NovelToon NovelToon

Dikhianati Suami, Dicintai Bos

BAB 1. LUKA TAK BERDARAH

Assalamualaikum, selamat datang di karya baru author. 🤗🥰🙏🙏🙏

Happy reading...

Elmira mematut dirinya didepan cermin. Dress pemberian sang suami saat ulangtahunnya yang ke-26, kini telah melekat indah ditubuh rampingnya. Kulitnya yang putih berbaur dengan warna navy membuat auranya begitu berkilau. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai seperti yang disukai suaminya. Tak lupa Elmira memakai kalung berinduk setengah hati pemberian suaminya saat masa kecilnya dulu, yang semakin menambah aura kecantikannya.

Elmira menoleh menatap jam yang tergantung di dinding kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, sebentar lagi suaminya akan pulang setelah satu bulan dinas keluar kota. Tadi sore, Ramon memberi kabar bahwa ia akan pulang malam ini. Dan Elmira sudah menyiapkan hidangan untuk menyambut kepulangan sang suami. Di meja makan telah tertata rapi berbagai menu kesukaan suaminya.

Bibirnya yang terpoles pewarna peach, mengembangkan senyum manis membayangkan bagaimana Ramon akan dibuat tak berkedip setelah melihat penampilannya malam ini.

Cantik, satu kata yang selalu diucapkan Ramon seiring dengan ungkapan cintanya setiap kali mereka memadu kasih.

Elmira adalah seorang gadis yatim piatu yang tak pernah putus asa menjalani hidup meski hanya sebatang kara tanpa sanak saudara. Kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan ketika ia baru menduduki bangku kelas 1 sekolah menengah atas.

Dari hasil jerih payahnya sendiri ia bisa menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi sampai akhirnya ia bekerja sebagai sekertaris CEO disebuah perusahaan ternama. Namun, ia harus merelakan pekerjaannya itu ketika Ramon sang pujaan hati meminangnya.

Elmira ingin mengabdikan hidupnya hanya untuk Ramon dan anak-anak mereka nanti, namun nyatanya hingga satu tahun berlalu buah cintanya bersama Ramon belum juga tumbuh didalam rahimnya.

Mendengar deru mesin mobil yang memasuki pelataran rumah, Elmira dengan gesit menyemprotkan parfum aroma Cherry Blossom kesukaan suaminya, karena wanginya yang begitu menggoda.

Elmira melangkah dengan riang sambil bersenandung pelan menuju pelataran rumah. Senyum manis menghiasi wajahnya ketika telah berdiri disamping mobil suaminya.

Begitu Ramon keluar dari dalam mobil, Elmira langsung mendesak kedalam dekapan laki-laki yang begitu dirindukannya selama satu bulan ini.

"Mira lepas," ucap Ramon sembari melepaskan kedua tangan Elmira yang melingkar erat di pinggangnya.

Elmira pun tersentak, senyumnya seketika pias. Ia memandang suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Mas, ada apa?" Tanyanya dengan nada terdengar lirih, merasa tak percaya jika Ramon melepas pelukannya. Biasanya suaminya itu akan membalas pelukannya tak kalah erat.

"Dengar Mira, mulai detik ini. Aku bukanlah lagi sepenuhnya milikmu. Karena ada seseorang yang lebih istimewa yang mampu memberikan apa yang aku inginkan selama ini." Ucap Ramon dengan datar, namun bagai Sambaran petir yang menggelegar ditelinga Elmira.

"Mas, maksudmu apa?" Tanyanya dengan terbata.

Ramon tak langsung menjawab, ia berpindah untuk membuka pintu mobil disamping kiri. Seorang wanita yang berpenampilan cukup seksi keluar dari mobil sambil memamerkan senyumannya.

Ramon menyambut tangan wanita itu lalu menggandengnya ke hadapan Elmira.

"Mas, dia siapa?" Bibir Elmira nampak bergetar, kedua matanya semakin berkaca-kaca. Dadanya tiba-tiba saja serasa dihimpit bongkahan batu besar yang membuatnya kesulitan meraup udara, melihat seorang wanita bergelayut manja di lengan suaminya.

