NovelToon NovelToon

Sistem Kekayaan Ganda

Kembali ke masa lalu

Angin malam berhembus datang, di hutan yang begitu gelap, tampak seorang pria dewasa tengah memeluk tubuh seorang bocah laki-laki dengan tangisan menyertai wajahnya.

Bulir-bulir air mata itu terus berjatuhan ke atas wajah bocah tersebut. Namun, hal itu tidak membuat si bocah terbangun dari pingsan atau mungkin bisa kematiannya.

"... Nak, maafkan ayah…" Ucapnya lirih dengan suara bergetar, "Maafkan ayah karena tidak bisa menyelamatkanmu dan ibumu… Ayah sungguh tidak berguna…" Sesalnya tanpa henti.

Saat ini, pria yang bernama Robin Dermawan itu terlihat sedang memeluk tubuh anaknya yang telah tak bernyawa dengan luka tampak memenuhi wajahnya.

Tak hanya bocah itu, tetapi Robin juga memiliki beberapa bekas luka di sekujur tubuhnya. Luka tersebut merupakan luka dari senjata tajam dan beberapa tampak seperti luka tembakan.

Walaupun darahnya terus mengalir tanpa henti, Robin tak sekalipun merasakan sakit dari luka-luka tersebut. Justru saat ini dia sedang merasakan perasaan sakit dihatinya ketika melihat kondisi anaknya yang telah tak bernyawa.

"... Maafkan ayah belum bisa memberikanmu mainan terbaru… Ayah sangat meminta maaf kepadamu…" Robin tampak tak henti-henti berbicara dengan anaknya, "Ayah sungguh menyesal, tapi kamu tenang saja, karena sekarang kita akan pergi bersama-sama dan hidup bahagia lagi dengan ibumu di alam sana…"

Robin tampak memaksakan senyuman diwajahnya, kemudian dia mencium kening sang anak dan tak lama kemudian tubuhnya terjatuh dengan kesadaran yang telah samar-samar.

Dengan tangan yang masih memeluk tubuh anaknya, Robin tersenyum tipis, menatap langit malam yang perlahan semakin kabur dari pandangannya.

"Semoga kita bisa bertemu kembali…" Harapnya yang tak lama kemudian Robin kehilangan kesadaran dan ikut bersama dengan sang anak ke alam kematian.

Paling tidak sebelum jiwa nya ditarik ke sebuah ruangan gelap yang menakutkan. Robin tampak terkejut sekaligus ketakutan setelah membuka matanya dan mendapati diri sedang mengambang di udara, yang mana sekitarnya hanya terdapat kegelapan.

"Dimana ini…?" tanya Robin sambil melihat sekitar, "Apakah ini alam kematian?" 

"Huh… jika itu memang benar, maka sungguh mengenaskan nasibku… Tapi aku berharap dapat dipertemukan lagi dengan keluargaku di alam ini…" Gumam Robin dengan wajah masam dan tatapan yang kosong.

[Itu dapat dilakukan…]

Ketika suasana hatinya sedang dalam keadaan buruk, tiba-tiba saja terdengar suara datar yang kemudian menggema di seluruh ruangan. Robi sendiri sangat terkejut dengan kehadiran suara tersebut yang tidak diketahui dimana sumbernya.

"S-siapa kamu!?" tanya Robin suaranya bergetar karena ketakutan.

Kemudian, tak lama setelah itu suara asing kembali menyahut pertanyaannya dengan datar.

[Saya adalah sebuah entitas yang tidak memiliki esensi kehidupan. Anda bisa memanggil saya sebagai Sistem—]

Sebelum Sistem menyelesaikan kalimatnya, Robin berteriak dan menyela ucapannya dengan wajah yang masih gelisah.

"Siapapun kau, keluarlah dan tampakkan wajahmu di depanku! Aku akan menghajar mu jika kau salah satu dari mereka!" ucap Robin merujuk pada sekelompok orang yang telah membunuhnya.

Mendengar itu, Sistem tak terdengar membantah, namun tak lama kemudian sebuah layar biru muncul di hadapan Robin dengan menampilkan sebuah emoticon berwajah datar.

