NovelToon NovelToon

Second Home

Prolog.

#Profil

Raya Amandita.

Hallo, gue sebagai main caracter ingin memperkenalkan diri gue secara singkat.

Gue Raya, temen-temen biasanya panggil gue Aya, gue suka music, gue suka berinspirasi, gue juga suka melukis.

Bermimpi untuk memiliki kehidupan sendiri di masa depan.

Tipikal cowo gue...

Eum...

Gak ada sih!

Gue anak pertama dari dua bersaudara, eh tapi... gue juga ada abang tiri dan adik tiri.

Ya...

Anak kedualah ya.

*

*

*

Di sekolah harapan bangsa

08.30 AM.

"Pak ayolah..., Sekali ini.... aja, ya-ya-ya?!"

"Nggak, nggak bisa"

"Ayolah pak, nanti saya traktir sepuasnya lagi deh"

Siswi itu terus merengek pada satpam, meminta untuk di bukakan pagar.

Namun...

Hal tersebut sia-sia.

"Nggak bisa Aya..., lagian kebiasaan sih kamu, emangnya mamah atau papah kamu gak bangunin apa?"

Aya terdiam lalu tersenyum sumringah.

"Kan saya hidupnya berbeda kawanan sama mereka, beda satwa pak"

"Satwa... Satwa..., dikira hewan kali ya!"

Siswi dengan panggilan Aya itu tertawa.

"Ya pak?!, kali ini aja"

"Heeh!, sekali lagi ya!, awas aja besok telat lagi, yang jaga bukan bapa pokoknya" Oceh pak satpam sambil mengambil kunci.

"Lah emangnya bapak mau kemana?"

"Resign"

"widih!, jangan atuh pak... nanti saya gak bisa bolos lagi"

Mendengar lelucon itu si satpam berniat memukulnya, sayangnya meleset karna tubuhnya yang lihai.

"Jangan lupa traktirannya!"

Dia tertawa.

"Siap!"

Tak berniat untuk langsung masuk ke kelas karna sekarang adalah jam pelajaran Bu Marnia, semua siswa-siswi juga tahu bahwa beliau ini masuk kedalam list guru yang killer.

Dia pergi ke roof top sambil mengendap-endap.

Kriert...

Dia meregangkan tubuhnya, tersenyum pada surya yang telah ada di hadapannya.

Tanpa basa-basi lagi dia langsung menjatuhkan dirinya di atas sofa yang memang tersedia disana sejak lama.

Tak ada yang tahu sofa tersebut milik siapa, namun jika di lihat-lihat, sofa tersebut masih sangat bagus dan bahkan mungkin laku jika di jual.

Namun...

Baru saja matanya hendak menutup.

"Telat lo?"

Sontak saja siswi tersebut menoleh ke sumber suara.

Tertangkap seorang lelaki sedang menatap dirinya dengan kaki yang di taikan ke atas meja, di yakin bahwa dialah pemilik suara tersebut.

"Siapa lo?"

Memilih untuk acuh tak acuh pada sosok tersebut, menurutnya itu hanya mengganggu.

Lelaki itu beranjak dan melangkah menuju tempat dimana objeknya merilekskan tubuh.

"Kenalin!, Angkasa, Angkasa Dirgantara"

Mendengar nama tersebut, siswi itu terkejut, dia terbangun dan memandang sosok di depannya tak percaya.

Angkasa tersenyum miring sambil mengeluarkan buku catatan dan pulpen.

"Siapa nama lo?, oh!, Raya Amandita, gue pastiin besok lo gak akan telat lagi"

Ucap Angkasa sambil mengotret namanya di dalam buku catatan tersebut.

Raya yang masih mencerna apa yang terjadi langsung panik ketika Angkasa melangkah pergi.

Dia memegang lengan Angkasa agar tak pergi.

"Eh-eh! kak Asa, enggak kok, gue gak telat"

"No-no-no, lo pikir gue bodoh, nih liat!"

Raya seketika menutup mulutnya dengan kedua tangan saat Angkasa memperlihatkan rekaman cctv yang terhubung ke handphonenya.