"Dia Bella, istriku. Kami menikah sebulan yang lalu dan sekarang Bella sedang mengandung." Ucap Ramon dengan santainya. Pria itu seakan tak memikirkan perasaan wanita yang dinikahinya satu tahun lalu atas dasar cinta.

"Apa?" Tubuh Elmira seketika lemas tak bertenaga, tubuhnya terhuyung dan hampir saja terjatuh jika tak menabrak badan mobil suaminya. Dan Ramon tanpa perasaan hanya menatap tanpa berniat untuk membantu, pria itu hanya mematung dengan membiarkan wanita yang diakuinya sebagai istri baru semakin merangkul erat lengannya.

"Mas, itu tidak benar kan? Kau hanya bercanda, kan?" Elmira menggelengkan kepalanya, ia berharap apa yang diucapkan suaminya hanyalah candaan.

"Kau harus bisa menerima kenyataan ini, Mira. Sekarang Bella juga istriku yang sekarang sedang mengandung keturunanku."

Dan lagi, dada Elmira bagaikan disayat ribuan belati yang tajam. Rasanya benar-benar sakit. Niat hati ingin memberi kejutan menyambut kepulangan suaminya, tapi malah dirinya yang terkejut dengan apa yang dibawa pulang oleh suaminya.

"Kenapa kamu tega melakukan ini padaku, Mas? Apa salahku!?" Elmira tak dapat lagi menahan air matanya, cairan bening itu kini telah membasahi pipi mulusnya.

"Kamu tidak salah apapun. Tapi satu kekuranganmu yang membuat aku menghadirkan wanita lain dalam rumah tangga kita. Bella bisa memberikan apa yang tidak bisa kamu berikan selama satu tahun pernikahan kita." Ucap Ramon sambil mengusap perut istri barunya itu.

Dada Elmira benar-benar terasa sesak melihat pemandangan didepannya. Ia merasa tak tahan lagi. Sekuat tenaga ia mencoba menguatkan diri lalu melangkah pergi dari hadapan laki-laki pertama yang menumbuhkan cinta sekaligus menorehkan luka tak berdarah dalam hatinya.

"Kamu benar-benar tega, Mas!" Elmira memukul-mukul dadanya yang benar-benar terasa sesak.

Wanita itu duduk meringkuk memeluk tubuhnya diatas tempat tidur dan menangis sejadi-jadinya. Menangisi nasib pernikahannya yang kini diambang kehancuran. Wanita mana yang rela berbagi suami dengan wanita lain. Hanya karena dirinya yang belum juga mengandung, suaminya itu tega mengkhianati janji suci pernikahan mereka, dengan menghadirkan orang ketiga dalam rumah tangga mereka yang sudah berjalan satu tahun lamanya.

"Mira, ayo keluar. Aku ingin berbicara sebentar." Panggil Ramon disertai ketukan pintu.

Namun, Elmira sama sekali tidak mempedulikan, ia menutup kedua telinganya tak ingin mendengarkan apapun. Tapi nyatanya suara suaminya diluar kamar masih jelas terdengar di telinganya.

"Mira ayo keluar!" Suara Ramon mulai meninggi. Pria itu menjadi kesal karena sikap keras kepala istrinya itu. Selama ini Elmira selalu menuruti apapun perkataannya.

"Aku tidak mau keluar!" Akhirnya Elmira berteriak.

"Aku tahu Mas pasti ingin membawa wanita itu tidur dikamar ini. Aku tidak akan membiarkan siapapun masuk ke kamarku. Silahkan kalian tidur dikamar tamu!" Kembali Elmira memukul dadanya setelah mengatakan hal itu. Membayangkan suaminya tidur dengan wanita lain sungguh membuatnya benar-benar sakit.

"Mas, aku tidak ingin tidur kamar tamu. Aku ingin tidur dikamar utama." Rengek Bella, wanita itu sejak tadi terus bergelayut manja di lengan Ramon.

