NovelToon NovelToon

Pelabuhan Terakhir Casanova

Kepergian Ayah

Helena bergerak dan hendak bangun.

Tapi kepalanya berasa pusing dan berputar-putar.

"Apa ini namanya vertigo?"

"Pusing banget," keluh Helena.

"Badan gue juga berat banget, berasa ditindih padi satu ton," gumam Helena dengan mata terpejam.

"Tulang-tulang apalagi. Berasa lepas semua sendi gue," Helena masih saja bergumam.

"Air... Tolong air...," Helena berusaha menggapai sesuatu yang ada di atas nakas.

"Gelap banget sih," Helena terus saja mengeluh.

Helena menggapai tepian tempat tidur.

Saat hendak berdiri, dia limbung dan jatuh lagi di tempat tidur.

"Awh... Inti tubuh gue kenapa nih? Kok seperti ada bekas pisang mengganjal," Helena terus saja berceloteh.

"Perihnya... Atau jangan-jangan ada yang memperkosa gue?" Helena mulai meraba seluruh tubuh.

"Ho...ho... Aman. Gue masih berbaju," saat itu Helena memakai kimono.

"Tapi kok seperti mimpi ya? Perasaan tadi melakukan sesuatu? Gue seperti merintih-rintih? Issshhh, otak lo kotor banget sih Helen," Helena memukul perlahan kepalanya.

"Tapi kok berasa nyata?"

"Pria dengan tato naga di tengkuk? Hi...hi...kenapa gue jadi halusinasi gini yaaa? Ishhh pasti kebanyakan minum tadi malam nih," kata Helena bermonolog.

Rasa pusing kembali mendera, membuat Helena mengurungkan niat untuk beranjak.

"Issshhh mendingan gue tidur lagi," Helena menaruh kepalanya perlahan di atas bantal dan kembali terlelap.

Byur... Helena gelagapan mendapat siraman rohani eh air genangan kolam.

"Sialan lo," umpat Helena saat tersadar melihat sepupunya yang sedang membawa gayung.

Emang di hotel ada gayung ya? Ya diada-adain aja. Serah author...he...he...

"Pake baju lo," suruh Alice.

"Kenapa lo? Datang-datang marah? PMS lo," tukas Helena tak kalah sengit.

"Tuh, di lobi banyak media menunggu lo. Gue nggak tahu musti jawab apa," ucap Alice.

"Kenapa sih lo?" Helena belum paham situasi.

"Tentu saja mereka ingin wawancara lo," lanjut Alice.

"Lo ini sadar nggak sih? Lo sudah buat repot semua. Keluarga lo sudah hancur, mau lo buat lebih hancur," kata Alice emosi.

"Maksud lo?"

"Gue tahu keluarga gue bangkrut, bahkan calon suami gue hilang entah kemana. Acara nikah gue hancur," kata Helena dengan miris.

"Dan lo malah menyewa pria bayaran semalam," tandas Alice.

"Apa lo bilang? Pria bayaran? Gigolo maksud lo? Gila!" balas Helena tak terima.

"Gila? Lo tuh yang gila," seru Alice tak kalah keras.

"Berbuat tak pakai otak," olok Alice.

"Bisa diam nggak. Gue nggak ngelakuin apa yang lo tuduhin," balas Helena.

"Lihat tuh tubuh kamu,..." suruh Alice.

"Ini... Ini... Ini... Apa namanya?" Alice menarik Helena ke depan cermin dan menunjukkan semua tanda yang ada di tubuh Helena. Bahkan dadanya penuh dengan bekas kemerahan.

"Opppssss... Bukannya tadi hanya mimpi? Pria bertato naga?" Helena menutup mulutnya.

"Baru nyadar lo? Makanya kalau tak pernah minum, jangan sok-sok an minum," olok Alice.

"Beneran gue sewa gigolo?" tanya Helena bloon.

Tak sengaja Helena melihat sebercak noda darah di sprei putih hotel.

"Huaaaa.... Huaaaaa.... Bodohnya gue," Helena meraung menyesali perbuatannya. Gimana tidak bodoh, keperawanannya malah diserahkan ke seorang laki asing yang tak dikenal.

"Lo emang bodoh dan naif sedari dulu," tukas Alice.

"Pakai baju lo!" suruh Alice.

"Gue nggak mau ketemu media," kata Helena.

