Udara terasa sejuk dibarengi dengan angin sepoi mengurai rambut Mada yang dikuncir ekor kuda, membuat poni tipisnya semakin berantakan. Meski sore itu matahari tidak terlalu terik, namun keringat menemani perjalanan mereka menaiki perbukitan disalah satu kaki gunung besar di kota itu. Nafas sedikit terengah, dengan tongkat ditangan kanan dan ransel dipunggung menemani perjalanan mereka dengan kesunyian, tanpa ada sepatah kalimat keluar dari mulut mereka.
Akhirnya ada pos terakhir di depan mata. Karena tampak kelelahan, Mada memutuskan untuk istirahat sejenak. Ia duduk bersandar dibatang kayu tumbang. Tanpa banyak bertanya, Tobia yang menemani Mada mendaki waktu itu pun ikut istirahat duduk disebelahnya.
Beberapa kali Mada tampak menghela nafas panjang, meneguk air putih beberapa kali, lalu memejamkan mata beberapa saat. Tobia yang masih terdiam pun hanya bisa memperhatikan tingkah Mada dari sudut matanya.
.......🌾
Pertemuan pertama dulu...
Tobia sedang istirahat dibangku taman karena lelah berlari pagi. Tobia memang sangat suka olahraga. Dia tidak pernah absen lari pagi keliling komplek sampai akhirnya istirahat di taman dekat komplek perumahan. Biasanya dimulai lari pagi jam setengah 5 pagi. Namun karena ini hari minggu, sekolahnya pun libur, dia memutuskan untuk berlari pagi jam 6 berangkat dari rumah nya. Ketika Dia sedang meneguk air putih lalu seorang gadis kecil duduk disampinya dan bersandar ke bangku. Dari sudut matanya Tobia memperhatikan gadis cilik itu menghela nafas beberapa kali lalu memejamkan mata beberapa saat. Namun saat membuka mata, air mata mulai menetes dari mata gadis itu. Tobia yang waktu itu masih duduk di bangku SMK kesehatan kelas 2, bingung tidak tahu harus bagaimana. Tobia menggaruk- garuk kepalanya yang tentunya sebenarnya tidak gatal. Dia hanya bisa celingukan lalu terdiam mematung sambil memperhatikan gadis kecil berambut panjang dengan poni tipis yang mengenakan dress polkadot berwarna ungu yang saat itu tiba-tiba duduk disampingnya, menahan isak sambil kedua tangan terus sibuk mengusap air matanya.
Setelah beberapa saat gadis yang masih terisak itu beranjak lalu berjalan sambil menundukkan kepala dengan kedua tangan yang masih sibuk menghela air mata. Tobia yang awalnya hanya melirik dan memperhatikan, merasa khawatir, dengan diam-diam dia mengikuti gadis yang berjalan pelan itu. Entah apa yang terjadi dengan gadis itu, pikir Tobia. Tiba-tiba gadis itu berlari dan tentunya mengejutkan Tobia. Karena amasih khawatir, Tobia mengikutinya terus. Namun ternyata gadis itu menghampiri ayunan ditengah taman, dan duduk disana. Air mata yang sedari tadi tampak deras mengalir, tiba-tiba sudah terhenti saat gadis itu duduk diayunan sambil sesekali mendongak tampak menahan tangisnya pecah lagi. Dari balik pohon pucuk merah tak begitu jauh dari ayunan, Tobia masih memperhatikan.
Rasa penasaran dan khawatir menggerogoti batin Tobia, namun disaat yang sama ponsel Tobia berdering, ibunya memanggil.
"Tob... kamu masih lari pagi?" ucap sang ibu dari seberang panggilan.
"Masih bu, kenapa?"
"Kalau misal kamu ketemu anak perempuan kecil, berambut panjang, pakai baju polkadot ungu, nanti kabari Ibu ya..."
"Memang dia siapa bu?"
"Itu anak tetangga sebelah yang pindah kemarin. Tapi katanya nggak kerasan, makanya ngambek dan minta pulang kerumah lama, karena disana ada neneknya."
"Oh...oke bu," jawab Tobia dengan perasaan lega.
Namun meski akhirnya dia sudah tahu identitas si gadis, dia memutuskan tetap diam dan memperhatikan saja. Rasanya juga canggung dan bingung bagaimana harus menyapa. Sesaat Tobia melamun sambil melihat segerombolan burung yang hinggap di pohon cemara pendek tepat di depannya.
"Kakak tahu apa burung-burung itu satu keluarga atau hanya teman main yang seumuran saja?" Pertanyaan yang tentunya membuat Tobia kaget setengah mati.
"Haaah?!" Hanya itu yang keluar dari mulut Tobia sambil reflek mengelus dada.
"Menurut kakak, kira-kira sekelompok burung itu satu keluarga atau hanya teman yang ketemu dijalan ya?"
"Kamu umur berapa sih? Pertanyaanmu aneh," jawab Tobia sambil kebingungan sendiri.
"Aku 9 tahun. Kakak sudah SMA kan? Masa gitu nggak bisa jawab." Si gadis malah meledek.
"Ckckck ... dasar." kata Tobia sambil menyipitkan mata ke depan wajah si gadis, lalu ia berniat beranjak . "Kamu tersesat kan? Biar aku antar pulang." Kalimat Tobia tampak agak ketus.
"Kok kakak tahu kalau aku tersesat?"
"Bukannya tadi kamu nangis nggak jelas?"
"Habisnya aku sebel, aku nggak mau ikut pindah kesini tapi mamaku maksa. Padahal aku pengennya tinggal sama nenek aja."
"Berarti orang tua kamu itu baik, mereka nggak mau ninggalin kamu. Mungkin karena nenek kamu sudah tua juga. Jadi orang tuamu nggak mau membebani nenekmu. Makanya kamu yang manja itu diajak pindah kesini." Tobia meledek balik.
"Aku bukan manja! aku hanya nggak bisa ninggalin nenek dan kakek."
"Halah sama aja. Sekali manja tetap manja. Mmmwleeeeek!" Tobia makin meledek lalu berlari kecil dan dikejar si gadis.
"Kakak jahat!!! Aku nggak mau temenan sama kakak tetangga!" seru si gadis sambil mengejar Tobia.
"Sapa juga yang mau temenan sama kamu." Tobia masih meledek. "Btw kamu tahu kita tetanggaan?"
"Ya tahu lah. Kemarin pas aku sampai dirumah baru. Aku lihat kamu duduk di balkon samping rumahmu. sambil pornografi."
"Heeeh? Por ... pornografi?!" Tobia terkejut dengan kalimat si gadis polos, lalu menghentikan langkahnya.
"Iya. Kakak cuma pakai kolor, nggak pakai baju ... terus begini-begini." jawab si gadis sambil praktek beberapa gerakan seperti binaraga yang memperlihatkan otot lengannya atau mungkin gerakan king kong.
"Kamu lihat itu..."
"Ha... ha... Monyet Pornografi."
"Mo ... monyet?!" Tobia mulai kesal bercampur malu. "Anak kecil ngatai monyet ke yang lebih tua. Dasar!!"
Kali ini gantian si gadis yang berlari dan dikejar Tobia. Namun karena terburu-buru, si gadis tersandung dan terjatuh terjerembab, sehingga lututnya berdarah.
"Dasar manja. Sini naik ke punggung kakak."
"Sakit beneran Kak..." kata si gadis sambil menahan perih, ia naik ke punggung Tobia. Tobia menggendong si gadis dan bermaksud mengantarnya pulang.
Sampai didekat rumah, terlihat ibu dari si gadis sudah menunggu dengan cemas. Dan ibu Tobia juga ada disana bersama beberapa ibu tetangga lain.
