NovelToon NovelToon

Menikahi Putri Tidur

Bab 1 - Pergi Ke Kota

Ezzy, pemuda berusia 25 tahun begitu semangat ketika disuruh sang ibu menyusul adiknya di luar kota.

Bangun pagi di awal untuk menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya sebagai bekal perjalanan ke luar kota.

Menyisir rambutnya di depan cermin sembari bersiul pertanda dirinya sangat bahagia apalagi sudah sebulan ini ia tak bertemu kekasih hatinya.

Ya, adiknya Ezzy pergi bekerja di luar kota bersama kekasihnya. Seminggu belakangan ini, ponselnya Nuri sulit dihubungi begitu dengan kekasih Ezzy.

Hal itu membuat, Elsa menjadi khawatir apalagi Nuri baru saja lulus sekolah menengah atas.

Elsa sempat melarang putrinya pergi bekerja namun Dhea merayu dan membujuknya agar mengizinkannya. Dengan berat hati, Elsa melepaskan kepergian putrinya ke luar kota.

Menarik kursi, Ezzy duduk saling berhadapan dengan sang ibu. Sejak adiknya pergi, mereka hanya tinggal berdua karena 5 tahun lalu sang ayah pergi untuk selama-lamanya.

"Makan yang banyak, perjalanan kamu sangat jauh. Ibu juga sudah membawakan bekal untukmu, siapa tahu kamu kelaparan. Alamat rumah yang dikirimkan Dhea telah Ibu catat di kertas. Jangan lupa kamu simpan di kantong tas!" Elsa menyendok nasi dan memindahkannya ke piring sang putra.

"Iya, Bu."

"Kabari Ibu jika kamu sudah bertemu dengan Nuri!" kata Elsa sembari menuangkan lauk ke piringnya sendiri lalu putranya.

"Begitu sampai dan ketemu Nuri, aku akan menelepon Ibu. Ponsel Ibu jangan lupa di cas!" Ezzy mengingatkan wanita paruh baya itu karena suka lupa mengisi daya baterai gawai.

"Ibu akan mengisinya!" janji Elsa.

"Jika tidur, jangan lupa televisi dimatikan dan pintu ruang tamu di kunci!" Ezzy kembali mengingatkan.

"Iya. Ibu tidak akan lupa," ucap Elsa.

Selesai sarapan, Ezzy mengambil tas lalu memakainya tak lupa meletakkan bekal makanan ke dalamnya.

Ezzy mengecup punggung tangan ibunya lalu berkata, "Doakan aku, Bu. Semoga tidak hambatan di jalan dan segera berjumpa dengan Nuri."

"Iya, Nak. Hati-hati, jangan lupa berdoa. Jangan mudah percaya dengan orang lain, jika diberi minuman jangan mau terima!"

"Iya, Bu. Kalau begitu aku pamit, ya!" Ezzy mengambil tas ransel miliknya dan memakai di punggung.

Elsa mengangguk mengiyakan.

-

Ezzy pun berangkat menuju kota tempat kekasih dan adiknya mencari rezeki. Harusnya, dia yang menjadi tulang punggung keluarganya tetapi Nuri bersikeras ingin bekerja karena itu cara satu-satunya agar memiliki uang sendiri tanpa harus meminta kepada Ezzy atau Elsa.

Perjalanan yang harus ditempuh menuju kota sekitar 3 jam-an menggunakan bus. Ezzy memandangi jalanan, dia berharap tidak mengalami kesulitan mencari alamat adiknya.

Sesampainya Ezzy mencari tempat untuk beristirahat sejenak dan mengisi perutnya yang sudah berbunyi.

Hampir 20 menit duduk dan makan, Ezzy kemudian bangkit bersiap melanjutkan perjalanannya.

Ezzy memang pernah sekali menginjakkan kakinya di ibukota provinsinya itu, ketika saat dirinya mengunjungi salah satu kerabat keluarganya bersama sang ayah 8 tahun lalu.

