NovelToon NovelToon

Amanita phalloides

prolog

"Apa yang bisa ayah banggakan dari kamu? Gak ada!!"

^^^"Iya yah, gak ada! Karena sampai kapan pun Aya berusaha. Sampai mana pun Aya berjuang. Itu semua gak akan pernah berharga dimata ayah!!"^^^

...****...

^^^"Jemput gue Rel"^^^

"Gak bisa, gue lagi sama Zyva"

..."Berarti lo ngijinin gue buat minta jemput Kafin"...

"Ganjen banget! pesen ojek online kan bisa"

^^^"Gila lo Rel"^^^

...****...

^^^"Lo lebih milih ngebela Zyva dibanding gue yang pacar lo sendiri Rel?!"^^^

"Karena lo yang salah Aya!!"

^^^"Maksud lo, gue salah kalau ngerasa cemburu? Gue salah kalau gak terima pacar gue sendiri, makan-makanan yang diberikan oleh wanita lain. Sedangkan lo selalu buang makanan yang gue buat?!!"^^^

...****...

^^^"Rel, lo bilang bakalan selalu percaya sama gue!"^^^

"Itu dulu, minggir!"

...****...

^^^"Rel, lo jadian sama Zyva?!!"^^^

"Iya"

^^^"Gue pacar lo Rel!!"^^^

"Memang"

^^^"Terus kenapa lo malah jadian sama Zyva?"^^^

"Karena gue suka sama dia"

^^^"Apa?"^^^

...****...

"Bahagia terus Freya"

^^^"Sejak kapan lo peduli?"^^^

...****...

Freya mengusap kedua lengannya yang terasa dingin karena hembusan angin malam. Hawa dingin seolah masuk kedalam tulang tubuhnya. Apalagi ketika rintik hujan berhasil jatuh membasahi kulitnya.

Rambutnya yang panjang tergerai, terlihat sangat lepek dikarenakan guyuran air hujan yang sempat membasahi tubuhnya tadi. Jari jemarinya secara perlahan naik menyisir rambutnya yang berantakan, karena tadi sempat berlarian membelah hujan yang begitu deras.

Matanya tergerak melihat sekelilingnya yang sudah sangat sepi. Jalanan yang biasanya penuh akan lalu lalang kendaraan, kini hanya terdengar gemercik air hujan yang turun secara beraturan. Gadis tersebut memutuskan untuk mendudukkan tubuhnya, diatas ubin lantai yang kini sudah mulai mendingin. Perlahan dia menyenderkan tubuhnya didepan pintu kafe yang sudah tutup sedari tadi.

Sebuah pikiran jahat muncul dalam benak Freya, dia tiba-tiba memiliki keinginan untuk berdiri di tengah jalan. Dan berharap ada orang baik hati yang menabraknya. Kira-kira akan seperti apa reaksi Farrel? Akankah dia khawatir dengan keadaan Freya atau sebaliknya? Dengan cepat Freya menggelengkan kepalanya.

"Astagfirullah, hidup lo cuman sekali. Ngapain mikir kayak gitu, bagus kalau Farrel merasa sedih. Gimana kalau Farrel justru beryukur karena lo gak ada. Lo mati dan disiksa di neraka, sedangkan Farrel happy-happy aja sama Zyva" monolog Freya mengomeli dirinya sendiri.

Berkali-kali gadis tersebut memesan taksi menggunakan aplikasi online. Namun, sama sekali tidak ada yang menerima permintaannya, karena hujan yang begitu deras dan malam yang semakin larut. 

Freya menyerah, dia memberanikan diri untuk menghubungi nomor-nomor yang berada di handphonenya. Lebih tepatnya, nomor dari teman-teman dekatnya.

...Chat...

^^^Freya: ^^^

^^^Kak, hujan. Jemput gue didepan kafe tempat biasa gue kerja part time.^^^

Kak Darpa:

Lo lupa dek? Gue kan lagi di Surabaya buat lamaran.

^^^Freya:^^^

^^^Oh iya bener, sorry kak.^^^

Kak Darpa:

Jam segini lo belum balik? Coba hubungin Kafin, minta dia jemput.

^^^Freya:^^^

^^^Siap^^^

...Chat...

^^^Freya:^^^

^^^Hujan Rel, bisa tolong jemput gue didepan kafe Edelweiss? Kafe tempat biasanya gue kerja part time.^^^

Farrel:

Gue sibuk.

