NovelToon NovelToon

The Possessive

Awal pertemuan.

Udara di pagi hari ini terasa begitu sejuk, tetesan air embun yang jatuh membasahi rerumputan hijau. Ditambah betapa indahnya melihat bunga-bunga yang bermekaran dengan kelopak masih basah, membuat semakin nikmat untuk bernafas.

Pada sebuah rumah yang sangat sederhana, seorang wanita sedang menyiapkan menu untuk sarapan pagi. Tak lupa akan teh hangat yang menemani, membuat tubuh semakin bersemangat untuk memulai aktivitas yang ada.

"Ejaz! Ayo sarapan, nanti terlambat ke sekolah." Teriak wanita tersebut.

"Iya mbak, ayo sarapan bareng. Jangan bisanya Teriak nyuruh aku sarapan, tapi ,bak sendiri tidak. Ayo!" Ejaz yang baru saja keluar dari kamarnya dan langsung duduk di kursi meja makan.

"Siap pak bos." Jawab Era dengan senyuman kepada sang adik.

Era Kasyafani, seorang wanita yang didewasakan oleh keadaan. Dimana, kedua orangtuanya telah meninggal tiga tahun yang lalu. Meninggalkan dirinya bersama seorang adik laki-laki yang kini duduk di sekolah menengah atas, yang dimana keduanya telah berusaha keluar dari masa keterpurukan yang cukup dalam.

Disaat kepergian kedua orangtuanya, Era baru saja menyelesaikan ujian sidang skripsinya dan berhasil lulus dengan nilai terbaik. Kebahagian itu ingin ia sampaikan kedua kedua orangtuanya, namun. Kabar duka yang datang menyapa, menguatkan diri agar tidak terlihat rapuh. Sambil menggenggam tangan sang adik, mereka berjuang untuk keluar dari semua keterpurukan yang ada.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, lalu mendapatkan pekerjaan atas rekomendasi dari seorang dosen yang cukup dekat dengannya. Membuat dirinya kini menjadi salah satu karyawaan tetap pada salah satu perusahaan terbesar di tempatnya.

"Mbak, kita isi bensin jaguar dulu ya. Hehehe, sorry. Kemarin kelupaan." Menyengir sangat lebar, Ejaz menatap Era agar tidak terkena omelan di pagi hari.

"Kamu ini, selalu saja. Ayo cepetan, mbak takut telat. Hari ini pemilik perusahaan mau datang, setelah sekian lama seperti bayangan." Celoteh wanita berhijab itu dari balik cadarnya.

"Iya nyonya besar, berdoa semoga jaguar tidak rewel hari ini."

Keduanya berangkat bersama dengan menggunakan sepeda motor peninggalan sang ayah, walaupun sudah ketinggalan jaman. Namun benda itu masih bisa berfungsi dan membantu keduanya dalam beraktivitas, sangat terbantu sekali.

Mereka lalu berpisah setelah si jaguar telah mendapatkan sarapannya, Era melanjutkan perjalanannya dengan menggunakan bus. Tujuan yang berbeda, membuat keduanya harus segera memilih transportasi lainnya.

Setibanya di perusahaan, Era langsung mengisi absen dirinya sebagai bukti jika dirinya telah hadir. Perusahan besar tersebut, memiliki peraturan yang begitu ketat. Bahkan kesalahan sekecil apapun akan langsung mendapatkan hukuman, wajar saja jika gaji yang diterima oleh setiap karyawaan juga cukup besar.

"Pagi Ra, sudah siap bertemu dengan CEO kita? Ah, aku sudah tidak sabar. Menurut gosip yang ada, CEO kita itu sangat tampan, pintar, handsome, imut." Linda mengkhayal sambil membayangkan orang yang ia bicarakan.

"Kamu ada-ada saja, sudah absen belum?" Tanya Era yang sudah mengetahui kebiasaan temannya.

"Astaga naga! Itu itu, hampir saja lupa. Terima kasih love ku, aku absen dulu ya. Tunggu disini." Linda menepuk keningnya dan segera berlari menuju ruang absen.

Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba, suara hiruk pikuk para karyawan elah terdengar. Terutama suara karyawan wanita, membuat suasana aula perusahaan menjadi seperti pasar. Mereka sedang membicarakan sosok CEO yang akan segera memperlihatkan wajahnya, dengan ilustrasi memiliki wajah tampan, tubuh yang kekar dan usianya masih begitu muda. Perusahaan yang baru berdiri lima tahun, bisa berkembang pesat bahkan menjadi perusahaan besar seperti saat ini. Siapa yang tidak mengaguminya, akan tetapi tidak bagi seorang wanita yang sampai saat ini masih begitu tenang dan lebih memilih fokus pada berkas yang ia bawa.

"Perhatiam semuanya!" Suara pembawa acara sudah terdengar, mengarahkan semuanya untuk tenang.

"Mari kita sambut, CEO dari perusahaan Goldprez. Tuan Ansel Arsalaan!!"

Suasana yang hening tiba-tiba saja berubah menjadi gemuruh, ketika seorang laki-laki dengan begitu gagahnya berjalan menaiki podium. Ansel memperkenalkan dirinya dengan mengeluarkan aura seorang pemimpin yang sangat dingin, namun membuat daya tarik yang cukup besar.

"Hei! Kamu yang menggunakan penutup kepala dan wajah!" Ansel menegur salah satu dari karyawan yang ada.

Kala itu, Era yang masih tetap fokus pada berkas yang berada di tangannya. Tidak menyadari jika dirinya telah pusat perhatian semua orang, karena hanya dirinya yang menggunakan cadar di sana.

"Hei!!" Suara Ansel berubah menjadi menakutkan.

Suara itu membuat para karyawan memisahkan diri dan membuat Era dalam posisi yang sangat terlihat, Linda pun memberikan cubitan pada lengan temannya itu.

"Aduh! Lin, kenapa cubit?" Era baru merespon.

"Itu itu lihat, kamu..." Lidna tidak dapat meneruskan ucapannya dan langsung mundur.

Karena orang yang berbicara di atas podium sebelumnya, kini sudah berada dihadapannya. Semakin terasa aura yang menakutkan kala itu.

Takh!

"Aduh!" Era kembali meringgis kala keningnya terkena sentilan yang cukup keras, sehingga meninggalkan bekas merah disana

Kala itu, Era baru menyadari keberadaan seseorang yang bertubuh tegap dan cukup membuatnya merinding. Kedua matanya menatap wajah pria tersebut, namun segera menundukkan kembali pandangannya.

"Ikut aku!!" Ansel berjalan meninggalkan aula.

Hal tersebut membuat Era menjadi terdiam, Linda segera menghampirinya. Keduanya saling bertatapan, dimana Era masih sangat kebingungan dengan apa yang barusan terjadi.

"Makanya, jadi orang itu jangan sibuk sendiri. Dasar wanita aneh." Cibiran mulai menerpa.

"Rasain, bau baunya bakalan ada yang kena hukuman ni."

Perlahan semua karyawan mulai meninggalkan aula, menyisahkan Era dan Linda yang masih terdiam ditempat.

"Siapa tadi, kamu tahu Lin?" Era menanyakan kepada Linda.

"What? Era! Kamu itu nyaman tidak love! Mampus kali ini, apes bener kamu. Itu pak Ansel, CEO kita." Geram Linda menjelaskan.

"Astaghfirullah!" Dengan penuh penyesalan.

Linda menepuk perlahan bahu Era, mereka berjalan bersama keluar dari aula. Hari yang sungguh penuh kejutan, berkas yang berada ditangan era adalah berkas laporan yang akan ia sampaikan kepada pimpinan perusahaan. Bermaksud untuk tidak ingin mengecewakan disaat persentase, namun kini ia harus berhadapan dengan alasan yanh sungguh membuatnya malu.

Hukuman.

"Assalamu'alaikum, permisi tuan." Era memasuki ruangan yang kini membuatnya merinding.

Tidak ada jawaban sama sekali, dimana Era mengira jika pimpinannya itu memiliki keyakinan yang berbeda dengannya. Saat berada didalam ruangan tersebut, dirinya disambut oleh seseorang yang berbeda.

"Silahkan nona, tuan Ansel menunggu anda disana." Pria tersebut adalah orang kepercayaan CEO mereka, Nayaka.

"Mm, terima kasih tuan." Dengan langkah ragu, Era berjalan mendekati tempat yang sudah ditunjuk oleh Nayaka sebelumnya.