"Mada!" seru ibunya si gadis yang ternyata bernama Mada itu sambil tergopoh ke arah Tobia.
"Puji Tuhan akhirnya ketemu. Dimana kalian bertemu Tob?" tanya ibunya Tobia.
"Di taman bu... Ternyata dia main kejauhan dan lupa jalan pulang. Ah... Tadi dia terjatuh dan lututnya lumayan terluka." jawab Tobia sambil jongkok menurunkan Mada dari punggungnya.
"Terima kasih nak Tobia, tante tidak tahu harus bagaimana kalau anak bandel ini sampai tidak ketemu kamu." kata ibunya Mada.
"Sama-sama tante, tadi kebetulan saja ketemu,,,anak bandel." kata Tobia sambil sedikit meledek Mada.
"Tobia,,,Jangan begitu dong... Yang rukun dong sama tetangga. Madakan belum hafal daerah sini." kata ibunya Tobia sambil menyubit pinggang Tobia. Sedangkan Mada hanya bisa melotot ke arah Tobia.
"Lain kali kalau misalkan Mada pingin keliling komplek, boleh minta tolong Tobia biar nemenin kamu. Jangan jalan-jalan sendirian." kata ibunya Tobia kemudian.
"Bilang terima kasih sama Tante... Kita beruntung loh dapat tetangga yang baik-baik semua." jawab ibunya Mada.
"Benar... Sesuai dengan nama yang diberikan orang tuanya, nak Tobia ini selalu menjadi anak yang bisa diandalkan. Ringan tangan tanpa pamrih. Sifatnya yang penyayang selalu membuatnya selalu ingin berguna untuk orang lain." kata seorang tetangga yang rumahnya berseberangan dengan rumah Mada.
"Ah.. Jangan terlalu memujinya bu... Nanti lama-lama anak ini jadi sombong." jawab ibunya Tobia. Sedangkan Tobia hanya bisa cengar-cengir.
"Bener kata bu Listia. Nak Tobia memang suka membantu siapa saja tanpa pamrih. Aku pernah melihatnya sendiri sewaktu nak Tobia ini membantu orang tua menyebrang jalan raya."
"Sudah-sudah ibu-ibu... Mari kita lanjutkan aktifitas kita. Mada sudah ketemu. pujian untuk anak saya kita sudahi dulu. Nanti bisa besar kepala ini anak." kata ibunya Tobia dengan sopan dan sambil tersenyum kepada para tetangganya.
"Baiklah... Sekali lagi terima kasih nak Tobia dan tetangga semua. Tolong dikabarkan dengan para bapak kalu Mada sudah pulang dalam kondisi baik." kata ibunya Mada.
"Sama-sama bu Harini. Kami pamit." jawab bu jharna yang rumahnya bersebelahan dengan bu Listia yang selalu tahu arti nama-nama orang.
Begitulah awal mula Tobia dan Mada saling mengenal. Usia mereka yang terpaut jauh tidak membuat mereka segan untuk berteman. Juga karena Tobia memiliki adik laki-laki yang waktu itu masih berumur 7 tahun membuat Mada sering main kerumah Tobia. Keluarga ini menjadi semakin dekat seperti saudara.
.......🌾
Kita kembali ke atas bukit....
Seakan sudah sangat hafal dengan watak Mada, Tobia selalu memberikan waktu untuk Mada menenangkan diri setiap Mada memiliki masalah apapun. Seperti saat ini, Tobia hanya mengajaknya mendaki , menemani dan menjaganya dari dekat, tanpa bertanya apapun sampai nanti Mada akan bercerita sendiri saat hatinya sudah bisa tenang.
Tobia membiarkan Mada melakukan apapun yang Mada inginkan. Dia akan menjaganya dan memperhatikannya dari dekat.
Setelah menghela nafas beberapa saat, Mada bangkit dari istirahatnya dan beranjak menuruni bukit. Tobia pun mengikutinya masih dalam kebisuan. Sampai akhirnya terdengar suara seseorang berteriak minta tolong.
"Kau dengar itu?"suara Mada memecah keheningan. Mereka menghentikan langkah dna mencoba mencari arah sumber suara.
"Aduh tolong...!!! Seseorang tolong!!!"
...****************...
To be continue....
"Sepertinya dari arah sana." seru Tobia sambil menunjuk arah kirinya. Dengan sigap Tobia dan Mada mencari jalan menuju sumber suara. Tak begitu jauh dari tempat awal mereka mendengar teriakan minta tolong, akhirnya mereka menemukan beberapa orang sedang berkerumun di sebuah ladang dekat perbukitan.
"Ada apa pak? Saya dengar ada yang minta tolong tadi." Tobia bertanya pada seorang warga.
"Itu ada yang digigit ular." jawab seorang warga.
"Tapi ularnya masih sembunyi di dalam batang pohon yang bolong itu. Tidak ada yang berani menolong." jawab seorang yang lain.
"Ambil mobil, bawa ke jalan terdekat," kata Tobia. Tanpa banyak bertanya Mada mempercepat langkahnya melewati jalan pintas mengambil mobil di parkiran. Sementara itu Tobia mengambil garam dari dalam ranselnya lalu menyebarkannya ke dekat pohon tempat ular bersembunyi.
"Tolong bantu saya bawa Bapak ini naik ke sana. Kita harus menjauh dari ular dulu." kata Tobia meminta bantuan pada warga yang berkerumun.
Tobia memegangi kaki si bapak yang tergigit ular. Dan yg lain membantu mengangkat si bapak ke tempat yang lebih lapang dan dirasa cukup aman dari jangkauan si ular.
"Bapak harus tetap tenang. Akan saya antar ke dokter. ular itu tidak terlalu berbahaya. Jadi Bapak jangan khawatir." ucap Tobia menenangkan si bapak yang merintih.
" Saya punya kain panjang mas, biasanya di dekat yang kena gigit itu harus diikat biar racun ular tidak bisa menyebar." seru seorang warga.
"Jangan pak... Mengikat bagian yang terkena bisa ular justu akan berbahaya menyumbat aliran darah. Saya tutupi perban seperti ini saja. Kita bawa ke dokter saja." Tobia menjelaskan dengan sigap.
"Bagaimana kalau kakinya itu diangkat biar racunnya tidak menyebar." seru yang lain.
"Tidak juga bu... Justru kita harus menjaga si bapak agar tidak takut.dan bekas lukanya harus sejajar atau malah dibawah posisi jantung. Kita tunggu sebentar teman saya baru mengambil mobil. Sebaiknya kita bawa ke dokter saja. Saya hanya bisa menolong sampai sejauh itu saja." Tobia menjelaskan dengan tenang.
Tak lama kemudian Mada datang membawa mobil jeep berwarna abu-abu milik Tobia.
"Tong bantu saya mengangkat Bapak ini." beberapa warga dengan sigap membantu Tobia.
"Bapak tenang saja dan jangan banyak bergerak. Bapak harus berusaha tetap tenang." tobia menjelaskan dengan tegas namun lembut.
Mada menyerahkan kunci mobil lalu duduk disamping kemudi setelah membereskan ransel milik Tobia. 2 orang warga yang diketahui adalah tetangga si korban menemani si bapak menuju rumah sakit dengan menaiki mobil Tobia.
" Siapkan tempat. Aku membawa pasien gigitan ular. Sekitar 20 menit aku sampai." seru Tobia saat menelepon rekannya sesama perawat.
Di perjalanan tidak ada seorang pun yang berani berkata sepatah katapun. Tobia fokus dengan kemudinya. Sedikit ngebut namun masih mematuhi batas kecepatan.
Sampai dirumah sakit terdekat, Tobia yang saat itu sedang libur pun tetap sigap membantu rekan-rekan perawatnya. Mada dan 2 warga lainnya menunggu di lobi.
