Waktu menunjukkan pukul 02.00 siang. sebuah mobil berplat kuning berhenti di salah satu bahu jalan desa.
"Kita sudah sampai," kata Rega kepada teman-temannya.
Bara,Agus , Indra dan Tika ikut keluar dari mobil tersebut.
"Apa benar ini kampungnya? kok seperti perkampung mati ya. dari tadi gue liatin nggak ada satupun penduduk yang berjalan kaki atau berkendaraan lewat di sini. Jadi serem deh," kata Tika sambil mengedar pandangannya ke sekeliling kampung.
"Gue pikir cuman gue aja yang merasa kampung ini tuh aneh," cetus Indra seraya memakai penutup hoodienya
Serem apaan kita kan pernah survei di sini dan kampung ini tuh sama kayak kampung-kampung biasanya. perasaan kalian aja kali ini tuh baru jam 02.00 siang tahu."
"Iya tapi, kok sepi banget. apa warga kampung di sini semuanya ke sawah ya jam segini?"
"Ya udah kita samperin ke rumah kepala desa."
"Ayok lah. gue dah capek banget tahu perjalanan dari subuh mana jalannya rusak lagi berlubang-lubang, perut gue sampai mual gara-gara mabuk kendaraan," cetus Indra.
"Di mana sih Ga, rumahnya kepala kampungnya?"
"Aduh katanya pak Ahmad, pak kepala kampung akan menyambut kedatangan kita."
"Tapi lu tahu kan rumah pak kepala kampung di mana?"
"Ya tahulah."
"Ya sudah, cus lah kesana. Dah laper banget gue, nggak ada warung kopi di sekitar sini ya."
"Gak adalah. Paling juga warung kecil-kecilan."
"Ya udah cari warung yuk gue mau beli mie instan nih. Kali saja setelah dapat tempat tinggal kita bisa langsung masak mie," kata Bara.
"Eh tuh kayaknya ada warung deh," cetus Rega sambil menunjuk pondok yang ada di hadapan mereka.
"Ya udah kita beli mie instan sama air mineral deh. Air mineral gue dihabiskan sama si Indra untuk cuci mukanya dia pas muntah-muntah," kata Agus.
Ketika mereka hendak menuju pondok yang mereka pikir warung ternyata warung itu tutup.
" Ya tutup guys."
"Anjir, apes banget kita hari ini ya. datang ke kampung, kampungnya sepi, lagi lapar dan haus nggak ada warung yang buka."
"Ya udah kita ke rumah kepala desa sajalah," kata Rega.
Mereka akhirnya menyusuri jalan tanah menuju rumah kepala desa. sambil berjalan ke 5 orang itu memperhatikan rumah-rumah penduduk.
"Anjir, dari tadi gue perhatikan kok nggak ada satupun penduduk yang keluar ya. Pada ke mana mereka. yang lewat juga nggak ada heran deh," keluh Indra.
"Ya udah jalan aja lagi bentar lagi juga nyampe di rumah pak kepala desa," kata Rega.
Benar saja, setelah melewati beberapa rumah penduduk akhirnya Rega menuju sebuah rumah yang lebih besar dan lebih bagus dibanding dengan rumah-rumah di kampung tersebut.
Seperti rumah penduduk lainnya, rumah kepala desa juga terlihat sepi dan sunyi.
"Assalamualaikum," ucap mereka ketika tiba di teras rumah pak kepala desa.
Satu kali mengucap salam, masih belum terdengar suara sahutan, Mereka pun mengulangi salam mereka.
"Assalamualaikum!"kali ini mereka mengucap salam dengan lebih nyaring sambil mengetuk pintu rumah pak kepala desa.
Beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki yang mendekati pintu.
Kreak
.... pintu pun terbuka, tampaklah seorang wanita paruh baya dengan menggunakan daster batik menatap heran kepada mereka.
"Mau cari siapa ya?" tanya wanita itu.
"Saya mau mencari Pak Arman beliau ada?" tanya Rega.
"Ternyata kalian sudah datang," suara bariton dari arah belakang membuat mereka semua menoleh.