Berbekal alamat yang ditulis sang ibu, Ezzy menuju tempat tersebut menggunakan angkutan umum. Sebelumnya dirinya bertanya kepada orang-orang sekitar terminal.

Sekitar 30 menit perjalanan, Ezzy akhirnya tiba di tempat tujuan.

Ezzy berdiri di depan pagar yang terbuka menatap rumah mewah bertingkat 3 lantai, ia cukup terperangah melihat bangunan tersebut.

"Hei, kenapa berdiri di situ? Pinggirkan badanmu!" teriak seorang pria bertubuh besar dari kejauhan.

Ezzy yang tersentak, menoleh ke samping kemudian meminggirkan posisi tubuhnya. Mobil mewah berwarna putih keluar dari halaman rumah.

Mobil berlalu, pria bertubuh besar itu menghampirinya, "Kenapa masih di sini?"

"Maaf, Pak. Saya mau tanya, apa benar alamat ini?" Ezzy menyodorkan secarik kertas yang ditulis ibunya.

Pria itu melihatnya lalu berucap, "Benar. Kamu ingin cari siapa?"

"Saya ingin mencari kekasih dan adik saya, namanya Dhea dan Nuri." Ezzy menjelaskan tujuannya.

"Sepertinya di sini tak ada nama pelayan yang kamu sebutkan," ujarnya.

"Bapak yakin?" tanya Ezzy yang belum percaya.

"Iya. Saya di sini sudah lima tahun, pasti mengenal pekerja di rumah ini," jawabnya.

Ezzy pun terdiam, sembari menatap kertas tersebut.

"Mungkin adik kamu salah memberikan alamat. Lebih baik telepon saja mereka," ucap pria itu memberikan saran.

"Ponsel mereka tidak dapat dihubungi, Pak. Makanya saya kemari untuk mencarinya," ujar Ezzy.

Pria berusia 40 tahun itu menarik napasnya.

"Kamu dari kota mana?" tanyanya.

Ezzy pun menjelaskan nama kota kelahirannya.

"Sangat jauh dari sini. Apa kamu punya keluarga dan kerabat di kota ini?" bertanya lagi.

Ezzy menggelengkan kepalanya.

"Lalu kamu mau menginap di mana? Apa akan balik ke rumah?" lagi-lagi bertanya.

"Tidak, Pak. Ibu pasti sangat sedih jika pulang tak membawa adik saya." Ezzy menjawabnya dengan raut wajah sedih.

"Hmm, bagaimana 'ya?" Pria itu tampak berpikir.

"Pak Bari, kenapa berdiri saja? Cepat tutup pintu pagarnya!" teriak seorang gadis dengan wajah begitu cantik dari teras rumah mewah itu.

Ezzy menoleh ke arah suara begitu juga dengan pria paruh baya itu.

Gadis muda itu mendekat, lalu memperhatikan Ezzy dari atas kepala sampai ujung kaki.

Gadis itu mengarahkan tatapannya kepada Bari, "Siapa dia, Pak?" tanyanya melirik Ezzy.

"Dia sedang mencari adiknya, Nona." Jawab Bari.

"Memangnya adiknya salah satu pelayan di rumah ini?" tanya gadis itu lagi.

"Tidak, Nona. Dia salah alamat," jawab Bari.

Gadis bernama Haura Adeeva Bushra itu manggut-manggut paham.

"Kalau begitu usir dia dari sini!" titah Haura.

"Nona, apa dia bisa menginap semalam di sini? Karena dia tak memiliki keluarga di kota ini." Bari memberikan penjelasan agar Ezzy diizinkan sementara.

"Memangnya rumahku yayasan sosial," cetusnya. Haura menunjukkan wajah tak suka.

"Hanya semalam saja, Nona." Ezzy ikut berbicara.