Raya menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Heee..., Kak Asa kok gitu banget sih..., baru sekali kok gue git_"

Ucapan Eaya terhenti ketika Angkasa menunjukkan rangkuman vidio dirinya yang memasuki pagar sekolah di jam-jam pelajaran.

"Dah-dah!, jangan banyak alasan lagi, sekarang ikut gue"

"Yah!, Tapi kak..."

"Udah ayook!".

ㄱㄱㄱ

Dengan peluh yang membanjiri tubuh..., Raya melangkah masuk tanpa peduli suara keributan yang menyelimuti sekitar.

"Ya... Kasian, habis di hukum ya..." Ejek Fahri ketika melihat dirinya begitu kacau.

"Diem lo, gerah nih" Raya mengibas kerah seragamnya.

"Siap baginda"

Raya duduk kemudian mengipas-kipas wajahnya.

Prok-prok-prok!

"Kipas buat ratu Aya!!" Ucap Fahri lantang.

"Siap!!" Jawab semua penghuni kelas.

Raya hanya bisa tertawa kecil melihat kelakuan mereka, dia merasakan hembusan angin menerpa wajahnya.

"Bagaimana baginda?" Tanya murid yang menyalakan kipas angin.

"Sip!, bintang lima" Raya mengacungi jempol.

"Widih..., kedikitan itu Ay" Ucap salah satu murid yang membuatnya tertawa.

"Serah lo ah!, gue cape".

Raya menelungkupkan tubuhnya, bersiap untuk tidur di kelas.

"Ck-ck-ck!, pasti ketauan sama kak Asa ya..."

Ledek Bulan yang berstatus sebagai teman sebangku sekaligus sahabatnya dari semasa sekolah menengah pertama.

Raya yang tadinya sudah memejamkan mata, kembali berapi-api mendengar nama ketos itu di sebut.

"Tau tuh!, masa tadi gue di suruh bersiin seluruh toilet sekolah, gila kali ya!, mana toilet cowo bau banget lagi, ueeek!, enek banget gue ngingetnya"

Jelas Raya yang mulai merinding mengingat ke jadian tadi, bulan tertawa melihat reaksi temannya itu.

"Hahhh..., tapi enak loh lo bisa deket sama kak Asa"

"Dih!, enak apanya...!!"

"Enaklah!, kan ganteng, berwibawa lagi!" Jelas Bulan dengan mata yang berbinar

"Iuh!!, enek banget bahasnya, dah ah gue mau tidur, bye!"

Rayapun memejamkan matanya tanpa peduli pada gangguan dari Bulan yang berusaha mengingatkannya tentang pekerjaan rumah pelajaran matematika yang di berikan oleh pak Burhan.

ㄱㄱㄱ

Teeeeet!!! Teeeeeet!!!

Suara bell pulang menggema ke penjuru sekolah, berteriak memperingati para penghuninya bahwa pelajaran telah usai.

Para siswa-siswi sudah mulai berhamburan kecuali seseorang berambut coklat gelap yang merupakan penghuni kelas Xl.2 IPS.

Dia duduk termenung di bangku dekat jendela karna kebetulan pemilingnya sudah tak ada.

"Kenapa sih hari itu cepet banget?" Gumamnya.

"Aya!"

Suara seseorang menarik atensainya, sosok bulan berdiri di ambang pintu.

melihat bulan di ambang pintu membuat rasa senang di hatinya muncul kepermukaan.

"Gue pulang duluan ya, ada urusan"

"Yo, hati-hati"

Bulan melambai.

Raya juga membalas lambaian tersebut, bayangan Bulan perlahan hilang.

Dia menghela nafas panjang kemudian merebahkan tubuhnya di atas meja yang sudah ia susun sedemikian rupa agar dapat di tiduri.

Raya selalu menyukai hal itu, menikmati waktu sendirian setelah jam pulang datang.

Tak tahu sejak kapan hal itu terjadi, yang jelas ia sangat menikmati moment ini.

Setidaknya...

Sampai ia merasa mampu untuk pulang ke rumah.

"Cck!, tau ah!"