"Kau tenang saja, aku pasti bisa membujuk Mira untuk mengizinkanmu tidur dikamar ini." Ucap Ramon menenangkan istri barunya. Pria itu kembali mengetuk pintu kamar Elmira semakin keras.

"Dikamar tamu pasti banyak debunya, dan aku tidak mau sampai terjadi sesuatu pada kandungan Bella. Jadi kau harus mengizinkan Bella tidur dikamar ini. Atau kau yang pindah ke kamar tamu."

Didalam kamar, air mata Elmira semakin deras mengalir. Sungguh suaminya itu kini benar-benar tak berperasaan, tega sekali ingin memberikan kamarnya yang menjadi saksi kisah cinta mereka pada wanita lain.

"Sampai kapanpun aku tidak akan mengizinkan siapapun masuk ke kamarku. Kalau kalian tidak terima silahkan pergi dari rumah ini!" Elmira kembali berteriak.

"Mas, berani sekali dia mengusirmu dari rumahmu sendiri." Bella mencoba menghasut.

"Ini memang rumahnya Mira. Aku sudah mengalihkan atas namanya sebagai hadiah pernikahan. Dan sekarang sebaiknya kita beristirahat di kamar tamu saja, biar aku yang membersihkannya." Ramon berusaha membujuk istri barunya itu. Ia lebih memilih membersihkan kamar tamu daripada harus berdebat dengan Mira.

Ramon memeluk pinggang Bella dan membawanya menuju kamar tamu.

Sementara itu, tangis Elmira perlahan mereda. Ia tak mendengar lagi suara suaminya diluar kamar. Perlahan ia menapakkan kakinya ke lantai, dengan langkah gontai ia berjalan menuju pintu kamar. Tangannya bergetar memutar gagang pintu. Terdengar helaan nafas panjang namun masih terasa sesak ketika tak mendapati suaminya diluar kamar. Sekarang suaminya pasti sedang berada dikamar tamu bersama istri barunya.

Air mata Elmira kembali luruh membayangkan apa yang sedang dilakukan suaminya saat ini bersama Bella didalam kamar itu.

BAB 2. AKU ADALAH AKU

Pada siapa harus ku tanyakan, kenapa ini terjadi padaku?

Seluruh dunia seakan membisu. Kemana harus ku cari kebahagiaan?

Bahkan sang waktu pun tidak meninggalkan jejaknya disini.

Ada begitu banyak keluhan di bibirku.

Kenapa impian-impian indah meleleh didalam mataku?

Kenapa garis takdir terhapus dari tanganku tanpa alasan?

Ya Tuhan...

Kenapa doa yang setiap hari kupanjatkan setinggi langit, hanya memantul dan kembali tanpa jawaban?

Elmira meringkuk diatas ranjangnya seorang diri dengan air mata yang tiada hentinya mengalir. Tangannya mencengkram erat sprei maroon yang wangi semerbak untuk ia gunakan melepas rindu bersama sang suami setelah satu bulan tak bertemu. Tapi nyatanya malam ini ia harus tidur seorang diri, sedang suaminya dikamar lain telah tertidur lelap dipelukan wanita lain.

Lelah menangis, perlahan kedua mata Elmira terpejam. Ia ingin tidur dan berharap esok pagi saat terbangun ini semua hanyalah mimpi buruk.

.

.

.

Pagi-pagi sekali Elmira sudah berada di dapur. Ia tidak memasak seperti biasanya, melainkan mencuci semua bekas hidangan yang ia siapkan untuk suaminya tadi malam. Semua makanan yang telah ia masak dengan penuh cinta harus mubasir dan terpaksa ia buang karena basi.

Piring dan gelas beradu didalam wastafel dengan suara yang cukup nyaring. Dan Elmira tidak peduli jika kegaduhan yang dibuatnya itu mengganggu dua orang yang mungkin masih terlelap dikamar tamu. Enak saja si pelakor itu tidur nyenyak sedang dirinya sudah sibuk dengan pekerjaan rumah.

