Stevi Amora adalah seorang wanita cantik yang berusia dua puluh lima tahun dan saat ini Stevi sudah mengurus perusahaan Papanya dan menjadi pebisnis muda.
Stevi mempunyai sahabat sejak kecil, namanya Maya Septa. Maya adalah seorang anak sopir angkot tapi Stevi tidak pernah memandang Maya dari status sosialnya, justru Stevi yang sering membantu Maya apabila Maya mengalami kesusahan dalam urusan keuangan.
Flash back on...
Dua tahun yang lalu di sebuah kampus ternama, dua orang wanita cantik sedang duduk di kursi taman kampus.
"May, saat ini aku sedang menyukai seorang pria," seru Stevi antusias.
"Hah, serius kamu? kok kita bisa samaan sih, saat ini aku juga sedang suka sama seseorang," sahut Maya tak kalah bahagianya.
"Astaga, mentang-mentang kita sahabatan kok bisa samaan. Memangnya siapa pria yang kamu sukai?" tanya Stevi.
"Aku malu Stev, mending kamu duluan yang ngasih tahu aku," sahut Maya.
"Enggak ah kamu duluan, nanti baru aku," seru Stevi.
"Ya sudah, tapi kamu jangan ketawain aku ya, soalnya kalau menurut aku perasaan ini tidak mungkin terbalaskan."
"Loh, kenapa?"
"Karena aku dan dia bagaikan bumi dan langit, dia anak orang kaya sedangkan aku hanya anak sopir angkot."
"Ih, kok kamu ngomongnya gitu sih? jodoh kita itu mana ada yang tahu, buruan bilang siapa pria itu, aku jadi penasaran," seru Stevi.
"Pria itu Kak Alex, Stev."
Deg....
Seketika jantung Stevi berdetak sangat cepat, dia tidak menyangka kalau Maya sahabatnya menyukai Alex karena pria yang Stevi suka adalah Alex juga.
"Hai, kok kamu malah melamun sih? aku sudah bilang siapa pria yang aku sukai, sekarang giliran kamu yang kasih tahu aku, siapa pria beruntung yang disukai oleh Stevi," goda Maya.
"Ah itu, sebenarnya aku juga tidak tahu siapa dia karena aku menyukai pria di kampus sebelah, kebetulan pria itu sering lewat depan rumahku," dusta Stevi.
"Lah, berarti kamu suka sama pria yang belum kamu kenal dong."
"Iya."
Tidak lama kemudian, Alexander Brasco yang sering dipanggil Alex itu menghampiri Stevi dan Maya.
"Halo Stevi, halo Maya."
"Halo Kak Alex."
"Ehmm..Stev, boleh aku pinjam Maya sebentar? soalnya ada sesuatu yang mau aku katakan sama Maya," seru Alex.
"Oh, silakan," sahut Stevi.
"May, ikut aku yuk sebentar ada sesuatu yang harus aku katakan sama kamu," seru Alex.
"Stev, aku tinggal sebentar ya."
"Iya, May."
Alex dan Maya pun akhirnya pergi, Stevi hanya bisa menatap kepergian keduanya dengan tatapan sedih.
"Kenapa aku dan Maya harus suka kepada pria yang sama?" gumam Stevi.
Stevi mengotak-ngatik ponselnya untuk melihat-lihat sosial media milik Alex. Alex memang anak yang ramah dan baik hati, meskipun dia anak seorang pengusaha kaya raya tapi Alex tidak pernah sombong dan itu yang membuat para wanita menyukai Alex, termasuk Stevi.
Beberapa saat kemudian, Maya dan Alex kembali dengan raut wajah yang berseri-seri.
"Maaf Stev, lama menunggu," seru Maya.
"Ah, tidak apa-apa."
Stevi melihat Alex dan Maya saling bergandeng tangan, dan Stevi bisa menebak kalau saat ini mereka sudah jadian.
"Stev, coba tebak, aku punya berita bahagia untukmu," seru Maya bahagia.
"Apa?"
"Aku dan Kak Alex sudah jadian, ternyata barusan Kak Alex nembak aku," sahut Maya dengan mata berbinar-binar.
Jleb...
Hati Stevi begitu sakit mendengar semua itu, bagaikan ada seribu jarum yang menusuk-nusuk hatinya, rasanya sangat sakit. Stevi mati-matian menahan airmatanya supaya tidak menetes.