"Siapa namamu?" tanya Haura melipat kedua tangannya di dada.

Ezzy mengulurkan tangannya.

Haura hanya menatap tangan tersebut.

Menarik tangannya lalu berkata, "Nama saya Ezzy, Nona."

Berpikir sejenak lalu berucap, "Dia boleh tidur semalam di sini tapi pos penjagaan."

"Tidak masalah, Nona." Kata Ezzy dengan cepat.

"Terima kasih, Nona!" ucap Bari sedikit menundukkan kepalanya

Ezzy pun juga mengucapkan kata yang sama.

Tanpa mengeluarkan kata-kata lagi Haura kemudian berlalu meninggalkan keduanya.

Bari lalu berkata kepada Ezzy, "Kamu hanya semalam saja di sini, besok pagi harus segera pergi."

"Iya, Pak. Terima kasih sudah membantu saya," ucap Ezzy senang.

"Iya, sama-sama."

Bari mengajak Ezzy ke pos penjagaan dan ia lalu mengikuti langkahnya.

"Nanti kamu tidur di sana!" Bari menunjuk tikar di lantai.

Ezzy mengiyakan.

"Makan malam nanti saya akan meminta jatah dua porsi buat kita. Tapi, jangan sampai Nona Haura tahu," kata Bari pelan.

"Memangnya kenapa kalau Nona Haura tahu?" Ezzy penasaran.

"Dia akan marah besar, bahkan tak segan memaki dan membentak para pelayan," jelas Bari.

"Sekejam itu 'kah dia?" tanya Ezzy.

"Iya. Sangat kejam, banyak pelayan tak betah bekerja sampai membuat Tuan dan Nona Besar pusing dibuatnya," ungkap Bari.

"Lalu kenapa Bapak masih bertahan di sini?" Ezzy bertanya lagi.

"Kebutuhan keluarga sangat besar. Mau tidak mau saya harus bertahan, apalagi gaji di sini cukup lumayan berbeda dari tempat lain," jelasnya.

Ezzy manggut-manggut paham.

"Biasanya tiga hari sekali akan ada karyawan yang keluar masuk bekerja di sini. Jika kamu mau, bisa saja melamar di sini," usul Bari.

Ezzy belum mengatakan bersedia, ia masih berpikir.

Tiba-tiba terdengar suara, "Prang...."

Bab 2 - Mulai Bekerja

Tiba-tiba terdengar suara bunyi piring pecah dari rumah utama. Ezzy dan Bari gegas menoleh ke arah bangunan tersebut.

"Pasti Nona Haura lagi marah. Ayo kita ke sana!" ajak Bari gegas berdiri dari tempat duduknya.

Ezzy mengikuti langkah pria itu memasuki rumah mewah dari pintu belakang.

"Sudah berapa kali aku bilang, jangan sampai pinggiran piring berminyak!" ucap Haura dengan nada tinggi.

Ezzy melihat makanan berserakan dilantai bercampur dengan pecahan kaca piring.

"Kamu!" Haura menunjuk ke arah wanita muda yang tertunduk ketakutan. "Kamu dipecat!" lanjutnya.

Wanita itu mengangkat wajahnya, "Ja.. jangan, Nona. Saya butuh pekerjaan ini." Katanya dengan terbata dan memohon.

"Aku tidak peduli, ku sudah katakan tak ada yang boleh melakukan kesalahan walau sekecil apapun!" Haura berkata tegas dan wajah merah.

"Nona, berikan kesempatan untuknya sekali lagi!" pinta seorang wanita paruh baya.

"Kamu mau dipecat juga?" Tatapan tajam Haura kini ke arah wanita yang menentangnya.

Pelayan wanita itu pun segera menundukkan kepalanya.

"Usir mereka dan berikan gajinya!" titah Haura.

"Baik, Nona!" ucap seorang pria paruh baya yang berdiri tepat di samping Haura, ia merupakan kepala pelayan.