"Berita tentang lo gagal nikah dan berujung one night stand sudah terendus oleh mereka. Tinggal pintar-pintarnya aja lo nyari alesan," cibir Alice.

"Lo itu kesini mau mbantu gue, atau ngolok-ngolok gue sih?" jengkel Helena dengan sepupunya itu.

"Dua-duanya," balas Alice dengan bibir manyun.

Helena turun di lobi. Dan benar saja apa kata Alice.

Segerombolan perwakilan media menghadang mereka.

Meski diam seribu bahasa, cukup sulit bagi keduanya untuk melewati barikade itu.

.

"Darimana saja Helena?" tatapan tajam sang ayah menunggu di balik pintu ruang tamu.

"Jalan-jalan yah," alibi Helena.

"Jalan-jalan sampai lupa pulang? Begitu maksud kamu?" telisik ayah.

"Pulang? Pulang ke mana? Pulang ke rumah yang telah disita bank ini?" tanya Helena.

Plak...

Sebuah tamparan diterima oleh Helena.

"Yang sopan kamu," kata ayah dengan mimik marah.

"Darimana? Semalam sama siapa?" masih dengan emosi melanda.

"Ayah, Helen sudah dewasa," jawab Helena.

"Dewasa apanya? Apa dengan menyewa seorang pria bayaran kamu anggap sebagai wanita dewasa?" lanjut ayah.

Helena menoleh ke arah Alice.

"Alice sudah cerita semuanya," ucap ayah melanjutkan.

"Alice, kamu sendiri yang mengajakku tadi malam," kata Helena lirih.

"Tapi saat aku ajak pulang, lo menolak," Alice membela diri.

"Jangan salahkan Alice. Kamu sendiri mengaku sudah dewasa. Lantas apa dengan kedewasaan kamu boleh melakukan segalanya Helena?" kata ayah dengan nada kecewa.

Helena bersujud di depan ayahnya.

Bagaimanapun juga pria dewasa yang berdiri di depannya ini adalah ayahnya. Ayah yang dengan susah payah membesarkan Helena tanpa seorang pendamping.

Mama Helena pergi meninggalkan keluarga tanpa kabar berita. Mulai Helena masih berumur setahun sampai sekarang. Sampai Helena berumur hampir seperempat abad.

"Maafkan Helen ayah, Helen khilaf," kata Helena berderai air mata.

Mereka berdua saling memeluk.

"Hanya kamu harta ayah yang masih tertinggal Helen. Jangan buat ulah lagi," ayah pun menangis saat mereka berpelukan.

Pria yang biasanya berdiri tegak dan berwibawa itu terlihat rapuh di pelukan putri tunggalnya.

Putri yang digadang-gadang menjadi penerusnya di perusahaan.

Tapi ekspektasi tak seindah kenyataan.

Tepat sehari menjelang acara nikah sang putri, perusahaan dinyatakan pailit dan siap gulung tikar.

Calon menantu yang diharapkan membawa kebahagiaan sang putri pun ikut raib bagai ditelan bumi.

Keluarga calon besan juga tak peduli.

Tok... Tok... Tok....

Pintu jati dengan ukiran khas Jepara itu diketuk dari luar.

"Biar aku yang bukain uncle," seru Alice.

Ayah dan Helena mengurai pelukan.

Keduanya kompak menoleh ke arah pintu.

"Selamat siang tuan Hendrawan," sapa pria berkemeja itu.

"Siang," jawab ayah.

"Tuan, saya perwakilan dari bank. Mohon maaf ingin menyampaikan hal yang sangat penting," katanya masih dengan nada sopan.

"Iya," dalam pandangan Helena, ayahnya tahu betul maksud kedatangan pria itu.

"Mohon dengan sangat, besok anda dan keluarga diharapkan sudah mengosongkan rumah ini," lanjutnya.

Ayah memegang dadanya dan menghembuskan nafas perlahan.

"Yah," panggil Helena.

"Ayah tak apa," ayah mencegah Helena yang hendak mendekat.

"Baik tuan. Hari ini aku dan anakku akan pergi," kata ayah.

Ayah terus saja memegang dadanya meski pria tadi telah pergi.

Saat akan berdiri, ayah tiba-tiba saja ambruk.

"Ayaaaaaahhhhhhhh," Helena menghambur mendekat.

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Masih bercerita drama kehidupan sehari-hari, yang kadang bisa dialami oleh siapa saja dan di mana saja.