^^^Freya:^^^

^^^Gue takut Rel, udah malem. Untuk kali ini aja Rel, gue minta tolong sama lo.^^^

Farrel:

Gak usah berlebihan, pulang sendiri.

...Chat...

^^^Freya:^^^

^^^Ka, boleh minta tolong? Jemput gue didepan kafe Edelweiss.^^^

Arka:

Maaf Aya, gue lagi tidur

^^^Freya:^^^

^^^Oh oke, good night^^^

...Chat...

^^^Freya:^^^

^^^Fin, jemput gue bisa?^^^

...****...

Sudah hampir satu jam lamanya ia menunggu didepan kafe, bahkan hujan yang semula berjatuhan dengan sangat deras, kini sudah perlahan mereda. Menyisakan ebun yang memberikan kesan dingin bagi tubuh. Namun, hingga detik ini, tidak pernah ada orang yang datang untuk menjemputnya.

Dari sekian banyaknya orang-orang yang dia hubungi untuk meminta tolong kepada mereka, tidak ada satupun orang yang datang menjemputnya untuk membawanya pulang kerumah. Bahkan Kafin sekalipun. Sahabat yang selalu dia andalkan dan yang paling dia percayai tidak datang menjemputnya. Bahkan laki-laki itu tidak membalas pesannya sama sekali.

"Fin, padahal lo bilang bakal selalu ada buat gue. Kalau gue butuh lo, lo bakal dateng. Lo bilang mau tengah malem sekalipun, lo bakal jemput gue. Tapi ternyata lo cuman bohong sama gue" 

Freya merasa kecewa dengan Kafin, kenapa dia tidak datang padahal dia adalah satu-satunya harapan bagi Freya saat ini. Yah,,,, mungkin Kafin sedang tidur, makanya dia gak dateng ngejemput.

Freya melirik jam tangan yang bertengger dengan rapihnya pada pergelangan tangannya, pukul 00.00 tertera disana. Tidak terasa malam semakin larut, bergantikan pagi dini hari.

Terlintas dalam benaknya untuk berjalan saja pulang menuju rumah. Namun, matanya tidak sengaja melihat sebuah taksi yang melaju dari kejauhan. Dengan semangat, gadis itupun berjalan kearah pinggir jalan dan melambai-lambaikan tangannya tinggi-tinggi, supaya supir taksi tersebut dapat menghentikan laju taksinya.

Freya menghembuskan napas lega, tatkala taksi tersebut berhenti disebrang jalan. Kemudian dia melirik kanan dan kirinya, memastikan apakah ada kendaraan yang hendak lewat atau tidak. Setelah memastikan tidak ada satupun kendaraan, Freya berjalan menyebrangi jalan menuju tempat taksi itu berhenti.

...****...

Malam itu, sebuah grup SMA Angkasa yang berisikan hampir 1000 anggoga dihebohkan oleh sebuah berita yang tidak mengenakan. Sebuah berita yang mampu membuat hati mereka berpacu ditempat.

Randi:

"Gila, ada kecelakan deket rumah gue"

Dimas:

"Tengah malem gini?"

Aksa:

"Makan korban gak?"

Susan:

"Gimana kronologi kejadiaannya?"

Randi:

"Gue gak tahu kejadiaanya kayak gimana. Soalnya bokap gue yang liat, habis pulang dari kantor"

Farrel:

"Dimana?"

Kafin:

2

Arka:

3

Rafael:

4

Bunga:

5

Susan:

1000

Randi:

"Pertigaan deket kafe Edelweiss"

Arka:

"Jangan bercanda Anj!!"

Kafin:

"Gak lucu bego"

Randi:

“Apa manfaatnya gue bercanda sama lo semua Anj!!”

Rara:

"Makan korban gak?"

Adit:

"Lo ngasih info setengah-setengah Anj! Apa salahnya lo ngetik seluruh kejadiaanya tanpa harus ditanya dulu baru koar-koar"

Rara:

"Malah ngilang lagi nih anak"

Kafin:

"Woy!! Randi!! Jawab"

Arka:

Bego!! Malah ngilang"

Susan:

"Woy!! Mati lo Randi?"

Bunga:

"Wah,wah perlu diruqyah nih anak. Biar jelasin dengan cepat dan tepat"

Arka:

"Babi!! Katanya lo mau jadi presenter. Presenter mana yang ngasih info setengah-setengah Anj!"

