirlah kalau senggang. Baiklah dengan Topaz yah sayang!" Tante Esmerald turun dari mobil dan meninggalkanku.
"Kita tidak tinggal disini?," tanyaku.
"kita tinggal di rumahku," sahutnya.
Topaz menghentikannya mobilnya dibangunan menjulang mewah entah berapa lantai. Kami segera di sambut oleh pria bersetelan rapih.
"Gandeng tanganku," bisiknya yang segera ku lakukan.
Pria bersetelan jas tersebut membukakan pintu lift dan memencet no. 30 yang membawa kami bertiga ke lantai tersebut.
Lantai 30 merupakan Griya Tawang yang bisa melihat penjuru kota. Ini adalah tempat tinggal sekaligus kantor Topaz.
"Ruby, ini Soka. Dia assistan yang akan mengurus keperluanmu," Topaz memperkenalkanku mepada pria berjas tadi. Sedangkan dirinya masuk ke sebuah kamar, berganti pakaian.
Pria bernama Soka hanya menundukkan kepala sopan, tanpa berjabat tangan.
"Kau tinggallah di sini, ada rapat yang harus aku hadiri. Kalau butuh sesuatu telp Soka, kau bebas menggunakan fasilitas yang tersedia," Katanya tergesa-gesa.
Setelah sampai pintu, Topaz kambali ke arahku dan mendaratkan kecupan di bibir serta pipiku.
"Aku akan segera kembali," ucapnya.
Kejutan tiba-tiba darinya membuatku lemas tak berdaya.
Bagaimana aku tidak tergoda.
Di tinggal sendirian di apartement sebesar ini membuatku leluasa untuk mengenali setiap ruangan. Kujelajahi setiap ruangannya yang mewah dengan interior dan furniture modern. Terdiri dari 3 kamar lengkap dengan kamar mandi, ruangan kerja, dapur, teras yang dilengkapi kolam renang serta gym.
Aku memasuki kamar yang sebelumnya di masuki oleh Topaz. Ini adalah kamarnya, wangi khas parfurmnya tercium. Perjalanan antara Rosewood ke Aquamarin City membuatku lelah, aroma wangi yang kuhirup di kamarnya menyebabkanku mengantuk, dan kasurnya yang lembut memberikan sensasi rileks di tubuhku hingga tak kuat menahan kantukku.
Tingtong... Tingtong...
Suara bell pintu membangunkanku, aku mengerjapkan mataku beberapakali mengusir rasa kantuk.
Kubukakan pintu, seorang wanita berdiri disana. Terlihat modern dengan setelan rok mini dan blazer berwarna coklat dengan kemeja putih didalamnya yang belahannya rendah. Untuk selebihnya bisa di bilang sexy.
Wanita tersebut masuk tanpa aku persilahkan terlebih dahulu, dia duduk di sofa panjang dan memandangku hina.
"Kau pembantu baru Topaz, ambilkan aku minum," nadanya yang sombong memerintahku.
Aku diam tak bergerak hanya memandanginya.
"Aku bukan pembantu, aku istri Topaz," jawabku
Wanita itu hanya tertawa mendengar ucapanku.
Hahahaha....
"Istri! Topaz tak akan pernah menikahi type seperti mu, kampungan dan norak," jelasnya yang membikin hatiku sakit.
"Buruan! Apa kau tuli?!" Hinanya untuk kesekian kali.
Aku tak bisa menjawabnya mendengar penjelasan bahwa aku bukanlah type wanita kesukaan suamiku, jadi aku pergi ke dapur mengambilkan minuman untuknya.
Aku memang tidak mengenal suamiku, tidak tahu bagaimana selera suamiku tapi siapa yang betani datang ke rumah suamiku kalau wanita itu tidak ada hubungannya dengan suamiku.
Siapa wanita itu? kata-katanya begitu kasar dan menyakitiku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!