Wanita muda itu terduduk di lantai dan menangis menangis karena dipecat, rekan-rekan kerjanya menenangkan dan menguatkannya.

Haura kemudian berlalu disusul dengan pria paruh baya dibelakangnya.

"Seperti itu Nona Haura jika lagi marah!" bisik Bari di dekat telinga Ezzy yang tak menyangka gadis secantik Haura begitu emosional dan galak.

Ponsel Ezzy tiba-tiba berbunyi, ketika suasana sedang mencekam. Gegas, ia keluar dari rumah untuk menjawab panggilan tersebut.

"Halo, Bu."

"Halo, Zy. Apa kamu sudah bertemu dengan adikmu?" tanya Elsa.

"Belum, Bu. Mereka sudah pindah rumah," jawab Ezzy berbohong.

"Jadi kamu belum bertemu dengan mereka?"

"Aku akan berusaha mencarinya, Bu."

"Ibu tunggu kabar darimu."

"Iya, Bu. Tapi..."

"Tapi apa, Zy?"

"Apa aku boleh bekerja di sini? Sembari mencari Nuri dan Dhea." Ezzy meminta izin.

"Iya, kamu boleh cari pekerjaan di sana. Tapi, tetap cari adikmu!"

"Ibu tenang saja di sana, doakan aku di sini." Ezzy berkata begitu agar ibunya tak terlalu memikirkan keadaannya.

"Ibu selalu mendoakan kalian," ucap Elsa.

"Iya, Bu."

Elsa lebih dahulu mengakhiri panggilan.

Suara teriakan kembali terdengar dari dalam rumah, Ezzy berlari masuk dan melihat Haura yang pingsan dekat meja makan sedang di bopong.

Ezzy yang penasaran lantas mendekat. Tetapi Bari menarik tangan Ezzy keluar dari rumah.

"Ikuti saya!" ajak Bari melepaskan genggamannya.

Mereka melangkah ke pos penjagaan.

"Kenapa dengan Nona Haura?" tanya Ezzy, sesampainya di sana.

Bari duduk dan Ezzy di sebelahnya.

Bari kemudian berkata, "Jangan beritahu hal ini kepada orang luar!"

Ezzy mengernyitkan keningnya.

"Nona Haura selalu begitu setelah marah dan mengamuk kepada orang lain. Dia akan tertidur selama lima belas jam tanpa terbangun." Jelas Bari.

"Dia tertidur selama itu?" tanya Ezzy.

"Iya.," jawab Bari.

"Memangnya dia memiliki penyakit apa?" Ezzy masih penasaran.

Bari mengendikkan bahunya.

"Sangat aneh!" gumam Ezzy.

"Dokter tidak mampu mendiagnosis penyakitnya," ucap Bari.

"Apa tidak bisa disembuhkan?"

"Tuan dan Nyonya Besar sudah membawanya berobat kemana-mana tapi hasilnya nihil."

Ezzy pura-pura manggut..

"Apa kamu berniat bekerja di sini?" tanya Bari.

"Saya berniat bekerja di sini tapi di bagian mana?" Ezzy balik bertanya.

"Mengurus Nona Haura."

Ezzy mengerutkan dahinya.

"Kamu hanya menunggu dia tertidur. Karena pekerjaan itu tak ada orang yang sanggup," jelas Bari.

"Saya menjaga Nona Haura tidur?" Ezzy belum percaya.

"Iya."

"Kenapa mereka yang sebelum saya tidak betah?" Ezzy penasaran.

"Karena Nona Haura ketika terbangun akan mengamuk dan membanting seluruh barang-barang yang ada di dalam kamar," ungkap Bari.

Ezzy akhirnya paham.

"Ruang kamar akan di pasang kamera pengawas, jadi tidak sembarang orang yang dapat menjaganya."

"Apa sebaiknya yang menjaga Nona Haura adalah seorang wanita?" Ezzy memberikan saran.