Mada berniat membeli minuman dingin untuk dirinya dan kedua warga yang ikut. Namun karena masih belum fokus, tidak sengaja dia bertabrakan dengan seorang dokter. Untung si dokter dengan sigap menangkap tubuh Mada. Karena jika tidak, tubuhnya akan mengenai rak yang berisikan makanan untuk pasien, karena disaat yang bersamaan seorang petugas pengantar makanan untuk pasien juga sedang lewat di sana.
"Hati-hati dik..." kata si dokter sambil membantu Mada berdiri tegak.
"Maaf dokter. Saya tidak fokus." jawab Mada sambil menahan malu. Si dokter hanya tersenyum manis sambil mengangguk dan melanjutkan langkahnya yang sedikit tergesa.
"Waaah... Ganteng banget si dokternya. aku belum pernah lihat, dokter baru mungkin ya... Tanya mas Tobia ah..." gumam Mada lirih sambil masih tertegun dengan senyum si dokter.
Di lobi Mada menikmati kopi yang ia beli bersama kedua warga yang ikut serta sambil menunggu Tobia dan si korban ular.
Setelah beberapa saat, tampak Tobia keluar dari bilik pemeriksaan, di susul dokter tampan. Tobia dan si dokter terlihat berbincang. Si dokter terlihat memberikan beberapa arahan,dan Tobia memperhatikan dengan seksama. Lalu si dokter tampan meninggalkan Tobia setelah menepuk punggungnya Tobia.
Mada pun mendekati Tobia sambil menyerahkan sebotol kopi dingin kegemaran Tobia.
"Siapa? Dokter baru?" selidik Mada.
"Heem... Dokter Harun. Beliau baru 2 minggu dipindahkan dari pusat untuk membantu disini. Kenapa? Ganteng ya?" . Tobia seakan sudah hafal dengan tabiat Mada.
Mada hanya mengangguk sambil menenggak kopi ditangannya. Lalu 2 warga yang tadinya ikut serta pun mendekat sudah dibarengi dengan istri si bapak dan beberapa warga lain yang datang menyusul.
Tobia mengajak warga itu menuju ruangan tempat si korban dirawat setelah diperiksa dokter.
"Terima kasih Mas, jika tidak ada mas, entah bagaimana nasib suami saya." kata istri si bapak.
"Sama-sama bu, saya hanya membantu sebisanya."
"Terima kasih ya dik... Kami merepotkan kalian... " kata si ibu pada Mada. "Kalian pengantin baru ya? Maafkan kami sekali lagi mengganggu kegiatan kalian."
"Ah, sama-sama bu... Karena sudah ditangani dokter dengan baik, kami undur diri." Tobia menjawab dengan sigap sambil merangkul Mada. Membuat Mada tidak sempat menjawab si ibu, dan hanya tersenyum lalu berlalu karena tubuhnya dikendalikan rangkulan Tobia.
Mada pun seakan sudah hafal dengan watak Tobia, tidak pernah protes dengan perlakuan Tobia padanya.
"Sekarang kamu mau gimana. Pulang atau kemana?" tanya Tobia masih sambil merangkul Mada menuju mobil mereka di parkiran.
"Lapaaaar..." jawab Mada manja sambil memegangi perut.
"Silahkan masuk Nyonya." canda Tobia saat membukakan pintu mobil untuk Mada. Dan tentunya dibalas dengan senyuman manja Mada.
"Tobia !! Sudah menikah kamu?" seru seseorang yang mengagetkan mereka. Ah!! Ternyata si dokter tampan yang menyapa sambil berdiri disamping mobil yang terparkir disamping mobil Tobia.
"Ah, iya dokter... Ini ..." belum selesai Tobia menjawab ,Mada buru-buru menyerobot.
"Ah... Bukan-bukan-bukan dokter. Dia bukan siapa-siapa saya. Kan tadi dokter panggil saya dik, itu buktinya saya masih kecil. Saya masih single."
"Iya dokter, dia bukan siapa-siapa saya. Entah tadi saya pungut dia dari mana." tambah Tobia sambil mengernyitkan dahi. "Dokter mau cari makan?"
"Iya. Ada rekomendasi nggak?" jawab si dokter.
"Soto babat dokter. Kita tahu tempat yang enak. Cuacanya kan agak mendung. Kayaknya seger tuh."Mada langsung menyerobot jawaban Tobia.
"Ikuti kita saja dok, kita tahu tempat soto babat dengan rasa dan tempat yang mantap." Tobia tidak bis mengelak.
Akhirnya sore menjelang malam itu mereka bertiga menikmati soto babat langganan Mada. Sebenarnya Tobia tidak terlalu menyukai soto babat. Namun dia tidak pernah bisa mengelak dari keinginan Mada.
Terkadang Lais, adik kandung Tobia menjadi cemburu dan marah karena Tobia lebih memperhatikan Mada ketimbang dirinya yang adalah adik kandungnya sendiri.
Karena Mada adalah anak tunggal, dan kedua orang tuanya sudah meninggal saat ia masih duduk dibangku SMA. Dan sejak itulah Mada tinggal dirumahnya bersama kakek dan neneknya yang akhirnya mau pindah ke rumah Mada. Dan karena kakek dan neneknya sibuk mengurus kios pakaian dipasar, makanya Mada pun lebih sering tinggal di rumah Tobia
"Karena kalian membawaku ke tempat makanan enak, kali ini aku yang akan mentraktir kalian." kata dokter Harun setelah mereka selesai makan.
"Waaah... Terima kasih dokter." Mada dan Tobia kompak menjawab.
"Sama-sama. Lain waktu kalian boleh tunjukkan lagi tempat makan enak ya. Habis ini aku masih harus balik ke rumah sakit pusat. Kalian hati-hati dijalan ya." kata dokter Harun dengan penuh perhatian.
"Terima kasih dokter." jawab Tobia. dokter Harun berlalu Sedangkan Mada hanya tersenyum sambil memperhatikan ketampanan dokter Harun dengan seksama. Namun tiba-tiba raut wajahnya berubah saat melihat seseorang. Tobia yang menyadari hal itu langsung memeluknya sesaat.
"Mau naik gunung malam-malam?" katanya sambil mengelus kepala Mada.
"Kita pulang saja. Kamu pasti capek. Aku juga sudah ngantuk." jawab Mada sambil membenamkan wajahnya dalam pelukan Tobia.
"Oke. Kamu boleh tidur dalam perjalanan." kata Tobia lembut. "Sudah bisa jalan?"
Mada mengangguk pelan. Tobia melepaskan pelukannya lalu menggandeng tangan Mada dan memapahnya menuju mobil....
Dalam perjalanan dokter Harun menuju ke rumah sakit pusat, dia teringat dengan Tobia dan Mada. Tangan kanannya fokus dengan kemudi,sedangkan siku tangan kirinya ia tumpangkan ke jendela mobil yang ia buka lebar-lebar dengan sengaja. Sambil jemari kirinya memainkan dagunya sendiri. Lalu teringat profil Tobia yang tidak sengaja ia baca saat pertama kali pindah ke rumah sakit tempat Tobia bekerja.
"Bukan-bukan-bukan dokter... Dia bukan siapa-siapa saya." Dokter Harun masih terngiang dengan jawaban konyol Mada.
"Bisa- bisanya kakak adik sekompak itu. Sedangkan aku tidak bisa leluasa bercanda dengan abangku sendiri. Abangku terlalu kaku dan pendiam, membuatku segan untuk sekedar bercanda dengannya." gumamnya sendiri.
"Kalau dipikir-pikir, kapan ya terakhir aku main bareng Bang Lester? Dia selalu terlalu mengalah. Sangat tidak asyik."
