NovelToon NovelToon

Salahku Memilih Dia

Begitulah Hanif

Hanif adalah suami Dini yang berusia 30 tahun, sebelumnya dia adalah laki-laki yang Soleh. Tapi semenjak menikah dengan Dini, sifatnya menjadi berubah drastis, setelah mengetahui, dia tidak bisa mempunyai anak, karena mandul, dia menjadi laki-laki yang tidak bertanggung jawab, ringan tangan dan suka mabuk-mabukan. sedangkan Dini adalah istri Hanif yang berusia 25 tahun, dia adalah seorang wanita yang lugu dan sederhana, sudah lama dia menjalin hubungan dengan Hanif, kemudian menikah dengannya.

Dini hidup di dalam keluarga yang sederhana, dia tinggal di Desa bersama dengan Ayah dan Ibunya, Dini merupakan anak satu-satunya dalam keluarga tersebut, Ibunya bernama Tini adalah seorang IRT dan Ayahnya bernama Bagas adalah sekertaris RT, namun terkadang dia juga berjualan Mie Ayam untuk mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Kemudian disuatu hari, Dini menikah dengan Hanif dan merubah hidupnya.

Di kediaman Dini, saat malam hari, Dini yang sedang tertidur pulas, tiba-tiba ditarik oleh Hanif yang baru datang, sampai-sampai kedua kaki Dini terluka cukup parah.

"Kamu bisanya cuma, makan tidur saja!" ucap Hanif menarik lengan Dini.

"Aw. . sakit mas .. kamu pasti sedang mabuk ya." ucap Dini menatap Hanif sambil menahan rasa sakit di kakinya.

"Mau aku mabuk atau tidak! itu bukan urusanmu!" ucap Hanif melepaskan Dini dan mendekati Dini dengan wajah beringasnya.

"Tolong jangan pukul aku mas.." ucap Dini meringkuk ketakutan.

Tapi Hanif tidak mendengarkan ucapan Dini, lalu memukul Dini, sampai Dini terkapar di lantai. Kemudian Hanif meninggalkan Dini sendirian.

...*****...

Dini terbangun dari tidurnya di lantai, dia merasakan sekujur tubuhnya sakit.

" Aw... kenapa aku harus mengalami semua ini.. suamiku berubah karena belum memiliki anak. Apa aku harus mengadopsi seorang anak di panti asuhan sebagai pancingan? Ah, lain kali saja, aku bicarakan ini semua dengan Hanif." ucap Dini berjalan sambil merangkak.

Seperti biasa, Dini membuatkan sarapan pagi untuk Hanif. Ketika Hanif pulang, Hanif sama sekali tidak melirik makanan Dini. Dia malah pergi ke kamar, untuk tidur. Dini sudah terbiasa dengan perilaku Hanif yang seperti itu, Dini pun membiarkan Hanif pergi, dan makan sendirian.

...*****...

"Mas, apa kamu sudah bangun?" tanya Dini sembari mengetuk pintu kamar Hanif.

Tapi tidak ada jawaban dari Hanif. Dini kemudian pergi ke kamar mandi, untuk mandi. Setelah selesai mandi, Dini mengecek kembali Hanif. Ternyata pintu kamar Hanif sudah terbuka dan Hanif sudah tidak ada didalam. Dini lalu menelfon teman baiknya Sila dan pergi ke halaman rumah untuk menjemur pakaian yang sudah dicucinya tadi pagi.

" Hallo Dini" jawab Sila yang sedang rebahan di tempat tidurnya.

"Sil, aku ingin pergi keluar bersamamu, apa kamu ada waktu?" tanya Dini sembari menjemur pakaian yang sudah dicucinya tadi pagi.

"Iya ada, kamu mau pergi kemana?" tanya Sila melihat jam dinding kamarnya.

"Aku ingin pergi ke pasar malam, nanti sore kita ketemuan ya. eh sudah dulu, suamiku datang." ucap Dini menutup telfonnya.

"Iya Din." sahut Sila dari dalam telfon.

"Kamu sedang telfonan dengan siapa Din!?" tanya Hanif dengan mata melotot.