"Memang seharusnya, tapi para pelayan wanita tak sanggup dan mengundurkan diri. Padahal gaji yang mereka dapatkan selama sebulan mampu membeli motor keluaran terbaru."

"Hanya menjaga tidur Nona Haura, gajinya sebesar itu?" Ezzy melebarkan matanya.

"Iya," jawab Bari menatap Ezzy.

"Lumayan besar juga gajinya. Tapi, kapan saya bisa mencari Nuri?" tanya Ezzy yang memang niat awalnya begitu.

"Jika Nona Haura sadar dan normal seperti biasa, kamu dapat mencari adikmu," jawab Bari.

-

Setengah jam berlalu, akhirnya Bari membawa Ezzy menemui asistennya orang tuanya Haura yang berada di depan kamarnya Haura. Kebetulan pria paruh baya itu datang ketika diminta papanya Haura mengambil berkas di rumah.

"Kamu yakin dia mampu bertahan menjaga Nona Haura?" tanya pria bernama Alon.

"Saya sangat yakin, Tuan. Karena Ezzy membutuhkan pekerjaan ini," jawab Bari.

Tatapan Alon kini ke arah Ezzy. "Apa benar yang dikatakannya?"

"Iya, Tuan." Jawab Ezzy.

Alon memperhatikan seluruh penampilan Ezzy yang cukup menarik.

"Hmm, baiklah. Kamu boleh bekerja, tapi ganti pakaianmu." Kata Alon.

"Baik, Tuan. Terima kasih!" Ezzy menundukkan kepalanya.

Selang beberapa menit kemudian, Ezzy memasuki kamar khusus yang ditempati Haura dengan memakai pakaian seragam.

Ezzy menatap Haura yang tertidur pulas tanpa menggerakkan tubuhnya. Wajahnya yang putih, bibirnya merah dan bulu mata lentik memancarkan seorang putri bangsawan.

Ezzy duduk di sofa yang telah disediakan, matanya perlahan mulai mengecil, akhirnya ia tertidur.

Dua jam berlalu, Ezzy membuka mata dan melihat Haura masih terbaring dengan posisi yang sama yaitu terlentang. Tangan kanannya di atas perut dan tangan kirinya lurus ke sisi bawah.

Ezzy lantas mendekat, menarik kursi dan memperhatikan Haura yang tertidur. "Sangat cantik!" gumamnya.

"Pantas saja, tidak ada yang betah di sini. Di ruangan ini tak ada televisi, buku atau ponsel tentunya sangat membosankan harus menunggu orang tidur," Ezzy membatin. Sembari memperhatikan sekelilingnya.

Took...

Took...

Ezzy menoleh ke arah pintu, bangkit, kemudian melangkah lalu membukanya.

Seorang pelayan wanita menyerahkan nampan berisi makanan dan minuman. "Cepat habiskan sebelum Nona Haura terbangun."

Ezzy mengangguk mengiyakan.

"Jika sudah selesai makan, lambaikan tanganmu ke kamera. Biar aku datang mengambil piring kotornya!"

"Baik, Kak."

Pelayan wanita itu pun berlalu.

Ezzy yang memang sangat lapar, dengan cepat menghabiskan makanannya. Apalagi menunya sangat banyak, enak dan lezat.

Tak sampai 30 menit, Ezzy selesai makan. Mengikuti instruksi yang diberikan ia pun lakukan.

Tak lama kemudian, wanita yang mengantarkan makanannya datang dan membersihkan meja tak lupa memberikan pengharum ruangan.

"Bersihkan wajah dan sikat gigimu, jangan sampai Nona Haura terbangun dan mencium aroma tubuhmu yang memancing amarahnya!" Wanita itu menyerahkan pencuci wajah, sikat dan pasta gigi serta parfum.

Ezzy menerima barang-barang tersebut.