"K-kau!?" Robin terkejut bukan main setelah melihat itu.

[Ya, ini wujud saya. Anda bisa menyebutnya sebagai Sistem. Dan kali ini, saya akan menjawab segala keraguan yang ada di dalam diri Anda, Tuan.]

Mendengar itu, wajah Robin berkerut, dia mencoba menarik nafas untuk mengatur nafasnya yang tak beraturan. Setelahnya, dia kembali menatap Sistem dengan wajah yang sudah membaik.

"Apa maksudmu?" tanya Robin dengan wajah yang tenang.

[Baiklah, itu respon yang bagus.] Ucap Sistem sebelum kemudian melanjutkan perkataannya.

[Sebelum itu, saya akan menegaskan kembali bahwa saya merupakan sebuah Sistem yang memiliki kesadaran.]

[Kehadiran saya disini adalah untuk menawarkan sesuatu kepada Anda. Apakah anda penasaran dengan itu?] tanya Sistem dibalas dengan anggukan kecil.

[Saya akan menawarkan sebuah kontrak, yang mana di dalam kontrak tersebut dijelaskan segala ketentuan yang tentunya lebih menguntungkan bagi Anda.]

Mendengar jeda di antara kalimatnya, Robin memutuskan untuk bertanya sebelum Sistem melanjutkan kalimatnya, "Kontrak apa itu?"

[Kontrak tersebut adalah kontrak yang mengikat saya dengan Anda. Dan Anda bisa menyebut kontrak itu sebagai kontrak antara budak dan Tuan. Tentu saja, dalam konteks yang lebih normal.]

"Apa yang akan aku dapatkan dari kontrak itu?" tanya kembali Robin dengan wajah penasaran.

[Anda akan memiliki hak untuk memiliki saya, kemudian Anda juga akan mendapatkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari hal itu.]

[Namun, saya tidak akan menjelaskan lebih lanjut mengenai keuntungan yang bisa anda dapatkan. Karena hal ini bersifat netral, sehingga saya akan menentukan peran yang sesuai ketika kita berdua sudah terikat dengan kontrak.]

Mendengarnya, Robin sedikit kebingungan. Namun jika berkaca dengan kondisinya yang telah menjadi jiwa mati, tidak ada salahnya untuk mempercayai hal itu, mengingat dirinya tidak memiliki sesuatu untuk di taruhkan.

'Tidak ada keuntungan baginya untuk melakukan kontrak dengan jiwa mati sepertiku, dan seluruh penjelasannya cukup menarik minatku…' Batin Robin berpikir dengan keras.

Hingga beberapa saat kemudian, dia telah berhenti memikirkan apapun dan berkata, "Baiklah. Aku tidak akan mempertanyakan lebih lanjut mengenai keberadaan mu, dan aku akan menerima tawaran mu itu!"

[Keputusan yang tepat.] Sistem menjawab dengan emoticon tersenyum tipis.

Setelah itu, sebelum mereka berdua melakukan kontrak yang dimaksud, Robin dengan cepat bertanya sesuatu sekali lagi kepada Sistem.

"Tunggu sebentar… Aku ingin mengetahui maksud dari perkataan mu yang awal? Apa yang kamu maksud dengan 'Itu bisa dilakukan'? Apakah benar aku bisa kembali bertemu dengan keluargaku!?" tanya antusias Robin.

[Tentu saja saya tidak berbohong. Namun yang saya maksud dengan itu bukanlah mempertemukan kalian secara langsung, karena yang akan saya lakukan adalah memindahkan jiwa Anda ke masa lalu, sesaat setelah kita melakukan kontrak. Mengerti?]

"Masa lalu… Baiklah, apapun itu aku akan mempercayakan semuanya kepadamu!" ungkap Robin dan tak lama kemudian jiwanya mengeluarkan sejumlah cahaya yang kemudian mengisi kegelapan.

Tanpa beraksi lebih, Robin hanya memejamkan matanya dan merasakan setiap sensasi hangat yang dikeluarkan oleh cahaya menyilaukan itu.