Cerita hanya dari sudut pandang author semata, yang kadang ngehalunya suka kelewatan.

Suka, lanjut aja.

Tak suka, boleh kok di skip.

Lope lope sekebun buat yang sudah ngefollow 🥰😘

Kelahiran Kembar

Acara pemakaman tuan Hendrawan telah selesai.

"Habis ini lo mau kemana?" tanya Alice.

Helena hanya bisa mengangkat kedua bahu.

"Gue numpang di apartemen lo," kata Helena yang yakin Alice akan memberinya tumpangan.

Sepupunya yang selama ini selalu ada di sampingnya.

"Sorry, apartemen gue cuman ada satu kamar," tolak halus Alice.

"Ya nggak papa lah. Lagian ranjang lo cukup buat berdua," ucap Helena.

"Oopppsss sorry Helen, gue ada kuliah nih. Pergi dulu ya," kata Alice dengan meninggalkan Helena di depan makam.

"Apa lo juga mau ninggalin gue?" gumam Helena dengan nada sedih saat Alice berjalan menjauh.

Tak ada sahutan apapun terucap dari bibir Alice, karena sepupunya itu telah berlalu dengan naik mobil.

"Gue harus kemana?" galau, hanya itu yang dirasa oleh Helena saat ini.

Helena berjalan gontai, menjauh dari makam.

"Non... Non Helen. Tungguin bibi," panggilan Bi Ijah membuat mata Helena kembali menoleh ke belakang.

"Loh, bibi kok masih di sini? Kirain sudah pulang kampung," kata Helena, mendapati asisten rumah tangga itu masih mengikuti nya.

"Bibi ikut Non saja. Lagian di kampung sudah tak ada keluarga lagi," katanya.

"Bi, aku tak punya apa-apa. Gaji buat bibi bulan ini aja aku tak ada," seru Helena.

"Santai aja Non, kita cari kontrakan aja yuk. Kalau perlu kita pergi aja dari kota ini," ajak Bi Ijah.

Helena termangu. Ragu untuk mengikuti saran bibi.

"Sudahlah Non. Bukankah Non Alice juga tak mau nerima Non?" kata Bi Ijah.

Helena mengangguk.

Dengan berbekal sisa tabungan dan juga uang Bi Ijah, keduanya nekad untuk pindah ke lain kota.

.

"Non, masih mual?" tanya Bi Ijah seraya memijat tengkuk mantan majikan.

"Lumayan berkurang kok bi," jawab Helena.

"Kapan periksa?" tanya Bi Ijah.

Helena tersenyum paksa.

"Harusnya minggu ini,"

Bi Ijah mengeluarkan dua lembar uang bergambar pahlawan proklamasi untuk Helena.

"Segera periksa Non. Bibi ingin calon cucu bibi sehat," ucapnya.

Ya, tiga bulan setelah pindah ke luar kota. Helena baru mengetahui kalau dirinya hamil. Hasil ONS menghasilkan benih yang kini tengah bersemayam di rahimnya.

Bahkan saat USG pertama kalinya, Helena diberitahu dokter kalau dirinya hamil kembar.

"Miris sekali nasibku ya bi. Bahkan aku tak tahu siapa bapak calon bayiku," kata Helena berusaha tersenyum. Tersenyum miris pastinya.

"Sabar ya Non," elus wanita setengah baya itu di bahu Helena.

"Wanita hamil harus bahagia Non, tak boleh bersedih," hibur Bi Ijah.

"Mau bibi anterin periksa?" kata Bi Ijah menawari.

"Nggak usah bi, nanti dagangannya gimana?" Helena dan Bi Ijah jualan kue untuk menyambung hidup.

Helena sudah tak memikirkan kelanjutan kuliah strata dua yang putus di tengah jalan.

Helena pergi untuk memeriksakan kehamilan, kebetulan antrian tak begitu banyak seperti biasa.

"Alhamdulillah, keadaan bayi-bayinya sehat. Kalau posisinya terus begini, kemungkinan untuk melahirkan spontan sangat besar," kata dokter yang memeriksa.

"Perkiraan lahirnya tak berubah ya dok?" tukas Helena berkelakar.

"Tentu tidak nyonya. Tapi segala kemungkinan bisa saja terjadi," ulas sang dokter dengan jelas.

