NovelToon NovelToon

Love Me, Kiss Me And Hug Me

LKH Me 1

Kediaman keluarga Siloh.

"Aku tidak mau Pa, Ma!" penolakan lantang dari seorang gadis yang tengah duduk berlutut memohon belas kasihan ayah dan ibunya terdengar menyayat hati.

Dia adalah Arirang Maudy Siloh, anak perempuan pertama di keluarga Siloh, sekaligus anak pertama tuan besar Siloh dan mendiang istrinya yang meninggal tepat setelah melahirkan gadis cantik yang kerap di sapa Maudy.

Langit tampak mendung, bersamaan dengan itu hembusan angin dingin yang menusuk tulang menyerang pertahanan Maudy yang tengah berlutut di depan teras rumah sambil menangis dengan tubuh gemetar kedinginan.

Air matanya mengalir, bulir bulir bening itu menetes dan berjatuhan membasahi pakaiannya.

Sekujur tubuhnya basah tekena air hujan saat perjalanan pulangnya dari kampus. Bukannya dibiarkan masuk ke rumah, Maudy malah ditahan di teras rumah sederhana itu sampai dia menyetujui perintah gila dari ibu tirinya.

Maudy menatap pilu rumah tempatnya tinggal sejak dia lahir. Saat di perjalanan pulang, dia menerima pesan dari ayahnya bahwa esok dia akan menikah dengan seorang rentenir mata keranjang untuk membantu melunasi utang keluarga mereka.

Crakkk!!!

Hati gadis itu terluka begitu dalam. Dadanya bak tertusuk belati tajam dengan racun yang menggerogoti tubuhnya.

Utang dari mana!? Utang untuk apa !? Biaya kuliahnya saja dia cari sendiri!! Biaya hidupnya dia penuhi sendiri, masuk kuliah pun dia tak meminta sepeser pun dari ayah dan ibunya, tapi kenapa mereka punya utang yang sangat besar!?

Untuk apa ayah dan Ibu tirinya meminjam uang pada orang lain sedang tanggungan mereka tak begitu besar, hanya memenuhi kebutuhan hidup mereka dan putri kesayangan mereka yang usianya hanya beda satu tahun dengan Maudy dan selalu mereka rawat bak putri kerajaan yang tak boleh menyentuh dunia orang rendahan seperti Maudy.

Bahkan biaya hidup Maudy tidak mereka tanggung sejak gadis itu duduk di bangku SMP dan bisa mencari uang sendiri.

Sejak SMP, Maudy sudah bekerja serabutan di rumah rumah tetangga. Bahkan para tetangga lebih menyayangi Maudy daripada keluarga nya sendiri.

Maudy diberi upah yang sesuai dengan pekerjaannya, upah itu akan dia gunakan untuk ongkos ke sekolah, dia tak perlu membayar biaya sekolah karena bersekolah di sekolah negeri, upahnya akan dia gunakan membeli bahan pelajarannya dan sisanya dia tabung.

Bahkan terkadang ibu tirinya merampas upahnya dengan alasan Maudy harus membayar uang makan, uang sewa rumah dan uang kebutuhan hidupnya di rumah itu padahal dia sama sekali tidak diperlakukan dengan baik.

Maudy tumbuh dengan menjalani hidup yang keras. Selama bertahun-tahun dia menjalani kehidupan yang menyedihkan. Bukan hanya tak mendapatkan kasih sayang, tubuhnya juga penuh dengan bekas luka pukulan dari ayah, Ibu bahkan adik tirinya yang tak tahu diri.

Meski haus kasih sayang, tak membuatnya menjadi perempuan liar, dia sibuk meningkatkan kualitas dirinya agar dapat menemukan pekerjaan hebat dan keluar dari rumah itu selamanya.

Tetapi tampaknya, bahkan bercita-cita pun Maudy tak diperbolehkan. Bahkan hak atas hidupnya sendiri pun direnggut paksa oleh ayah dan ibunya.

Maudy harus menikahi seorang rentenir kata raya sebagai jaminan untuk membantu melunasi utang besar keluarga mereka.

"Aku tidak mau Pa...." pekik Maudy sampai suaranya serak.

Teriakannya seolah percuma, dia hanya terus menangis memohon agar dirinya tak dinikahkan, dia juga ingin menikah dengan orang yang dia cintai suatu saat nanti bukan dengan cara seperti ini.