Dia mengelap matanya yang berair asal, mengambil tasnya dan pergi meninggalkan ruang kelas tersebut.

ㄱㄱㄱ

"Apaansih Argha?!, gue gak mau ya!"

Bentak Raya pada sosok laki-laki berseragam pengendara motor besar yang tiba-tiba datang menghalangi jalannya dan memaksanya agar mau naik dan diantar pulang.

"Ayolah Ay, apa susahnya sih tinggal naik aja ke motor gue, duduk manis, habis itu pulang?!"

Argha mencegah langkah Raya dengan ban motornya, bahkan kini Argha mulai mencoba meraih tangannya agar mendekat.

"Minggir!"

Raya mencari celah dan berhasil melanjutkan perjalanannya.

Tak menyerah, Argha turun dari motornya dan mulai berjalan menuju Raya.

"Lo tuh susah banget ya dibilangin!, gue bilang naik ya naik!"

Argha yang mulai emosi menarik lengan Raya dan memaksanya untuk kembali ke tempat di mana motornya berada.

"Lepas Gha, gue gak mau!"

Raya menarik tangannya sekuat tenaga, menahan pergerakan Argha, walau hanya bisa menahan sebentar, namun ia tetap tak mau menyerah.

Sampai ketika...

Sebuah mobil mendekat, mobil. Tersebut membunyikan klakson sebelum pemiliknya menurunkan kaca mobil tersebut.

"Kak Asa?"

Raya mengernyitkan dahinya.

"Masuk" Titah Angkasa yang tak di mengerti oleh Raya.

Angkasa menghela nafas lalu turun.

"Lepas"

Dia melepaskan tangan Argha yang menempel kuat di pergelangan tangan Raya.

Raya menatap sosok Angkasa yang berlaku aneh tersebut.

"Ayok!"

Angkasa mengambil alih Raya dan menuntunnya masuk ke dalam mobil.

"Tapi kak_"

"Sst, udah nurut aja"

Angkasa berbalik.

"Oh iya, Raya punya gue, tolong jangan ganggu dia lagi" Ucapnya kemudian masuk kedalam mobilnya.

Raya hanya menatap heran Angkasa dari dia masuk ke mobil sampai sekarang, saat mobil sudah setengah jalan.

"Jangan liatin terus, nanti suka lagi"

'Dih!, pede banget lagi ni orang' Umpat Raya dalam hati.

"Jadi ceritanya tadi lo mau jadi pahlawan kesiangan ya" Ucapnya yang masih setia menatap Angkasa dengan tatapan aneh.

"Di tolongin tuh bilang makasih..."

Raya merotasikan bola matanya lalu menghadapkan diri lurus kedepan dengan pandangan yang menatap ke jendela samping.

"Nyenyenye" gumamnya dengan suara kecil.

"Gue denger ya" Ucap Angkasa.

"Bodo"

"Heh cepetan ini arahin dimana rumah lo..., jangan sampe lo gue bawa ke hotel nih!"

Mendengar hal tersebut Raya langsung menatap Angkasa tajam, dia memukul lengan Angkasa kuat.

"Ketua osis kok otaknya miring"

"Yang penting ganteng"

Raya spontan menganga, tak percaya bahwa orang di hadapannya ini memiliki ke pedean tingkat tinggi.

"Uek!!, iuh, wueek!!, ganteng dari ujung sedotan iya kali"

"Yeee iri aja lo"

"Gak sudi gue iri sama ketos sengklek kayak lo, iiih... nyesel gue percaya sama apa yang anak-anak omongin"

"Udah cepet ini kemana!!, udah muter-muter dua kali ini"

"Udah turunin aja gue disini"

"Eh!, serius?!"

Angkasa sedikit terkejut karna mereka berada di tengah jalan sekarang.

"Tenang aja gue masih mampu bayar ojol ya"

"Bener nih?!"

Raya mengangguk, ia juga tak suka jika seseorang mengetahui tempat dimana ia tinggal, ia pikir itu akan mengganggu nantinya.

Sejauh ini...