"Eh, Pak Arman," kata Rega sambil menghampiri Pak Arman.
Mereka semua bersalaman dengan Pak Arman sambil memperkenalkan nama satu-satu.
Jika diperhatikan wajah Pak Arman saat itu terlihat begitu tegang, meski ia tetap tersenyum sambil menyalami kelima mahasiswa itu.
"Maaf ya saya ada keperluan mendadak. tadi Pak Ahmad menelpon saya jika kalian semua sudah sampai."
"Iya Pak, kami Baru saja sampai."
Kalau begitu silakan masuk dulu, kalian sepertinya lelah.
"Iya pak! lapar juga," cetus Indra.
endengar ucapan Indra, Rega yang berada di sampingnya segera menginjak kaki Indra.
"Hus nggak sopan."
Pak Arman menggulung senyum tipisnya." Tenang saja saya sudah meminta asisten rumah tangga saya untuk memasak untuk kalian. kalau begitu silakan masuk."
Ketika mereka masuk wanita yang daster batik tadi juga itu masuk ke dapur kelima mahasiswa itu duduk di sofa ruang tamu pak Arman.
Tak berapa lama kemudian, wanita paruh baya itu menghampiri mereka.
"Makanannya sudah siap Pak," kata wanita itu.
"Berhubung makanannya sudah siap, Ayo kita makan," ajak Pak kepala desa.
Karena memang mereka lapar dan dahaga, mereka pun langsung membuntuti Pak Arman yang menuju dapur.
kelima mahasiswa itu dijamu makan oleh Pak Arman, setelah makan mereka ngobrol kembali di ruang tamu.
Pak Arman berbincang-bincang tentang desanya. tentang sekolah tempat mereka mengajar nanti.
"Oh ya pak, tadi Saat kami sampai dan berjalan menuju ke rumah bapak Kenapa tidak ada satu warga desa ini yang lewat ya Pak? padahal ini baru jam 02.00 siang."
Pak Arman menyunggingkan senyum tipisnya membuat mereka semakin penasaran.
Kebetulan ada kalian berlima, sebetulnya saya ingin meminta pertolongan kepada kalian berlima.
"Pertolongan apa ya pak?"
Pak Arman menatap wajah mereka satu persatu, raut wajah Pak Arman mulai tegang dan serius, hal itu semakin membuat mereka penasaran hingga mereka menatap lekat ke arah Pak Arman.
Saya meminta tolong menguburkan jenazah Seorang warga di sini.
"Jenazah?" ucap mereka serempak sambil saling pandang memandang.
"Maaf ya Pak, kenapa harus meminta bantuan kami? apa karena warga penduduk ini sedang berpergian atau memang tidak ada warga yang tinggal di kampung ini? karena saya lihat sepanjang perjalanan kami rumah-rumah terlihat kosong dan jalan-jalan terlihat sepi?"tanya Rega.
"Bukan seperti itu, penduduk kampung berbondong-bondong pergi meninggalkan kampung ini, setelah tahu bahwa Pak kusno meninggal dunia."
Kelima mahasiswa itu langsung melototkan bola matanya karena heran dengan penuturan Pak kepala desa.
"loh memangnya kenapa Pak?" tanya Rega.
Pak Arman kembali menatap wajah mereka satu persatu, wajah Mereka terlihat tegang tapi juga penasaran.
"Karena Pak kusno adalah seorang dukun ilmu hitam yang sakti mandraguna. Konon katanya Pak kusno sudah berusia sekitar 150 tahun."
lagi-lagi kelima mahasiswa itu melototkan bola matanya.
"150 tahun Pak?!" tanya mereka dengan kaget.
"Iya, beliau adalah sesepuh sekaligus pendiri kampung ini. konon katanya Pak kusno itu sebenarnya tidak bisa mati karena beliau memiliki ilmu hitam, beliau diduga bersekutu dengan iblis."
Deg deg jantung mereka berdetak dengan cepat, seketika saja wajah kelima mahasiswa itu menjadi pucat pasi.