"Tidak mas, aku hanya menelfon temanku saja, dan nanti sore, aku ingin keluar sebentar dengan temanku, boleh kan mas.." tanya Dini takut.

"Tidak boleh! Kamu harus tetap dirumah!" ucap Hanif merebut paksa hp Dini.

"Mas, jangan diambil, aku membutuhkan itu..." ucap Dini merengek menarik lengan baju Hanif.

Namun Hanif tidak menghiraukan Dini, kemudian pergi masuk ke dalam rumah.

...*****...

" Dimana Dini? katanya dia mau ketemuan di sini? pasti suaminya melarang Dini pergi, Ya sudah, aku main sendiri saja disini, siapa tahu aku bertemu dengan teman lama." batin Sila, kemudian pergi mencari tempat hiburan.

...*****...

Dini berusaha untuk mengambil hp-nya yang disimpan di laci oleh Hanif, dengan gerakan perlahan dini mengambil hp-nya, agar tidak ada suara, karena Hanif sedang tidur. Setelah mendapatkan hp-nya, Dini kemudian mengirim pesan ke Sila, setelah itu, mengembalikan hp-nya ke tempat semula, supaya tidak dicurigai Hanif.

...*****...

"Dini..! cepat kemari!" teriak Hanif dalam kamar.

"Iya, aku kesana. " sahut Dini berlari dari dapur untuk menemui Hanif.

"Kamu membuat kopi ini, sengaja untuk meracuniku ya!" tanya Hanif menarik rambut Dini.

"Ti-tidak mas, aku sudah membuatnya dengan benar." sahut Dini menahan tangan Hanif.

"Kalau kamu sudah benar membuatnya, coba rasakan kopi buatanmu ini!" ucap Hanif mencangar mulut Dini dan memasukkan semua kopinya ke dalam mulut Dini, sehingga Dini tersedak. Hanif lalu tertawa melihat Dini tersedak, dan pergi meninggalkan Dini. Dini kemudian menangis melihat kepergian Hanif dan kembali ke dapur untuk melanjutkan masaknya.

"Aku harus kuat, ini semua aku lakukan demi kebahagiaan suamiku." batin Dini menghapus air matanya.

...*****...

Suatu hari, Ibu Tini dan Pak Bagas mengunjungi kediaman Dini, mereka ingin melihat kabar terbaru Dini. Ketika Ibu Tini dan Pak Bagas hendak mengetuk pintu depan rumah, mereka berdua mendengar suara pukulan benda keras yang dihantamkan ke suatu benda. Hanif yang mendengar suara ketukan pintu, mendatanginya dan membuka pintunya, dengan pintarnya Hanif menyembunyikan suatu hal buruk yang dia lakukan terhadap Dini. Ketika Pak Bagas dan Bu Tini menanyakan keberadaan Dini, Hanif tersenyum dan beralasan bahwa Dini sedang mengikuti acara ibu-ibu arisan. Pak Bagas dan Bu Tini juga sempat menanyakan suara yang mereka berdua dengar, namun Hanif memberikan alasan, kalau dia sedang memburu tikus yang berkeliaran di dapurnya. Pak Bagas dan Bu Tini percaya saja dengan semua jawaban yang diterimanya dari Hanif, tanpa tahu yang sebenarnya, bahwa anak mereka, Dini, sedang disiksa oleh Hanif. Mereka berdua pun pamit pulang, tanpa rasa curiga sedikitpun. Dini yang berada di belakang, meneteskan air matanya, karena tidak bisa bertemu dengan kedua orang tuanya , dengan kondisi yang pasti membuat kedua orang tuanya sedih. Hanif tersenyum lebar melihat kepergian mertuanya itu. Lalu kembali masuk ke dalam rumah untuk menyiksa Dini.

