NovelToon NovelToon

Dipaksa Menjadi Istri Ke 2

Bab 1

Sore hari di pusat kota Jakarta, seorang gadis berwajah tompel, turun dari angkutan umum. Ia baru pulang kerja dari toko sembako. Gadis itu berjalan terburu-buru menuju rumah kecil di pinggir sawah. Bening ingin segera melihat keadaan sang ibu yang menderita sakit Jiwa sejak lima tahun yang lalu.

"Alhamdulillah..." Ucapnya ketika tiba di teras rumah membuka resleting tas hendak mengambil kunci. Setelah mendapatkan yang dicari ia hendak membuka pintu. Namun, betapa terkejutnya dia. Sebab pintu rumah usangnya yang ia kunci dari luar sudah terbuka lebar.

"Buuu..." Hati Bening mulai tidak tenang.

Tidak ada pilihan bagi Bening selain mengunci ibunya di dalam rumah selagi dia bekerja. Bukannya tega kepada orang tuanya. Tetapi ia harus mencari biaya hidup dan membelikan obat untuk sang ibu.

Tidak jarang, Bening dimarahi warga jika ibunya sedang kambuh lalu pergi dari rumah. Tentu meresahkan warga sekitar. Saran warga, ibunya harus dirawat di rumah sakit jiwa. Namun, uang darimana untuk membayar semua itu. Bekerja di toko sembako dengan gaji 1juta 500 ribu untuk makan satu bulan harus diirit-irit.

"Ibuuuuuu..." Panggilnya panik, segera ia lempar tas ke lantai mencari sosok ibunya ke kamar, ke dapur, kamar mandi. Namun, semuanya kosong.

"Hiks hiks hiks... ibuuu..." Gadis itu segera kembali ke luar rumah menyusuri jalan. Pikiranya campur aduk, ia takut jika terjadi sesuatu dengan sang ibu yang mengalami gangguan mental. Ia tengok kanan kiri jalan, kadang mendongak, siapa tahu ibunya berada di tempat-tempat ketinggian. Wajar, ibunya pandai memanjat apapun.

Begitulah perjuangan Bening, semenjak ayahnya pergi meninggalkan dia dan ibunya sejak SMP. Semenjak itulah Lisa sang ibu menjadi pendiam menahan rasa sakit hati yang ditorehkan suaminya. Entah apa permasalahan rumah tangga kedua orang tuanya, Bening tidak tahu. Yang dia tahu hanya keegoisan sang ayah hingga tega meninggalkan ibu dan dirinya.

"Kemana sih bu..." Gumamnya, dengan air mata berderai. Pandangan matanya tertuju pada roftoop hotel di mana sang ibu yang sedang sakit jiwa itu berada diketinggian gedung belasan lantai tersebut. Tangis Bening semakin terdengar, jantungnya seolah hendak copot. Bayangan buruk jika Lisa sampai lompat dari gedung tersebut apalah jadinya.

"Ibuuu...." Jerit nya. Ini bukan yang pertama kali yang dilakukan orang tua gadis bermata bening itu. Tetapi setiap kali lolos dari rumah, Lisa melakukan hal yang mengancam jiwanya maupun orang lain.

Bening berlari ke lobby hotel menemui tiga resepsionis.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya resepsionis pria sopan. Sementara yang wanita menatap wajah Bening menarik kedua ujung bibir seperti meledek. Wanita cantik itu menatap Bening dari atas sampai bawah seolah mencemooh. Pipi tompel, baju yang dikenakan Bening pun baju murah tetapi berani masuk ke hotel.

"Tolong saya Bang, ibu saya berada di atas hotel ini." Dengan mimik wajah panik Bening menuturkan jika ibunya kurang waras.

"Astagfirullah.... kenapa ibu kamu bisa masuk ke hotel?" Resepsionis pria itu terkejut, pasalnya jika ada orang masuk pasti akan melintas di depanya, tetapi mengapa dia dan dua temannya tidak tahu.

"Mari saya antar ke atas," Ajak pria itu setelah membagi tugas dengan kedua temannya, yang satu menghubungi scurity dan yang satu lagi menerima tamu.

Bening mengikuti langkah pria itu menapaki anak tangga, beberapa menit kemudian tiba di roftoop di mana sang ibu berada.

"Ya Allah... buu..." Bening berlari ketika melihat sang ibu yang sedang mengenakan pakaian lusuh dan compang camping, rambut panjangnya acak-acakan tidak disisir. Kali ini satu kaki Lisa sudah naik ke pagar roftoop.