Setelah mendengar cerita Pak Arman mereka sepakat untuk pergi berempat Menemani pak Arman untuk mengubur jenazah Mbah Kusno. Sementara Tika tinggal bersama asisten pak
Keempatnya jalan beriringan, karena jalanan desa begitu lengang tanpa ada satu kendaraan pun yang lewat.
"Memangnya mbah Kusno itu tidak punya sanak saudara Pak?" tanya Rega ketika mereka berjalan menghampiri rumah mbah Kusno .
Sepertinya tidak ada. Sejak saya kecil Pak Kusno itu gak pernah nikah, tapi almarhum kakek Saya pernah bercerita jika Mbah Kusno memiliki 40 orang selir dan semua selirnya itu berasal dari mahluk dari alam ghaib."
Deg...kelima pemuda itu menghentikan langkah kakinya, karena tiba-tiba saja bulu Kuduk mereka merinding tak terbayang betapa mengerikan memiliki istri yang berasal dari alam yang berbeda .
Mereka melanjutkan perjalanan dengan keheningan, bahkan suara tapak kaki mereka saja tidak terdengar saking sepinya suasana alam saat itu waktu, meski waktu masih menunjukkan pukul 03.30 sore .
Dari kejauhan terlihat bendera kuning dan itu berarti mereka akan tiba di rumah mendiang mbah Kusno .
Derap langkah mereka berbanding terbalik dengan jantung mereka yang memompa semakin kuat .
Seperti ada kekuatan magis yang menahan langkah mereka.
Rega dan teman-temannya saling melempar pandangan karena langkah kaki mereka terasa begitu berat .
"Baca doa Baca ayat Kursi bisik Rega," pada teman-temannya itu .
Ketiganya membaca ayat kursi dengan suara yang lirih, beberapa saat kemudian langkah kaki mereka kembali menjadi ringan.
Rega, Indra ,Bara dan Agus memang pemuda yang pemberani, mereka sering melakukan uji nyali di tempat-tempat yang seram. Karena itulah mereka dipilih untuk melakukan KKN terpencil seperti ini .
Memang ada rasa was-was dan takut di hati mereka masing-masing. Namun, rasa penasaran membuat mereka ingin mengetahui bagaimana bentuk manusia yang sudah berusia 150 tahun. Karena akan sangat langka menemui manusia yang umurnya sampai 150 tahun.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah rumah yang sangat sederhana. Jika boleh dibilang itu tidak terlihat seperti rumah, lebih tepat di katakan seperti gubuk tua, Meskipun begitu pekarangan rumah rumah tersebut begitu rapi dan bersih, teras rumah juga terlihat bersih karena tak ada satu orang pun yang berada di rumah itu.
"Astagfirullah! ini rumahnya Pak RT?" tanya Rega kaget karena biasanya jika ada orang yang meninggal dunia, banyak orang yang berdatangan untuk melayat. Namun rumah itu terlihat sepi seperti kuburan.
"Astagfirullah! kemana lagi perginya si Karim ini?" dengus Pak Arman sambil mencari ke sekeliling rumah tersebut .
"Kenapa tidak ada yang menjaga mayat Pak Kusno?" tanya Indra.
"Tadi ada si Karim, sama si Karto. Sementara saya menghampiri kalian, saya menyuruh kedua orang itu untuk menjaga jenazah pak Kusno, tapi entah ke mana mereka pergi Ini," kata Pak Arman
Beberapa saat kemudian, terdengar langkah kaki orang yang berlari menghampiri mereka.
Hua Hua terdengar suara nafas mereka yang ngos-ngosan dari kedua pria paruh baya itu.
"Pak Karto, Pak Karim! dari mana saja?! saya kan menyuruh kalian berdua untuk menjaga mayatnya Mbah Kusno?!"
"Iya Pak, tapi ketika kami berjaga-jaga di sini, kami merasa ada yang mencolek kami berdua ada juga suara tawa cekikikan Pak! seketika bulu kuduk kami merinding,kami ketakutan Jadi kami pulang dulu ke rumah sambil menunggu Pak RT datang."
"Tapi kalian tidak boleh meninggalkan jenazah ini sendiri, kalau ada kucing hitam yang melangkah mayat ini bagaimana?"