"Persiapan segera dipacking saja, kalau berasa sewaktu-waktu tinggal berangkat. Dan ini resepnya, silahkan diambil di farmasi," saran dokter itu.

.

Sembilan bulan masih kurang seminggu, Helena merasakan mulas yang luar biasa di perut.

"Bi, perut ini kenapa? Mulas sekali bi. Rasanya seperti diremas-remas,' keluh Helena tepat tengah malam.

"Jangan-jangan Non mau ngelahirin," ucap Bi Ijah.

"Kata dokter masih seminggu lagi bi," kata Helena seraya meringis menahan sakit.

"Heeeee...perkiraan itu bisa maju bisa mundur Non. Kali aja cucu-cucu bibi tak sabar mau ketemu calon Oma kece ini?" canda bibi.

Helena tertawa, meski perutnya kembali terasa melilit.

"Kita ke rumah sakit aja," ajak Bi Ijah.

Tak sampai setengah jam, Helena dan Bi Ijah telah sampai rumah sakit.

Baru naik meja pemeriksaan saja, Helena sudah tak kuat menahan rasa ingin mengejan.

Satu jam di sana, dua bayi tampan berhasil dilahirkan oleh Helena. Antara sedih dan bahagia bercampur aduk dirasa oleh Helena.

"Yah, maafin Helena," gumam Helena.

Bulir air mata kembali menetes teringat akan almarhum sang ayah. Tuan Hendrawan.

Bi Ijah memeluk Helena dan merangkulnya.

"Jangan tengok lagi ke belakang Non," ucap bibi sembari mengusap air mata Helena.

"Makasih bi,"

.

Tak terasa usia kedua bocah tampan telah berumur empat tahun.

"Hari ini kalian dianterin Oma. Mama musti berangkat pagi-pagi," kata Helena saat si kembar sedang menikmati sarapan pagi.

"Kan sejalan Mah, ntar Oma biar yang jemput aja," tukas Zayn sok dewasa.

"Iya, Zayden maunya sama mama," sela Zayden yang dengan gaya sok imut.

"Oke, lekaslah!" Helena menyetujui usulan keduanya.

Zayn dan Zayden saling toss.

Ya, sejak si kembar berusia dua bulan. Helena memutuskan mencari kerja.

Dan kebetulan ada sebuah perusahaan besar yang buka cabang di kota tempat Helena tinggal.

Helena langsung diterima, dengan pertimbangan Helena adalah sealumni dengan sang bos yang belum pernah sama sekali Helena temui.

"Alasan yang aneh," gumam Helena saat bagian HRD mengutarakan alasan kenapa Helena diterima saat itu.

"Oke, mama berangkat dulu. Zayn jagain adik kamu," kata Helena sebelum dirinya berlalu.

"Oke mama cantik," kata Zayn bangga.

"Cantik tapi jomblo. Buat apa?" tukas Zayden mengangkat kedua tangannya.

"Apa kamu bilang Zayden?" kata Helena menegaskan.

"Enggak kok. Aku cuman bilang kalau mama ku adalah wanita tercantik di dunia," Zayden terus saja berceloteh sampai guru kelas menyambutnya.

"Miss, nitip mereka berdua ya," kata Helena.

"Baik nyonya,"

"Bye mama," seru keduanya kompak.

Helena bergegas pergi karena waktunya mepet.

Hidup Helena semakin berwarna sejak ada Zayn dan Zayden.

"Kapan-kapan aku ajakin mereka ke makam ayah," janji Helena dalam hati.

Meski hanya sebagai sekretaris di sana, gaji Helena lumayan bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekolah kedua anaknya.

Bi Ijah tak perlu lagi kerja, karena semua sudah dipenuhi Helena.

Sebuah mobil meski bukan mobil keluaran terbaru, tapi masih bisa kebeli oleh Helena.

Helena melangkah dengan pasti menuju lift untuk naik ke lantai dimana kantornya berada.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Di sini kosong di sana kosong, tak ada batang tebu#Author tak berkata bohong, cerita ini dijamin seru 🤗

Semaleman begadang, karena insomnia#karya baru telah datang, kasih like, komen biar naik popularitasnya.

Romansa cinta tetap menarik untuk dikulik, meski kadang tak bisa dibandingkan dengan dunia nyata. Toh ini memang dunia halu, jadi ingetin juga kalau author ngehalunya terlalu 😄

Salam jossss

To be continued, happy reading 🤗

Mantan Tak Indah

"Zayn, Zayden besok kalian libur kan?" tanya Helena saat menjelang tidur.