Radit:

"Sabar Anj, gue lagi nanya sama bokap"

"Makan korban, meninggal ditempat. Cewek rambut panjang, masih pake seragam sekolah kita, SMA Angkasa"

Kafin:

"Jangan bercanda Anj!!"

Arka:

"Bangsat!!!"

Farrel merasakan seluruh tubuhnya bergetar secara tiba-tiba, dengan gerakan tergesa-gesa dia memasukkan handphonenya kedalam saku celana dan berlari menuju motornya yang terparkir dengan rapi di garasi lantai satu.

Laki-laki itu membawa motornya dengan sangat ugal-ugalan, beberapa kali suara klakson kendaraan terdengar diantara kedua telinganya, dikarenakan dia yang memotong jalan mereka.

Malam yang begitu larut itu, malam dimana Farrel terlihat sangat kesetanan hanya karena sebuah berita. Berita kematian yang dia duga adalah kekasihnya sendiri yaitu Freya, seorang gadis yang begitu baik. Seorang gadis yang tumbuh dengan begitu banyak luka, dan dirinya adalah salah satu diantara banyaknya orang yang memberikan luka yang begitu besar kepada gadis tersebut.

Bukankah penyesalan hanya akan datang diakhir cerita? Bukankah penyesalan hanya akan didapatkan oleh manusia yang menyia-nyiakan sebuah kesempatan, padahal dia mampu untuk menjaganya.

Air yang jatuh dari pelupuk matanya, rasa putus asa yang menguasai seluruh isi hatinya, juga sebuah penyangkalan yang terus bergelut didalam pikirannya. Semakin menbuat Farrel tidak karuan.

Manusia adalah seorang makhluk Allah SWT yang kerap kali menyia-nyiakan sesuatu, juga makhluk yang kerap kali tidak bisa menghargai manusia lainnya.

Skenario tentang bagaimana begitu banyak kejahatan yang dia berikan kepada Freya, tentang bagaimana dirinya menyia-nyiakan cinta tulus yang selalu gadis itu curahkan kepadanya. Juga senyuman lebar Freya yang tiba-tiba memenuhi seluruh isi pikirannya. Semakin menambah rasa penyesalan yang berada didalam hatinya.

"Pasti bukan lo kan Ya? Please jangan lo"

"Jangan lagi, Aya"

"Gue mohon jangan lagi"

maaf Freya sayang

"Freya baik-baik aja kan?" Tanya Farrel khawatir.

Pemuda itu hendak melangkah masuk kedalam ruang uks tempat dimana pacarnya itu istirahat. Namun, pergerakannya terhenti karena Rara- sahabat dari pacaranya berdiri tepat didepan pintu. Lebih tepatnya, berdiri menghalangi pintu masuk.

"Lo, apaan sih Ra? Gue mau masuk" ujar Farrel kesal, karena Rara tidak kunjung beranjak dari tempatnya berdiri.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Rara sinis. Dia bahkan merenggangkan kedua tangannya lebar-lebar, supaya dapat menghalangi seluruh pintu.

"Mau ngeliat Freya. Minggir lo" ujar Farrel kesal. Dia berusaha menyingkirkan keberadaan Rara dari depan pintu. Namun, perempuan yang memiliki tubuh sedikit gempal tersebut mengerahkan seluruh tenaganya supaya Farrel tidak dapat masuk kedalam. Alhasil Farrel kalah dan tidak bisa masuk kedalam.

"Lo bisa minggir ga?" Tanya Farrel semakin kesal. Dia menatap wajah Rara dengan ekspresi jengkelnya. Sangat khas menggambarkan betapa kesalnya pemuda itu.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Rara lagi sembari melipat kedua lengannya didepan dada. Menatap Farrel dengan wajah garangnya.

"Udah gue bilang, gue mau ngeliat keadaan Freya. Pacar gue" Farrel berusaha sekuat tenaga untuk tidak meluapkan amarahnya kepada Rara. Dia sedang sangat khawatir saat ini. Bisa-bisanya perempuan tersebut malah menguji kesabarannya.

"Lo? Pacarnya?" Tanya Rara mengejek. "Pacar mana yang ngebiarin pacarnya sendiri pingsan dipinggir lapangan. Sedangkan lo malah dengan asiknya ngehibur cewek lain" lanjutnya tidak terima.

"Dia lagi sakit Ra" kata Farrel menjelaskan.