"Sebagai perayaan hari jadi kita, aku mau mengundang kamu dan anak-anak yang lain nanti malam datang ke restoran xxx karena aku akan mentraktir kalian semua," seru Alex.
"Ah, iya."
"Kamu harus datang ya, Stev," seru Alex.
"Oke, Insya Allah."
"Sayang, kalau begitu aku pergi dulu ya, soalnya aku mau kasih tahu teman-temanku mengenai kabar bahagia ini," seru Alex.
"Oke."
Dada Stevi semakin sesak saat mendengar kata sayang yang dilontarkan Alex untuk Maya.
"Stev, aku duluan ya."
"Oke, Kak."
Alex pun akhirnya pergi dari sana, dan Maya langsung memeluk Stevi.
"Aku bahagia sekali Stev, ternyata selama ini Kak Alex juga menyukaiku dan dia baru berani mengungkapkannya sekarang. Sumpah demi apa pun aku sangat bahagia, aku do'akan semoga kamu juga segera mendapatkan pria yang mencintaimu."
"Amin May. Selamat ya May, semoga hubungan kamu dan Kak Alex langgeng sampai maut memisahkan," sahut Stevi dengan bibir bergetar.
"Amin."
"May, aku kebelet nih mau ke toilet dulu, kamu duluan saja ke kantin kampus nanti aku nyusul."
"Oke."
Stevi segera berlari menuju toilet, selama dalam perjalanan Stevi tidak bisa menahan airmatanya lagi. Hingga Stevi sampai di toilet, dia langsung masuk dan menangis sejadi-jadinya di sana.
Hati Stevi benar-benar hancur, dia tidak menyangka kalau cintanya akan layu sebelum berkembang.
Stevi merupakan anak yang termasuk introvert, hanya kepada Maya dia berani bercerita apa pun. Sudah sejak lama Stevi menyukai Alex tapi Stevi tidak berani untuk mengungkapkan perasaannya.
"Ya ampun, kenapa hati aku sakit banget ini?" batin Stevi dengan memukul-mukul dadanya sendiri.
Stevi memang punya segalanya tapi dia tidak pernah merasa bahagia, bahkan semua yang dia inginkan rasanya Maya yang selalu mendapatkannya.
Stevi menghubungi Maya kalau saat ini Stevi pulang duluan, sungguh hati Stevi saat ini sedang tidak baik-baik saja dan Stevi takut Maya curiga, maka dari itu Stevi memilih untuk pulang.
"Maya sangat beruntung, dia selalu bisa mendapatkan apa yang dia mau," batin Stevi.
Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya Stevi pun sampai di rumah. Stevi langsung masuk ke dalam kamarnya dan di dalam kamar, Stevi kembali menangis tersedu-sedu.
Sebenarnya banyak pria yang menyukai Stevi tapi Stevi tidak pernah merespon mereka karena memang hati Stevi hanya untuk Alex seorang.
Sementara itu, saat ini Alex sedang mengantarkan Maya pulang.
"Sayang, kamu kenapa? Kok dari tadi diam saja?" tanya Alex.
"Aku lagi mikirin Stevi."
"Memangnya kenapa dengan Stevi?"
"Enggak, tadi aku merasa aneh saja dengan sikap dia. Tidak biasanya dia pulang sendirian, karena pasti dia akan mengajak aku tapi hari ini dia malah izin pulang duluan," sahut Maya.
"Mungkin saja saat ini Stevi sedang ada urusan, tapi kok kamu sepertinya sedih sih? mulai sekarang aku akan antar jemput kamu, jadi kamu jangan merepotkan Stevi lagi."
Maya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, sungguh Maya sangat bahagia karena cintanya terhadap Alex terbalaskan. Maya tidak tahu kalau Stevi, sahabatnya juga sangat mencintai Alex dan saat ini sedang meratapi nasibnya yang tidak seberuntung Maya
Flash back off...
Dua tahun sudah, Stevi selalu dihantui oleh bayang-banyang Alex dan itu sangat mengganggu dan menyiksa Stevi.
"Ya Allah, tolong hilangkan Kak Alex dari ingatanku karena aku sudah tidak mau memikirkan dia lagi," batin Stevi.
Setelah lulus kuliah enam bulan yang lalu, Stevi langsung masuk perusahaan Papanya dan belajar mengurus perusahaan. Begitu juga dengan Maya yang ikut bekerja bersama Stevi dan Stevi menjadikan Maya sebagai sekretarisnya.