"Saya sudah kunci pintu rumah Pak Kusno, jadi tidak akan ada kucing yang masuk."
"Nah ada-ada saja," keluh Pak Arman.
Pak Arman kemudian membuka kunci pintu rumah yang hanya berupa slot dari besi, seketika rumah itu terbuka.
Aroma mistik langsung menyeruak ke indra penciuman mereka semua,bau dupa bercampur dengan bau melati dan kemenyan, berbaur menjadi satu seketika suasana terasa amat mencekam.
Pak Arman menarik nafas lega .
"Untung saja mayatnya tetap berada di posisi semula,' batin Pak Arman .
"Bagaimana Pak RT? apa kita kubur sekarang saja?" tanya Pak Karim
"Tentu saja, Ini sudah mau hampir jam 04.00 sore, kamu sudah panggil ambulan puskesmas?"tanya Pak Arman .
"Udah Pak, tetapi ambulans tidak bisa digunakan karena saat hendak datang ke desa ini, beberapa kali ambulans mengalami pecah ban, dan ambulans harus diperbaiki di bengkel mobil."
Seketika keempat mahasiswa itu menelan salivanya mendengar penuturan dari Pak Karim.
"Astagfirullah !Ya Sudah kita angkat saja. dengan menggunakan kerandanya."
"Baik Pak."
"Ayo siapkan kerandanya."
Pak Karim dan Pak Karto membawa masuk keranda kedalam rumah.
"Ayo kita angkat bersama dan naikkan jenazah beliau ke atas keranda," perintah pak Rt.
Keempat mahasiswa dan dua perangkat desa itu pun masing-masing mengambil posisi .
Mereka harus mengeluarkan tenaga ekstra bisa mengangkat jenazah Mbah Kusno .
"Bismillahirrahmanirrahim!"
Mereka mengangkat tubuh Mbah Kusno secara bersama. Namun, masih juga tidak terangkat.
Mereka kembali meletakkan jenazah itu, ketika meletakkan jenazah itu di tempatnya semula, penutup wajah Kusno terbuka.
Hal itu membuat kaget mahasiswa itu. Bagaimana tidak wajah Mbah Kusno tidak terlihat seperti sesepuh yang sudah berumur 150 tahun, wajahnya masih terlihat sangat muda seperti pria berusia 40 tahun.
Keempat Mahasiswa magang itu pun saling melempar pandangan.
Pak Arman yang juga imam masjid di desa itu, mulai membacakan doa-doa. Setelah membaca doa, ia kembali menginstruksikan orang itu untuk mengangkat jenazah Mbah Kusno.
Akhirnya, mereka bisa mengangkat jenazah itu dan meletakkannya ke keranda.
Ayo kita angkat.
"Bismillahirrahmanirrahim!"
Lagi-lagi keranda itu tidak bisa diangkat karena terlalu berat . Pak Arman kembali membacakan beberapa doa, setelah itu ia memerintahkan keenam orang itu untuk mengangkat keranda sambil membacakan tahlil .
"La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah!"
Sepanjang perjalanan mereka mengucapkan kalimat tahlil, sementara Pak Arman membacakan doa sambil mengangkat keranda di bagian depan di sebelah kiri sendirian, sementara pak Karim dan pak Karto mengangkat keranda bagian kanan berdua, begitupun dengan keranda bagian belakang.
Sisi kanan dan sisi kiri harus diangkat masing-masing dua orang.
Ternyata perjalanan menuju tempat pemakaman sangatlah jauh, mereka harus menempuh perjalanan sekitar satu kilometer.
"Lailahaillallah! Lailahaillallah!" kalimat itu Terus mereka ucapkan di sepanjang perjalanan menuju makam.
Berbagai keanehan mereka rasakan ketika membawa jenazah Pak Kusno itu.
Baru beberapa langkah meninggalkan rumah,mereka seperti mendengar langkah kaki lainnya yang mengikuti mereka dari belakang. Seperti ada pasukan yang juga ikut mengiringi langkah mereka di belakang.
"Fokus saja! Terus baca kalimat tahlil!"