"Sakit lo bilang? Terus Freya apa? Dia pingsan karena kena lemparan bola basket dari lo. Menurut lo itu gak sakit apa?" Rara merasa sangat kesal dengan tingkah dari pemuda dihadapannya. Padahal dia melihat pacarnya sendiri pingsan dipinggir lapangan basket. Bahkan itu juga karena ulahnya sediri. Tapi, bukannya menolong, dia justru memilih pergi entah kemana, hanya karena sebuah panggilan telpon saja.

Rara, sudah tahu dengan tingkah dari pacar sahabatnya ini. Karena Freya kerap kali menceritakan keluh kesahnya, tentang Farrel yang lebih mementingkan sahabatnya dari kecil dibandingkan Freya yang berstatus sebagai pacarnya. Okelah, kalau hanya mengabaikan Freya ataupun membatalkan janji kencan keduanya. Namun, untuk kali ini sudah tidak ada pertimbangan lagi. Tindakan Farrel benar-benar sudah kelewat batas, dia benar-benar tidak memiliki hati ataupun simpati sedikitpun.

Sebenarnya, apa yang dilihat oleh Freya dari sosok Farrel? Rara saja yang hanya memperhatikan hubungan keduanya sudah sangat lelah. Apalagi Freya yang menjalani hubungan tersebut. Entah stok sabar seperti apa yang dimiliki oleh sahabatnya itu.

"Iya, gue tahu gue salah. Karena itu gue datang kesini"

"Terus kalau lo gak sadar itu salah lo, lo gak akan datang kesini gitu? Mending lo pergi dari sini sekarang juga. Gak pantes lo ada disini" usir Rara tegas.

"Kok lo makin lama makin ngajak ribut" kesal Farrel tidak terima.

Rara menghembuskan napasnya lelah. Dia marah, sangat marah, ingin rasanya dia mengangkat tangannya dan memukul pemuda dihadapannya ini dan memberikan balasan yang setimpal atas setiap luka yang diterima oleh sahabatnya.

Pertengkaran keduanya terhenti dikarenakan terbukanya pintu dari arah dalam, yang hampir saja membuat Rara terjungkal kebelakang. Jika saja tubuhnya tidak ditahan oleh si pelaku pembuka pintu.

Rara seketika memutar tubuhnya dan menatap orang yang baru saja membuka pintu secara tiba-tiba. "Aya, kok lo malah bangun? Kan lo masih harus istirahat" omelnya khawatir.

Freya tersenyum lebar melihat tingkah sahabatnya, yang selalu saja khawatir kepadanya. "Gue gak papa kok Ra" ujarnya lembut.

"Beneran?" Tanya Rara ragu.

"Iya, lo gak liat tubuh gue yang kuat begini?" Ujar Freya sembari bertingkah seperti seseorang yang kuat. Padahal wajah pucatnya tidak dapat membohongi siapapun.

Rara melihat Freya dari atas hingga bawah "gak, gak. Lo gak sehat. Wajah lo pucet" tolak Rara.

"Ra, i'm fine"

"Mending lo minggir deh Ra" dengan tidak manusiawi Farrel menggeser tubuh Rara dengan cukup keras, setelahnya dia menatap wajah Freya yang masih saja terlihat pucat. Jelas sekali pacaranya itu sedang tidak baik-baik saja.

"Lo pulang yah? Gue antar" ajaknya lembut, penuh dengan kasih sayang.

"Gak usah. Gue pulang naik taksi aja" tolak Freya.

"Gak bisa. Lo pacar gue, jadi lo pulang bareng gue" ujar Farrel tidak menerima penolakan.

"Yaudah" dengan menurunkan egonya, akhirnya Freya mengiyakan. Saat ini, dia sedang tidak ingin berdebat apalagi bertengkar.

"Aya, beneran gak papa lo pulang bareng sama dia?" Bisik Rara tepat diarah telinga Freya.

"Gak papa kok" ujar Freya berusaha menenangkan sahabatnya itu, supaya tidak khawatir.

"Aya, kalau nanti nih cowok bikin ulah. Lo cerita sama gue. Nanti gue bejek-bejek dia" pesan Rara, tangannya bergerak seperti seseorang yang sedang membejek-bejek sesuatu.

Freya tertawa mendengar penuturan sahabatnya itu "siap, komandan" ujarnya seraya mengangkat tangannya diatas dahi, seperti seseorang yang sedang memberi hormat.

"Awas aja lo!!" Ancam Rara kepada Farrel.