"Tolong ibu saya Bang" Kaki Bening terasa berat untuk melangkah takut jika Lisa sampai lompat di luar kesadaranya. "Bu... mari kita pulang Bu..." Bening berjalan pelan lalu memeluk tubuh sang ibu dari belakang, menempelkan pipinya ke punggung Lisa.

"Siapa kamu?!" Lisa menyikut-nyikut perut Bening.

"Bu, aku Bening anakmu. Kita turun ya... jangan duduk di sini," Bening menahan tubuh Lisa yang memberontak hendak lepas dari tangan Bening. Bening melirik resepsionis yang hanya terpaku entah apa yang akan ia lakukan.

"Ibu... jangan duduk di pagar, berbahaya. Mari saya bantu," Resepsionis membujuk.

Lisa pun akhirnya menurut turun dari pagar, menatap lekat wajah pria di depanya. "Suamiku..." Lisa tersenyum hendak memegang resepsionis yang lumayan tampan dan bertubuh jangkung itu. Membuat pria itu mundur ketakutan.

"Bu... Abang ini bukan Ayah," Bening berkata lembut merangkul tubuh ibunya dari belakang.

"Dia ini Ayah kamu... akhirnya Ayah kamu pulang juga." Lisa tersenyum mendekati resepsionis. Pria itu pun berlari menuruni tangga.

"Hahaha... jangan pergi lagi suamiku... hahaha" Lisa berlari mengejar dengan tawanya yang nyaring.

"Bu... tunggu..." Dengan perasaan kacau, Bening pun berlari menuruni tangga. Terjadi saling mengejar di tangga tersebut.

"Hahaha... tertangkap kamu..." Lisa berhasil menangkap sosok pria tetapi bukan resepsionis, melainkan pria sangat tampan yang sedang menarik koper bersama wanita cantik di sebelahnya.

"Haii... kenapa orang gila bisa berada di hotel ini?" Tukas pria itu menepis tangan Lisa agar menjauh.

"Maafkan ibu saya Tuan...Nona..." Bening menangis memisahkan tangan ibunya yang mencengkeram pria itu. Sementara istri pria yang tak lain adalah Naura artis terkenal itu perhatiannya bukan ke arah Lisa melainkan kepada Bening.

"Satpam..." Panggil suami artis papan atas itu menggema. Tidak lama kemudian dua orang bertubuh kekar datang meringkus Lisa.

"Lepas...! Kalian para pria pengkhianat!" Lisa berteriak-teriak. Bening menangis sesegukan melihat kedua tangan sang ibu diikat dengan gesfer oleh scurity. Scurity memaksa Lisa ke luar hotel di ikuti Bening.

"Kamu tinggal dimana?" Tanya Scurity bermaksud mengantarkan Bening dengan mobil milik scurity ketika mereka tiba di tempat parkir.

"Di kampung sawah Pak," Bening menjawab sambil membantu scurity memasukkan Lisa duduk di jok.

"Tunggu" Naura artis cantik rambut ikal, rok panjang belahan di paha itu menghampiri Bening. Bening menoleh cepat membiarkan Lisa diurus scurity.

"Kenapa ibu kamu tidak dirawat di rumah sakit jiwa saja, jika kamu biarkan ibu kamu diam di rumah. Bukan hanya kamu yang akan dibunuh, tetapi juga akan membunuh orang-orang terdekatnya?" Nasehat Naura.

Bening menunduk sedih menelaah apa kata Naura. Dalam hati kecilnya membenarkan. "Sa-saya..." Bening tidak melanjutkan ucapanya.

"Tidak punya biaya, gitu kan maksudnya?" Sambung Naura.

"Iya Non." Bening menangis.

"Jangan khawatir masalah biaya, saya akan membiayai pengobatan ibu kamu di rumah sakit jiwa, sampai sembuh," Tegas Naura.

Bening mengangkat kepalanya manatap artis terkenal itu tidak percaya. Ternyata seorang Naura mempunyai sikap dermawan.

"Benarkah?" Tanya Bening polos.

"Benar... tetapi ada syarat yang harus kamu penuhi," Naura tersenyum penuh rencana.

"Apa yang harus saya lakukan Non?" Bening ragu dan takut jika Naura minta dirinya untuk berbuat yang melanggar hukum.

...~Bersambung~...

Bab 2

Bening dihadapkan dalam dua pilihan yang sulit, jika menerima tawaran Naura ia takut jika pekerjaan yang diberikan artis itu akan menjerumuskan dirinya, tetapi jika tidak diterima tentu tidak bisa merawat sang ibu ke rumah sakit.