...****************...
To be continue...
Yang dipikir pasti akan berumur panjang. Saat itulah hp dokter Harun berdering. Dan ternyata si kakak yang menelepon
"Besok Kamis siang bisakah pulang ke rumah ibu sebentar, kita rayakan ulang tahun Neshfal di rumah ibu." kata kakanya dari seberang.
" Siap Bang... Nanti..." begitu saja dan "Nut...nut...nut..."
"Abangku ini kalau telpon sesuka hati main tutup telpon aja." gumam dokter Harun kesal.
Neshfal adalah putra semata wayang Lester dengan mantan istrinya yang bernama Emily. Kamis nanti Neshfal akan berusia 7 tahun. Lester dan Emily bercerai sekitar 2 tahun lalu karena perbedaan pendapat yang sangat susah untuk disatukan kembali. semenjak saat itulah Lester berubah menjadi lebih pendiam. Namun Lester adalah sosok penjaga keluarga. Dia begitu tangguh membesarkan putranya walau tanpa ada Emily disisinya. Begitu besar kekecewaannya pada mantan istrinya itu sampai ia benar-benar tidak bisa menerima Emily lagi. Emily pun seakan lupa dengan putranya, semenjak bercerai dengan Lester, ia memutuskan pindah ke Italia dan tidak pernah sekalipun mencoba menghubungi putranya.
****************
Kita kerumah Mada dan Tobia
Tobia memarkir mobil jeep lawas berwarna abu-abu yang dibelikan ayahnya sewaktu masih kuliah. Saking sayangnya ia dengan mobil itu, sudah ditawar orang dengan harga tinggi pun tidak akan pernah ia jual.
"Akan kujaga mobil ini seperti kujaga hatiku ayah... Terima kasih yah." kata Tobia sambil memeluk ayahnya sewaktu ayahnya pertama kali membawa mobil itu pulang dan menyerahkannya padanya.
Ayahnya yang seorang pengusaha mebel dengan sengaja membelikan mobil jeep karena mengerti Tobia sangat menyukai mobil jeep sejak kecil. Setiap meminta mainan, Tobia hanya akan memilih miniatur mobil-mobil jeep. Sampai suatu saat ketika ayahnya sedang lenggang, ia buatkan miniatur mobil jeep dari kayu limbah.
"Hey!!! Haruskah kutemani kau tidur?" teriak Tobia pada Mada.
"Hyaaa.... Aku sudah baik-baik saja Mas." jawab Mada sedikit manja.
Sejak kedua orang tua Mada meninggal dalam kecelakaan, Tobia sering harus menemani Mada tidur. (Maksudnya disini menjaga dan menepuk-nepuk punggung Mada sampai akhirnya bisa tertidur pulas, seperti seorang ayah yang menidurkan anaknya.)
"Oh,,, oke, panggil saja kalau butuh." Tobia melihat Mada sampai ia masuk ke dalam rumah. Mada hanya membalas dengan lambaian tangan. Dengan penuh kasih sayang Tobia selalu menjaga Mada seakan Mada adalah adik kandungnya sendiri.
"Kita lihat sekuat apa kamu kali ini....kapan anak ini akan jera..." gumam Tobia setelah melihat Mada masuk ke dalam rumah.
"Kakak... Boleh pinjem mobil? Mau beli buku." Lais yang sedari tadi sudah menunggu Tobia langsung menghampirinya di depan rumah.
"Noh... Pakai." jawab Tobia sambil menyerahkan kunci mobil. "Eh, aku lupa tadi belum mampir POM, tolong isiin dong." katanya kemudian sambil merogoh uang dari dompetnya.
"Sekalian dong tambahin buat beli bukunya.." kata Lais sambil nyengir.
"Heeih... Nih ambil semua." kata Tobia menyerahkan 3 lembar uang ratusan ribu.
"Terima kasih kakakku yang baik."
"Heem." jawab Tobia sambil menjambak rambut adiknya pelan.
"Kakak bau!!! Berapa hari nggak mandi?!! Seru Lais.
"Dasar adik!!! Baru juga nyampek rumah." Tobia hendak memiting Lais, namun adiknya itu langsung lari ngeloyor masuk mobil.
"Awas kalau pulang nanti." Tobia yang sudah tidak bisa mengejarnya menendang ban mobil depannya. Namun segera mengelusnya karena sayang.
Begitulah persaudaraan para lelaki.
............
Kita kembali ke Mada....
Rasa lelah dan kantuk menggelayuti tubuh Mada. Menutup pintu pun seakan sudah tanpa tenaga.
"Baru pulang Cu..." sapaan lembut sang kakek mengusir lelah seketika.
"Kakek....." Mada bergegas menyambut tubuh renta sang kakek dan memeluknya erat. Tak lama muncul sang nenek dari dapur membawa piring makanan.
"Cucu.... Sudah pulang. Pas banget nenek selesai masak." Mada pun memeluk neneknya dengan hangat. Rasa lelah dan kantuk yang tadinya tidak tertahan, menghilang begitu saja setelah bertemu dengan kakek dan neneknya.
"Kamu habis naik gunung lagi?" Tanya nenek setelah melihat ransel Mada.
"Heem." jawab Mada singkat sambil mengangguk.
"Jangan terlalu membebani Tobia, kamu tidak kasihan dia selalu ada untuk kamu. Apa yang akan kamu lakukan nanti padanya." kakek menasehati.
"Memangnya apa yang harus kulakukan padanya Kek? Aku tidak pernah memintanya, dia yang selalu memaksa menemaniku."
"Dia sangat menyayangimu seakan kita itu keluarganya sendiri. Dia bahkan sering rela melakukan banyak hal untuk kita. Terkadang nenek merasa tidak enak hati dengan keluarganya."
"Benar kata nenekmu. Mulai sekarang kamu harus memikirkan bagaiman perasaannya juga."
"Perasaannya Kek?! Kenapa memang perasaannya?". Mada sedikit berpikir membayangkan Tobia.
"Apakah selamanya Tobia harus menjaga kamu. Begitu maksud kakekmu."
"Aaaah... Maksud nenek kalau aku terlalu dekat dengannya, nenek takut tidak ada wanita yang mau dekat padanya, begitu nek?" seru Mada sambil mengunyah makanan yang sudah disiapkan nenek.
"Kira-kira seperti itu."
"Benar juga ya nek. Aku belum pernah lihat mas Tobia pacaran ya." Mada sembari mengingat-ingat.
"Makanya bantu dia. Kamu punya banyak teman perempuan kan, pilih yang terbaik, dan kenalkan dengan Tobia." kata kakek
"Waaah, ide bagus itu kek." Mada terlihat bersemangat.
"Sudah saatnya kamu yang gantian melakukan hal baik untuk Tobia." si nenek menimpali.
"Oke nek... Milai sekarang, aku akan bawa pulang temanku satu per satu. Nah... Nanti kakek dan nenek bantu menilai yang paling baik yang mana. Yang bisa menyayangi Tobia seperti aku menyayanginya." mata Mada kembali berbinar dengan ide cemerlang dari kakek dan nenek.
"Tobia itu anak yang baik. Jadi jangan sembarangan memilihkannya. Harus benar-benar wanita yang baik" kata kakek.
"Aku tahu kek. Aku juga tidak rela kalau mas Tobia menikah dengan sembarang wanita."
Selesai makan,Mada langsung mandi sambil bersenandung lagu-lagu ceria. Hal-hal yang hari ini membebaninya sampai Tobia harus menjaganya seharian, hilang begitu saja setelah mendengar ide dari sang kakek. Mada yang tadinya murung, sudah kembali bersemangat lahi. Seluruh pikirannya dipenuhi dengan nama- nama temannya yang akan dia jadikan kandidat yang pantas menjadi kekasih Tobia.