Seseorang yang duduk dibalik kursi pimpinan itu membelakangi dirinya, awalnya Era begitu ragu untuk menghadap sang pimpinan. Namun jika ia menghindar, maka hukuman seperti apa yang akan ia terima.

"Permisi tuan." Tegur Era kepada pria yang masih membelakanginya.

Saat suara itu terdengar, dengan perlahan kursi itu bergerak berputar. Dia tersebut membuat jantung Era berdetak dengan begitu cepat, ketika kursi itu sudah sempurna saling berhadapan. Membuat dirinya terpaku sejenak, melihat wajah sang pemilik perusahaan.

"Astaghfirullah." Menyadari dengan cepat, segera menundukkan pandangannya.

Melihat reaksi dari wanita yang berhadapannya dengannya saat ini, membuat salah satu alis mata Ansel naik ke atas. Semakin ia memiliki rasa penasaran kepada wanita dihadapannya ini, bukannya terpesona dengan ketampanan yang ia miliki. Akan tetapi, kalimat istighfar yang keluar dari mulutnya.

"Kamu anggap saya ini, hantu!" Nada suara yang cukup tinggi diberikan Ansel.

Mendapati suara yang bernada tinggi seperti itu, membuat Era tersadar dan membulatkan kedua matanya. Ia merasa semakin tidak enak hati, akankah hukuman untuk dirinya semakin bertambah.

"Maafkan saya tuan, saya tidak bermaksud seperti itu." Sanggah dirinya untuk membela diri.

"Kamu kira saya tidak mengerti ucapan itu? Kerjakan tumpukan berkas itu, sebelum semua karyawan pulang. Aku sudah menerimanya."

Bagaikan terkena lemparan batu besar yang mengenai kepalanya, membuat Era tidak percaya akan apa yang baru saja ia terima. Hukuman apa yang ia terima, terasa begitu janggal.

"Tunggu tuan, maaf sebelumnya. Saya dari divisi pengembangan, untuk pengerjaan laporan ini saya tidak menguasainya." Era berusaha menjelaskan posisinya.

"Apa aku menerima alasan? Kerjakan, dan aku tunggu sebelum jam kerja habis. Keluarlah." Ansel mengalihkan fokusnya pada ponsel ditangannya.

Menatapi berkas-berkas yang berada diatas meja kerja sang pimpinan, membuat Era menghembuskan nafas panjangnya. Dibalik cadar yang ia gunakan, bibir dan pipinya itu sudah berubah bentuk. Berdengus kesal akan hukuman yang ia dapatkan, begitu engannya ia mengambil berkas itu. Menolak ataupun menerimanya, akan terasa sama saja.

Dengan melangkah membawa berkas tersebut, membuat Era harus berlapang dada akan hukuman yang ia terima. Menaruhnya dia atas meja mereka miliknya, untuk sejenak ia terdiam sambil terus memandangi tumpukan berkas tersebut.

"Ra, kamu baik-baik saja kan?" Sapa Linda yang melihat temannya itu terdiam.

"Ya, aku baik-baik saja." Membenahi duduknya, Era mulai mengerjakan berkas-berkas tersebut.

Walaupun sebenarnya, ia tidak begitu menguasai pekerjaan dibilang tersebut. Namun, dengan berbekal beberapa ilmu yang pernah ia dapatkan di bangku perkuliahan. Ia pun merasa yakin akan bisa mengerjakannya, yang sebenarnya begitu berat untuk dilakukan.

"Eh, kami tadi jadi kan menghadap pak Ansel? Gimana, tampan kan orangnya?" Linda terus menggoda Era agar menceritakan pertemuannya dengan pemilik perusahaan.

"Tidak ada yang tampan selain ayah dan adikku, puas!" Jawab tegas Era akan godaan Linda.

"Hahaha, Era Era. Kamu ini, jangan marah love. Kan bercanda, berkas-berkas ini. Kamu yang ngerjain?" Linda terpukau akan tumpukan berkas di atas meja temannya itu.

"Hmm, tidak terima gangguan untuk sementara sampai waktu pulang kerja." Era langsung dalam mode silent.

Linda yang memahami karakter temannya itu, ia langsung beranjak menjauh darinya. Membiarkannya fokus untuk menyelesaikan hukuman yang diberikan, namun ia tidak tega melihat tumpukan yang tidak sedikit itu. Hanya bisa menyemangatinya dari bahasa hati.