Sedangkan Alex sudah lulus dua tahun yang lalu, dan saat ini Alex sedang belajar di Perancis untuk menjadi pebisnis hebat. Alex dan Maya menjalani hubungan jarak jauh dan itu membuat Stevi sedikit aman karena tidak harus sakit hati karena melihat kemesraan Maya dan Alex.
Tok..tok..tok..
"Masuk."
"Pagi Bu, hari ini Ibu akan bertemu dengan seseorang dari perusahaan Brasco Grup di sebuah restoran," seru Maya.
"Siapa? Kak Alex?" tanya Stevi.
"Bukan Bu, tapi adiknya Pak Alex namanya Thomas beliau baru pulang dari Belanda," seru Maya.
"Oh, baiklah kamu tunggu di bawah saja lima menit lagi aku akan segera turun."
"Baik, Bu."
Maya pun dengan cepat keluar dari ruangan Stevi, di dalam kantor obrolan mereka memang formal tapi kalau di luar jam kerja, mereka akan kembali berbicara dengan bahasa yang biasa mereka pergunakan sehari-hari."
"Stevi, ayo semangat! Mulai sekarang kamu harus melupakan Alex karena Alex sudah menjadi milik wanita lain," batin Stevi menyemangati dirinya sendiri.
Stevi pun bangkit dari duduknya dan menyambar tas selempang yang menggantung di kepala kursi. Maya mulai melajukan mobilnya ke sebuah restoran mewah.
Stevi memang sudah mengajarkan banyak hal termasuk cara mengendarai mobil kepada Maya, banyak hal yang sudah Stevi berikan kepada Maya jadi Maya sangat sadar diri dan berusaha mengabdikan dirinya di keluarga Stevi.
"May, bagaimana hubungan kamu dengan Kak Alex?" tanya Stevi.
"Baik-baik saja kok Stev, setiap hari kita masih selalu berhubungan."
"Syukurlah, oh iya kamu gak kenal sama adiknya Kak Alex?"
"Kamu kaya gak tahu aja, Kak Alex itu tidak pernah mengenalkan aku kepada keluarganya jadi aku mana tahu sama adiknya."
"Apa kamu tidak pernah meminta kepada Kak Alex untuk memperkenalkan kamu kepada keluarganya? Kalian sudah lama pacaran, masa iya mau backstreet terus."
"Aku maunya gitu, tapi Kak Alex bilang belum waktunya."
Stevi hanya bisa terdiam, dia tidak tahu harus bilang apa kepada Maya yang Stevi bisa hanya menyemangati Maya walaupun pada kenyataannya hatinya begitu sangat sakit.
Alex sampai saat ini memang tidak pernah memperkenalkan Maya kepada keluarga besarnya, bukan tanpa alasan Alex melakukan semua itu. Alex tahu bagaimana watak keluarganya, mereka memandang seseorang dari status sosial jadi Alex takut kedua orang tuanya akan menentang hubungannya dengan Maya, secara Maya hanya anak seorang sopir.
Tidak lama kemudian, Maya pun menghentikan mobilnya di sebuah restoran mewah khas makanan Jepang. Maya dan Stevi di bawa ke ruangan privat karena Thomas sangat tidak suka dengan suasana ramai.
"Nona, silakan masuk!" seru pelayang restoran itu.
"Terima kasih."
Stevi dan Maya pun masuk, terlihat seorang pria tampan duduk sendirian dengan pandangannya fokus ke ponsel pintarnya.
"Selamat siang, Pak Thomas," sapa Stevi.
"Selamat siang."
Thomas mendongakkan kepalanya dan seketika Thomas melongo saat melihat Stevi.
"Maaf Pak Thomas, aku sedikit terlambat karena barusan jalanan sedikit macet," seru Stevi.
"Ah, tidak apa-apa, silakan duduk."
Thomas menggeser kursi dan mempersilakan Stevi untuk duduk, begitu pun dengan Maya. Thomas tidak melepaskan pandangannya terhadap Stevi, entah kenapa Thomas jatuh cinta kepada Stevi pada pandangan pertamanya.
"Aku tidak menyangka kalau pemilik perusahaannya seorang wanita cantik," puji Thomas.
"Ah, Pak Thomas terlalu berlebihan," sahut Stevi.
"Berlebihan? Aku rasa tidak, karena pada kenyataannya kamu memang wanita yang sangat cantik."
Stevi menyunggingkan sedikit senyumannya, begitu pun dengan Maya yang terlihat memperhatikan Thomas.