Pak Arman sepertinya mengerti dengan kegelisahan keempat orang mahasiswa itu. Mereka pun terus melanjutkan membaca tahlil bahkan lebih keras lagi. Derap langkah kaki tersebut hilang.
Beberapa saat kemudian terdengar gemuruh angin kencang datang dari arah belakang mereka dengan kecepatan yang tak terduga.
Wuzz!
"Baca tahlil lagi yang lebih keras!" teriak Pak Arman seolah mengerti isi pikiran mereka semua.
Mereka pun membaca tahlilan lebih keras, meskipun ketakutan melanda jiwa mereka.
Angin kencang itu pun berhembus melewati mereka, membuat guncangan yang kuat pada keranda yang mereka bawa.
Astaghfirullah! astagfirullah ke enam orang itu mulai ketakutan, terkecuali pak Arman yang masih tampak tenang .
Perjalanan tetap mereka lanjutkan sambil terus membaca tahlil.Beberapa saat keadaan mulai terasa kondusif. Namun itu tak berlangsung lama.
Karena, beberapa saat berikutnya melihat mereka melihat seperti ada yang terbang di atas kepala mereka tak hanya satu ,tapi ada beberapa makhluk bentuk seperti kain putih terbang di atas keranda Mbah Kusno.
Seketika keempat mahasiswa dan dua perangkat desa itu gemetar, bagaimana tidak, siang-siang bolong mereka melihat penampakan begitu jelas tepat di atas keranda pak Kusno.
Ada satu sosok yang terbang dengan jarak satu meter di atas keranda mbah Kusno.
Sosok tersebut berambut panjang dengan jari-jari yang panjang dan hitam pula, bagian kakinya tak terlihat karena tertutupi dengan rambut panjang yang membelit tubuh sosok itu. Rambut mahluk itu terlihat seperti hidup dan bergerak-gerak membuat kengerian tersendiri.
Jantung mereka hampir copot,
mereka semua menutup mata sambil membaca tahlil dengan suara yang bergetar dan lutut yang gemetar pula. Ingin rasanya lari.Namun, seperti ada yang menahan mereka untuk tidak lari.
Mereka merasa bagian ujung ketanda itu menempel pada pundak dan tangan mereka dan tak akan membiarkan mereka lari tanpa membawa jenasah itu.
Kecemasan ketakutan dan panik melanda pikiran mereka.
Pak Arman yang baru menyadarinya adanya sosok yang terbang di atas keranda itu seketika mengambil tindakan.
'Baca ayat kursi!" perintah pak Arman.
"Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa naum. Lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardli man dzal ladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa biidznih, ya’lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum wa laa yuhiithuuna bisyai’im min ‘ilmihii illaa bimaa syaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardlo walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘adhiim."
Wuss! mahluk itu terbang cepat meninggalkan suara teriakan yang menggema di kesunyian tempat tersebut.
"Akh! hihi hi hi !"
Hal apa lagi yang menghalangi jalan mereka ke pemakaman?
Next berikan like dan komentar biar author semangat up nya.
La Ilaha Illallah, Lailahaillallah! kalimat tahlil itu terus menggema mengiringi langkah kaki mereka saat membawa keranda mbah Kusno.
Perjalanan menuju pemakaman itu terasa mencengkram, padahal mereka melewati perkampungan warga dan hari juga masih terang benderang.
Tak ada satupun pintu rumah warga yang terbuka saat itu dan tak satupun ada warga yang lewat.
Langkah kaki mereka terasa berat sementara senja segera tiba. Setengah jam mereka bergulat dengan batin mereka, antara ketakutan dan kewajiban sebagai seorang muslim untuk melakukan fardu kifayah.
Baju mereka basah oleh keringat yang mengucur deras, sambil menahan beban yang semakin berat itu mereka tetap membaca tahlil.
Akhirnya, setelah perjuangan panjang dan melelahkan, mereka tiba juga di komplek pemakaman. Lagi-lagi nuansa mistis terasa di komplek pemakaman itu karena begitu sepinya, hanya ada ratusan batu nisan yang terlihat rapi berderet menghadap kiblat.