"Bahagia banget sepertinya cucu nenek..." sapa sang nenek yang sedang menonton tv saat melihat cucunya keluar dari kamar mandi.
"iya dong nek..." kata Mada sambil menghampiri neneknya dan ikut duduk disamping nenek.
"Sini-sini nenek bantu keringkan rambutmu. Duduk dibawah gih." kakek dan nenek tak berhenti memanjakan Mada. Meskipun tidak bisa menggantikan posisi orang tuanya, namun Mada sangat bersyukur kakek dan neneknya diberkati dengan kesehatan dan kebugaran, sehingga Mada selalu memiliki tempat hangat untuk pulang.
"Kakek Nenek masih suka nonton itu. Itu nanti akhirnya si laki meninggal loh kek. Aku udah..." kata Mada saat melihat siaran televisi kesukaan kakek dan neneknya.
"Hus!!!! Kamu tuh belum pernah ngerasain dikejar-kejar kingkong ya?"
"Hah?! Apaan sih Kek?"
"Ya itu hukuman kalau suka bocorin spoiler akhir drama. Nontonnya jadi nggak seru kalau sudah tahu bagaiman akhir ceritanya."
"Ah...kakek lebay.... Kan aku juga nggak ngasih tahu detail akhirnya." Mada masih membela diri.
"Ya sama aja. Kakek tuh bela-belain bersabar nungguin episode berikutnya tuh biar menikmati detail tiap adegannya. Malah kamu kasih tahu akhirnya. Ah... Dasar cucu tidak berbakti." keluh si kakek.
"Ya tapi kan..."
"Sudah-sudah... Kalian ini makin nggak kompak. kalau punya hobi yang sama itu harus saling mendukung. Yang sudah tahu akhirnya tolong jangan merusak suasanan hati yang sedang penasaran dengan jalan ceritanya." si nenek menengahi pertengkaran antara si kakek dan Mada saat mereka sedang menikmati drama korea di tv.
"Tuh... Dengerin kata nenekmu.!"
Seperti itulah kehangatan rumah Mada bersama kakek dan nenek. Saat Mada beranjak hendak menaruh handuk ke jemurannya, ia mendengar hp nya berdering. Ia bergegas menuju ke kamar dan mengambil hp nya.
"Ada apa tant?" jawab Mada saat mengangkat telpon.
"Maaf, saya menelpon dengan hp nya si mbak ini. Saya lihat ini nomer yang paling sering dihubungi sama si mbaknya... Jadi tadi saya nemuin si mbaknya pingsan di toilet umum. Sudah saya bawa ke rumah sakit."
Mada segera mengabarkan pada kakek dan nenek. Mereka segera berangkat menuju alamat yang diberikan oleh orang baik itu.
Tobia yang saat itu menikmati teh di depan rumah, melihat Mada dan Kakek juga Nenek terlihat keluar rumah dengan tergesa, segera bangkit dan bertanya.
" Mau kemana Nek?"
Mada kemudian menceritakan hal yang terjadi. Tanpa diminta, dengan sigap Tobia mengajukan diri untuk menemani mereka. Mungkin rasanya dia tidak tega membiarkan malam-malam mereka berkendara sendiri. Tobia melawan rasa lelah dan sedikit kantuknya. Dengan sukarela ia mengantar dengan mobil kakek tentunya. Kan mobilnya masih dipakai sang adik dan belum kembali.
Sesampai rumah sakit yang diberitahukan, mereka bergegas menemui si penelepon tadi.
"Kami sudah sampai. Anda dimana?" Mada menghubungi si penelepon.
"Ah, saya di ruang mawar no 19B. saya sedang bersama pasien."
"Baiklah saya naik."
Mada, kakek,nenek dan Tobia menuju kamar pasien yang disebutkan.
"Permisi.." seru Mada saat masuk ke dalam bilik pasien. Seorang wanita cantik sempurna duduk di kursi di samping ranjang pasien. Ia pun bangkit saat Mada dan rombongan datang. Senyum manis menghiasi wajahnya yang bersinar seperti seorang selebriti. Wanita cantik itu mengangguk kecil.
"Maaf, tadi saya nemuin mbaknya ini sewaktu saya di toilet umum di mall. Sepertinya mbaknya ini menderita anemia. Dari yang saya lihat, sepertinya beliau sedang dalam stress berat juga. Saya sudah memberikan obat agar beliau bosa istirahat nyaman." si wanita cantik yang ternyata seorang dokter, menjelaskan dengan lembut.
"Anda dokter disini?" Tobia bertanya.
"Terima kasih sudah merepotkan anda. Kami sungguh bersyukur ada dokter yang baik dan penolong seperti anda." Kata Kakek.
"Sama -sama Kakek... Saya hanya melakukan yang seharusnya." dokter cantik itu sangat sopan.
"Permisi... " seorang perawat masuk ke dalam bilik.
"Maaf dokter Auris dipanggil pak Direktur. Ditunggu di kantornya."
Dokter Auristela mohon diri setelah menyerahkan barang-barang milik tantenya Mada.
"Dokter baru lagi Ris?" Tobia bertanya pada perawat yang sedang mencatat kondisi pasien. Yang juga adalah rekannya.
"Heem... Katanya dari Australia. Cantik ya. Orangnya juga baik." jawab Riska sang perawat.
"Semua dokter juga baik." jawab Tobia sekenanya.
"Ah, mungkin dia pacarnya dokter Harun. Soalnya pas nyampek yang dia cari tuh dokter harun. Bukan dokter jaga."
"Jangan bergosip lah."
"Bukan gosip. Seandainya bener kan juga serasi banget." jawab Riska
"Mbak, kira-kira kapan anak saya bangun?" tanya Kakek.
"Tadi baru diberikan obat Kek, sampai dirumah sakit tadi4 pasien sempat sadar. Namun setelah diberikan obat pasien bisa tertidur lelap Kek. Jangan khawatir, seperti orang yang tidur saja, kalau lelahnya sudah hilang juga akan bangun dengam sendirinya." Perawat Riska menjelaskan.
"Terima kasih mbak." kata Mada.
Setelah menjelaskan pada Tobia tentang detail kondisi pasien, perawat Riska mohon diri melanjutkan pekerjaan.
"Kakek nenek tidak usah khawatir. Mbak Dana saat ini hanya sedang tidur pulas. ini sudah malam juga, sebaiknya Kakek dan Nenek istirahat saja dulu. Biar saya sama Mada menjaga mbak Dana." kata Tobia kemudian
"Sebenarnya dia kenapa sampai pingsan toh tob?" tanya Nenek.
"Menurut hasil pemeriksaan sementara, kemungkinan mbak Dana terlalu kecapean kerja, dan makan tidak teratur juga tidak seimbang gizinya. Masih menunggu hasil tes darah biar bisa lebih jelas."
"Tidak ada penyakit lainnya kan Tob?"
"Kita tunggu saja dulu hasilnya Kek, semoga memang mbak Dana cuma kecapean saja."
Tobia memanggil tantenya Mada dengan sebutan 'mbak' karena memang usia mereka hanya terpaut 2 tahun lebih tua tantenya Mada.
Malam itu semua tertidur dirumah sakit. Kakek dan Nenek tertidur di tempat yang sudah disediakan bagi penunggu pasien. Sedangkan Tobia mengambil kantong tidur miliknya yang is simpan di loker karyawan. Namun ia merelakan kantong tidurnya untuk Mada.
"Mas...mas... Mas...mas Tobia..." Mada membangunkan Tobia yang tidur hanya bersandar di kursi.
"Hheeem... Kenapa?" jawabnya setengah tertidur.