"Ternyata adiknya tidak kalah tampan dengan Kak Alex," batin Maya.
Thomas dan Stevi mulai berbincang-bincang masalah pekerjaan, dan beberapa saat kemudian Stevi pun menyetujui untuk bekerja sama dengan perusahaan milik keluarga Brasco itu.
"Stev, apa nanti malam kamu ada acara?" tanya Thomas.
"Ehhmm...sepertinya tidak ada."
"Mau tidak, kalau aku ajak kamu keluar?"
Stevi menoleh ke arah Maya dan Maya tampak menganggukkan kepalanya. Stevi terdiam sejenak dan memikirkan apa yang akan dia jawab.
"Apa salahnya kalau aku menerima ajakannya? lagipula aku butuh teman ngobrol supaya aku bisa melupakan Kak Alex," batin Stevi.
"Kok malah melamun? Bagaimana, mau tidak? Tapi kalau kamu tidak bisa juga tidak apa-apa," seru Thomas.
"Boleh."
"Serius? Kalau begitu nanti malam aku jemput kamu dan sekarang tolong kamu catat nomor ponsel kamu," seru Thomas dengan memberikan ponselnya kepada Stevi.
Stevi dengan cepat mengetik nomor ponselnya. "Maaf Pak Thomas, aku harus segera kembali ke kantor soalnya masih ada banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan," seru Stevi.
"Baiklah, mau aku antarkan?"
"Ah, tidak usah aku bawa mobil sendiri kok."
Stevi dan Maya pun meninggalkan Thomas dan pergi kembali ke kantor Stevi. Ada sedikit rasa tidak rela di hati Maya, dari dulu sampai sekarang Maya memang selalu iri kepada Stevi karena Stevi bisa mendapatkan apa yang dia mau bahkan setiap bertemu dengan pria, Stevilah yang selalu menjadi pusat perhatian.
"Kapan aku bisa seperti Stevi?" batin Maya.
***
Malam pun tiba...
Malam ini Thomas menjemput Stevi ke rumahnya, Thomas berbincang-bincang dengan kedua orang tua Stevi.
"Nak Thomas, Stevi kalau dandan suka lama jadi mohon bersabar ya," seru Mami Nia.
"Tidak apa-apa, Tante."
"Kamu adiknya Alex, kan?" tanya Papi Heri.
"Iya Om, saya baru saja kembali dari Belanda dan langsung disuruh mengurus perusahaan oleh Papa."
"Baguslah, Peter memang beruntung mempunyai dua putra yang pinter dan tampan seperti Alex dan Thomas," puji Papi Heri.
Tidak lama kemudian, suara langkah kaki membuyarkan perhatian Thomas. Stevi menuruni anak tangga, Thomas sampai terpesona melihat Stevi yang malam ini tampil sangat cantik.
"Ayo, kita berangkat. Mi, Pi, Stevi pergi dulu."
"Iya, sayang."
"Om, Tante, Thomas bawa Stevi jalan-jalan dulu."
"Iya, tapi pulangnya jangan terlalu malam."
"Siap, Om."
Thomas dan Stevi pun pergi, Mami Nia dan Papi Heri tampak menyunggingkan senyumannya.
"Thomas dan Stevi terlihat sangat cocok ya, Pi."
"Iya, Thomas anak yang baik."
"Mudah-mudahan mereka jodoh, karena menurut Mami mereka sangat cocok."
"Mudah-mudahan saja, Papi sudah lama berteman dengan Bobby dan memang dari dulu Papi ada rencana ingin menikahkan Stevi dengan salah satu anak Bobby. Mau Alex atau pun Thomas sama saja, mereka anak-anak yang pinter dan pekerja keras," sahut Papi Heri.
Selama dalam perjalanan, Stevi tidak bicara sama sekali dia memalingkan wajahnya ke luar jendela.
"Malam ini kamu cantik sekali, Stev."
"Terima kasih."
"Hmm..kita mau makan di mana? Apa kamu punya rekomendasi?"
"Tidak ada, terserah kamu saja."
Thomas menyunggingkan senyumannya, dia pun menghentikan mobilnya di sebuah restoran mewah yang pengunjungnya pun bisa dihitung memakai jari.
Suasana di dalam restoran begitu sangat romantis, Thomas memang berencana menyatakan cintanya kepada Stevi malam ini juga. Entah kenapa Thomas langsung jatuh hati kepada Stevi pada pandangan pertama.
"Mau makan apa?" tanya Thomas.