...Semangat Ra, kamu pasti bisa....

.

.

.

.

Di lain ruangan, Ansel nampak begitu tenang menghadapi beberapa orang yang kini sedang berhadapan dengannya. Mereka adalah kliennya yang datang untuk mengajukan proyek kerjasama, berkas yang pernah diajukan tidak pernah mendapatkan tanggapan dari pemilik perusahaan Goldprez. Pada akhirnya, mereka datang secara langsung menemuinya.

"Bagaimana tuan, Ansel? Apakah anda berminat untuk bekerjasama dengan perusahaan kami?" Ujar pria yang berstatus sebagai pimpinan itu kepada Ansel.

Sedangkan kala itu, Ansel hanya duduk dengan tenang dan bersandar pada sandaran kursi yang ia tempati. Wajahnya begitu dingin, tidak ada pertanda jika dirinya akan menjawab ucapan dari kliennya.

seorang Ansel tidak akan mudah menjalin kerjasama dengan orang lain, karena dirinya begitu peka dan selalu saja mencari tahu terlebih dahulu siapa orang yang akan memasuki perusahaannya.

"Tidak ada yang menarik." Ucap Ansel yang baru saja menyentuh berkas ajuan kerjasama, lalu melemparnya ke atas meja.

"Tidak ada yang menarik dari keuntungan bekerjasama dengan kalian, aku tidak tertarik." Lanjut Ansel dengan menatap kliennya itu sangat tajam.

Mendapati berkas milik mereka dilemparkan begitu saja, bahkan dibuka saja pun tidak apalagi dibaca. Sangat mengecewakan, namun semua orang yang berasal dari kalangan bisnis sudan mengetahui hal tersebut. Hanya perusahaan pilihan dan orang-orang terpercaya yang bisa mengambil hati seorang Ansel.

"Anda benar-benar tidak menghargai orang lain, bagaimana bisa anda menolak ajuan yang kami lakukan tanpa melihat dan membaca rinciannya. Kalian sungguh menghina kami, kami tidak terima perlakuan ini!" Jawaban lantang dari klien tersebut.

Mereka pun terlibat perang dingin saat itu, bahkan klien tersebut sudah murka akan jawaban dari Ansel. Akan tetapi, tidak berlaku untuk dirinya. Dengan tenangnya ia berdiri, salah satu telapak tangannya masih berada didalam saku celananya.

"Silahkan keluar dari ruanganku, Nayaka!" Ansel memberikan tanda jika dirinya sudah tidak ingin berdebat.

"Baik tuan." Nayaka segera mempersilahkan klien mereka unjuk keluar.

"Kami tidak terima perlakuan anda, tuan Ansel! Kami akan membuat perhitungan dengan penghinaan ini, lihat saja nanti." Orang tersebut dengan begitu percaya diri menantang manusia berhati pencabutan nyawa itu.

Brakh!!

Meja yang berukuran besar itu terpental begitu saja menabrak dinding dan hancur terbelah, semuanya yang berada diatasnya berhamburan. Betapa kagetnya klien tersebut mendapati meja besar itu sudah hancur, seberapa besar kekuatan dari satu kaki seorang Ansel.

Hancurnya meja tersebut, membuat tubuh klien itu bergetar. Mereka bergegas keluar dari ruangan tersebut dengan sangat tergesa-gesa, atas kejadian tersebut. Membuat Nayaka menghela nafas panjangnya, setelah kejadian tersebut. Ansel pergi begitu saja meninggalkan ruanganya, dan itu membuat Nayaka harus membereskan kekacauan semuanya.

"Huh, selalu saja berakhir dengan seperti ini. Sebenarnya pekerjaanku ini apa sih, sekretaris atau office Boy ya? Ansel bener-bener dah." Keluh Nayaka yang harus segera membereskan semuanya.

Awal mula.

Waktu sudah berjalan dengan sangat cepat, dengan sangat cepat pula Era berusaha untuk menyelesaikan hukuman yang ia terima. Ingin rasanya Linda ikut membantu temannya itu menyelesaikan hukumannya, namun peraturan yang ada tidak mengizinkan dirinya untuk membantu.