Hingga tak lama kemudian, tiba-tiba saja tempat sudah berganti, dan kini tampak Robin sedang berjongkok sambil membersihkan pecahan gelas yang terhambur di lantai.

Disamping itu, tampak beberapa orang sedang melihatnya sambil menyilangkan tangan di dada dan menatap jijik kearah Robin.

'Dimana aku?' Batin Robin yang kesadarannya baru saja memasuki raganya.

"Hei, kenapa kau malah menghentikan pekerjaanmu!? Cepat bersihkan itu sebelum kita menginjak kakimu lagi!" Tegur seorang wanita dengan ancaman.

Robin yang mendengar itu awalnya mendongak, kemudian tak lama setelahnya dia tersadar dan mengingat kejadian ini di benaknya.

'Aku kembali ke masa lalu?' Batin Robin bertanya, kemudian melanjutkan pekerjaannya dengan ekspresi yang menyimpang ribuan pertanyaan.

Melihat Robin yang kembali bekerja, tampak wajah kedua orang itu berubah menjadi kesal dan mendengus sebelum kemudian berbalik pergi meninggalkan Robin sendiri.

Mereka kesal karena saat ini mereka tidak dapat menyiksa Robin yang telah kembali melakukan pekerjaannya dengan baik. Dan walaupun mereka tetap menyiksanya, sensasi yang mereka dapatkan jelas jauh berbeda.

Sementara itu, Robin yang telah membersihkan pecahan gelas langsung pergi menuju halaman belakang untuk memastikan sesuatu.

"Aku sudah melihat layar ini sejak awal…" Ucap Robin dengan ekspresi terkejut, "Apakah yang dia katakan sebelumnya benar-benar nyata?"

[Sistem sedang melakukan penyesuaian…]

[85%...90%...95%...100%]

[Penyesuaian telah berhasil!]

[Harap bersiap-siap untuk proses penggabungan Sistem!]

"Apa yang dia maksud?" Bingung Robin dengan kerutan diwajahnya.

Namun tak lama kemudian dia tiba-tiba merasakan sensasi menyengat di kepalanya, yang membuat dirinya langsung terjatuh dengan posisi bersujud sambil memegang kepala bagian belakang.

"Arghh…. Akhk!" Robin terus mengerang kesakitan selama proses penggabungan itu.

Hingga beberapa menit kemudian, tampak kesadarannya sudah berada di ambang batas dengan mulut yang mengeluarkan busa.

Disamping itu, Sistem yang telah melakukan penggabungan kembali memunculkan notifikasi dengan emoticon senyuman bahagia.

[Sistem telah berhasil melakukan penggabungan!]

[Sistem Kekayaan Ganda tercipta!]

[ :) ]

Sistem

Setelah cukup lama tidak sadarkan diri, tak selang beberapa menit, Robin kembali terbangun dengan kondisi yang linglung. Dan juga dirinya sedikit merasakan perasaan pusing yang tersisa akibat hal itu.

Robin dengan linglung mengedarkan pandangannya, dan tak lama setelah itu dia mengalihkan perhatiannya ke arah notifikasi yang masih mengambang di hadapannya.

[Sistem Kekayaan Ganda tercipta!]

[ :) ]

[Dengan Sistem ini, anda akan mendapatkan beberapa misi di samping misi utama yang memiliki hubungan kuat dengan niat balas dendam Anda!]

[Sistem akan menggandakan kekayaan Anda setiap minggunya, sehingga Anda dapat terus mengumpulkan kekayaan Anda dengan cara menyelesaikan misi yang telah disiapkan!]

[Hadiah perkenalan: 1.000.000 rupiah, 10 Point Sistem]

Robin tampak beberapa kali mengucek matanya dengan kegembiraan yang bercampur kebingungan. Namun, setelah memastikan semuanya nyata, perlahan senyuman lebar terukir di wajahnya.

"... Aah, aku benar-benar beruntung!" Seru dirinya hendak untuk melompat kegirangan.

Namun sebelum melakukan itu, seketika dibenaknya terbesit sebuah kenangan masa lalu yang membuat wajah bahagianya mulai luntur.