"Kantongnya dilembarin aja. Bisa buat kita tidur. Kasihan kamu malah tidurnya sambil duduk." terkadang Mada juga punya hati yang baik.
"Udah buat kamu aja." jawab Tobia sambil merem. Namun Mada menarik tubuh Tobia dengan paksa. Tobia yang sudah sangat terkantuk, tak kuasa menahan tubuhnya sampai terjatuh menimpa tubuh Mada. Tanpa sengaja bibir mereka bersentuhan dan Sesaat kedua mata mereka bertemu terlalu dekat. Mereka saling menatap sesaat dan....
Suatu pagi di depan pintu gerbang sekolahan Mada....
"Eh,,, gara kamu... Aku sama sekali nggak bisa ngedeketin Tobia!!!" seru seorang wanita berbaju hem kotak-kotak biru muda dengan celana panjang jeans ketat berwarna biru tua.
Karena sangat terkejut didekati beberapa wanita, Mada yang waktu itu masih anak baru di sekolah SMA,tentu ia hanya bisa terdiam dalam kebingungan ketika beberapa wanita yang sepertinya mahasiswi itu memojokkannya di depan sekolah barunya.
"Apa yang sudah kamu berikan padanya? Sampai Tobia tidak bisa berpaling darimu." seru mahasiswi itu lagi sambil menunjuk wajah Mada.
"Pasti dia dengan murahan sudah memberikan tubuh kerempengnya itu." seru yang lain seraya menyeringai.
"Masih kecil sudah murahan. Mukanya amit-amit lagi."
Anak SMA yang masih polos tentu saja akan kalah saing jika dihadapkan dengan mahasiswi yang sudah mahir berdandan. Namun sang mahasiswi terus mencerca dan memojokkan Mada dengan kalimat-kalimat kasar yang tidak pantas. Tidka asa yang berani mendekat membela Mada.
Mada sangat takut dan hampir menangis sampai akhirnya...
"Hey kalian!!! Jangan mengganggunya." seru Tobia sambil berjalan menuju Mada.
"Tobia!!" seru sang mahasiswi kaget.
"Kamu itu harusnya jadi contoh ynag baik buat adik-adik SMA. Jangan malah main kotor begini. Bikin malu." kata Tobia masih kalem.
"Tapi tob...aku kesel banget,kenapa sih kamu selalu belain dia. Dia kan bukan siapa-siapa kamu. Dia masih kecil dan nggak pantas buat kamu."
"Siapa bilang dia nggak pantas?! Kalian itu yang nggak pantas bersikap kayak anak kecil." Tobia mulai meradang sambil berdiri di samping Mada yang masih ketakutan.
"Aku begini karena sayang kamu Tob."
"Eh, pergi sekarang saat masih kuminta baik-baik. Dan jangan ganggu-ganggu Mada lagi. Sampai kapan pun, aku nggak akan suka sama wanita jahat kayak kalian."
"Tobia...tolonglah... Aku benar-benar tulus..."
"Enggak... Aku udah illfeel sama kamu. Kalian pergi atau harus kupanggil polisi karena tindakan bully?!" ancam Tobia.
"Tobia, kamu keterlaluan!" seru si mahasiswi sambil membalikkan badan dan berjalan menjauh.
"Oh ya, ada uang perlu kamu ingat. Mada lebih berharga dari apapun. Jadi jika kamu mengganggunya sekali lagi, akan ada berita tentang mahasiswi yang membully anak SMA. Ngerti?!" kata Tobia setengah berteriak agar si mahasiswa itu mendengarnya.
Mada yang masih ketakutan langsung memeluk Tobia dari belakang sambil menahan tangis.
"Terima kasih mas Tobia. Kalau kamu nggak balik, aku nggak tahu harus minta tolong ke siapa." kata Mada.
"Dasar cengeng... Kalau ada yang jahat, dilawan dong. Masa diem aja. Untung botol minum kamu kebawa aku. Jadi terpaksa aku balik deh." jawab Tobia sambil mematung membiarkan Mada memeluknya sampai bisa tenang.
"Aku takut. Aku nggak kenal."
"Udah... Ambil botol minum kamu nih, cepet masuk sekolah. Dilihatin temen-temenmu tuh, kamu nggak malu? Kalau aku sih ya enggak."
Mada mulai melepas pelukannya dan berusaha membenahi wajahnya.
"Aku pengen pulang."
"Lah... Lemah amat sih kamu... Nggak ada pulang- pulang! Jangan suka bolos sekolah, nggak baik." kata Tobia sambil membantu Mada merapikan rambutnya.
"Nanti kalau dia balik gimana?"
Tobia menghela nafas lalu menjawab. "Pulang sekolah nanti biar mas jemput deh,,, gimana?"
"Beneran bisa jemput?" Mada makin ngadi-ngadi.
"Iya lah nanti mas usahain. Udah masuk sono... Belajar yang bener." Tobia menasihati Mada selayaknya seorang kakak menasihati adiknya yang ngambek.
"Mas Tobi lama banget sih!!! Ngapain aja disitu?! Aku telat nanti.!!" seru Lais sambil setengah berlari menuju Tobia.
"Ah!!! Oke-oke. Mas sudah selesai." jawab Tobia pada adik kandungnya." Udah kamu masuk sana." kata Tobia pada Mada. Lalu bergegas berbalik menuju adiknya.
Setiap pagi Tobia memang mengantar Lais ke sekolah, karena searah, Mada selalu ikut bareng mereka.
.............
Kita kembali ke rumah sakit....
Setelah tersadar, Tobia bergegas bangkit dengan jantung yang terasa akan meledak. Sesaat suasana tampak agak canggung. Mereka berdua duduk berdampingan dengan terdiam dengan pikiran masing-masing.
Isi otak Mada:
"Barusan itu ciuman pertama ya? Tapi kan nggak sengaja." pikirnya sambil mengernyitkan dahi lalu mengubah posisi duduknya dengan lutut ia tekuk ke dada lalu menyandarkan wajahnya ke lututnya.
"Ah... Dia sudah mencuri ciuman pertamaku." raut mukanya berubah setengah melotot. Lalu menegakkan wajahnya
"Ah... Tapi nggak apa-apa. Itu kan mas Tobia... Dia kan seperti kakak untukku. Jadi tidak masalah. Tapi kenapa aku deg-degan?"
"Benar... Ciuman pertama itu harusnya dengan perasaan. Tadi itu aku cuma kaget, makanya aku deg-degan." katanya dalam hati sambil senyum- senyum dengan tangan kiri memegang bibir.
Namun tiba-tiba tangan kiri Tobia meraih tangan kiri Mada dan menghempaskan perlahan, sedangkan tangan kanannya meraih leher Mada dengan lembut. Dan mendaratkan ciuman manis penuh perasaan untuk Mada. Hal manis penuh dengan perasaan membara yang seakan terpendam jutaan tahun menghanyutkan perasaan Tobia, dan meluapkannya dengan ciuman manis. Tobia melumat bibir Mada dengan sangat lembut dan membuat Mada meleleh tanpa perlawanan. Anehnya Mada yang sedari tadi menyangkal perasaannya, seakan terbantahkan,dengan menerima dan malah membalas ciuman Tobia. Keduanya saling menutup mata , membayangkan perasaan masing-masing Seakan keduanya adalah dua sejoli yang sedang dimabuk asmara.
Beberapa saat keduanya menuangkan perasaan masing-masing sampai saat Tobia tersadar akan suatu hal. Ia membuka mata dan mengakhiri ciumannya dengan lembut dan menarik tubuhnya menjauh ke tempat duduknya semula. Dan sedikit membelakangi Mada.