"Jelas dong Mah, besok kan hari Sabtu," kata Zayn menimpali.

"Kalian mau ikut mama nggak?" tanya Helena meminta persetujuan.

"Nggak ah, aku mau bantuin Oma beberes rumah aja," seru Zayn yang memang rajin membantu Oma sementara Zayden kebalikannya, suka mengacak-acak mainan.

"Aku mau," jawab Zayden.

"Kemana Mah?" tanya Zayden.

"Naik kereta," jawab Helena.

"Mau... Mau...," jawab keduanya antusias.

"Katanya mau beberes?" ledek Helena.

"Nggak jadi," seru Zayn.

Sengaja Helena ingin mengajak kedua putranya ke makam ayah dengan naik kereta.

"Hati-hati ya Oma. Jagain rumah biar nggak dibawa maling," ucap Zayden.

"Mana ada maling kuat bawa rumah Zayden?" tukas Zayn.

"Ada, malingnya rombongan," seru Zayden sekenanya.

Sampai di stasiun, "Kereta kita yang mana mah?" tanya Zayn.

"Sabar dong Zayn," balas Helena dengan sabar.

Helena kadang dibuat repot untuk menghandel keduanya.

Zayn dan Zayden selain lincah, keduanya sangatlah kritis. Kadang bertanya tentang suatu hal yang membuat Helena kalang kabut untuk menjawab.

Seperti saat itu ada anak yang merengek minta gendong papanya.

"Mah, aku punya papa?" celetuk Zayn

"Emang papa itu apa?" sela Zayden.

Helena bingung harus menjawab apa.

"Papa sudah meninggal ya Mah?" lanjut Zayn.

"Kok tanyanya begitu?" tukas Helena.

"Kali aja Mah? Papa nggak pernah datang saat kita lahir sampai sekarang," ujar Zayn lancar laiknya orang dewasa.

"Come on, kereta kita datang," seru Helena kala mendengar pengumuman di pengeras suara oleh Announcement.

"Horeeeeee," teriak keduanya yang telah lupa akan pertanyaan yang sulit dijawab oleh Helena barusan.

Sepanjang perjalanan Zayn dan Zayden tak lelahnya melihat jalur yang dilewati.

Kadang mereka bernyanyi bersama, meski kadang lupa lirik.

Celotehan mereka berdua membuat Helena tergelak.

Senangnya bukan main.

"Mah, kita ini nggak usah punya papa dech. Ingat Mah, janji kita berdua," kata Zayn.

"Apa?" tatap Helena penuh cinta ke arah sang putra.

"Akan aku jagain mama segenap jiwa dan raga," kata Zayn sok dewasa.

"Issshhhh, aku juga Mah," kata Zayden tak mau kalah.

Helena sampai tertawa melihat ekspresi kedua nya yang sok serius itu.

Saat turun dan hendak keluar stasiun, Helena melihat beberapa pria berjas dan berdasi sedang membentuk barikade untuk menyambut seseorang.

Sebuah mobil mewah berhenti tepat di antara mereka.

Helena tersenyum melihat siapa yang turun.

"Andrew," sebut Helena bergumam.

"Apa kamu datang untuk menjemputku?" kata Helena lirih.

"Siapa Mah?" Zayn dan Zayden bertanya bersamaan karena melihat arah mata mamanya tak berpaling sedikitpun ke sosok laki-laki gagah yang barusan turun dari mobil mewah.

Pria yang terkesan arogan di mata kedua bocah.

Helena masih tak bergeming di tempatnya berdiri, sampai pria dewasa tampan itu berjalan ke arah Helena.

"Misss you baby. Maafin Daddy datang terlambat menjemput," kata nya dengan senyum lebar. Melihatkan semua giginya yang rapi.

'What? Beneran dia menyambutku?' tanya Helena dalam benak.

Hingga seorang wanita dengan baju seksi dan heel yang tak sengaja menginjak ujung kaki Helena.

"Awh," keluh Helena menahan sakit.

"Mama tak apa?"

"Enggak apa-apa sayang," jawab Helena dengan arah mata tetap memandang ke arah Andrew.

"Miss you honney," Andrew mengecup kening wanita cantik dengan tinggi semampai dan sedang menggandeng seorang anak cewek yang juga sangat cantik.