"Ya, benar. Aku tidak boleh terlalu berlarut dalam kebahagiaan, aku masih perlu untuk melakukan sesuatu yang lebih besar!" Ungkapnya kemudian berbalik dan berjalan memasuki mansion.

Di dalam mansion, Robin langsung berpapasan dengan Bibi pembantu yang telah menjadi temannya selama ini. Dan dia jugalah yang telah membantu Robin dalam melakukan sesuatu yang bersangkutan dengan pekerjaan rumah.

"Robin? Sedang apa kau di sana?" Tanya bibi Sainah sambil memegang sapu.

Sesaat Robin tak menjawabnya, dia membeku di tempatnya sambil terus menatap Sainah dalam diam. Namun, beberapa saat kemudian dia kembali tersadar dan tersenyum masam sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ah? Ahaha, tidak, aku hanya selesai membersihkan halaman…" Dalih Robin kemudian berjalan menghampiri Sainah.

Tentu saja itu berbohong, karena sebelumnya dia tidak sadarkan diri tanpa ada seorangpun yang melihat atau mengetahuinya. Sehingga akan terdengar aneh jika sampai dia mengatakan hal itu kepada Sainah

"Hmm? Perasaan... bibi sudah menyapunya. Apa itu kotor lagi, ya?" Kebingungan Sainah sambil mencoba untuk terus mengingat.

"Y-ya, mungkin seperti itu, Bi." Ucap Robin mencoba meyakinkan Sainah, "Bibi sendiri sedang apa?"

Mendengar pertanyaan Robin, tampak wajah Sainah langsung berubah menjadi panik, kemudian dia pergi sambil membawa sapu dan berkata, "Ah! Bibi lupa, sekarang Tuan rumah dan keluarganya akan makan malam sebentar lagi! Astaga, kenapa Bibi sampai melupakan itu!"

Robin hanya tertawa canggung ketika melihat reaksi Sainah yang begitu lucu. Namun setelah keberadaan Sainah menghilang dari pandangannya, Robin kembali memasang wajah masam.

'Aku melihatnya lagi, padahal di masa depan dia akan mati di tangan Soni karena berusaha menyelamatkan diriku dari siksaan mereka. Sungguh, aku harus menyelamatkan nya kali ini!' Batin Robin dengan yakin.

Setelah cukup lama berdiam diri, pada akhirnya Robin pergi menghampiri Sainah dengan niat untuk membantunya dalam memasak. Mengingat hanya Sainah seorang diri yang selalu memasak makanan.

"Sini Bi, aku akan bantu!" Usul Robin ketika berada di samping Sainah.

"Memangnya kamu sudah yakin dengan kemampuan memasak mu? Terakhir kali bibi ngerasain masakan kamu itu asin banget!" Ucap Sainah memperagakan ekspresinya ketika memakan masakan Robin.

"Haha! Maafkan aku Bi, itu namanya pengalaman pertama! Tapi tenang, sekarang aku hanya ingin membantu memotong sayuran saja. Apa tidak masalah?" Tanya Robin dibalas anggukan setelah cukup lama menunggu balasan Sainah.

"Baiklah, kalau cuma itu saja tidak masalah! Asalkan jangan sampai sentuh bumbu masakan!" Tegas Sainah berpesan.

"Iya, iya, baiklah." Sahut Robin dengan senyuman terpaksa.

Ya, kekhawatiran Sainah memiliki alasan tersendiri. Mengingat Robin yang selalu jadi kambing hitam di dalam keluarga, Sainah menjadi selalu khawatir jika sampai Robin melakukan kesalahan yang cukup fatal, dan berakhir mengenaskan di tangan keluarganya sendiri.

Walaupun mereka tidak layak disebut sebagai keluarga Robin, namun kenyataan bahwa dirinya hanyalah anak haram tidak dapat dipungkiri lagi.

Memang tak semua orang yang ada di keluarga ini tahu tentang fakta itu, tetapi sikap mereka kepada Robin benar-benar tidak berperikemanusiaan.

Mengesampingkan hal itu, setelah cukup lama memakan waktu, akhirnya masakan telah siap. Bisa terlihat kemewahan dari beberapa makanan yang telah dimasak, itu sangat menggugah selera.