"Yeyeyeyeye" ledek Farrel yang tentu saja membuat Rara mendengus kesal.

Tanpa sosok Rara, akhirnya mereka berjalan beriringan dengan tangan yang saling bertaut, berjalan menuju kelas mereka yang berada diujung koridor. Mungkin karena jam pelajaran sedang berlangsung, suasana koridor terasa sangat sepi. Hanya terdengar suara sepatu mereka yang menginjak ubin lantai.

"Rel. Lo gak mau minta maaf gitu?" Tanya Freya. Dia menatap Farrel yang dengan telaten memasukkan barang-barang miliknya kedalam tas.

"Untuk?" Tanyanya tanpa menatap Freya, dia masih fokus memasukkan barang-barang milik Freya yang cukup banyak.

"Kan lo udah bikin gue pingsan"

"Lo tahu?" Tanya Farrel. Setelah meresleting tas milik pacarnya itu, dia pun memasang tas tersebut pada bahu kanannya. Kemudian dia menatap Freya lekat.

"Gue denger semuanya. Gue denger obrolan kalian berdua. Jadi lo kenapa gak minta maaf sama gue?" Tanya Freya beruntun.

Freya menatap Farrel kesal. Karena dibandingkan meminta maaf kepadanya, pemuda itu justru berjalan menuju pintu dan meninggalkannya sendirian didalam kelas.

Suasana kelas sedang sepi karena saat ini, teman-temannya sedang belajar di lab. Karena itu jugalah Freya dengan berani memarahi pemuda itu.

"Rel, lo denger gak sih?!!" Teriak Freya kesal dengan sedikit berlari dia mengejar Farrel dan berjalan disampingnya.

"Rel!!" Teriak Freya semakin kesal.

"Yaudah maaf" ujar Farrel sembari menatap Freya sekilas dan kembali fokus menatap kearah depan.

"Cih, gak ikhlas gitu minta maafnya. Padahal minta maaf gak bakal bikin lo miskin. Gak bakal bikin lo kehilangan harga diri. Gak gantle lo jadi laki. Cemen" gerutu Freya kesal.

"Maaf Freya sayang" kata Farrel lembut seraya mengacak surai rambut Freya gemas. Tangannya merangkul tubuh gadis nya itu. Sehingga tidak ada jarak sedikitpun diantara keduanya.

Tindakan Farrel yang sangat tiba-tiba, tentu saja membuat Freya mematung, bahkan dia sangat berharap semoga Farrel tidak mendengar suara jantungnya yang berdetak dengan sangat kencang. Karena walaupun mereka sudah menjalin hubungan hampir 5 bulan lamanya, tapi tidak pernah sekalipun Farrel bersikap seperti ini kepadanya.

Bahkan untuk sekedar mengucapkan kata sayang saja, sudah menjadi kalimat yang cukup sakral bagi pemuda tersebut. Jadi, wajar bukan bila saat ini Freya merasa salah tingkah?

Freya merasa bersyukur karena dia pingsan tadi. Sehingga kejadian yang langka seperti ini dapat dia rasakan. Gak papa deh dia kena lemparan bola basket setiap hari, asalkan dia dapat merasakan perhatian seperti ini setiap hari juga.

makasih Farrel sayang

"Makasih Farrel sayang" ucap Freya dengan suara yang sedikit diimut-imutkan.

Farrel mengusap surai rambut Freya pelan. Dia menatap wajah pacarnya itu hangat "sama-sama. Masuk kedalam gih" perintahnya.

Freya menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Kalau lo udah pergi, baru gue masuk" tolak gadis tersebut.

Dibandingkan menjalankan sepeda motor miliknya, Farrel lebih memilih untuk turun dari sepeda motornya dan berdiri tepat dihadapan pacarnya itu.

"Lo masuk, atau gue gak akan pergi dari sini" ujar Farrel sembari menyilangkan kedua lengannya didepan dada.

"Kok gitu? Gak bisa dong" elak Freya tidak terima.

"Ya, bisa lah" timpal Farrel dengan semakin mencondongkan tubuhnya kearah depan. Secara perlahan, kakinya semakin melangkah mendekati Freya. Membuat gadis itu secara perlahan memundurkan tubuhnya. Sedangkan Farrel, lelaki itu justru semakin mengikis jarak diantara keduanya.

"Lo apaan sih Rel?" Tanya Freya gugup.