Pak Arman menuntun mereka menuju lubang galian. Setibanya mereka di lubang galian tersebut,p mereka menurunkan keranda dengan instruksi pak Arman.
"Satu, dua, tiga!" hati-hati, pelan-pelan saja."
Keranda di letakkan di tepi penggalian.
"Ayo kita kuburkan, pak Karim kamu dan Pak Karto masuk kedalam lobang ya. Kami berlima mengangkat dari atas."
"Meskipun ketakutan, kedua hansip itu mau tak mau harus menjalankan perintah, mereka juga ingin segera selesai agar bisa beristirahat dengan tenang."
Sambil membaca doa, pak Arman Agus,Bara, Indra dan Rega mengangkat tubuh mbah kusno itu dan membawanya masuk ke dalam liang.
Beruntung kali ini tak ada hal aneh lagi yang terjadi saat itu. Setelah masuk kedalam liang, tak lupa pak Arman mengingatkan untuk melepaskan tali pocongnya.
Ketika membuka tali pocong itu, mereka di buat kaget, ketika melihat perubahan mayat mbah Kusno. Mayat itu terlihat begitu tua, begitu sepuh, kulitnya keriput tak ada lagi daging pada mayat dengan mulut yang mengga itu, wajahnya yang pucat semakin menambah kesan horor hingga memompa jantung mereka lebih kencang.
Meskipun panik dan takut, mereka berusaha tak banyak bicara yang mereka pikirkan saat itu adalah berdoa dan terus berdoa agar proses pemakaman ini segera selesai.
Alhamdulillah akhirnya, proses peletakan jasad mbah Kusno di liang lahat selesai juga. Mereka semua langsung menutup makan tersebut dengan timbunan tanah di sekitar liang lahat.
Tak ada satupun dari mereka bersuara Saat itu karena di dalam hati mereka terus berdoa membuat suasana kuburan terasa mencekam.
"Sudah selesai! Ayo kita pulang," kata pak Arman.
Rega melirik penunjuk waktu saat itu waktu menunjukkan pukul lima kurang sepuluh menit.
Mereka semua berjalan dengan longkai karena merasakan sekujur tubuh mereka yang begitu lelah.
Baru beberapa langkah meninggalkan makam tersebut tiba-tiba mereka merasakan guncangan pada tanah yang mereka injak. Bumi sekeliling mereka seperti berguncang. Ke tujuh orang itu hanya saling memandang sambil bertanya dalam hati "Apa yang terjadi."
Guncangan itu tiba-tiba menjalar dari kaki mereka hingga ke daerah kuburan mbah Kusno. Tanah sekeliling makam itu seperti berjalan dari segala penjuru menghampiri timbunan tanah pemakaman mbah Kusno.
Secara reflex mereka semua menoleh kearah timbunan tanah yang masih basah tanpa taburan bunga tersebut.
Kreak kreak... terdengar suara aneh dari lubang kuburan mbah Kusno, tiba-tiba saja ... Duar ...tanah kuburan itu seperti meledak hingga membuat ke tujuh orang itu jatuh tertelungkup karena gelombang kejut yang terjadi.
Ketujuh orang itu segera membalikkan tubuh mereka mencoba melihat apa sebenarnya yang terjadi.
Seketika mereka semua membelalakkan bola ketika melihat jasad Mbak Kusno yang baru saja mereka kuburkan tiba-tiba terlempar sejauh 5 meter dari area kuburnya sendiri.
"Astaghfirullahaladzim! Astaghfirullah, Allahuakbar!' mereka semua berteriak panik dan ketakutan, lutut mereka kembali gemetar.
"Pak Arman, apalagi yang harus kita lakukan, apa ini yang dikatakan oleh orang-orang jenasah tidak diterima bumi?"tanya pak Karim.
"Jangan bicara sembarangan kita, ayo kita kubur lagi, biar cepat selesai."
Pak Arman bangkit dan berdiri kemudian berjalan menghampiri jenasah Mbah Kusno itu.
Meski masih takut, dan panik melanda pikiran mereka. Namun, mereka terus melanjutkan proses pemakaman itu.