Hanya Bulan yang tau persis dimana rumahnya, itu juga karna aku yang sempat sakit tipes dan di rumah sedang tak ada seseorang yang bisa ku mintai tolong.

"Eh!"

Raya menoleh karna tangan Angkasa menggenggam tangannya.

"Kalau nanti dia ganggu lo lagi..., lo bisa panggil gue, gue siap bantu" Tutur Angkasa.

Namun...

Yang Angkasa tak sangka adalah...

"Apaansih!, lo urus aja urusan lo sendiri"

Raya menepis tangannya, dia juga tak mengindahkan ucapan angkasa sama sekali.

Angkasa menatap Raya yang turun dari mobilnya tanpa berucap kembali.

"Yee... Kalau gitu tadi gue gak usah tolonngin deh!"

BRAK!

"Buset!".

Angkasa terkejut. Karna Raya menutup pintu mobilnya di banting.

"Makasih kak Asa, iya sama-sama" Kata Angkasa menghibur diri.

Dengan perasaan jengkel Angkasa melajukan mobil dan melanjutkan perjalanan.

Ngueeeng!

Mobil Angkasa melaju cepat.

Raya hanya bisa memperhatikan itu tanpa berkata-kata, berjalan sebentar ke halte yang kebetulan berada di dekat sana.

Selama menunggu ia mulai termenung kembali.

"Haaa..., kuat, Raya pasti kuat, pokoknya gak boleh nyerah".

ㄱㄱㄱ

"Aku pulang...''

Ckiiit!

Suara dencitan pintu menggema, tak ada seorangpun disana, ia memgeluarkan ponselnya dan mengetik kata "Mamah" disana.

Tanpa berkata-kata ia langsung menelphone pemilik kontak tersebut.

Tuut...

Tuut...

Tuut...

"Hallo"

Suara seseorang terdengar dari sebrang, tanda bahwa telpon sudah tersambung.

"Hallo Mah"

"Oh iya kak mama lupa kasih tau, di rumah gak ada makanan nanti beli sendiri aja ya, tinggal kakak aja yang belum makan siang"

"Gina?"

"Dia mau ada kerja kelompok, tadi dah mamah suruh beli makan sendiri, jangan lupa sapu rumah"

"Hm"

"Iya gak?, jangan ham hem ham hem doang"

"Iya...".

Setelah itu sambungan teputus.

Raya mengambil langkah menuju kamarnya, namun sebuah bungkus pitza tertangkap indranya.

Dia menghampiri bungkusan tersebut dan membukanya, terlihat sepotong kecil pitza yang tersisa, dia tersenyum miris.

"Apa mungkin harus setiap hari seperti ini, kebagian sisa dan itu hanya kecil"

Raya tertawa hambar sambil meratapi nasib, mungkin memang ini yang terbaik untuknya, tanpa sadar air mata kembali keluar.

"Hahhh..., tukang drama lo Raya!".

Chap one

Angkasa Dirgantara

Gue sebagai second caracter disini...

Singkat ajalah ya?!

Gue anak tunggal, bokap nyokap gue udah cerai, dan gue tinggal bareng bokap.

Gak ada yang special sih dari gue.

Gue Ketos di sekolah, tugas gue ya... Nangkepin orang-orang kayak Raya.

Eum...

Apalagi ya?

Kayaknya itu ajadeh, sisanya nanti biar kenalan sambil jalan deh ya.

*

*

*

Tak!

Tak!

Tak!

Suara itu nyaring memenuhi ruangan.

Seorang wanita paruh baya yang mendengar suara tersebut itu langsung tahu siapa pembuat suara tersebut.

"Eh den Asa, sini sarapan dulu"

Wanita tersebut menyambutnya ramah.

Angkasa tersenyum sambil mengedarkan pandangannya ke kanan dan kekiri.

"Ayah mana bi?, berangkat kerja duluan lagi?" Tanya Angkasa.

Terkadang rasa iba selalu menyeruak, memaksa untuk keluar dari dalam tubuh wanita tersebut.

Sosok Angkasa baginya sudah bagaikan anak sendiri, mulutnya selalu terasa linu ketika pertanyaan tersebut keluar dari mulut Angkasa ketika pagi hari datang.