"Hmmm?"

"Woy!! Ngapain lo berdua disana?" Teriak seseorang, membuat keduanya kembali memposisikan tubuhnya tegak. "Kalau mau ciuman jangan disini, digerebek warga baru tahu rasa lo berdua!" Lanjut laki-laki itu.

Baik Farrel maupun Freya, secara bersamaan mereka memalingkan wajah masing-masing, pipi mereka yang bersemu merah menandakan bahwa keduanya saat ini sedang salah tingkah. Padahal niatan Farrel hanya ingin sedikit membuat nyali pacarnya itu ciut. Namun, yang terjadi justru malah persepsi yang salah dari orang-orang.

"Gue mau ke taman depan. Lo mau nitip gak Ya?" Tanya laki-laki yang berteriak barusan, dia berjalan menghampiri kedua insan yang saat ini sedang bergelut dengan pikiran masing-masing.

Freya menatap Kafin lekat. Iya, lelaki yang baru saja menghancurkan suasana menegangkan antara dirinya dengan Farrel adalah Kafin sahabatnya. Atau lebih tepatnya, laki-laki yang tinggal disebelah rumahnya yang membuatnya mau tidak mau harus saling berteman satu sama lain.

"Mau nitip gak?" Ulang Kafin karena Freya tidak kunjung menjawab penawarannya.

"Hah? Emm gue nitip sate satu porsi" ujar Freya spontan.

Kafin menganggukkan kepalanya mengerti "oke. Gak pake kacang" ujarnya seraya melangkah pergi meninggalkan keduanya.

"Hari ini gue yang traktir!!" Teriak Kafin dari tempat yang cukup jauh dari tempat Freya dan Farrel berdiri.

Freya menatap kepergian Kafin lekat. Memang sudah menjadi kebiasaan bagi keduanya untuk saling menitip makanan, jika salah satu dari mereka hendak berbelanja kedepan komplek. Walaupun mereka tidak memiliki hubungan yang begitu dekat, tapi karena rumah mereka yang berdekatan dan kedua orang tua mereka yang bersahabat. Membuat mereka mau tidak mau, harus saling mengenal satu sama lain. Dan saling mengandalkan, mungkin?

"Kenapa gak ngomong?" Tanya Farrel serius.

Freya yang awalnya menatap kearah Kafin, seketika mengalihkan atensi matanya kearah Farrel "maksud lo?" Tanya Freya tidak mengerti.

"Udah lah gue pergi dulu" ujar Farrel sedikit kesal. Lelaki itu kembali menaiki sepeda motor miliknya dan pergi begitu saja, tanpa berpamitan ataupun sekedar menatap Freya sebentar saja.

"Kenapa lagi dengan dia?" Monolog Freya tidak mengerti. Setelahnya dengan kedua tangannya, dia membuka pintu pagar kemudian masuk kedalam halaman rumah.

****

Setelah selesai membersihkan diri, Freya berjalan menuju tempat tidurnya sembari memainkan ponsel miliknya. Dia melirik kearah jam dinding yang menunjukkan pukul 8 malam. Siapa yang menduga jika dia akan ketiduran selama itu.

Freya menghembuskan napasnya kecewa, setelah beberapa kali mengecek ponselnya, tidak ada satupun pesan yang masuk dari Farrel. Walaupun pemuda itu bukan termasuk pria yang romantis, tapi biasanya dia selalu mengiriminya pesan good night setiap pukul 8 malam. Tapi, kali ini tidak ada satupun pesan yang masuk kedalam ponselnya. Sungguh miris sekali hidupnya ini.

Sebuah ketukan pintu kamar terdengar pelan, disusul dengan sahutan sang bunda.

"Aya!! Ada Kafin didepan!!" 

"Iya bunda!!" Balas Freya dengan sedikit berteriak. Karena terlalu menunggu pesan dari Farrel, dia jadi lupa jika tadi ia sempat memesan satu porsi sate kepada Kafin.

Dengan langkah sedikit berlari, Freya berjalan menuruni anak tangga untuk menuju pintu utama. Dia dengan segera membuka pintu dan sosok Kafin menyambut penglihatannya.

"Thank you" ujar Freya sembari mengambil bungkus kresek dari genggaman Kafin, tanpa permisi terlebih dahulu. Dia membuka bungkus kresek tersebut, untuk memastikan apakah laki-laki itu melaksanakan tugasnya dengan baik atau tidak. 