"Samain aja sama kamu."
Thomas memesan steak, dan tidak lama kemudian pesanan Thomas pun datang. Keduanya langsung melahap makanannya, tidak ada yang bicara sama sekali tapi Thomas secara diam-diam sering mencuri-curi pandang kepada Stevi.
"Wanita ini sempurna sekali, sudah cantik, anggun, pinter, berkelas lagi. Ya Allah, baru kali ini aku tergila-gila kepada seorang wanita," batin Thomas.
Thomas di Belanda memang terkenal rajanya clubing, dia sering gonta-ganti wanita dan terkenal playboy juga tapi kelakuan Thomas hanya sebatas ciuman tidak sampai berakhir di atas ranjang.
Thomas sangat menghargai wanita, dia tidak mau merusak wanita karena belum tentu wanita itu menjadi jodohnya. Thomas tidak pernah mempunyai perasaan kepada wanita mana pun walaupun mereka cantik dan seksi, tapi tidak tahu kenapa sejak tadi siang dia bertemu dengan Stevi, ada getaran-getaran aneh yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Setelah selesai makan malam, Thomas berpindah duduk ke samping Stevi membuat Stevi sedikit kaget. Thomas meraih tangan Stevi. "Stevi, mungkin ini terlalu cepat tapi semenjak aku bertemu kamu tadi siang, aku sudah jatuh cinta kepadamu. Kamu adalah wanita pertama yang berhasil membuat hatiku bergetar. Maukah kamu menjadi seseorang yang mengisi hatiku?" seru Thomas.
Stevi kembali terkejut dengan ungkapan cinta Thomas yang sangat tiba-tiba itu.
"Tapi kita baru bertemu tadi siang, kita belum saling kenal satu sama lain. Apalagi kamu belum tahu aku seperti apa orangnya," seru Stevi.
"Aku tidak peduli, aku mau menerima kelebihan dan kekurangan kamu."
Stevi terdiam, dia bingung harus jawab apa..
"Thomas, bisakah aku memikirkannya terlebih dahulu? Aku tidak bisa langsung menjawabnya sekarang."
Thomas mencium punggung tangan Stevi. "Aku akan setia menunggu jawabanmu, tapi aku harap kamu jangan terlalu lama memikirkannya karena aku tidak akan kuat kalau harus menunggu terlalu lama," seru Thomas.
Stevi tersenyum dan menganggukkan kepalanya, setelah selesai makan malam bersama Thomas pun mengajak Stevi untuk pulang karena Thomas sudah berjanji tidak akan pulang terlalu malam.
Sesampainya di rumah, Stevi langsung masuk ke dalam kamarnya. Stevi terduduk di ujung ranjang, dia memikirkan apa yang tadi Thomas ucapkan.
"Apa aku terima saja cintanya Thomas? Tapi, aku masih belum bisa melupakan Kak Alex sampai saat ini di hatiku hanya ada Kak Alex dan sama sekali tidak berubah," batin Stevi.
Cinta Stevi kepada Alex memanglah sangat besar, untuk saat ini Stevi hanya bisa mencintai dalam diam dan itu rasanya sangat menyakitkan.
Kalau Stevi egois, Stevi bisa saja meminta bantuan kepada Papinya untuk menjodohkannya dengan Alex tapi Stevi tidak mau karena Stevi tahu, itu akan membuat sahabatnya Maya sedih.
***
Keesokan harinya...
"Pagi Pi, Mi!" sapa Stevi dengan mencium pipi kedua orang tuanya itu.
"Pagi, sayang."
"Bagaimana tadi malam, apa kalian sudah jadian?" goda Mami Nia.
"Idih, Mami apaan sih, ngaco deh kalau ngomong," sahut Stevi dengan mengambil selembar roti tawar dan mengolesinya dengan selai blueberry kesukaannya.
"Kok ngaco sih sayang, Thomas anak yang baik loh dan keturunan dari keluarga baik-baik juga. Lagipula kalian sama-sama sendiri, apa salahnya kalau kalian menjalin hubungan. Mami sudah ingin mempunyai menantu," seru Mami Nia.
"Mami, Stevi baru saja bertemu dengan Thomas tidak semudah itu Stevi menjalin hubungan. Stevi butuh waktu untuk mengenal lebih jauh lagi mengenai Thomas."
"Kamu itu sudah dewasa sayang, kaya remaja aja butuh pengenalan."