Dan ketika makanan itu dibawa ke ruang makan, terlihat sudah ada satu keluarga duduk diantara kursi yang mengelilingi meja berbentuk persegi panjang itu.

Robin yang saat ini membantu Sainah tampak sedang menahan gejolak amarah ketika melihat sosok ayahnya yang benar-benar menjijikkan.

Karena dibalik sikapnya yang terlihat tenang, dia merupakan manusia paling hina yang pernah Robin temui. Bahkan hingga saat ini keberadaan ibunya masih disembunyikan oleh pria itu.

"Kenapa lama sekali sih, Bi? Kita sudah menunggunya dari tadi!" Keluh Tania dengan ekspresi kesal menatap Saniah.

"Maafkan Bibi." Tak berani membantah, Sainah menjawabnya dengan sopan.

Walaupun begitu, Tania tampak tidak puas, dia terus menatap tajam ke arah Saniah dan terlihat hendak untuk melakukan sesuatu kepadanya.

Namun, ketika dia melihat Robin, amarahnya tiba-tiba dialihkan kepada pemuda tidak bersalah itu.

"Ini pasti karena si sampah itu, kan? Kenapa sih dia masih ada di rumah ini? Bahkan bekerja saja dia jarang, dan setiap hari hanya menikmati waktu sebagai pengangguran akut." Cibir Tania dengan wajah angkuh.

Mendengar ucapannya, seketika orang-orang langsung mengalihkan pandangannya ke arah Robin yang tampak sudah selesai dengan pekerjaannya.

Robin sendiri merasa kesal dengan ucapan Tania yang berniat untuk menjadikan dirinya sebagai kambing hitam lagi.

"Benar, aku juga merasakan hal yang sama sepertimu, Kak! Itu sangat memalukan, menetap di rumah orang lain tanpa melakukan pekerjaan sangat mencerminkan seorang sampah!" Sambung Soni, adiknya Tania.

Mendengar itu, tampak kerutan di wajah Anton, Ayahnya Robin serta kedua manusia aneh itu. Sesaat dirinya menatap ke arah Robin, namun tak lama kemudian mengalihkan pandangannya ke arah kedua anaknya dan menegur mereka.

"Sudah hentikan itu! Saat ini kita akan makan malam. Jangan merusak suasana!" Anton meninggikan suaranya ketika menegur kedua anaknya itu.

Namun, tegurannya tersebut membuat istrinya menjadi geram dan langsung murka, "Apa? Sekarang kau malah membentak kedua anakmu!? Padahal sudah jelas mereka tidak salah! Kenapa kau malah membentak mereka, bukan si sampah itu!?"

"Sudah cukup! Hentikan, hentikan ini sejenak. Aku tak ingin membahasnya lebih lanjut tentang si sampah atau si berlian, sekarang lebih baik kita lanjutkan makan." Ucap Anton mencoba menenangkan suasana.

Sementara itu, disaat mereka sedang bertengkar, Robin kini terlihat sudah kembali dan melihat layar hologram di depan matanya yang menunjukkan sebuah misi pertamanya dengan hadiah fantastis.

"Apa? Apakah aku bisa mendapatkan ini?" Tanya Robin tidak percaya, sambil sesekali menampar pipinya.

"Ini terlalu menggiurkan walaupun cukup merepotkan!" Lanjutnya dengan senyuman.

[Misi terpicu!]

[Lakukanlah sesuatu untuk membuat Tuan diusir secara tidak hormat dari tempat saat ini!]

[Hadiah: 10.000.000 rupiah dan 1 point sistem]

[Hukuman: Kehilangan penglihatan]

[Durasi: 00:47:20:48]

Melakukan tindakan

Keesokan harinya, pagi yang cerah telah kembali datang, entah apa yang terjadi sebelumnya, namun kali ini tampak Robin masih tertidur di kamarnya yang lebih mirip seperti gudang kecil.

Dia tertidur di atas matras tanpa peralatan tidur lainnya. Walaupun begitu, tampak kepuasan terpancar dari wajahnya yang sedikit tak terurus.