Di saat yang sama, utusan dari keluarga Christoff tiba. Sebuah sedan hitam memasuki pekarangan rumah mereka yang diguyur hujan.

Rabu kelabu yang mencekam, dingin dan suram menemani kedatangan mereka.

Tampak seorang pria dengan jas hitam keluar dari dalam mobil, kemudian berjalan di bawah guyuran hujan dengan payung hitam menaunginya.

Pria itu adalah asisten tuan besar Christoff yang dikenal kejam dan berdarah dingin. Dia akan menghukum siapapun yang bermain main dengannya.

 Dia meminjamkan uang sebanyak 2 Miliar pada tuan Siloh sebagai bantuan untuk bisnis tuan Siloh, tetapi nyatanya uang itu tak kunjung dikembalikan lebih dari setengah tahun sejak akhir masa pinjaman.

Kurang baik apa lagi Tuan besar itu, memberikan keringanan sampai sejauh itu mengingat hubungan pertemanan mereka, tapi tak ada inisiatif dari tuan Siloh membayar utang-utangnya.

Pria itu melirik Maudy yang duduk meraung-raung di teras rumah. Betapa heran dia melihat sekujur tubuh Maudy yang basah dan kedua matanya sembab.

"Nona, ada apa denganmu? Kenapa duduk di lantai yang dingin ini?" tanya pria itu.

Maudy mengusap air matanya sambil menatap pria itu dengan tubuh gemetar kedinginan. Dia tak berbicara hanya menatapnya dengan tatapan sedih.

"A.. Apa anda rentenir itu tuan!? Apa itu anda... Ku.. Kumohon... Jangan mengambilku sebagai istrimu... kumohon padamu... Hiks hiks hiks... Ku mohon!!" ucap Maudy yang mengira pria itu adalah rentenir yang dimaksud.

Maudy dengan tangan gemetar menarik lain celana pria itu, menengadah dan menatapnya sambil menangis sesenggukan.

"Ku mohon hiks hiks hiks.... Aku yang akan melunasi utang mereka, jangan mengambilku sebagai istrimu, kau tidak harus membayar utang mereka kumohon!!" pinta Maudy.

Dia sudah tak tahu harus bagaimana, merendahkan dirinya serendah-rendahnya adalah cara yang sering dia lakukan. Mengemban tugas yang berat sebagai seorang anak yang dipaksa berbakti padahal kebutuhan jiwanya sebagai anak tak terpenuhi.

"no.. Nona, maaf tapi saya bukan rentenir yang anda maksud, saya..." Ucapan pria itu terpotong saat seorang pria lainnya datang dengan payung hitam menghampiri mereka.

"Kenapa lama sekali!?" ucap pria tinggi bermasker dengan kacamata hitam itu.

Perawakannya tinggi besar, wajahnya tak bisa ditebak karena tertutup oleh masker dan kacamata serta rambut yang sedikit panjang tapi tertata rapi.

"tuan muda, maaf!" ucapnya sambil membungkuk.

Pria itu melirik Maudy dengan tatapan tak biasa. Dia membawa sebuah Jas besar miliknya, ditutupinya tubuh Maudy yang basah kuyup dengan benda itu.

"Segera selesaikan!" ucapnya pada pak Ando, asisten ayahnya.

Pak Ando menunduk hormat, pria itu kembali ke mobilnya.

"Berdirilah nona, kami datang dari keluarga Christoff, " ucap Pak Ando sambil memapah gadis itu.

Maudy terhenyak sejenak, dia menatap jas hitam itu dengan wajah terkejut. Aroma pegunungan yang segar tercium di jas itu, dia menatap mobil tadi, masih dengan tubuh gemetaran.

Siapa pria tadi? Dia tidak terlihat menyeramkan!

Jika dia dari keluarga Christoff, bukankah dia akan semenyeramkan rumor yang beredar? Tapi kenapa dia terlihat sangat baik? Atau ini hanya pemikirannya semata!?

"anda lihat sendiri, keluarga Christoff tidak seburuk itu, sebaiknya kita bicarakan di dalam!" ucap Pak Ando.

Maudy hanya mengangguk.

Pak Ando menekan tombol di dekat pintu masuk. Sontak pintu terbuka, tampaklah wajah pias Nyonya Ratih ibu tiri Maudy menyambut Pak Ando di depan pintu.