"Beneran sate kok. Gak percayaan banget" kata Kafin.

"Iya deh iya" ledek Freya dengan mulut yang sedikit di jelek-jelekkan.

Freya melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah, hendak meninggalkan Kafin "makasih Kafin ganteng. Harusnya lo ngomong gitu" ujar Kafin tidak terima

"Cih, males" 

"Temenin gue lah, gue butuh temen ngobrol nih" pinta Kafin, membuat Freya kembali membalikkan tubuhnya dan menatap kearah kearah lelaki itu.

"Ohh, jadi ini siasat busuk lo. Lo neraktir gue biar bisa nyogok gue" Kafin yang Freya tahu bukanlah orang yang mau mentraktir orang lain. Bahkan pemuda itu, sangat-sangat-sangat perhitungan jika mengenai uang. Pantas saja dia mentraktirnya, karena untuk sogokan ternyata.

"Nah lo tahu, ayo cepet" ujar Kafin, seraya menarik pergelangan tangan Freya, dia membawa gadis itu kearah gazebo.

"Males Fin, beneran. Gue kan mau chattan sama ayang gue" ucap Freya kesal.

"Ayang pala lo" kata Kafin jengah.

Keduanya duduk diatas gazebo dengan berhadap-hadapan. Tentu saja ada beberapa bungkus makanan yang menjadi pemisah diantara keduanya.

"Jadi apa? Mau cerita apa lo? Niat banget pake sogokan segala" tanya Freya to the point.

"Kalau gak pake sogokan, gue yakin lo pasti gak bakal mau duduk disini" 

"Nah, lo tahu" ujar Freya bangga. "Jadi ada apa?" Tanyanya lagi.

Freya membuka bungkus kresek yang ia bawa tadi, dan meletakkan sate miliknya diatas plastik tersebut.

"Gue baru putus" perkataan Kafin yang tiba-tiba, mampu membuat Freya tersedak bumbu sate yang baru saja masuk kedalam mulutnya.

"Seriusan lo?" Tanyanya tidak percaya, seraya mengambil minuman yang berada didepannya. Lebih tepatnya, minuman milik Kafin.

"Itu milik gue Freya" ujar Kafin kesal.

"Udah lah itu gak penting. Seriusan lo putus dari pacar lo itu?" Tanya Freya memastikan.

"Iya" jawab Kafin seraya menganggukan kepalanya mengiyakan, kemudian dia pun memakan camilan yang baru saja ia beli tadi.

"Kenapa? Bukannya lo baru jadian sama dia seminggu lalu?" 

"Ya, males aja gue. Dia terlalu posesif. Ngatur ini lah, itulah. Lo kan tahu gimana bebasnya hidup gue"  curhat laki-laki tersebut. Menceritakan tentang sikap pacar barunya itu, atau lebih tepatnya mantan barunya.

"Cih, lemah banget lo" cibir Freya.

"Nyokap sama bokap gue aja gak ngatur-ngatur gue kayak gitu, emangnya dia siapa berani-beraninya ngatur gue" ujar Kafin mengungkapkan kekesalannya.

"Dia pacar lo kalau lo lupa" kata Freya mengoreksi ucapan Kafin.

"Mantan Freya, mantan. Baru jadi pacar aja udah ngatur gitu. Apalagi kalau naik ke jenjang selanjutnya. Yang ada gue malah serasa dipenjara"

Freya mengambil camilan yang berada didalam kresek milik Kafin. Dia membukanya kemudian memakannya dengan santai "orang kayak lo yah Fin. Mendingan gak usah pacaran aja. Lo kayaknya belum siap buat pacaran, jadi kesannya lo kayak play boy yang hobi gonta-ganti pacar" nasihat Freya.

"Cih, gue gak play boy yah. Mereka nya aja yang gak cocok buat gue" Kafin merasa sangat tidak terima dengan ucapan Freya barusan, gonta-ganti pacar bukan berarti play boy bukan? Kalau gak cocok kan gak bisa dipaksakan.

"Menurut lo mungkin enggak, tapi menurut mantan-mantan lo pasti beda lagi ceritanya" ucap Freya mengingatkan "mending lo belajar sama gue deh. Gue pinter banget kalau soal mempertahankan sebuah hubungan"

"Belajar sama lo? Ogah banget. Lo itu bodoh Freya. Mau aja lo dikibulin sama tuh anak. Hubungan lo itu toxic relationship"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!