Mengalah

      Bagaimana pun, Dini harus tetap bersabar, dia sebagai istri pun terkadang merasa sedih dan kesepian tanpa adanya seorang anak. Di saat dia ditinggal sendirian di rumah, Dini kerap kali menangis dalam doanya, supaya bisa cepat diberikan momongan, Dini juga berharap agar suaminya bisa sedikit berubah. Sudah terlalu lama rasa sakit yang Dini pendam, dia ingin ada seseorang yang bisa menghibur di setiap kesendiriannya. Ketika Dini sedang tidur di tempat tidur, seperti biasa Hanif yang baru datang mengusir Dini dan meminta Dini untuk tidur dilantai, beralasan kelasa dan satu bantal, Dini yang sudah terbangun mengalah, kemudian tidur dibawah.

"Minggir Dini! kamu tidur dilantai saja sana! ini bantal kamu, kelasanya kamu ambil sendiri di pojok sana." ucap Hanif melemparkan bantal ke muka Dini, lalu mengacungkan telunjuk tangannya ke pojokan lemari.

"Iya mas." sahut Dini turun dari tempat tidur.

...*****...

        Sampai di suatu hari, Dini mempunyai rencana untuk mengadopsi seorang anak kecil di panti asuhan. Agar membuat Hanif sedikit luluh, dan benar saja, setelah merasa berdua mengadopsi seorang anak kecil berusia 3 tahun di panti asuhan, Hanif mengurangi ringan tangannya terhadap Dini. Hanif lebih memilih fokus merawat dan mendidik anak yang mereka ambil dari panti asuhan, dengan rasa sayang dan cinta. ini adalah sebuah keajaiban, baru pertama kali ini, Dini melihat sisi baik suaminya itu. Dini tersenyum manis, sembari memandangi Hanif yang sedang merawat anak tersebut.

"Alhamdulillah.. dengan adanya Rahmat, Hanif menjadi Ayah yang baik." batin Dini tersenyum melihat kedekatan Hanif dan Rahmat.

...*****...

        Setelah beberapa hari,, mereka berdua memberi nama anak itu Rahmat. Karena menurut Dini, nama itu cocok untuk kejadian yang dia alami sekarang. Hanif menjadi Ayah yang penyanyang dan telaten dalam merawat Rahmat. Dini merasa bersyukur atas perubahan yang terjadi pada Hanif. Setelah mereka berdua merawat Rahmat dengan penuh kasih sayang, Rahmat pun tumbuh menjadi anak yang sayang kepada mereka berdua (orang tua angkatnya). Rahmat menjadi tujuan hidup bagi Hanif, dia sekarang sudah mempunyai pekerjaan dan mau menafkahi Rahmat dan Dini.

"Sayang.. ini aku beri uang untuk kamu beli bahan buat masak, hari ini masak yang enak ya..kan aku sudah memberikanmu uang cukup banyak." ucap Hanif tersenyum menuju kamar mandi.

"Iya Mas.. terimakasih." sahut Dini tersenyum, kemudian pergi keluar bersama dengan Rahmat untuk membeli bahan lauk pauk di pasar.

...*****...

        Suatu ketika, Dini iseng membeli testpack, karena sudah Dua Minggu belum datang bulan. Setelah Dini membeli testpack, Dini mencoba untuk melihat hasilnya , setelah hasilnya keluar, betapa senangnya hati Dini, dia positif hamil, lalu memberitahukan kepada Hanif. Hanif pun ikut senang dan dengan sangat hati-hati menjaga kandungan Dini. Rahmat yang sudah sedikit faham pun ikut merasa bahagia, karena sebentar lagi akan menjadi Kakak dan memiliki adik.

"Ma..apa aku sebentar lagi akan mempunyai adik?" tanya Rahmat mendekati Dini yang sedang duduk di dalam kamar.

"Iya sayang, benar." sahut Dini tersenyum sembari membelai rambut Rahmat.

"Asiiikkk.. aku akan punya adik bayi..." ucap Rahmat melompat-lompat kegirangan.

Hanif yang baru pulang dari kerja, tersenyum melihat Rahmat bahagia, Hanif pun menanyakan penyebab Rahmat bahagia.

"Hehehe nak Rahmat, kamu kenapa? sepertinya bahagia sekali?" tanya Hanif tersenyum.