Setelah menutup pintu, Ezzy bergegas ke kamar mandi membersihkan diri sekedarnya saja.

Ezzy kembali duduk seraya melipat tangannya, sesekali matanya ke arah jam dinding.

"Sudah tujuh jam dia tertidur, kenapa tubuhnya tidak bergerak sama sekali?" gumamnya.

Ezzy yang penasaran lantas menyentuh tangan Haura dengan jemari telunjuknya berharap gadis itu menggerakkan anggota tubuhnya.

Dua kali Ezzy menyentuhnya dengan hati-hati, tetapi Haura tak menunjukkan reaksi apapun.

"Nona!" panggilnya lirih.

Jemari tangan kiri Haura bergerak.

Netra mata Ezzy membulat.

Sementara di lain ruangan, orang tuanya Haura melihat dari layar monitor kamarnya.

"Sayang, lihatlah! Haura terbangun, padahal belum lima belas jam!" ucap wanita cantik bernama Lessa.

"Iya, ini jarang terjadi," sahut Rafin, Papa Haura.

"Apa yang akan dia lakukan pada pemuda itu?" tanya Lessa.

"Kita lihat saja, barang-barang yang memicu hal-hal fatal sudah di singkirkan," jawab Rafin.

Haura terbangun bangkit dan duduk lalu melihat ke arah Ezzy yang melemparkan senyuman.

"Siapa kamu?" tanyanya dingin.

"Saya Ezzy, Nona."

Haura mengambil bantal dan melemparnya. "Berani-beraninya kamu di kamar ini, hah!" sentaknya.

"Saya hanya di suruh, Nona!" Ezzy menangkis bantal yang dilempar.

Haura menyibak selimut lalu turun dan berjalan mendekati Ezzy. Menarik kerah baju pemuda itu, "Siapa yang menyuruhmu?"

"Kedua orang tua, Nona." Jawab Ezzy sesuai yang dikatakan Alon.

Haura melepaskan cengkeramannya lalu mendorong tubuh Ezzy dengan kuat hingga tersungkur.

"Aku tidak butuh seseorang yang menjaga tidurku!" ucapnya dengan lantang.

"Tapi saya butuh pekerjaan ini, Nona!" kata Ezzy.

Bab 3 - Menawarkan Teman Bicara

Haura mendekati Ezzy yang terjatuh di lantai, lalu berjongkok di sampingnya. Tangan mulusnya mendarat di pipi Ezzy.

Sontak, membuat Ezzy terperangah melihat gadis begitu cantik dan anggun bersikap kasar kepadanya. Ingin marah tapi ia sangat tergiur dengan gajinya.

"Jadi kamu berharap seumur hidupku begini terus, hah?" hardik Haura.

"Tidak, Nona. Saya berharap Nona Haura sembuh, bagaimana kalau kita bicara?" Ezzy memegang pipinya yang sakit.

"Aku tidak suka berbicara dengan orang asing!" tolaknya.

"Kita sudah berkenalan," ucap Ezzy.

"Tapi, bagiku kamu itu orang lain!" sangkalnya.

Haura kemudian bangkit dan berdiri lalu membalikkan tubuhnya.

Ezzy pun melakukan hal sama.

"Keluarlah dari kamarku ini!" usirnya dengan nada dingin.

"Ini belum lima belas jam, jadi saya tidak akan keluar." Ezzy menolak permintaan Haura.

"Kamu ingin berduaan dengan aku?" Haura membalikkan badannya.

"Jika Nona butuh teman bicara kenapa tidak," jawabnya santai.

Haura mendekati Ezzy dan ingin melayangkan tamparan ke wajahnya lagi, namun Ezzy segera menahan tangan tersebut.

"Lepaskan aku!" sentak Haura.

"Bisakah Nona bersikap lembut?" tanya Ezzy menatap wajah gadis dihadapannya.

"Tidak!"