"Pa.. Pak saya belum punya uangnya, tolong tunggulah beberapa hari lagi, ku mohon!!" ucap nyonya Ratih sambil duduk bersimpuh memohon agar mereka memberi waktu lagi.

Pak Ando menatap sinis pada wanita itu," Boleh saya masuk?" ucapnya dengan nada dingin.

"si.. Silahkan pak, silahkan!" ucap nyonya Ratih yang dengan cepat bangkit berdiri dan memberi jalan pada Pak Ando.

Pak Ando masuk ke dalam rumah. Tetapi Maudy malah dicegat oleh nyonya Ratih.

"Ke mari kau! " geram wanita itu sambil memelototi Maudy dengan wajah garang ingin menelan Maudy.

"Akhhh... Sakit Ma...." Maudy meringis kesakitan.

Maudy di seret lagi ke teras rumah.

"Apa yang kau katakan padanya tadi hah!?" bisik nyonya Ratih.

"Ma.. Maudy tidak bilang apa apa..." jawabnya sambil gemetar ketakutan. Tubuhnya meringkuk, tampaknya Maudy sering di pukul.

"ukhhh dasar anak sialan, kau pasti mengadu yang tidak-tidak bukan!?" nyonya Ratih kesal, dia mengangkat tangannya dan....

Plak!!

Plak!!

Plak!!

Wajah dan tubuh Maudy dipukuli berkali-kali. Gadis itu hanya menerima pukulan sambil menangis dalam diam.

"Katakan sialan, apa yang kau katakan padanya tadi hah!? Dasar anak tidak berguna!! dasar sialan!!"

"Mati kau!!"

"Mati kau!!!" geram nyonya Ratih yang menjambak rambut Maudy berkali-kali sampai rambut gadis malang itu rontok.

Maudy menangis sesenggukan, tubuhnya sakit, lebih sakit lagi hati dan jiwanya. Maudy meringkuk, memeluk tubuhnya membentuk pertahanan, tapi sayangnya pukulan nyonya Ratih tak berhenti sampai di situ.

"ampun ma.. Hiks hiks hiks... ampun maa... ampun maa..." ucap Maudy dengan suara serak.

"Mama, dipanggil!" suara anak perempuan kesayangan nyonya Ratih terdengar. Sontak dia berhenti memukuli Maudy," tetap di sini perempuan murahan!" hardiknya.

Maudy gemetar, menaruh kedua tangannya di depan wajahnya sebagai bentuk pertahanan melindungi dirinya.

Nyonya Ratih masuk ke dalam rumah, menutup pintu rapat-rapat, membiarkan Maudy menangis di luar sendirian. Tanpa dia sadari, seluruh aksinya sudah direkam oleh pria di dalam sedan hitam itu.

LKH Me 2

Hujan yang semakin deras, suhu dingin yang menusuk tak membuat Maudy berpindah dari posisinya saat ini.

Dia duduk sambil terus menangis dan tatapan kosong menatap rintik hujan yang jatuh bersamaan menembus tanah.

Tatapannya kosong namun begitu sedih, hatinya pilu dan terasa perih. Bukan hanya sekali dia mendapatkan perlakuan kasar dari Ibu tirinya, hampir setiap hari dia akan menerima setidaknya lima pukulan fisik dan bertubi-tubi serangan verbal.

Maudy duduk melamun, hanya menunggu diberi ijin untuk masuk ke dalam rumah. Air matanya terus menetes, kesedihannya dapat terasa hingga menusuk hati dua orang yang tengah menatapnya dari dalam mobil.

"Tuan muda, kenapa putri pertama Siloh diperlakukan seperti itu? Bukankah dia pewaris utama?" tanya Pak Hardi supir pria bermasker itu.

"kasihan sekali dia, hujan begini, tubuhnya juga terluka," Pak Hardi iba.

"Hardi, kalaupun kita ikut campur dia akan semakin menderita, kau lihat tadi kan? Hanya karena dia berbicara dengan Pak Ando dia malah dihantam,"

"tunggu setelah pembicaraan selesai, kita baru boleh campur tangan," ucapnya sambil menatap gadis itu masih dengan tatapan tak biasa.

"Ahh tuan muda, dia gadis yang baik, saya harap tuan dan nona itu bisa bahagia," tutur Pak Hardi.

Tuan muda Christoff yang tidak terlalu dikenal oleh publik. Hidup penyendiri, dan tak memiliki hubungan baik dengan keluarganya, tetapi menjadi pewaris utama grup Christoff atas wasiat sang kakek yang telah meninggal.