"Alice?" gumam Helena.

Andrew telah menggandeng wanita yang ditengarai Helena adalah Alice, sepupunya.

Tak henti-hentinya Andrew menciumi bocah yang ada dalam gendongannya.

"Miss you Dad," serunya senang berada dalam gendongan sang Daddy.

"Miss you too Clara," ujar Andrew.

Kehangatan keluarga itu bagai menampar seorang Helena.

Beberapa pengawal terlihat sekali melindungi ketiganya, sehingga agak menganggu arus keluar penumpang kereta.

"Mereka pasti orang yang sangat kaya," celoteh Zayn tapi tak mendapat tanggapan sang mama.

"Mah," panggil kedua anak kembarnya.

"Oke, kita pesan taksi online bentar ya," jawab Helena.

Panggilan kedua putranya menyadarkan Helena dari lamunan.

"Come on sayang, taksinya sudah menunggu di depan," ujar Helena.

"Oke Mah," seru keduanya.

Mereka berlari kecil mengikuti Helena.

"Selamat siang nyonya," sapa sang sopir taksi.

"Siang,"

"Tujuan sesuai aplikasi?" tanya sang sopir untuk memperjelas tujuan calon penumpang.

Helena mengangguk.

"Sial, pake macet segala," gerutu sopir muda itu karena terjebak kemacetan.

"Sabar tuan," tukas Helena.

"Sabar... Sabar... Arah tujuan anda inilah yang bikin nggak jelas. Jam segini pasti macet di mana-mana," katanya ketus.

"Apaan sih? Pake nyalahin kita," ujar Helena menimpali.

"Situ kan yang tahu rute, harus nya cari jalan yang nggak macet," seru Helena ikutan kesal.

Hatinya sedang tak baik-baik saja karena melihat Alice menggandeng Andrew, calon suami Helena yang melarikan diri. Ini malah sopir cari gara-gara pula.

"Jadi nyonya nyalahin saya?" katanya dengan marah.

"Anda ini kenapa sih tuan? Sedari tadi marah mulu? Nggak dijatahin istri," ucap Helena dengan kasar.

Capek juga ngeladenin sopir yang tak tahu sopan santun ini.

Sopir taksi online itu menepikan laju mobil.

"Kenapa berhenti?" tanya Helena.

"Turun kalian!" suruhnya.

"Eh, kita ini penumpang anda loh. Bisa bersikap sopan nggak sih?" seru Helena.

"Turun kataku," bentaknya, membuat Zayn dan Zayden ikutan terlonjak.

"Mau kukasih bintang satu," kata Helena sedikit mengancam.

"Terserah," jawabnya tak perduli.

"Tuan...Tuan...." panggil Helena.

"Apa lagi?" pedal gas yang hendak diinjak pun urung dilakukan. Rem mobil pun diinjaknya dalam.

"Ban mobil anda kempes," tunjuk Helena ke arah depan kiri mobil.

"Beneran?" tanyanya tak percaya.

"Woiiiii...bisa jalan nggak mobil lo?" seru seseorang dari arah belakang mobil taksi online.

"Bentar tuan," sopir taksi malah turun untuk melihat kondisi ban.

Sopir mobil mewah di belakang ikutan turun.

"Cepetan minggir. Bos gue ada rapat," serunya dengan nada tinggi.

"Emang apa urusan gue?" jawab sopir yang menurunkan paksa Helena tadi.

"Jelas saja, lo secara tidak langsung menyebabkan perusahaan bos gue rugi miliaran rupiah," serunya.

Helena diam tanpa menyela.

Dia mencoba order taksi yang lain. Tak akan dia biarkan Zayn dan Zayden kepanasan terlalu lama.

"Maaf ya nak. Membuat kalian harus berpanas-panas," elus Helena di puncak kepala kedua putranya. Membiarkan kedua sopir itu saling berdebat.

"Parto," panggil seseorang dari dalam mobil.

"Siap tuan," dengan membungkuk hormat, orang yang dipanggil Parto itu pun balik ke mobil.

Mobil itu kembali meluncur perlahan.

"Tato itu?" secara tak sengaja Helena melihat saat orang itu menghadap ke arah yang berbeda dengan tempat Helena berdiri.

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Anak gunung pergi ke laut, tentu sangat senang hatinya#author usahakan rajin upload, jangan lupa kasih likenya 😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!