"Papa .. iya aku senang, karena sebentar lagi akan mempunyai adik bayi Papa." sahut Rahmat menghampiri Hanif di depan pintu, kemudian memeluknya.

Hanif pun tertawa melihat tingkah laku Rahmat yang lucu. Dini pun juga sama begitu. Mereka bertiga sama-sama merasa bahagia.

Dini Keguguran.

       Hari demi hari berlalu, usia kehamilan Dini sudah berumur 2 bulan, Dini sedang mengawasi Rahmat bermain di halaman rumah. Rahmat begitu bahagia, dia bermain mobil-mobilan dengan satu temannya bernama Riki. Ibu Riki yang akan pergi, menemui Riki untuk dibawa pulang. ibu Riki dan juga Riki berpamitan dengan Dini, kemudian berlalu pergi. Rahmat sekarang bermain sendirian, dan minta ditemani oleh Dini, Dini pun mengikuti permintaan Rahmat dan menemaninya bermain. Sedangkan Hanif yang masih berada di tempat kerja, begitu sibuk dengan pekerjaannya.

"Sayangku Riki, ayo pulang nak, ibu mau pergi.." ucap ibu Riki mendekati.

"Baik Bu.." sahut Riki mengemasi mainannya, lalu mengandeng tangan ibunya.

"Bu Dini, kami pulang dulu ya, karena ada urusan penting, permisi." ucap ibu Riki mendekati Dini.

"iya, terimakasih atas kunjungannya.." sahut Dini melambaikan tangannya, Ibu Riki dan Riki juga membalas dengan melambaikan tangan mereka.

"Ma.. ayo main denganku." ajak Rahmat yang sedang asik main mobil.

"Iya sayang, Mama datang." sahut Dini mendekati Rahmat.

...*****...

Di saat Dini sedang menjemur pakaian, Rahmat yang baru bangun tidur, mengucek-ucek kedua tangannya untuk mencari Dini. Dini yang mendengar panggilan dari Rahmat, kemudian menghampirinya. Ternyata, Rahmat lapar dan ingin dibuatkan makanan. Dini kemudian pergi ke dapur, untuk membuat telur dadar dan nasi goreng untuk Rahmat. Sedangkan Hanif yang libur kerja, masih enak-enakan tidur di kamar. Dini lalu membangunkan Hanif untuk sarapan bersama. Hanif pun bangun, mencuci muka, lalu berjalan menuju tempat meja makan, kemudian makan bersama.

"Mas, bangun...ayo kita makan bersama." ucap Dini menarik selimut Hanif.

"Iya..." sahut Hanif turun dari tempat tidur, kemudian berjalan menuju kamar mandi.

Setelah selesai dari kamar mandi. Hanif keluar menuju meja makan.

"Ayo sekarang kita membaca doa sebelum makan." ucap Dini menadahkan kedua tangannya. Lalu di ikuti oleh Rahmat dan juga Hanif.

...*****...

Suatu hari, Hanif ijin pergi main ke rumah temannya, awalnya Dini sedikit ragu, namun karena Hanif memaksa dan berjanji tidak akan main minum-minuman keras, Dini pun mengijinkannya. Saat malam hari tiba, Dini yang sedang menunggu kedatangan Hanif begitu cemas, dan mondar mandir ke sana ke mari, sedangkan Rahmat sudah tidur lebih dulu di kamarnya. Ketika jam sudah menunjukkan pukul Sepuluh Malam, Hanif mengetuk pintu, Dini pun membukakan pintu tersebut. Dari mulut Hanif, Dini mencium bau alkohol. Dini menjadi sedikit kesal, namun karena Hanif butuh bantuan dia, Dini pun memapah Hanif yang berjalan sempoyongan. Ketika Dini hendak membaringkan tubuh Hanif, dengan tidak sengaja, Hanif mendorong tubuh Dini menggunakan kedua kakinya. Hanif lalu tertidur. Tapi Dini yang jatuh ke lantai, merasa sakit di perutnya.

"Mas .. mulutmu, bau alkohol." ucap Dini memapah Hanif yang berjalan sempoyongan, sambil menutup mulutnya dengan satu tangannya.