Disaat pikirannya berperang dengan pekerjaannya saat ini, Elmira tersentak ketika seseorang memeluknya dari belakang. Siapa lagi pelakunya jika bukan Ramon suaminya.

"Mas, singkirkan tanganmu. Kau mengganggu pekerjaanku. Dan pergilah dari sini." Ucap Elmira sedikit ketus. Jika biasanya ia suka dengan momen seperti ini, tapi tidak dengan sekarang. Ia tidak sudi suaminya menempelkan bekas wanita lain ditubuhnya.

"Kau mencuci piring berisik sekali, aku tahu itu pancingan agar aku kemari. Tapi saat aku sudah datang kenapa kau malah mengusirku, hum?" Tanya Ramon. Ia seakan tidak perduli jika istrinya saat ini sedang marah dengan perbuatannya. Bahkan dengan santainya ia menyadarkan dagunya di pundak Elmira, seakan semuanya baik-baik saja dan tidak pernah terjadi sesuatu yang menyakiti istrinya itu.

"Bahkan aku sudah tidak mengharapkan apapun lagi darimu, Mas! Aku sangat terluka mengetahui kebenaran menyakitkan ini. Kau sudah mematahkan kepercayaanku. Apa artinya aku selama ini bagimu?" Mata yang masih terlihat sembab kembali menitihkan air mata. Elmira lekas mencuci tangannya kemudian mengusap cairan bening itu. Ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan suaminya.

"Seharusnya kau bisa mengerti kenapa aku melakukan ini? Aku menginginkan anak, Mira. Dan kau harus ingat itu tidak bisa aku dapatkan darimu!" Ramon pun mengurai pelukannya. Pria itu mengacak rambutnya dengan kesal sembari menghelat nafas berat. Seharusnya Elmira bisa mengerti keinginannya. Ia menginginkan seorang anak untuk menjadi penerusnya.

Elmira terdiam, apa yang dikatakan Ramon benar adanya. Selama satu tahun pernikahan mereka, ia belum juga mengandung benih suaminya itu. Dan bukan hanya Ramon, dirinya pun selalu menantikan kehadiran malaikat kecil di rahimnya, namun apalah dayanya. Sepertinya Tuhan belum memberi kepercayaan itu padanya. Elmira kembali menggenggam spons pencuci piring, ia ingin menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat kemudian kembali ke kamar dan tidak ingin bertemu dua orang yang hanya akan membuatnya merasa sesak.

Beberapa saat terdiam memandangi punggung Elmira yang masih sibuk dengan pekerjaannya, Ramon pun kembali mendekati Elmira. Ia menarik lengan istrinya itu untuk berbalik berhadapan dengannya.

Ditatapnya kedua manik yang selalu memancarkan cinta, namun sekarang ia tidak melihat pancaran itu lagi dimata istrinya. Dan itu membuat Ramon seakan frustasi. Ia tidak ingin karena pengkhianatan yang dilakukannya, Elmira berhenti mencintainya. Katakanlah dirinya egois menginginkan cinta Elmira namun menghadirkan wanita lain yang bisa memberinya keturunan tanpa memikirkan perasaan Elmira.

"Katakan, Mira. Katakan kalau kau tidak akan pernah berhenti mencintaiku!"

Elmira benar-benar merasa muak dengan pertanyaan suaminya. Apa yang diinginkan pria itu, tidak tahukah dia betapa terluka hatinya saat ini tapi suaminya itu masih mengharapkan cinta darinya.

"Aku tidak perlu lagi menjelaskan bagaimana tulusnya aku selama ini mencintaimu, Mas. Tapi kau juga harus tahu bahwa orang tulus hanya akan sekali kau temukan dalam hidupmu. Silahkan kau cari, dan silahkan kau pilih. Bahkan sekalipun kau bertemu dengan orang baru yang memiliki kelebihan yang lebih dariku. Maka aku pastikan tetap tidak akan bisa sama. Karena aku adalah aku, tidak akan ada yang bisa meniru caraku mencintaimu."

"Siapa bilang tidak ada?"