Mr. Raven Christoff, begitulah mereka memanggilnya. Dikenal sebagai seorang pria pendiam yang gila pendidikan, gila kerja dan hidup hanya untuk dirinya sendiri.

Memiliki masalah dalam hubungan sosial, membenci wajahnya sendiri karena mengambil rupa ayahnya.

Kedatangannya dianggap sebagai bencana bagi keluarga besar Christoff, hingga mereka mengatur sebuah pernikahan yang tak dia inginkan.

Namun Raven bukan pria bodoh, semua rencana mereka sudah tercatat dalam skenario pembalasan dendamnya dalam mencari dalang pembunuh ibu kandungnya yang meninggal dengan cara yang misterius.

Hidup selama puluhan tahun bersama dengan luka hati yang semakin lebar dan tak kunjung sembuh, Raven tumbuh menjadi anak yang dingin dan menyeramkan tetapi memiliki hati yang lembut seperti mendiang ibu kandungnya.

Dia menatap Maudy dengan tatapan aneh, perempuan itu mengingatkannya akan dirinya di masa lalu. Raven pun tak luput dari siksaan ayah dan ibu tirinya.

"Maudy, hanya kau yang pantas bersanding denganku," batinnya.

Flash back

Ingatan Raven kembali ke memori kelam lima tahun yang lalu. Memori kelam yang membuatnya memutuskan untuk memilih Maudy sebagai pendamping hidupnya daripada harus menikahi perempuan yang dipilih oleh ayah dan ibu tirinya.

Lima tahun lalu di Venesia, Italia.

Raven menyeret-nyeret koper berisi pakaiannya. Pria dengan penampilan super culun itu baru saja tiba di Venesia setelah cekcok dengan ayah dan Ibu tirinya.

Dia berjalan dengan wajah lesu, tubuhnya tidak terlalu gemuk namun padat dan berisi, tampak jelas kalau dia jarang berolahraga. Keringat membasahi kaos tipisnya, bahkan mengalir dari kepalanya sampai menetes dan berjatuhan ke tanah.

Dia berjalan kaki dari bandara selama berjam-jam karena kehilangan dompetnya saat di pesawat, sungguh lelah tubuhnya saat ini karena kebodohannya sendiri.

Kota Venesia terkenal dengan kanal air terbesarnya, menjadi salah satu tujuan wisata yang membuat para pengunjung menikmati transportasi air sembari mengelilingi dan menikmati keindahan kota Venesia.

Namun, bagi Raven, kota itu bukan kota untuk menikmati hidup. Dia melarikan diri setelah berdebat hebat dengan keluarganya. Membawa beban dan hati yang terluka, dia berangkat seorang diri dengan rasa sakit dan penderitaan.

Dia terus melangkah, bau keringatnya membuat orang-orang menatap jijik padanya. Peluh membasahi tubuhnya, tubuhnya yang berisi terlihat sangat berat ketika dia melangkah.

Hingga pria berkacamata dengan rambut lepek itu tiba di sebuah rumah. Rumah miliknya sendiri hasil jerih payahnya selama bekerja sebagai seorang arsitek muda.

Dengan terburu-buru dia membuka pintu rumah itu. Masuk dengan cara yang kasar dan melemparkan barangnya begitu saja.

Tampak rumah itu tertata rapi, yang terlihat jelas di sana adalah tumpukan buku yang sudah sangat banyak, bahkan lemari pun tak cukup.

Buku-buku itu disusun di atas lantai hingga tumpukannya tinggi menutupi dinding. Ada yang diselip di bagian celah atap, ada yang disusun menjadi meja dan kursi.

Satu satunya tempat baginya untuk bisa menenangkan diri, menghanyutkan seluruh hidupnya dalam bacaan dan menjadi gila akan pekerjaan.

Pensil dan kertas sketsa begitu banyak, papan alas gambar terletak rapi, benar benar seorang perfeksionis.

Dia masuk ke kamarnya dan menghamburkan tubuhnya ke atas kasur.

Lelah!

Hatinya yang lelah bukan hanya tubuhnya.

Sesak!

Dia bukan sesak nafas tetapi hatinya terasa mau meledak dan sulit bernafas.

Perih!

Tak ada yang terluka, tapi hatinya dan jiwanya hancur berkeping-keping.