"Nona sangat cantik dan menarik. Saya yakin kalau di dalam diri Nona ada hati seperti berlian," ucap Ezzy.

Tampak mata Haura berkaca-kaca.

"Saya akan melepaskan tangan Nona jika tidak memukul lagi," ujar Ezzy.

Haura tak menjawab, tapi ia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman pemuda yang ada dihadapannya.

"Apa Nona pernah mengalami kegagalan cinta?" tanya Ezzy menatap dalam mata Haura.

"Apa kamu harus tahu semua tentang aku?" Haura balik bertanya.

"Biasanya orang yang mengalami trauma akan bersikap kasar."

Haura mendorong tubuh Ezzy dengan tangan kirinya, otomatis genggamannya pun terlepas.

"Pergi dari sini!" usirnya dengan suara lantang.

"Baiklah, saya akan pergi." Kata Ezzy kemudian membuka pintu dan berlalu.

Haura menarik sprei dan selimut secara kasar dari ranjang sambil berteriak-teriak.

Lessa dan suaminya bergegas ke kamar putrinya. Keduanya lalu memeluk tubuh Haura dan mampu membuatnya tenang.

Ezzy yang telah selesai menjalankan misi di hari pertamanya, lantas pergi ke kamarnya untuk beristirahat. Karena besok pagi, ia akan melanjutkan pencarian adik dan pujaan hatinya.

***

Haura menikmati sarapan pagi bersama kedua orang tuanya. Kondisi tubuh dan mental gadis itu sangat stabil.

Namun, para pelayan tetap harus berhati-hati agar tidak membuat emosi Haura terpancing. Karena kalau ia marah-marah maka akan pingsan dan tertidur berjam-jam.

"Dimana pemuda itu?" tanya Lessa pada seorang pelayan wanita yang sudah lebih 10 tahun mengabdi di keluarganya.

"Tadi pagi dia izin pamit keluar, Nyonya."

"Nanti malam setelah kami pulang dari kantor, suruh dia temui kami," titah Lessa.

"Baik, Nyonya."

Pelayan wanita itu pun berlalu setelah menuangkan jus jeruk ke dalam gelas.

"Biarkan dia pergi dari rumah ini, Ma, Pa. Aku tidak mau terbangun ada orang lain di kamarku," ujar Haura.

"Harus ada yang menjaga kamu. Papa dan Mama tidak mau jika terbangun kamu menyakiti dirimu," jelas Rafin.

"Tapi, aku sangat risih apalagi dia adalah pria. Pasti dia sudah melihat isi pakaian ku!" tukasnya.

"Kami tidak sebodoh itu meninggalkan kamu dalam keadaan tertidur dengan orang lain. Kamera pengawas untuk memantaunya. Kamu tenang saja, dia takkan berani menyentuhmu walaupun...." Ucapan Lessa terjeda.

"Walaupun apa, Ma?" desak Haura.

"Lupakan saja!" lanjut Lessa.

Lessa dan suaminya mengetahui jika Ezzy menyentuh tangan putrinya dengan jari telunjuknya tapi tidak membuatnya marah karena tak melewati batas wajar.

"Apa aku boleh ke kantor?" tanya Haura.

"Tidak, Ra. Kamu tak boleh melakukan aktivitas di luar rumah tanpa pengawasan kami," jawab Rafin.

"Ma, Pa, aku sangat bosan terus berada di rumah. Aku butuh bersosialisasi!" ucapnya.

"Kamu mudah marah dan menyakiti orang lain, kami tidak mau mereka tahu tentang kondisimu," kata Lessa.

"Ma, Pa...."

"Cukup Haura. Tinggal di rumah, Mama dan Papa akan meminta pemuda itu menemanimu mengobrol," ujar Lessa.

"Aku tidak mau dengannya, Ma!" tolaknya.

"Mau atau tidak, kami akan tetap menyuruhnya," sahut Rafin.