Tanpa memikirkan kekhawatiran apapun, dia guling-guling dari matras nya sambil terus menikmati mimpi indahnya yang sebentar lagi akan menghilang.

Ya, disaat Robin tertidur, terdengar suara ketukan disertai teriakan berasal dari balik pintu kamarnya. Dengan keras orang tersebut mengetuk pintu sambil terus berteriak memanggil Robin dengan panggilan yang menyela.

"Dasar sampah! Cepat bangun kau sialan!!" teriak Tania bernada kesal.

Menyadari sahutan tak kunjung datang, Tiana semakin murka, wajahnya terlihat merah padam dengan kepalan tangan yang menguat. Dia telah berada di ambang batasnya.

"Dasar sampah tidak tau diri! Bangun kau!" Kembalinya dengan suara yang semakin meninggi.

Hari ini, karena supir rumah sedang cuti, mereka terpaksa harus menggunakan jasa Robin yang bisa mengendarai mobil. Walaupun mereka bisa melakukannya sendiri, namun entah untuk alasan apa mereka lebih memilih memakai jasa Robin.

Sementara itu, Robin yang merasa terganggu pada akhirnya terbangun. Dengan wajah mengantuk dia berjalan dan membuka pintu sambil menguap dengan puas.

"Ada apa sih? Berisik sekali..." Keluhnya kemudian menguap semakin lebar.

Melihat Robin yang tampak tidak merasa bersalah, semakin menaikkan darah Tania hingga dengan perasaan murka dia menampar keras pipi Robin.

"Kau... beraninya kau menunjukkan sifat sampah mu di hadapanku!? Kau pikir siapa dirimu!" Kesalnya kemudian kembali menampar pipi Robin hingga meninggalkan bekas merah.

Robin yang diperlukan itu hanya bisa melebarkan matanya sambil memegangi pipinya yang terasa panas, "Apa yang kau lakukan, sialan!? Lihat, pipiku sampai meninggalkan bekas seperti ini gara-gara kau!"

Mendengar itu, Tania semakin kesal, "Hah!? Kau benar-benar tidak tahu diri! Sekarang, jangan harap kau bisa lari karena beberapa kesalahan yang telah kau lakukan hari ini!" Ucapnya mengancam kemudian hendak untuk menelpon seseorang namun tindakannya segera dihentikan oleh Robin.

"Heh, sekarang kau ingin melaporkan sesuatu kepada penjaga? Apa kau tidak tahu, kalau aku bisa saja mengungkapkan rahasia yang mungkin dapat membuat status mu di keluarga ini menghilang..." Ucap Robin dengan suara santai, namun terdengar begitu menakutkan.

Dengan Robin yang mengatakan itu, pada akhirnya Tania tidak jadi menelpon seseorang. Sebaliknya, kini dia terlihat sedang menatap Robin dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Apa yang kau maksud? Kau pikir dirimu bisa mengancam ku!? Aku tidak takut dengan anca—"

Sebelum Tania menyelesaikan perkataannya, Robin segera memotongnya dengan seringai di wajah, "Kau yakin...?"

Walaupun hanya pertanyaan sederhana, namun itu berhasil membuat Tania berpikir sejenak dan mengira bahwa Robin sedang bersungguh-sungguh dengan perkataannya.

Melihat Tania yang diam saja, Robin kembali melanjutkan perkataannya, "Aku tahu mengenai hubungan terlarang mu dengan beberapa pria diluar sana, dan jika kabar ini sampai ke telinga tunangan mu... Ah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya..."

Mendengarnya, tampak keringat dingin mulai bermunculan di wajah cantiknya Tania, menyebabkan riasannya menjadi luntur. Namun dengan ketenangan yang coba dipertahankan, dia menatap getir sosok Robin dan mulai berkata.

"A-apa yang kau maksud? Hubungan dengan pria lain? Apa kau pikir aku akan melakukan tindakan hina ini!?" Bantah Tania dengan keberanian yang tersisa.