Jantung mereka berdetak dengan kencang, dengan cepat mereka mengangkat jenazah Mbah Kusno.
Entah apa yang terjadi, sehingga lubang galian itu kembali seperti bentuk semula, persis seperti jasad mbah Kusno sebelum dimasukkan dalam liang lahat.
Pak Arman terus membaca doa, Ia mengangkat telapak tangan ke atas sementara keenam orang itu mengangkat jenazah kemudian memasukkannya kembali ke liang lahat.
Setelah proses itu selesai, mereka kembali menutup lubang itu dengan timbunan-timbunan tanah yang berada di sekitar liang lahat Mbah Kusno .
Setelah diyakini jenasah itu aman di liang lahatnya, mereka bergegas meninggalkan tempat itu, agar tak terjadi sesuatu hal yang mengerikan lagi.
Namun, baru beberapa langkah tiba-tiba terdengar lagi suara tanah yang sepertinya bergerak satu titik, yakni ke makam Mbah Kusno.
Suara ledakan terdengar lagi dan kali ini ke-tujuh orang itu bisa waspada hingga mereka tidak jatuh ketanah lagi.
Semua kaget, panik, syok dan ketakutan melihat mayat Mbah Kusno kembali terlempar dari liang lahat ke tempat terlemparnya berapa menit yang lalu
Tujuh orang itu saling memandang dengan perasaan takut dan was-was, keadaan di tempat pemakaman itu semakin mencekam, di mana langit sudah berubah menjadi jingga dan matahari sebentar lagi akan tenggelam meninggalkan singgasananya dan menuju tempat peraduan.
Astaghfirullahaladzim mereka semua mengeluh karena begitu lelah menghadapi hal-hal aneh dan angker yang mereka lalui selama penguburan jenazah Mbah Kusno.
"Ayo kita masukkan jenazah itu lagi, berdoalah agar kejadian ini tak terulang lagi kata," Pak Arman.
Sekujur tubuh mereka terasa remuk redam karena lelah, tenaga mereka juga sudah terkuras habis. Namun, mereka juga tidak bisa membiarkan jenazah Mbah Kusno tergeletak begitu saja di atas pemakaman tanpa dikuburkan.
Pak Arman, terus membaca doa sementara keenam orang itu mengangkat jenazah Mbah Kusno, mereka memasukkan tubuh yang sudah terbujur kaku itu ke dalam liang lahat seperti yang mereka lakukan sebelumnya.
Kali ini mereka terus membaca doa dan menyerukan tahlil selama proses pemakaman jenazah Mbah Kusno.
Allahu akbar! Allahu akbar! terdengar kumandang adzan magrib menggema,membuat mereka semua menoleh ke arah langit-langit yang sudah tampak gelap.
Keadaan yang semakin mencengkram membuat mereka tak kuasa untuk mengeluh dan bersuara.
Mereka berharap ini terakhirnya mereka mengubur jasad mbah Kusno, dengan tenaga yang tersisa mereka mencangkul tanah pemakaman dan menimbun jenazah Mbah Kusno di dalam liang lahatnya.
Suara kumandang Azan magrib masih terus bergema, sahur-menyaut di area pemakaman itu. Setelah itu mereka melangkah meninggalkan kuburan Mbah Kusno.
Dan alhamdulillah tak terdengar lagi suara pergerakan tanah dan ledakan dalam kuburan Mbah Kusno.
Keempat pemuda dan tiga pria dewasa itu berjalan dengan langkah kaki yang longkai.
Pak Arman menuntun ke enam orang itu menuju sungai kecil dengan aliran air yang jernih.
Mereka beristirahat sebentar sambil mencuci kaki dan tangan mereka yang sudah kotor.
Ketujuh orang tua itu mandi untuk membersihkan tanah-tanah yang menempel pada tubuh mereka.
Setelah itu mereka pulang ke rumah dan berharap kejadian aneh tidak akan menimpa mereka dan warga desa lagi.
Benarkah begitu? mengapa proses pemakaman mbah Kusno begitu sulit dan menyeramkan? saksikan terus, jangan lupa like, komentar mya ya reader.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!