Haura menghela napas pasrah.

Sementara itu, Ezzy masih berada di dalam bus kota. Ia akan menuju sebuah rumah sakit. Karena Nuri pernah bercerita jika mereka tinggal berdekatan dengan bangunan itu.

Begitu sampai rumah sakit yang dimaksud, Ezzy lantas bertanya kepada para warga sekitar. Tak lupa ia menunjukkan 2 lembar foto Nuri dan Dhea.

"Mereka beberapa minggu lalu sering ke sini membeli nasi, tapi tiga hari ini tak pernah muncul," ucap wanita pedagang makanan.

"Apa Bibi tahu di mana mereka tinggal?"

"Mereka hanya bilang di sana!" Wanita itu menunjuk ke arah bangunan tingkat dengan cat berwarna kuning.

"Apa Bibi tahu pekerjaan mereka?"

Wanita itu menggelengkan kepalanya.

Ezzy menarik napas.

"Kalau begitu, terima kasih infonya, Bi."

"Iya, sama-sama."

Ezzy lalu berjalan menuju rumah tersebut, sesampainya di sana ia melihat pagar yang tergembok.

"Cari siapa, Nak?" tanya pria paruh baya yang menghampirinya.

"Saya mencari mereka," jawab Ezzy sembari menunjukkan foto.

"Saya tidak kenal dengan mereka. Tapi dua hari yang lalu, ada satu mobil truk di sini bawa barang-barang begitu banyak," jelasnya.

"Kalau saya tahu mereka pindah ke mana?"

"Saya tidak tahu, Nak."

Ezzy lagi-lagi harus kecewa. Petunjuk yang ia ingat hanya nama rumah sakit itu.

Ezzy pun dengan langkah lunglai kembali ke rumah mewah milik Haura. Karena di sana dirinya dapat beristirahat dan makan enak.

Sesampainya, Bari menghampirinya, "Nanti malam setelah makan temui Tuan Rafin dan Nyonya Lessa!"

Ezzy tampak terkejut.

"Untuk apa mereka ingin bertemu dengan saya, Kak?" tanya Ezzy. Panggilan telah mereka ubah karena sudah mengetahui usia masing-masing dan lebih pantas serta akrab jika memanggil kakak.

"Aku tidak tahu."

"Aku takut mereka akan memecat ku."

"Semoga saja tidak."

"Nanti Kak Bari menemani aku menemui mereka, 'kan?"

"Maaf, Zy. Hari ini jadwal jaga sampai sore saja," ucap Bari.

Ezzy hanya dapat pasrah.

Selesai makan malam, Ezzy menemui kedua orang tuanya Haura di sebuah ruangan.

"Silahkan duduk!" ucap Rafin.

Ezzy dengan gugup duduk di kursi yang posisinya berseberangan.

"Tak ingin berlama-lama, kami ingin menawarkan sesuatu kepadamu," kata Rafin.

Jantung Ezzy semakin berdetak kencang.

"Kami ingin menikahkan kamu dengan Haura. Apa kamu bersedia?" Kata Rafin.

...----------------...

Hai-hai Semua, Apa kabar?

Mami AL kembali lagi, semoga cerita kali ini kalian menyukainya. Jangan lupa tinggalkan jejak, agar Mami AL semangat menulisnya. Jika tidak suka dengan cerita ini boleh skip. Tapi, jangan membuat Mami AL bersedih.

Sambil Menunggu Update Selanjutnya, Bolehlah Mampir Ke Karyaku Lainnya...

- Penculik Hati

- Dijodohkan Dengan Musuh

- Salah Jatuh Cinta

- Calon Istriku Musuhku

- Marsha, Milik Bara

- Marry The Star

....Dan masih banyak lagi... Lelah ngetiknya, pokoknya kalian harus mampir, klik aja akun pena Mami AL..

Sehat dan Bahagia Selalu 🤗

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!