Kedatangan Bella seakan membuat udara terasa pengap, Elmira menarik nafas dalam-dalam seraya memalingkan wajahnya dari wanita yang kini telah berdiri disamping suaminya, dan dengan tidak tahu malu merangkul lengan Ramon dengan posesifnya seakan menunjukkan bahwa Ramon hanyalah miliknya.

"Aku bisa mencintai Mas Ramon lebih darimu. Bahkan aku juga bisa memberikan apa yang tidak bisa kau berikan Pada Mas Ramon. Seharusnya kau tahu diri, Mira!"

Ucapan Bella bak anak panah yang tepat mengenai jantung Elmira. Sebagai seorang istri, tentu ia akan merasa sedih dan sakit hati bila disinggung masalah keturunan. Terlebih yang mengatakan itu adalah wanita yang tengah mengandung benih suaminya. Ia merasa tertampar, Bella seakan ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia adalah seorang wanita yang tidak akan pernah bisa mengandung.

Namun, Elmira tidak ingin terlihat lemah dihadapan dua orang itu. Selama ini ia hidup sebatang kara melawan kerasnya hidup. Dan ia tidak mau hanya karena orang ketiga itu ia menjadi wanita lemah.

Dengan segala kekuatan yang ada, Elmira menatap dua orang didepannya dengan tatapan tegas. Mereka berdua harus tahu bahwa ia bukan wanita lemah yang mudah ditindas, "Sesekali aku ingin kau bercermin dan melihat siapa yang lebih pantas mendampingimu, Mas. Apakah aku, orang yang bersedia hidup bersamamu dalam keadaan apapun. Atau dia, orang yang kau anggap menarik meski sebenarnya adalah pengganggu!" Setelah mengatakan kalimat yang membuat Bella terlihat geram, Elmira pun mengayun langkahnya pergi dari tempat itu.

"Mas, kenapa kau diam saja?" Kenapa tidak membelaku? Dia menghinaku." Bella menghentakkan kakinya dengan kesal sembari menetapkan kepergian Elmira dengan sorot mata yang tajam. Ia tidak terima dikatain pengganggu.

"Sudahlah tidak usah pedulikan dia. Sekarang sebaiknya kamu mandi, dan aku akan pesankan makanan untukmu." Ujar Ramon, ia merangkul lengan Bella dan membawa istri barunya itu kembali ke kamar tamu.

"Tidak perlu memesan makanan, Mas. Apa gunanya Mira kalau dia tidak memasak? Suruh saja dia yang masak!" Bella berusaha memprovokasi suaminya. Ia ingin menunjukkan posisi Elmira yang sebenarnya hanyalah wanita yang tidak berguna. Yang pantasnya hanya menjadi babu dirumah ini, sedang dirinya adalah ratu yang sedang mengandung calon pewaris untuk Ramon.

Ramon tampak memikirkan perkataan Bella. Yang dikatakan istri keduanya itu ada benarnya. Elmira sehat dan tidak beresiko seperti Bella yang sedang mengandung bila melakukan pekerjaan rumah.

"Ayo aku antar ke kamar, setelah itu aku akan menemui Mira dan memintanya untuk memasak." Ucap Ramon. Bella pun tersenyum puas mendengarnya.

BAB 3. BEBASKAN AKU, MAS!

Beberapa kali mengetuk pintu kamar Elmira namun tak ada sahutan, Ramon pun memutar gagang pintu dan ternyata tidak terkunci, iapun langsung masuk.

Ramon terperangah ketika memasuki kamar yang sudah satu bulan ia tinggalkan, melihat tak ada lagi foto pernikahannya dengan Elmira yang terpanjang dinding. Bahkan sprei maroon yang menjadi favoritnya pun telah berganti dengan warna putih.

Ramon mengedarkan pandangannya mencari Elmira, ia harus meminta penjelasan kenapa istrinya itu menghilangkan semua benda yang berhubungan dengan dirinya didalam kamar itu.

Mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi, Ramon pun dengan cepat mengayun langkahnya menuju kamar mandi. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu ia langsung saja membuka pintu itu, membuat Elmira yang baru saja selesai mandi jadi terkejut. Untung saja Elmira telah memakai bathrobe ketika Ramon tiba-tiba saja membuka pintu kamar mandi tanpa permisi.

"Mas?" Kedua mata Elmira membulat, ekspresi yang ditunjukkan seakan yang berada dihadapannya saat ini adalah pria asing yang memiliki niat jahat. Wanita itu meremat tali bathrobenya dengan erat layaknya untuk mempertahankan diri.

Untuk beberapa saat Ramon tertegun melihat penampilan Elmira saat ini. Bathrobe yang dikenakan istrinya itu hanya sebatas paha sehingga memperlihatkan kaki jenjang yang putih nan mulus itu. Belum lagi tetesan air dari ujung rambut Elmira membuat wanita itu tampak seksi. Bayangan Elmira saat memuaskannya diatas ranjang seketika menarik di otaknya. Apalagi sudah satu bulan mereka tak bertemu, rindu rasanya bermandikan keringat dalam mencari kepuasan bersama. Namun, dengan segera ia menggeleng ketika mengingat tujuannya.

"Mira, kenapa foto pernikahan kita dan sprei maroon ku tidak ada? Kamu kemanakan?" Tanya Ramon dengan tatapan membola.

"Foto pernikahan sudah aku simpan di gudang, dan sprei maroon Mas ada ku simpan di lemari. Silahkan ambil saja, kalau perlu pasangkan itu di ranjangnya Bella." Jawab Elmira terdengar santai. Namun dalam hatinya terasa diremas-remas.

Elmira mengayun langkah melewati suaminya itu. Ia tidak mau berlama-lama bertatapan dengan pria yang telah menorehkan luka di hatinya. Dan akan semakin terluka mengingat pengkhianatan suaminya itu.

"Mira tunggu, " Ramon mengekor dibelakang istrinya, ia langsung menarik tangan Elmira yang hendak membuka lemari.

"Kenapa kamu melakukan itu, Mira?"

"Karena menurutku itu sudah tidak penting!" Jawab Elmira acuh. Ia lalu menarik tangannya dan melanjutkan membuka lemari. Belum sempat ia mengambil pakaian, kembali Ramon menarik tangannya.

"Tapi itu sangat penting untukku, Mira. Jangan kamu lupakan bahwa foto pernikahan itu adalah bukti perjuangan cinta kita."

Elmira tersenyum miring, kata cinta yang baru saja diucapkan suaminya kini hanya bagaikan lelucon saja. "Kalau Mas menganggap itu penting, lalu kenapa Mas membuat lagi foto pernikahan dengan wanita lain?" Kali ini Elmira menatap tepat pada kedua mata suaminya dengan dalam. Ia ingin melihat apakah cinta itu masih ada di sana ataukah benar-benar telah terbagi, atau mungkin saja sudah tidak ada lagi yang tersisa untuknya.

"Harus berapa kali aku mengatakannya, Mira? Aku ingin seorang anak, kenapa kamu tidak bisa mengerti itu!"

"Jadi Mas pikir, aku tidak bisa memberikan anak pada Mas, begitu?" Elmira berkaca-kaca, sekali saja ia mengedipkan matanya, cairan bening itu akan kembali jatuh membasahi pipi.

"Kamu pikir apa lagi? Buktinya sekarang Bella hamil, sedang kamu... Sudah satu tahun, tapi kamu belum juga memujudkan keinginanku. Aku tidak bisa menunggu terlalu lama, Mira. Aku mohon pengertianmu, terima Bella sebagai istri keduaku. Dan anak yang dia lahirkan nanti juga akan menjadi anakmu."

"Tidak semudah itu, Mas!" Elmira menarik tangannya dengan kuat dari genggaman Ramon, seiring air matanya yang kembali menetes.

"Sudah cukup Mas membuat aku hancur dengan menikah lagi tanpa seizin ku. Jangan tambah lagi kehancuranku dengan memintaku menerima wanita itu apalagi anaknya nanti. Hatiku tidak sesuci cintaku, Mas!" Ucap Elmira penuh emosional. Ia tidak sanggup lagi mendengar kalimat-kalimat yang begitu menyayat hati dan membuat lukanya semakin menganga.