Saat di tempat tidur. Hanif tanpa sengaja mendorong Dini dengan kakinya.

"Aw...aduh perutku sakit sekali.." ucap Dini memegang perutnya.

Dini, mencoba berdiri sambil menahan rasa sakit di perutnya, dia berjalan menuju kamar Rahmat, dan mencoba untuk tidur di samping Rahmat, namun tidak bisa, karena rasa sakit di perutnya tak kunjung hilang. Dini merintih sampai pagi hari.

"Aduh...." Dini merintih.

"Ma.. Mama kenapa?" tanya Rahmat yang sudah bangun tidur, Rahmat kemudian menghampiri kamar Hanif.

"Pa..buka pintunya.. Mama kesakitan Pa." ucap Rahmat mengetuk pintu kamar Hanif.

"Iya, kenapa Rahmat sayang .." tanya Hanif membuka pintu kamarnya.

"Lihat Mama Pa..Ayo ikut denganku." sahut Rahmat menggandeng tangan Hanif menuju kamarnya.

"Aduh... sakit mas." Dini merintih dan di atas seprei sudah banyak darah.

Hanif yang panik, kemudian membawa Dini ke RS. Sesampainya di RS, Dokter menyimpulkan bahwa anak yang dikandung Dini tidak dapat diselamatkan atau dengan kata lain, Dini keguguran. Hanif pun seperti disambar petir di siang bolong. Hanif benar-benar sangat terpukul, dia tak henti-hentinya menangis. Dini yang masih di dalam kamar pasien, merintih merasakan sakit di perutnya. Kemudian Dokter datang, untuk memberikan obat pacu lahir, supaya Dini bisa mengeluarkan janinnya dengan mudah. Setelah janin Dini di ambil, Dokter belum berani mengatakan kebenaran pada Dini. Dokter langsung keluar dan menemui Hanif untuk memperlihatkan janin Dini. Hanif pun mengikuti perintah Dokter, lalu menangis tersedu-sedu melihat calon anaknya sudah tidak bernafas lagi. Setelah semua urusan di RS selesai, Hanif membawa Dini pulang dengan rasa kekecewaannya terhadap Dini. Dini yang hendak tiduran di tempat tidur, di kagetkan dengan suara pukulan keras di kamar Hanif. Dini kemudian mendekati kamar Hanif, dan ternyata Hanif sedang membuang semua barang yang ada di dalam kamarnya. Dini yang mencoba untuk menenangkan Hanif, malah mendapatkan pukulan keras dari Hanif, sehingga Dini terjatuh cukup jauh dari jarak Hanif. Hanif lalu pergi sembari membanting pintu dengan keras.

"Mas, tenanglah... kamu tidak perlu seperti ini.." ucap Dini memegang pundak Hanif.

"Ini semua salahmu..!!" ucap Hanif memukul tubuh Dini sampai Dini terdorong jauh. Hanif pun berlalu pergi, sambil membanting pintu kamar dengan kasar.

"Mama..." ucap Rahmat yang terbangun karena mendengar suara keributan di kamar Hanif, dan melihat Dini sedang terduduk lesu di lantai.

Dini lalu memeluk tubuh Rahmat, dan mencoba untuk mencerna setiap kejadian di hari itu.

...*****...

Hanif kembali ke rumah temannya, untuk minum alkohol. Sampai Empat hari, Hanif tidak pulang ke rumah. Dini dan Rahmat hanya bisa menunggu kedatangan Hanif. karena nomor Hanif tidak bisa dihubungi. Mereka berdua, berkegiatan seperti biasa.

"Mas . kapan kamu akan pulang? Aku dan Rahmat merindukanmu mas." batin Dini sambil memasak makanan di dapur.

...*****...

"hahaha bagus Hanif, terus habiskan minuman itu, buang semua masalah yang membebani pikiranmu." ucap salah satu teman Hanif.

Hanif yang sudah terlalu banyak minum, menjadi tidak sadarkan diri, dan pingsan di rumah temannya itu. Teman-temannya malah tertawa dan meninggalkan Hanif sendirian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!