Terlihat beberapa kali Era menggerakkan anggota tubuhnya hanya sekadar untuk melepas rasa lelahnya, disana jam istirahat pun ia tidak sempat untuk menikmati makanan apapun ke dalam tenggorokannya. Hanya air yang membasahinya, benar-benar membuatnya fokus dengan apa yang sedang dikerjakan.

"Ra, kamu tidak apa-apakan?" Linda nampak khawatir dengan temannya itu, karena ia melihatnya memijat kepala untuk sekian kalinya.

"Aku tidak apa-apa, Lin. Kamu sudah mau pulang?" Ucapan itu terlontarkan tanpa melihat orangnya.

"Aku kau nemenin kamu sampai selesai, sudah sana kerjain saja. Biar cepat rampung dan kita bisa pulang." Linda terus menyemangati wanita yang sudah menjadi sahabatnya itu.

"Lebih baik kamu pulang saja, Lin. Aku tidak apa-apa, nanti kamu malah kemalaman pulangnya."

"Sudah sana kerjakan saja, tidak usah mengomel. Aku akan diam menunggu." Linda bersikeras untuk tetap menemaninya sampai selesai.

Tangan yang terus bergerak, mata fokus dan pikiran yang terus berusaha keras untuk menyelesaikan setiap kalimat dan angka-angka. Hal itu berakhir pada sebuah laporan akan dari semua tumpukan berkas-berkas yang sangat banyak, jika orang lain yang mengerjakannya. Maka akan sudah memberikan bendera warna putih untuk berkibar.

Sedangkan Ansel, ia sempat keluar dari ruangannya untuk menenangkan gemuruh jiwa gelapnya yang saat itu akan menguasai dirinya. Berada di bangunan yang teratas dari gedung tersebut, terdapat sebuah rooftop pribadi miliknya.

Tempat tersebut selalu menjadi ruang tersendiri bagi Ansel, disanalah ia dapat menenangkan dirinya dari semua kegiatannya. Merasa sudah terlalu lama berada disana, kemudian ia kembali ke dalam ruangannya disaat jam kerja sudah akan berakhir

"Ka, ke ruanganku." Titah Ansel melalui ponselnya.

Tidak butuh waktu lama, untuk Nayaka sudah berada diruangan tersebut. Biasanya ia akan menghabiskan waktu disaat sang pimpinan sedang dalam keadaan mood yang tidak bagus, akan tetapi kali ini orang tersebut kembali lagi. Hal itu membuatnya bingung, karena tidak biasanya Ansel seperti itu.

" Ada apa? Tidak biasanya kau akan kembali." Ujar Nayaka yang sudah malas menyapa Ansel dengan sebutan tuan.

"Bawa dia kemari."

"Siapa?" Kening Nayaka berkerut.

"Karyawan yang menerima hukuman." Dengan menutup kedua matanya, Ansel bersandar pada sandaran kursinya.

Sangat aneh bagi Nayaka kali ini, biasanya Ansel akan bersifat masa bodoh dengan apa yang bersangkutan dengan karyawannya. Namun kali ini, ia meminta untuk membawanya kehadapannya. Karena tidak ingin membuat mood pria itu berubah, Nayaka segera melaksanakan perintah tersebut.

Baru saja Era selesai merenggangkan tubuhnya yang begitu pegal, tiba-tiba saja ia menjadi kaget ketika melihat keberadaan Nayaka disana. Wajar saja jika ia kaget, karena Linda sudah tersandar dalam keadaan mata tertutup dan mulutnya terbuka.

"Astaghfirullah, eee maaf saya pak. Saya tidka tahu kalau ada bapak." Era segera mengkondisikan dirinya ketika berhadapan dengan pria tersebut.

"Tidak apa-apa, kamu disuruh menghadap tuan Ansel sekarang. Jangan lupa bawa juga laporan yang ia minta."

"Tapi pak, laporannya belum selesai. Masih ada beberapa lembar lagi yang harus saya periksa, apa bisa untuk meminta waktunya sedikit lagi?" Bayangan buruk sudah terlintas dalam pikiran Era, ia takut jika tuannya itu akan marah.

"Bawa saja apa yang ada, kasihan temanmu sudah terlelap." Nayaka menyakinkan Era untuk menghadap.