Melihat air mata istrinya, tangan Ramon terlurur untuk mengusap namun Elmira menepis tangannya. Elmira menyeka air matanya sendiri dengan cukup kasar, seakan mencoba menyingkirkan kuman-kuman bakal penyakit. Menangis pun rasanya percuma, karena air matanya itu tidak akan bisa menyatukan kaca yang sudah retak. Sekalipun bisa, tetap saja bekasnya akan terlihat.

"Mas menginginkan anak kan? Dan sekarang Mas sudah mendapatkannya, dan itu dari Bella. Jadi aku rasa, sudah tidak ada gunanya lagi aku disini."

"Apa yang kau katakan, Mira?"

"Bebaskan aku, Mas!" Ucap Elmira dengan mantap. Meski itu tidak mudah, tapi ia harus menguatkan hatinya. Berpisah dari Ramon dan memulai kehidupan baru, bukanlah hal baru yang akan ia jalani. Selama ini ia berjuang seorang diri melawan kerasnya hidup tanpa siapapun disampingnya.

"Tidak Elmira, aku tidak akan pernah melakukan itu!" Ramon menggeleng dengan tegas. Tatapannya berubah tajam. Tentu saja ia tidak akan melepaskan Elmira semudah itu, mengingat bagaimana usahanya mendapatkan wanita itu.

"Sekalipun kau yang mengajukan gugatan, aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!" Tegas Ramon, kemudian keluar dari kamar itu dengan perasaan yang benar-benar kesal. Ia sampai melupakan tujuannya untuk menyuruh Elmira memasak atas permintaan Bella.

Brakkk...

Elmira hanya dapat menatap nanar pada pintu kamarnya yang baru saja tertutup dengan cukup keras. Wanita itu menghela nafas berat. Entah apa yang diinginkan Ramon. Semua perkataan suaminya itu yang telah membandingkannya dengan Bella, secara tidak langsung mengatai dirinya tidak berguna. Tapi kenapa tidak mau juga membebaskan dirinya. Entah sampai kapan suaminya itu akan terus menyakitinya seperti ini.

Sejenak Elmira terpaku didepan lemari, menatap deretan pakaian yang tertata rapi. Hingga akhirnya, tangannya terulur mengambil kemeja putih lengkap dengan blazer serta rok hitam selutut. Itu adalah pakaiannya ketika ia masih bekerja sebagai sekretaris CEO. Dan sekarang ia jadi berpikir untuk kembali bekerja daripada seharian tinggal di rumah yang hanya akan membuatnya bertambah sakit.

"Semoga saja Pak Farzan menepati janjinya." Gumam Elmira ketika selesai berpakaian. Tekadnya sudah bulat, hari ini juga ia akan mendatangi perusahaan tempatnya dulu bekerja. Ia teringat dengan janji mantan bosnya dulu ketika mengajukan pengunduran diri.

[Jika sewaktu-waktu kau membutuhkan pekerjaan. Datanglah padaku, aku pasti akan membantumu.]

Sementara itu dikamar tamu...

"Gimana Mas, apa Mira sudah masak? Aku sudah sangat lapar." Tanya Bella ketika Ramon baru saja masuk ke kamar. Perutnya yang keroncongan membuatnya tidak memperhatikan jika raut wajah suaminya itu terlihat kesal.

"Ganti pakaianmu, kita makan diluar saja. Aku tunggu dimobil, jangan lama!" Ucap Ramon, kemudian keluar dari kamar itu.

Bella tercengang, namun beberapa saat kemudian ia melompat kegirangan. Ajakan Ramon untuk makan diluar tak akan ia lewatkan untuk singgah dipusat perbelanjaan. Dengan cepat wanita itu mengganti pakaiannya. Hari ini koleksi barang-barang branded nya akan bertambah. Semenjak dirinya hamil, Ramon selalu menuruti semua permintaannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!