"Aku mau ke luaaar..." Teriakan Lisa menyadarkan lamunan Bening.

"Jangan terlalu lama berpikir Bening, atau kamu akan membiarkan ibumu terus seperti itu" Naura menekankan.

"Baiklah Non, saya mau," Bening pun masuk ke dalam mobil.

"Tunggu Bening, kamu harus tanda tangan kontrak kerja kamu dulu," Naura menyodorkan map.

Karena tidak konsentrasi mendengar teriakan Lisa, Bening tidak membaca apa isi tulisan dalam map tersebut. Tanganya segera membuka map menandangani kemudian mengembalikan kepada Naura.

Naura menatap mobil milik scurity yang sudah berjalan lebih dulu tersenyum. Ia lalu menemui Bayu suaminya yang sudah menunggu di dalam mobil.

"Kamu darimana Ra?" Tanya Bayu, sedikit kesal. Pasalnya Naura izin ke toilet sebentar tetapi lama.

"Kita langsung rumah sakit jiwa Pir," Kata Naura tidak menjawab pertanyaan Bayu.

"Rumah sakit jiwa? Mau apa Ra?" Bayu terkejut menoleh Naura yang sudah duduk di sebelahnya.

"Gini loh Mas, aku bermaksud merawat wanita gila tadi. Aku kok kasihan melihat anak gadisnya tadi," Papar Naura, Bening yang dimaksud.

Dahi Bayu mengeryit, bingung mendengar penuturan istrinya. Sejak kapan istri di sebelah nya ini mempunyai sifat welas asih jika tidak ada maksud tertentu.

"Kok kamu malah lihatin aku gitu sih Mas? Kamu setuju nggak?"

"Seharusnya aku yang tanya sama kamu Ra, ada hubungan apa kamu sama wanita gila itu? Sampai repot-repot membantunya?" Potong Bayu, tidak habis pikir.

"Kamu nanti akan tahu jawabnya Mas," Naura tersenyum penuh maksud. Hening, suasana di dalam mobil. Bayu masih bertanya-tanya dalam hati apa yang akan direncanakan istrinya.

"Mereka kira-kira sudah tiba belum ya Mas?" Tanya Naura setelah tiba di rumah sakit. Naura bingung sebab scurity tadi berangkat lebih dulu, tetapi mobilnya belum terlihat.

"Manaku tahu?" Jawab Bayu mengedikkan pundak.

"Nah itu dia," Ujar Naura ketika mobil yang dia tunggu-tunggu sudah tiba. Memandangi Bening ketika turun dari mobil menahan ibunya yang meronta-ronta ingin lepas dari pegangan dua scurity. Naura mendekat memerintahkan kepada scurity agar membawa Lisa ke ruang rawat.

"Keluarkan aku..." Jerit Lisa. Bening menangis hanya bisa memandangi sang ibu yang sudah berada di ruangan. Bening benar-benar sedih, melihat ibunya diberi suntikan baru kemudian tenang.

"Ibu baik-baik disini ya." Ucapnya dengan bibir bergetar. Kini ia harus berpisah dengan sang ibu. Walaupun begitu keadaannya, Lisa tetaplah ibu yang melahirkan. Penyemangat saat bekerja mencari sesuap nasi.

"Bening, sudahlah... biarkan ibu kamu tenang disini. Yakinlah, tempat inilah yang tepat untuk ibu kamu." Naura mengajak Bening meninggalkan Lisa yang sudah tertidur. Tiba di parkiran, Bening sekilas melirik pria yang sedang bersandar di mobilnya. Pria itu begitu dingin tidak menghiraukan ke hadiran Bening yang sudah masuk ke mobil di sebelah supir, atas perintah Naura.

"Untuk apa kamu mengajak gadis tompel anak orang gila itu ke dalam mobil kita Ra?" Tanya Bayu tidak suka.

"Kita antar ke rumahnya Mas, kasihan dia." Ujar Naura. Berdebatan pasutri itu, rupanya didengar oleh Bening. Gadis itu segera turun dari mobil.

"Saya naik angkutan saja Non." Kata Bening. Ia tidak marah jika hanya dihina karena tompel, tetapi jika ada orang yang menghina ibunya, Bening tidak terima.

"Tunggu Bening." Cegah Naura, ketika Bening sudah berlalu kemudian menghentikan langkahnya.