Namun itu tidak berarti apa-apa bagi Robin yang tampak semakin melebarkan senyumannya, dan kemudian dia berkata, "Hmm... ya itu pasti memalukan bagimu, karena pria simpanan mu merupakan orang dari keluarga yang tidak memiliki nama. Ya, ya, ya, itu pasti akan sangat memalukan jika sampai tersebar ke publik."

Semakin mendengarnya, semakin deras keringat yang mengucur dari seluruh tubuhnya. Di dalam benaknya, Tania terus bertanya-tanya mengapa seorang Robin yang diketahui jarang berinteraksi sosial bisa mengetahui rahasia yang bahkan keluarganya sendiri tidak tahu.

"Hehe... Sepertinya aku tidak salah." Goda Robin mendekatkan wajahnya dengan Tania, "Ya... Ini adalah kesalahanmu karena telah datang sendirian untuk mendatangiku. Apa kau pikir aku akan diam saja ketika diperlakukan seperti itu olehmu?" Lanjutnya sambil mengangkat dagu Tania dengan telunjuknya.

Tania tidak bisa berkata apa-apa lagi, dengan cepat dia menepis tangan Robin dan berjalan pergi meninggalkan pria itu sendirian lagi.

Melihat kepergiannya yang semakin menjauh, Robin tersenyum sinis kemudian kembali ke dalam gudang dan menutup pintunya dengan pelan. Dan beberapa saat setelahnya, wajah Robin memucat sambil perlahan duduk di dekat pintu.

"Hah... Hah... Itu berbahaya..." Gumam resah Robin sambil mengelus dadanya, "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi beruntung aku berhasil memukul mundur dirinya untuk sementara waktu..."

Dibalik sikapnya yang tampak tenang, sebelumnya Robin benar-benar dibuat ketakutan setengah mati karena mencoba untuk mengancam seorang putri dari Tuan rumah.

Walaupun apa yang dia katakan merupakan sebuah fakta yang tak terbantahkan, namun dengan statusnya yang sebagai orang rendahan ini dapat membuat posisinya semakin terancam.

"Hah... Beruntung rahasia yang ku ketahui dari masa depan dapat dijadikan tameng untuk saat ini. Bagaimana jika itu tidak berhasil?" Robin membayangkan situasi jika dirinya gagal melakukan hal itu.

"Yah, ini kulakukan demi menyelesaikan misi pertama yang diberikan oleh Sistem. Namun, hanya mengancam satu orang itu tidak akan membuat semuanya berjalan dengan lancar..." Gumam Robin setelah mendapatkan kembali ketenangannya.

"Sepertinya masih banyak hal yang perlu kulakukan saat ini, tentu saja semuanya akan kulakukan dengan cepat... Tunggu aku, kebebasan!" Lanjutnya dengan semangat yang membara.

***

Robin kembali melanjutkan aktivitasnya seperti semula, namun dengan rasa semangat yang menurun, sehingga membuat pekerjaan nya semakin tidak maksimal dan berakhir berantakan.

Hal itu beberapa kali dilihat oleh istri Anton yang bernama Sintia, dia dengan kesal membentak Robin sambil sesekali melakukan serangan fisik kepadanya.

Namun, hal itu tidak membuat Robin putus semangat untuk kembali membuat masalah yang tentunya tidak akan membuat dirinya masuk ke dalam jurang yang lebih dalam.

Walaupun dia memiliki tujuan untuk diusir secara tidak hormat, tetapi semuanya tidak semudah apa yang dibayangkan.

Dengan menanamkan kesan buruk kepada setiap orang yang ada di Mansion, semua orang akan merasa kesal kepadanya dan berakhir dengan pengusiran secara tidak hormat.

Ya, itu memang bisa terjadi, namun bagaimana jika kesan buruk yang dia tanamkan ke setiap orang akan membuatnya berakhir dengan penyiksaan yang menyakitkan? Itu sangat menakutkan bagi Robin.

Sehingga saat ini dengan kekhawatiran tersebut Robin melakukan segala tindakan yang menyebalkan dengan konsekuensi yang tidak terlalu berbahaya.

"... Kalau begini terus, semuanya akan berjalan dengan lambat. Sementara itu durasi misi semakin menipis. Ini berbahaya..." Gumam Robin dengan resah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!