Rindu!

Sosok yang dia rindukan sudah pergi jauh ke surga tanpa seijinnya.

Dia menatap kosong ke arah langit-langit. Sebuah foto seorang wanita cantik yang memeluk seorang anak berusia sepuluh tahun terpajang di sana.

"Mommy!"

Begitu dia memanggilnya. Wanita cantik itu adalah ibunya, Ibu kandungnya yang telah meninggal tiga belas tahun yang lalu!

"Kau akan segera menyusul ibumu yang cacat itu Raven!! Mati saja kau anak sialan tak berguna!!" suara teriakan ayahnya terngiang di kepalanya.

Raven mencengkram kepalanya dengan erat. Rasa marah, geram dan kesal serta sedih bertumpuk menjadi satu, membuatnya semakin kacau dan gila.

Ketika dia kembali ke Indonesia, dia hanya memiliki satu permintaan pada ayahnya, yaitu membangun sebuah tugu peringatan untuk menghormati mendiang ibunya meskipun ayah dan Ibunya sudah bercerai tepat di hari kematian ibunya.

Tetapi jawaban ayahnya membuat Raven marah.

"Untuk apa buang buang uang demi manusia sampah yang sudah membusuk jadi tanah bersama cacing-cacing menjijikkan itu, kalau sudah mati ya mati saja, lagipula dia bukan lagi istriku saat dia mati!!" kata kata yang persis sama seperti diucapkan oleh tuan Justin Christoff diulang lagi oleh Raven.

"Arrkhhhhg!!!" pria itu berteriak kencang.

Wajahnya memerah, tak pernah dia sampai semarah dan se-kecewa ini pada sang ayah. Hidupnya hancur setelah ayahnya menikah lagi, dan ibu tirinya yang jahat malah membawa anaknya dan menjadikan anak itu seolah anak sah keluarga Christoff!

"Sialan!! Sialan!!" Raven menangis histeris, sejak muda dia hanya memiliki satu permintaan khusus itu pada ayahnya, tapi jawaban ayahnya membuatnya kecewa dan hancur hati.

"Dad.. Itu hanya sebuah tugu, untuk ibukuuu...untuk ibu yang kusayangiiii!!! Kenapa kau tidak bisa memberikannya!?? Aku bukan butuh tuguuunyaaa... Tapi aku butuh bukti bahwa kau juga pernah mencintai nya!!!!"

"Agar setidaknya aku tidak terlalu membencimuuu.... tapi apa!!! Tapi apa yang kau katakan!? Kau sama sekali tidak ada hubungan dia Ibuku arrkrhhhhh..... " Raven histeris, dia menangis seperti orang gila.

Hidupnya hancur, hatinya berkali-kali ditusuk.

Raven menangis, dia mengangguk sebotol penuh minuman beralkohol.

Pikirannya sudah benar-benar kacau, "Aku akan menyusul mu mom, aku akan menyusul mu Mommy... Hiks hiks hiks... Tunggu Raven mom... Tunggu Raven di sana!!" ucapnya sambil mengusap wajahnya

Air matanya tak kunjung berhenti, dia mengeluarkan sepeda motor dari parkiran rumahnya. Dengan dua botol minuman beralkohol, dia membawa dirinya di atas motor dan melaju kencang dengan niat menghabisi nyawanya sendiri.

LKH Me 3

Raven melaju dengan kencang, sambil sesekali menertawakan hidupnya yang menyedihkan.

Raven adalah anak seorang pria kaya raya dari kerajaan bisnis Christoff yang sudah diwariskan turun temurun oleh nenek moyang mereka.

Raven awalnya diharapkan menjadi penerus untuk bergelut di dunia bisnis Properti yang membuat keluarganya kaya raya.

Tetapi dengan berani pria jenius yang berhasil meraih gelar PhD di usia muda itu memilih jalur takdirnya sendiri dan melawan kehendak ayahnya.

Daripada harus menuruti permintaan ayah dan ibu tirinya, dia memilih menjadi anak pembangkang yang disebut sok jagoan dan cupu, juga manusia sinting yang tak tahu bersosialisasi.

Bertahun-tahun dia mengisolasi hidupnya sendiri dalam ruang lingkup dunia pendidikan dan juga dunia arsitek. Melakukan apapun yang dia mau, menjadi apapun yang dia mau dan menyembunyikan semuanya dengan identitasnya sebagai anak lelaki culun yang bodoh, tidak tahu apa-apa dan tidak bisa diandalkan.