"Maaf ya, kalau suami saya berkata kasar, tetapi sebenarnya dia baik kok. Ayo kita kembali ke mobil." Naura membujuknya.

"Tidak Non, saya numpang angkutan saja, sudah biasa soalnya." Jujur Bening.

"Baiklah... untuk membicarakan pekerjaan apa yang akan aku berikan kepadamu, besok temui saya di Cafe pusat kota ya. Tidak jauh kok, dari rumahmu." Naura memberi secarik kertas memberikan alamat Cafe.

"Baik Non."

Bening pun akhirnya pulang, beberapa menit kemudian, waktu sudah mendekati magrib ia turun dari angkutan.

Senja remang-remang, Bening berjalan hati-hati agar tidak jatuh ke sawah. Karena jalanan hanya muat satu orang. Bagusnya Bening setiap pulang kerja sore hari, karena jika sudah malam akan gelap. Di tempat itu tidak ada lampu karena berjalan di antara sawah-sawah, tetapi bukan tanah warga setempat melainkan milik salah satu perusahaan yang belum dibangun lalu ditanami warga.

Tiba di rumah, sangat gelap, Bening meraba saklar. Ketika lampu menyala ia ke kamar sang ibu. "Ibuuu..." Bening menangis membenamkan wajahnya di bantal. Lagi-lagi dia sedih saat ini tidak ada ibunya di rumah.

Setelah beberapa menit menangis, hati Bening sedikit lega lalu beranjak ambil air wudhu. Ia berdoa mohon kepada sang pencipta agar ibunya di rumah sakit cepat sembuh dan bisa berkumpul lagi dalam keadaan normal seperti saat Bening SMP dulu.

Setelah shalat, Bening membereskan kamar, sudah biasa walaupun tadi pagi sudah Bening bereskan tetapi kamar ibunya selalu berantakan. Wajar, karena keadaan Lisa memang demikian. Menunggu waktu shalat isya datang, Bening mengaji, tidak ada selera makan ia pun langsung tidur di kamar Lisa.

Pagi hari nya, Bening memasak jika biasanya menyiapkan makan untuk Lisa dan untuk bekal dirinya. Kini Bening hanya masak mie instan saja, sebelum akhirnya berangkat bekerja.

"Assalamualaikum..." Ucap Bening ketika tiba di toko ternyata toko sembako tersebut sudah di buka. Samar-samar terdengar jawaban dari Annas teman kerjanya.

"Kamu sudah sarapan Ning?" Tanya Annas penjaga toko pria yang bagian angkat-angkat barang.

"Belum, sarapan bareng yuk." Bening antusias, jika ada temanya mungkin akan menggugah selera makannya.

"Kok tumben, kamu membawa bekal mie Ning?" Tanya Anas heran, karena tidak biasanya.

"Sekali-sekali, sarapan yuk," Bening membuka penutup bekal. Kedua remaja itu duduk di lantai makan bersama.

Di sela-sela makan, Bening menceritakan jika ibunya kali ini sudah dirawat di rumah sakit atas pertolongan Naura.

"Apa? Naura artis terkenal itu Ning?" Annas terkejut, tidak percaya jika seorang Naura ternyata sangat baik.

"Iya" Bening mengangguk, lalu bercerita jika nanti sore akan bertemu Naura di Cafe.

"Waah... Mudah-mudahan kamu diajak syuting film layar lebar Ning, jika iya jangan lupa mengajak aku ya." Annas antusias.

"Ah! Kamu ini An, paling aku mau dijadikan pembantu di rumah nya" Jawab Bening walaupun tidak yakin jika pekerjaan itu yang akan diberikan Naura.

Tidak lama kemudian, dua orang bagian kasir datang. Bening yang bagian melayani pembeli bekerja sampai sore.

"Ning, aku sekarang sudah punya motor, kamu aku antar pulang ya," Annas menunjuk motor barunya yang diparkir di depan toko.

"Tapi aku mau ke Cafe An, bukan pulang ke rumah," Tolak Bening secara halus.

"Kemanapun kamu pergi, aku siap antar," Annas bersemangat. Bening akhirnya mengalah membonceng Annas diantar ke Cafe.

Tiba di tempat, Bening mengedarkan pandanganya mencari sosok Naura. Sebenarnya Bening takut jika Naura datang bersama suaminya yang mengolok-olok ibunya tidak punya perasaan itu. Namun, Bening bernapas lega, kala Naura melambaikan tangan datang hanya seorang diri.

...~Bersambung~...