Isi otak Tobia:
"Dasar gila!!! Aku benar-benar sudah gila!!! Apa yang sudah kulakukan!!! Aku pasti sudah menyakiti perasaannya. Aku pasti membuatnya bingung. Kalau sudah begini aku harus bagaimana menghadapinya? Apa yang harus kukatakan? Kenapa juga dia menerima ciumanku? Kenapa dia malah membalas ciumanku? Kenapa dia tidak memberontak? Apa dia menyukaiku? Ah tidak!!! Dia tidak pernah menyukaiku. Aku tahu betul laki-laki seperti apa yang dia mau."
Tobia menyalahkan dirinya sendiri karena kecerobohannya.
"Maaf... Aku tadi terbawa suasana." kata Tobia terbata untuk memecah kecanggungan.
"Aku juga." jawab Mada singkat sambil nyengir
"Jadi yang tadi itu..."
"Heeh... anggap saja kesalahan kita. Ah, aku yang salah,,, aku yang awalnya maksa kamu sampai kamu jatuh dan.."
"Hooooh benar! Kamu yang salah!!" jawab Tobia terdengar dengan nada sedikit marah. Lalu bangkit berjalan menuju keluar.
"Mas Tobi mau kemana?" tanya Mada dengan wajah tanpa dosa.
"Aku mau keluar, cari angin. Disini sumpek." jawab Tobia sedikit kesal. Entah apa yang tiba-tiba membuatnya kesal.
"Kenapa dia marah? Aku kan sudah minta maaf." gumam Mada sambil monyong.
"Jangan ngikut dan nyari sebelum aku balik sendiri!!" Tobia yang tadinya sudah keluar tiba-tiba kembali dan mengagetkan mada.
Mada yang kaget hanya bisa mangap lalu menghela nafas sambil keheranan.
"Waah.. Bener kata nenek, mas Tobia pasti sangat kesepian. Bener... Tadi dia nyium aku kayak butuh banget kasih sayang. Ciumannya lembut penuh perasaan." gumamnya sambil membayangkan yang tadi terjadi. Yang tentunya membuatnya kembali larut dalam suasana.
"Kenapa aku malah kebayang lagi." gumanya sambil menjambak rambutnya sendiri." jadi deg-deg-an lagi". Ia berusaha fokus sambil mengacak-acak rambutnya yang memang sudah berantakan.
"fokus-fokus-fokus..." katanya lagi sambil menepuk kesua pipinya.
Mada merapikan rambutnya lalu berkata lagi pada dirinya sendiri.
"Sekarang aku harus fokus kenalin mas Tobia pke cewek. Dia tidak pernah punya pacar. Aku harus cari tahu dulu cewek seperti apa yang dia suka."
Sementara itu .....
Tobia diluar menikmati kopi di teras kafetaria sambil duduk memandangi jalan raya yang selalu saja sibuk walau hari sudah hampir tengah malam.
Pikirannya semrawut. Ia tampak kesal. Entah apa yang membuatnya sebegitu kesal. Beberapa kali ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya sambil sesekali menepuk dadanya.
Tobia meraih sepotong roti yang tadi ia beli di cafetaria, meraihnya dengan kasar, lalu membukanya juga dengan kasar sambil sedikit mengumpat. Dan mengatupkan gigi-giginya.
"Huh!"
Tobia memasukkan potongan roti dalam sekali hap ke dalam mulutnya. Mengunyahnya pun dengan kasar. Entah kenapa hatinya tiba-tiba berubah menjadi melow... Dari sudut matanya hampir menetes air mata, cepat-cepat ia mendongak dengan sekuat tenaga dia menahannya agar air matanya tidak terjatuh.
Kopi yang sebenarnya masih agak panas pun ia tenggak begitu saja. Pegawai kafetaria yang sedari tadi memperhatikan Tobia tiba-tiba sudah duduk di kursi sebelah meja Tobia.
"Mungkin mas butuh ini." pegawai kafetaria menyodorkan sebatang permen karet padanya. Tanpa banyak bertanya , Tobia menerimanya lalu mengunyahnya. Ia baru tersadar kalau lidahnya terasa perih karena sedikit terbakar.
Tobia masih terdiam sambil mengunyah permen karet tanpa mempedulikan pegawai kafetaria yang ikut mengunyah permen karet juga.
"Melihat orang yang kita sayangi terkapar tak berdaya memang sangat menyiksa mas." pegawai itu mencoba menghibur. Tobia kaget dengan komentar pegawai itu, lalu menoleh ke arahnya sambil mengernyitkan dahi tanda bertanya maksud kalimat si pegawai.
"heh? Oh...! Salah ya?" kata si pegawai setelah melihat ekspresi Tobia. "Ah.... Patah hati pasti..!!. Cinta bertepuk sebelah tangan?! Atau dicampakkan?" berondong si pegawai dengan wajah ambigu antara menyelidik atau meledek.
"Sssss... Bisa jadi." jawab Tobia datar.
"Diputusin pas lagi sayang-sayangnya?"
"Sss.. Hampir." mimik wajah Tobia tak berubah.
"Aaaa.... Mau nembak ternyata sudah punya pacar...!! "
"Tepat sekali....!!! 100 buat kamu..!!." seru Tobia sambil bangkit menimpuk punggung si pegawai kafetaria dengan botol bekas air mineral yang sedari tadi tergeletak di meja.
"Aku cuma bercanda mas... Maksudku, semoga terhibur." kilah si pegawai setengah meledek.
"Apa kamu pernah menyukai seseorang sampai rasanya mau mati?"
"Kalau menyukai sering Mas, tapi kalau mau mati tidak pernah Mas." jawab si pegawai setengah bercanda. " Bagaimana kita akan terus mencintai kalau kita mati Mas? Mencintai boleh, tapi bodoh ya janganlah Mas..."
"Hmmm.... Ada benarnya juga kamu. Tapi mau bagaimana lagi. Aku sudah terlanjur bodoh sampai rasanya sudah mati."
"Sadarlah Mas,,, masih banyak wanita di dunia ini. Cobalah bepergian dan temukan wanita lain diluar sana."
"Wanita memang banyak, tapi hanya ada satu yang seperti dia."
"Tapi kalau sulit digapai, mending menyerah Mas. Jangan membebani hidup yang cuma sekali ini. Nikmati hidup dan bahagiakan diri sendiri,itu harus, Mas."
"Bagaimana caranya mengatakan kalau kamu mencintainya?"
"Katakan saja dengan terus terang 'Aku mencintai kamu.' begitu saja lah Mas."
"Begitu saja? Sesimpel itu? Memang bisa berhasil memikatnya?"
"Nggak tahu juga sih Mas.... Aku belum pernah mencoba...." si pegawai tampak cengar-cengir.
"Tadi kamu bilang sering mencintai...."
"Kan cuma mencintai ,Mas.... Tapi tidak pernah mengatakannya... Tidak punya modal aku ,Mas... Wajah dan isi dompetku mengharuskan aku untuk menyerah mencintai ,Mas." wajah si pegawai berubah menjadi memelas kocak.
Dan mereka pun berpelukan sambil mewek candaan.
"Yang sabar ya..." kata Tobia sambil menepuk pelan punggung si pegawai.
"Mas Tobi dimana? Ditanyain Ayah dan Ibu." isi pesan singkat di hp Tobia dari Lais.
Tobia membalas pesan adiknya dengan menelponnya sambil jalan kembali ke bilik pasien.
"Hallo..." jawab Lais dari sebrang.
"Mas baru di rumah sakit. Tantenya Mada pingsan. Tapi sudah ditangani dan membaik. Jadi katakan ke ayah dan ibu kalau tidak perlu buru-buru nengok. Cuma anemia dan kelelahan."
"oh... Oke ,Mas. Kamu hati-hati yo ,Mas." Lais memang adik yang sangat peduli dengan sang kakak.ia tidak segan ataupun canggung menyatakan kepedulian dan kasih sayangnya.