Tetapi semua usahanya meningkatkan kualitas dirinya hancur begitu mendengar pernyataan tuan Justin.

"Aku tidak pernah mencintai perempuan idiot yang cacat itu, kau juga hadir dalam hidupku sebagai parasit karena kesalahan malam pertama saat si jal4ng sialan yang sudah membusuk itu menggodaku di malam itu!!"

Kata kata itu sangat menyakitkan!

Bagi tuan Justin, menikahi ibu kandung Raven adalah kesalahan terbesar baginya. Kesalahan terbesar karena pernikahan mereka terjadi hanya karena sebuah kesalahan malam pertama di masa lalu, yang memaksa tuan Justin menikah.

"Beruntung wajahnya sedikit bisa diandalkan! Jika tidak, membawanya keluar rumah pun aku tidak sudi karena kaki buntungnya yang menjijikkan itu!!"

Kalimat menyakitkan itu lagi lagi teringat di kepala Raven. Apakah di akhir hidupnya ini dia hanya akan mengingat semua kenangan buruk dari sang ayah yang begitu kejam bahkan tak berperasaan sama sekali?

Apakah dia datang ke kota itu hanya untuk mengingat semua kata kata buruk ayahnya tentang mendiang ibunya yang meninggal dengan cara yang sama sekali Raven tidak ketahui?

"Hahahaha... Hancur!! "

"Kalian semua menghancurkan hidupku!!!" pekik Raven sambil menangis.

Dia tiba di sebuah tebing dengan area terjal karen terhubung langsung dengan jalur laut.

Tebing itu terlihat hijau, karena musim semi telah tiba. Raven meletakkan motornya di sana, dia menatap ke arah area itu sambil tersenyum dengan pikiran gilanya.

Digenggamnya dua botol minuman alkohol itu lalu di masukinya tebing yang masih alami itu. Tebing tinggi yang jelas jelas diberi tanda peringatan untuk tidak dimasuki karena ada hewan buas dan area perjalanan yang terjal.

Raven masuk dengan pikiran tidak waras sambil bergumam, sambil menangisi hidupnya yang sia-sia.

Setapak demi setapak, dia menyusuri area yang begitu curam itu. Menatap penuh kesedihan seolah tengah mengadu pada sang langit atas takdir yang terus melibasnya sampai hancur.

Jalannya curam, batuan besar dan duri tajam melukai kakinya, tapi dia tak peduli.

Hingga Raven tiba di pinggir tebing curam dengan aliran sungai yang deras dan dingin di bawah sana menyambutnya.

"Hahahah.... Mom, aku akan pulang, aku akan kembali padamu Mom!!" teriak pria itu sekuat tenaga.

Dia menatap langit, cerita miliknya akan berakhir hari ini. Sebotol demi sebotol minuman itu dia tenggak sampai habis tak bersisa.

Pinggir tebingnya terjal sekali, membuatnya terhuyung huyung di depan jurang yang curam itu.

Sakit!!

Tak terungkapkan bagaimana rasa sakit di hatinya saat ini.

Hidup tanpa kasih sayang, tanpa cinta, bagaikan mesin yang diprogram untuk menjalankan perintah.

"hahahha... Hidupku hanya permainan!! "

Dia berteriak lagi sambil menangis histeris.

"iyaaaa..... Benar katamu!!!" tiba tiba suara seorang perempuan muda terdengar.

Raven tersentak kaget, dia menoleh dengan cepat dan memerangkap seorang gadis belia yang duduk dengan kedua kaki menggelantung beberapa meter dari posisi Raven.

Tampaknya perempuan itu masih sangat muda.

"A.. Apa yang kau lakukan di sini bocah kecil!? Kau orang Indonesia!?" tanya Raven sambil mengusap keringatnya.

Gadis bertubuh kecil itu menoleh sambil tersenyum. Angin lembut membelai wajahnya yang mungil, senyuman indah dari bibir pecah pecahnya yang berbentuk hati menghiasi wajahnya.

Raven tertegun sejenak, gadis itu sangat polos, dan juga menawan!

"Sama seperti mu kak, aku ingin terjun ke bawah, aku orang Indonesia, " balasnya sambil menarik sesuatu dari sisi tubuhnya, sebuah belati berlumuran darah dan tali tambang penuh noda darah.