Bab 3

"Duduk Ning?" Kata Naura ketika Bening sudah berdiri di hadapannya. Bening merasa aneh artis di depanya sedang menghisap rokok lalu mematikan dengan cara menekan di asbak begitu Bening tiba. Bening pun menarik kursi duduk berhadapan dengan Naura.

"Kamu mau pesan apa Ning?" Tanya Naura, memandangi wajah Bening yang ada dua tompel di pipi itu, lalu memegang pipinya sendiri. Naura merasa ngeri jika wajahnya begitu tentu tidak akan mendapatkan job lagi.

"Tidak usah Non," Tolak Bening dia sudah tidak sabar pekerjaan apa yang akan diberikan Naura kepadanya.

"Kamu sudah tidak sabar rupanya. Hahaha..." Naura tertawa lebar. Tidak minta persetujuan Bening, ia memesan juice buah seperti dirinya.

"Bening, kamu tamatan apa?" Selidik Naura. Mulai mengorek jati diri Bening.

"Saya hanya lulusan SMP Non." Jujur Bening, gurat kesedihan muncul di wajahnya. Seketika dia ingat. Andai saja punya biaya tentu dia akan melanjutkan ke SMA. Namun, semua sudah takdir yang harus Bening terima. Jika ibunya tidak depresi, walaupun tanpa ayahnya tentu ia bisa bekerja apapun yang penting bisa melanjutkan sekolah.

"Kok kamu malah sedih Ning, jangan khawatir, kamu nanti bisa sambil sekolah paket C, kok." Naura menyemangati.

"Benar Non," Bening bersemangat, walaupun hanya paket C, setidaknya mampu menjembatani dirinya masuk ke perguruan tinggi. Entah akan tercapai atau tidak, Bening harus berharap agar lebih baik.

"Gampang itu sih." Naura meneguk juice yang baru saja dihidangkan oleh pelayan. Keduanya ngobrol ringan sambil minum. Naura menanyakan tentang keluarga Bening terutama ayah.

"Oh iya Non, lalu pekerjaan apa yang akan Nona Naura berikan untuk saya," Bening sejak tadi menunggu. Namun, Naura justeru tanya ini itu mengubah profesi nya sebagai artis mendadak menjadi wartawan, hingga lupa apa tujuan awal untuk apa mereka janji bertemu disini.

"Oh iya, satu lagi aku mau tanya sama kamu jawab dengan jujur," Tegas Naura. "Apakah kamu sudah mempunya pacar, calon suami, atau bahkan sudah menikah?" Cecar Naura.

"Maaf Ning, kalau aku tanya begini, karena ini penentuan apakah kamu layak menerima pekerjaan yang akan aku berikan kepadamu."

"Tidak punya Non, pria mana yang mau sama wanita tompelan seperti saya ini," Bening menarik kerudung untuk menutup tompel nya.

Naura tersenyum lega. "Kamu ini Ning, jodoh itu tidak pandang cantik atau buruk. Inilah pekerjaan yang akan aku berikan kepadamu. Kamu akan aku jodohkan dengan pria kaya raya, apapun yang kamu mau tidak akan kekurangan terutama untuk kesembuhan ibumu."

"Menikah? Potong Bening terkejut." Kenal saja baru, tetapi artis di depanya mau menjodohkan dirinya. Pasti jodohnya itu pria tua dan sakit-sakitan atau siapa hanya Naura yang tahu.

"Jika Nona minta saya merawat bapak Nona yang sudah renta. Saya siap Non, tetapi saya rasa tidak harus menikah." Tolak Bening sopan.

"Hahaha..." Tawa Naura, mengejutkan Bening. Walaupun orang pinggiran, Bening tahu bagaimana cara wanita tertawa.

"Kamu akan aku jodohkan dengan suami saya." Kata Naura tanpa ragu.

"Apa?!" Tandas Bening. Gadis itu berdiri, kontan suaranya yang memekik menjadi perhatian orang yang sedang menikmati kopi dan cemilan sore.

"Tunggu Bening, dengarkan dulu penjelasan saya." Naura menahan tangan Bening dan memintanya untuk duduk kembali.

"Apa maksudnya Nona, mana ada istri yang rela suaminya menikahi wanita lain? Pasti Nona mempunyai maksud tertentu bukan?!" Bening nerocos tidak takut lagi.

"Oh, saya tahu! Karena Nona tidak tahan dengan sikap suami Anda yang sombong itu, lantas mau memberikan kepada saya bukan?! Karena saya gadis buruk! Saya tidak mau!" Tolak Bening tegas.