Dengan perasaan yang begitu lelah, mengikuti langkah kaki Nayaka yang mengiringinya untuk menghadap pemilik perusahaan. Ketika berada didepan pintu ruangan yang dituju, Nayaka mempersilahkan dirinya untuk segera masuk. Akan tetapi, sejenak Era berhenti dan memejamkan kedua matanya.

...Ya Allah, bantu hambaMu ini....

Pintu pun terbuka, langsung terlihat pria yang sedang menatapnya dengan cukup tajam. Dengan menbhela nafas panjangnya, memberanikan diri melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Berkas yang telah dikerjakan, dengam perlahan Era taruh diatas meja Ansel.

"Ini laporan yang anda minta tuan, tapi. Sebelumnya saya mohon maaf, karena laporan itu belum seluruhnya selesai. Masih ada beberapa lembar lagi yang belum saya periksa." Jelas Era dengan menundukkan wajahnya.

Tangan kekar itu mengambil berkas yang menjadi bukti pengerjaan atas hukuman pada wanita dihadapannya, sorot mata Ansel sungguh sangat berbeda dari biasanya.

Ia pun membuka lembar demi lembar laporan tersebut, sangat aneh jika hampir tidak ada kesalahan disana. Sedangkan diketahui, jika pekerjaan itu berbeda dengan posisi yang sedang Era emban.

"Lanjutkan." Ansel kembali melemparkan berkas tersebut kepada Era.

"Mmm, tuan. Apa boleh, saya melanjutkannya dirumah?" Walaupun ragu, Era memberanikan dirinya.

"Alasan apa yang bisa membuatku mengizinkanmu?" Ansel semakin tertarik untuk melihat Era yang kini sedikit mengangkat wajahnya.

Entah mengapa, ada sesuatu yang membuat Ansel cukup tertarik dengan wanita yang kini berada dihadapannya itu. Walaupun wajah itu tertutupi oleh selembar kain, hal itu tidak membuat ketertarikannya menjadi sangat besar. Ansel bersandar pada sandaran kursi kerjanya, mata itu terus tertuju pada wanitanya.

"Mmm, adik saya menunggu dirumah sendirian tuan." Memang benar adanya jika Era sedang mengkhawatirkan adiknya, karena baru kali ini ia terlambat untuk pulang dari bekerja.

Walaupun sebenarnya, Ejaz bukanlah tipe anak yang manja. Bahkan dirinya yang lebih sangat khawatir jika kakak perempuannya itu terlambat pulang dan tidak ada kabarnya, mereka berdua sudah terbiasa untuk mandiri dalam kehidupan sehari-hari.

"Selesaikan sebelum pukul delapan. Keluar!" Ansel menegaskan suaranya.

Benar-benar tidak dapat dipercaya, mengira akan mendapatkan keringanan qtas hukuman tersebut. Namun ternyata, Era harus menyelesaikannya saat itu juga. Mengambil kembali berkas yang sebelumnya ia bawa, melangkahkan kaki menuju ruangannya dan segera menyelesaikannya.

"Ra, kamu darimana?" Linda yang baru saja membuka matanya.

"Dari menghadap CEO, kamu pulang saja Lin. Kamu sangat lelah, jangan memaksakan diri untuk menungguku. Nanti Ejaz yang akan menjemput." Era sangat merasa tidak enak dengan Linda.

"Harua selesai malam ini juga ya? Wah, begitu kejamnya. Mmm, tapi kamu yakin tidak apa-apa Ra?"

"Iya Lin, terima kasih ya."

"Sama-sama love, kalau saja ibuku tidak merepet. Huh, aju pulang dulu ya. Semangat love." Linda memeluk dan menepuk perlahan pundak Era agar ia tidak merasa kesepian.

Melepas kepulangqn temannya itu, lalu Era segera mengerjakan kembali hukumannya. Sebelumnya ia sudah menghubungi sang adik untuk tidak khawatir, dan benar saja sama seperti yang ia pikirkan. Adiknya akan datang menjemputnya walaupun dengan kondisi sudah begitu gelap, maka dari itu Era segera berusaha menyelesaikan hukumannya dan bisa pulang.

💐💐💐

Semoga yang membicarakan tidak akan bosan ya, selamat membaca.

Jika masih terdapat kalimat yang tidak sinkron, mohon kritik dan sarannya ya.

Terima kasih 😊.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!