"Iya dong Mi, Stevi itu mencari calon suami jadi harus selektif dong. Memangnya Mami dan Papi mau apa, nantinya Stevi tidak bahagia."
"Tidak dong sayang, enak saja. Papi itu membesarkan kamu penuh dengan kasih sayang, jangan sampai suami kamu nanti menyakiti kamu dan membuat kamu tidak bahagia, kalau sampai itu terjadi Papi tidak akan pernah melepaskan pria itu," geram Papi Heri.
"Nah, makanya Stevi tidak mau terburu-buru menjalin sebuah hubungan. Untuk saat ini biarkan Stevi dan Thomas berteman dulu dan saling mengenal satu sama lain, Stevi yakin kalau Stevi dan Thomas berjodoh apa pun hal yang menghalangi, tidak akan pernah bisa memisahkan kita berdua."
"Ya sudah, terserah kamu sajalah sayang."
"Selamat pagi, semuanya!"
Stevi dan kedua orang tuanya menoleh. "Thomas."
"Selamat pagi Om, Tante. Selamat pagi cantik," seru Thomas dengan memberikan buket bunga kepada Stevi.
"Apaan sih, pagi-pagi sudah memberiku bunga," seru Stevi dengan menerima bunga dari Thomas.
"Kamu romantis banget sih Thomas, persis seperti Papinya Stevi," seru Mami Nia.
"Oh jelas dong Tante, wanita secantik Stevi itu memang harus diperlakukan secara spesial."
"Apaan sih, gombal mulu," seru Stevi dengan memukul pelan lengan Thomas.
"Thomas, ayo ikut sarapan dengan kami," seru Papi Heri.
"Ah iya, kebetulan Thomas belum sarapan ini."
"Idih, dasar pria gak tahu malu," ledek Stevi.
"Gak apa-apa, bahkan aku rela melakukan hal yang paling memalukan sekali pun kalau itu bisa dekat terus denganmu," seru Thomas dengan mengedipkan sebelah matanya.
Stevi mencubit lengan Thomas dengan gemasnya membuat Thomas meringis kesakitan. "Aw, sakit Stev!" teriak Thomas.
"Papi, lihatlah pria ini genit dan godain anak gadis Papi," rengek Stevi dengan manjanya.
Papi Heri dan Mami Nia terkekeh, sedangkan Thomas mengacak-ngacak rambut Stevi dengan gemasnya.
"Anak gadis Om Heri kenapa menggemaskan sekali sih," seru Thomas.
"Sudah-sudah, lanjutkan dulu sarapan kalian kaya anak kecil saja bercanda terus," seru Papi Heri.
Setelah selesai sarapan, Thomas mengantar Stevi ke kantornya. Selama dalam perjalanan, Thomas tidak henti-hentinya berceloteh dan menceritakan hal yang lucu-lucu membuat Stevi terus saja tertawa.
"Astaga, perut aku sakit ternyata kamu bisa juga stand up komedi," seru Stevi.
"Iya dong, apa yang tidak aku bisa. Thomas Brasco gitu loh."
"Gitu aja bangga," ledek Stevi.
Untuk pertama kalinya Stevi bisa tertawa lepas, hingga tidak lama kemudian mereka pun sampai dan terlihat Maya sudah menunggu di depan kantor.
"Terima kasih Thomas, sudah mau mengantarkan ku."
"Hai, kamu pikir ini gratis."
"Hah, jadi maksud kamu aku harus bayar gitu?" seru Stevi.
"Iya dong, tidak ada yang gratis di dunia ini."
"Menyebalkan sekali, kalau tahu akan seperti ini lebih baik tadi aku naik grab aja," gerutu Stevi.
Stevi merogoh tasnya dan mengambil uang seratus ribu, lalu menyerahkan uang itu kepada Thomas.
"Ini ongkosnya."
Thomas tertawa terbahak-bahak membuat Stevi bingung.
"Kok malah tertawa sih? Katanya tadi minta di bayar."
"Aku tidak butuh uang itu maksud aku, kamu harus membayarnya dengan makan siang bersamaku."
"Astaga, kirain apa."
"Bagaimana? Mau tidak?"
"Hmm..boleh."
"Oke, nanti siang aku jemput kamu."
"Siap, kalau gitu aku masuk dulu ya."
Stevi pun keluar dari dalam mobil Thomas, Thomas melambaikan tangannya dan meninggalkan kantor Stevi.
"Kok, Stevi bisa bareng sama Thomas? Apa mereka sudah jadian?" batin Maya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!