"Kamu salah Bening, Mas Bayu itu orangnya baik kok, tak kenal maka tak sayang. Kalau kamu sudah menikah nanti pasti akan tahu seperti apa suami saya." Naura meyakinkan Bening.

"Saya tidak mau!" Bening keluar dari Cafe, tidak perduli dengan orang-orang yang memperhatikan dirinya. Naura menyelempang tas yang harganya selangit itu, kemudian mengejar Bening hingga tiba di parkiran, Naura menyandak lengan Bening.

"Kamu tidak bisa menolak perintah saya Bening! Jika kamu menolak menikah dengan Bayu, saya pastikan kamu akan masuk penjara. Ibu kamu saya keluarkan dari rumah sakit, dan entah apa nasib ibu kamu. Pasti akan keluyuran di pinggir jalan. Ambil makanan di tempat sampah, dan tidur di kolong jembatan. Belum lagi ibu kamu akan membunuh orang." Ancam Naura panjang lebar.

"Apa maksud Anda?!" Bening menatap wanita di depanya geram. Naura ternyata wanita gila, lebih gila dari ibunya. Lagi pula apa maksudnya Naura akan memenjarakan dirinya, selama ini Bening tidak pernah melanggar hukum.

"Kamu sudah menandatangani perjanjian ini Bening, kamu baca ini." Naura memberikan map.

Dengan tangan gemetar, Bening membaca kata demi kata. Ternyata dalam perjanjian itu jika Bening mengingkari janji maka Naura akan menuntut nya.

"Anda gila." Bening melempar map, lalu di tangkap Naura. Jika Naura tertawa lebar, sebaliknya, Bening menangis tergugu.

"Bagaimana Bening, kamu memilih menikah dengan suami saya, tetapi ibu kamu aman di rumah sakit. Bahkan kamu bisa menjenguk setiap hari." Naura memberi penawaran.

"Cepat atau lambat ibu kamu akan kembali pulih dan kalian bisa berkumpul seperti apa yang kamu harapkan." Naura memberi harapan.

"Tetapi... ada pengecualian Bening, jika kamu membatalkan perjanjian ini, nasib kamu dan ibu kamu seperti yang sudah aku katakan di atas. Sebenarnya kamu loh, yang berada dipihak paling diuntungkan." Kata-kata Naura memojokan Bening.

"Sebenarnya ada apa Nona? Hingga segitu ngotot nya Anda ingin menjodohkan saya dengan suami Anda?" Bening ingin tahu alasannya.

"Kamu tidak perlu tahu Bening! Sebaiknya malam ini kamu menginap di rumah saya." Ajak Naura tanpa mau dibantah.

"Tidak Non, saya akan pulang, lagi pula saya belum membawa pakaian." Jawab Bening, demi sang ibu lagi-lagi dia mengalah.

"Jangan pikirkan masalah baju Bening. Ayo, di rumah saya banyak baju kamu tinggal memakainya." Naura menarik tangan Bening ke mobil.

Bening pun akhirnya tidak menolak lagi mengikuti apa kata Naura. Tiba di tempat parkir seorang pria sedang bersandar di mobil serius dengan benda ajaib di tangan.

"Mas Bayu... kamu disini?" Naura terkejut, pasalnya suaminya tadi pagi ke kantor bersama supirnya, tetapi tiba-tiba berada di tempat ini.

"Memang tidak boleh? Muach... muach..." Di ciumnya bibir Naura bertubi-tubi. Bayu terkejut kala netranya menatap si tompel berada di tempat itu juga.

Bening menatap pasutri merasa heran, sepertinya rumah tangga mereka sangat harmonis, tetapi mengapa Naura menyuruh dirinya menikah dengan Bayu? Bening pusing dengan rencana gila wanita itu.

"Ning, kamu duduk di depan ya," Titah Naura. Bening mengangguk lalu masuk ke dalam mobil duduk di sebelah supir.

Bening tidak sepatah katapun berbicara, tidak perduli di jok belakang terdengar pasutri mengumbar kemesraan, decak bibir pun terdengar dari depan, hingga mobil mewah itu berhenti.

"Bening... ayo masuk," Kata Naura, mengejutkan Bening yang bengong di luar pagar, menatap salah satu rumah mewah di pondok indah.

"Untuk apa kamu mengajak si tompel ke rumah kita Ra, bukanya pembantu kita sudah ada dua orang," Bayu menatap Bening tidak suka.

...~Bersambung~...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!