"oke. Bye." kata Tobia sesampai di depan pintu kamar pasien. Tobia membuka pintu dan terkejut senang saat menyaksikan tantenya Mada sudah bangun, bahkan bisa berbincang.
"Mbak Dana sudah baikan?" tanyanya dengan nada senang." Sudah melapor perawat?" tanyanya lagi sambil memandang ke arah Mada.
"Sudah. Tadi langsung diperiksa dokter. Hasilnya sudah baik. Besok pagi boleh pulang." jawab Nenek.
"Kenapa tadi nggak ngasih tahu kalau mbak Dana sudah bangun?" Tobia bertanya..
"Kan tadi kamu Mas bilang nggak boleh nyariin. Kamu tadi kayak marah gitu. Ya udah tak biarin aja." jawab Mada sambil sewot.
"Kalian ini mending nikah aja lah!! Berantem mulu.." Danastri,tantenya Mada meledek.
"Bisa langsung kiamat dah mbak... Kalau saya kawin sama Mada." Tobia membalas.
"Amit-amit dah... Nggak mau juga aku sama orang kayak kamu. Jahat banget."
"Udah-udah... Kakek juga nggak rela kalau Tobia menikah sama kamu. Kamu kan manja. Tobia anak baik." kakek malah membela Tobia.
"Lah cucu Kakek siapa sih, kok malah belain Mas Tobia." Mada sewot.
"Udah nih... Aku haus!!! mau keluar cari minum. Tadi ada orang dari luar, eh nggak pengertian." kata Mada lagi masih dengan sewot lalu berjalan keluar.
"Yang sabar ya ,Nak Tobi..." Nenek ikut membela Tobia.
"Ih... Semua -semua Tobia!!! Sebel ah!!!" Mada berlari keluar.
"Kakek dan Nenek sebaiknya istirahat lagi, mbak Dana juga. Biar lebih fit. Besok kita pulang sama-sama. Kayaknya aku harus mengurus bayi yang kabur tadi." kata Tobia sembari melucu.
Tobia keluar mencari mada. Namun tidak ditemuinya. Ia berusaha mencari ke seluruh rumah sakit, namun tak ditemukan juga. Tobia mencoba menghubungi Mada namun tidak diangkat.
"Pergi kemana sih ni anak... Dasar tukang ngambek. Tau lah,,, nanti juga balik sendiri. " gumam Tobia kembali berbaring di kursi tunggu depan kamar pasien. Sambil nunggu kalau-kalau Mada kembali.
.......
Kita ke Mada...
Keluar dari kamar pasien, Mada berniat menuju ke kafetaria. Namun di lobi tengah, ia bertemu dngan dokter Harun.
"Mada... Kamu ngapain disini malem-malem?" sapa dokter Harun.
"Ah,,, itu,, tante saya tadi pingsan. Tapi sudah membaik kok. Kata dokter yang memeriksa, besok pagi sudah boleh pulang."
"Oh... Syukurlah..."
"Dokter jaga malam ini? Bukannya tadi sore mau kemana gitu?"
"Iya.. Tadi ke rumah sakit pusat. Tapi balik sini dulu, ada yang tertinggal."
"Oh..begitu. Terus ini mau pulang?"
"Mau mampir ke perpustakaan dulu."
"Perpustakaan? tengah malam begini?"
"iya... Ada satu perpustakaan langganan saya yang buka 24 jam."
"Dimana Dok? Jauh nggak? Boleh ikut nggak?"
"Hmmm nggak jauh ... Paling dari sini 15 menitan." jawab dokter Harun sembari berfikir. "Boleh saja ikut. Tapi....apa tidak apa-apa pasien kamu tinggal?"
"Sudah ada banyak orang yang jagain kok dok."
"Ya udah...mari." Dokter Harun terlihat agak ragu untuk membawa Mada besertanya.
"Perempuan ini tidak bis ditebak. Sangat spontan. Tapi seru kayaknya." pikir dokter Harun dalam hati.
Dokter Harun membawa Mada ke perpustakaan yang buka 24 jam. Perpustakaan kota yang memang baru buka beberapa hari ini. Tidak sulit untuk menjadi pelanggan. Cukup membawa KTP atau identitas lainnya, mendaftarkan diri jadi anggota, setelahnya boleh membaca dan meminjam buku selama 24 jam. Dengan S& K yang berlaku tentunya.
Mada terlihat sangat bersemangat. Obrolan kecil tercipta di mobil dokter Harun.
"Apa dokter tidak lelah? Sudah seharian bekerja, tengah malam masih pengen baca buku?"
"Sebenarnya lelah... Tapi kalau dijalani dengan bersyukur, tidak ada lelah yang terasa. Tadi di rumah sakit pusat, ada pasien penyakit jantung disertai kondisi khusus. Sebelum harus dioperasi, saya harus memastikan sesuatu dulu. Makanya walaupun sudah menjadi dokter, belajar itu adalah suatu keharusan juga."
"Waaaah...dokter benar-benar bijak dan keren!" kata Mada takjub mengacungkan kedua jempol tangannya....
Sesampai di perpustakaan yang dimaksud dokter Harun, Mada semakin dibuat takjub dengan perpustakaan yang ternyata sangat besar dan koleksi bukunya sangat lengkap.
"Kamu juga hobi membaca?" tanya dokter Harun.
"Heeh.." Mada mengangguk mantap sambil terus me.andang sekelilingnya yang berisi rak buku yang tertata rapi dan menyenangkan mata Mada yang memang sangat hobi membaca. Jika sudah mulai membaca, Mada biasanya akan lupa waktu dan semua hal lain yang harus dikerjakannya.
Dokter Harun hanya tersenyum melihat tingkah laku Mada yang terlihat sangat girang.
"Dokter silahkan mencari yang dokter butuhkan. Saya akan berkeliling sebentar. Bolehkan dok?"
Dokter Harun tersenyum lalu menjawab. "Silahkan.!"
Mada berkeliling mencari- cari apa yang akan ia coba baca. setelah beberapa saat berkeliling, Mada menemukan buku yang menarik perhatiannya. Setelah mengambilnya ia bermaksud hendak menuju ke CS. Tapi saking asyik ya berkeliling dan luasnya perpustakaan, Mada lupa jalan kembali ke awal.
"Duh.. Seperti labirin..." gumamnya sendiri.
Tiba-tiba bulu kudiknya terasa merinding. Ia bergegas ngawur berjalan. Dan saat berbelok di gang rak, ia menabrak seseorang sampai jatuh bersama. Tubuhnya menindih tubuh lelaki yang ternyata dokter Harun.
Keduanya segera menyadarkan diri masing-masing. Mada yang menindih tubuh dokter Harun pun segera bangkit. Namun tangannya tergelincir buku yang juga jatuh disampinya, membuatnya kembali jatuh memeluk tubuh dokter Harun sekali lagi dan kali ini parahnya tak sengaja bibir Mada mendarat juga di bibir dokter Harun.
Dokter Harun tampak terkejut dengan mata terbelalak. Menyadari hal itu, Mada segera bangkit dibantu dokter Harun. Namun entah kenapa dokter Harun malah meraih tubuh Mada dan menciumnya dengan gairah. Mada yang terkejut tidak bisa berbuat banyak selain hanya bisa pasrah dan menerimanya.
"Ah... Dokter ganteng dan keren ini menciumku dengan penuh gairah. Apa ini?" pikir Mada dalam hati. ....
Mada begitu senang sampai ia lupa dengan Tobia yang tertidur di kursi depan kamar pasien sambil sesekali menepuk pipinya yang juga dicium habis oleh sang nyamuk.
To be continued....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!