Raven terkejut bukan main. Sedang apa seorang gadis SMA sendirian di hutan dengan alat-alat itu!?

Dan lagi, dia berasal dari negara yang sama dengan Raven, Indonesia!

"Ka.. Kau tidak takut mati!?" tanya Raven dengan konyolnya.

" Kalau aku takut mati, aku sudah terjun sejak satu jam lalu mendahuluimu kak, hehehe... Tapi gagal karena aku masih takut!" jawabnya sambil tertawa cengengesan.

Sungguh gadis remaja yang aneh, masih bisa dia tersenyum di saat membahayakan seperti ini.

Raven terkejut, ternyata ada orang yang lebih gila dari dirinya dan dia adalah seorang gadis remaja cantik yang ada di hadapannya.

Gadis itu bangkit berdiri, dia menepuk pakaiannya dari debu tebing yang kotor.

"Hah... Melelahkan!" gumamnya sambil berjalan mendekati Raven.

Gadis itu sangat ramah, dia menatap Raven dengan senyuman lembut.

"Hai kak, salam kenal, aku Maudy Siloh!" ucapnya sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Raven terkejut, sangat jarang ada yang mau berkenalan dengannya, karena penampilannya yang cupu, tubuhnya yang berisi dan juga wajahnya yang penuh jerawat, tapi gadis itu menyambutnya dengan senyuman ramah di ujung tempat antara hidup dan mati mereka.

Entah bagaimana keduanya sampai di sana, lebih mengejutkan lagi, bagaimana gadis bertubuh kecil itu bisa sampai seorang diri di tempat terpencil itu.

"Salam kenal, " jawabnya sambil membalas jabatan tangan Maudy tanpa memberitahu namanya, namun tampaknya Maudy tak masalah dengan itu.

Mereka berdua saling menatap sejenak, "Kenapa kakak mau mati?" tanya Maudy blak-blakan seolah kematian bukan hal yang besar.

"Pertanyaan mu sedikit mengejutkan, kau sendiri kenapa bermain di tebing ini sendirian? Ku tebak kau masih anak SMA, sedang apa di sini sendirian?" tanya Raven heran.

"hummm... Aku juga mau mati!" jawabnya sambil membuang nafas kasar.

Tentu saja jawaban Maudy membuatnya terkejut, gadis itu benar benar di luar nalarnya.

"Ahh.... maaf aku mengganggumu!" ucap Raven.

Maudy tersenyum getir," Kak, apa hidup kakak berat?" tanya Maudy dengan nada sendu, dia menatap kosong ke arah langit Itali yang cerah.

Pertanyaan gadis itu menusuk hati Raven, tentu saja dia menjalani hidup yang berat, jika tidak dia tak akan melarikan diri jauh jauh ke kota itu.

" Maudy juga punya hidup yang berat, " ucapnya pelan.

"Tapi saat kaki Maudy akan melompat dari tebing ini, seketika semua rasa sakit, bayangan kesedihan, penderitaan dan ketidakadilan yang Maudy alami terlintas bagai film di kepala Maudy," tuturnya.

Raven mendengarkan dengan seksama, dia menatap gadis itu, terlihat jelas kalau dia sering mengalami kekerasan, buktinya ada di sekujur lengan dan kakinya yang memiliki banyak bekas luka.

"Saat Maudy akan melompat, Maudy sadar, mati bukan jawaban yang tepat untuk rasa sakit yang Maudy alami,"

"Maudy harus bertahan, harus berjuang lebih keras lagi, meski setelah hari ini keadaan tidak membaik, Maudy harus memperjuangkan hidup Maudy!" ucapnya sambil menoleh dan menatap Raven dengan kepala mendongak.

"Jadi kakak juga harus semangat ya! Jangan biarkan siapapun yang menyakiti kakak, tertawa atas kematian sia sia kakak!" ucap Maudy sambil tersenyum manis.

Waktu seolah berhenti sejenak, Hanya sebuah kata semangat, berhasil menggugah hati seorang Raven. Hari itu, akan dia kenang selalu, hari di mana kematian bukan lagi hal menakutkan baginya, namun mati sia sia membiarkan semua orang tertawa membuat darahnya berdesir.

"Hiduplah walaupun hari esok belum tentu lebih baik, hiduplah!!" Teriak Maudy dengan lantang sambil menangis perlahan menatap lepas ke arah langit yang luas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!