"Iya, den Asa mau bibi buatin bekel lagi atau mau makan dirumah?"

Angkasa termenung, bahkan pagi hari dirinya sudah mulai terasa tak senang, dia melebarkan senyumnya.

"Buatin bekel aja deh bi, kayak biasa aja ya, nanti kirim pake ojol"

"Siap den!"

"Yaudah kalau gitu Asa berangkat ya bi" Pamit Angkasa.

"Hati-hati den".

Angkasa tak menjawab, hanya diam berlalu pergi.

ㄱㄱㄱ

Di depan gerbang sekolah.

Sesuai rapat kemarin, hari ini dan seterusnya ketua OSIS dan wakilnya akan berjaga di depan gerbang.

Travis yang merupakan wakil darinya sudah mulai menjalankan misinya untuk merazia semua barang yang tidak diizinkan di bawa kesekolah.

Lalu Angkasa?

Angkasa bertugas untuk mengecek kerapihan dari pakaian, ada beberapa siswa dan siswi yang di jemur karna ulahnya.

Dia menengok arloji yang bertengger di lengannya, menerawang ke depan sesaat.

"Cck!, kebiasaan" gumamnya.

Waktu telah menunjukkan pukul 07.30, namun sosok yang ia awasi tak kunjung terlihat.

Angkasa menggeleng-gelengkan kepala.

"Pak tutup pintunya" titah Angkasa pada pak satpam.

"HEIII!!!"

Suara tersebut terdengar sangat kencang.

Angkasa mengedarkan pandangan, terlihat sosok wanita yang ia cari berlari terbirit-birit menuju kemari, dia tersenyum miring.

"Gimana nih?, kita tunggu neng Aya gak den?" Tanya pak satpam yang ragu untuk menutup pagar.

"Tutup aja pak, tapi pelan-pelan"

Angkasa mengacungkan tangannya tinggi-tinggi.

Tanpa bersuara ia mulai menghitung mundur dengan jarinya.

"3"

Terlihat jelas sekali bahwa Raya mengumpat sambil berlari.

"Tunggu!!!!"

Teriak Raya yang tak di hiraukan oleh Angkasa, bahkan jarinya terus dilipat tanpa peduli padanya yang sudah berantakan.

"2"

"Tunggu dulu kak Asa!!"

"Ti..."

Wuuush!!

Sosok Raya melesat cepat bahkan hampir melewatinya, beruntunglah dia mencekal tas gadis itu.

"Mana yang katanya terlambat cuma sekali"

Raya membungkuk, tak ada niatan untuk menjawab karna nafasnya masih sangat tersenggal.

UHUK-UHUK!!

"Nih minum neng"

Pak satpam yang tak tega dengan sosokk Raya langsung menyodorkan air kemasan.

Jelas Raya tak menolak sodoran tersebut, bahkan kini dia meminumnya dengan rakus.

Angkasa hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan adik kelasnya tersebut.

"Makasih pak bestie"

"Yo" Jawab pak satpam.

Angkasa menatap wajah Raya serius, ia tak habis fikir ada seseorang yang masih bisa bercanda ketika sedang berada di hadapannya.

Apalagi kini dirinya sedang bertugas.

Raya yang mulai sadar akan tatapan Angkasa mulai menunduk.

"Udah bercandanya?" Tanya Angkasa.

"Udah kak"

"Bagus"

Angkasa mengecek pakaian Raya.

"Turunin" Titah Angkasa menunjuk rok Raya.

Raya menurut.

"Lagi"

Sebetulnya Raya ingin membantah sekarang, namun melihat tatapan elang milik Angkasa membuat nyalinya menciut seketika.

"Tuh...!"

Raya menurunkan lipatan roknya yang terakhir, ada perasaan jengkel yang melekat di hati.

Angkasa mengangguk, kemudian mengedarkan pandangannya.

"Travis" Panggil Angkasa ketika menemukan sosok yang ia cari.

Travis yang sebelumnya sibuk mengitung jumlah push up siswa laki-laki, mendengar panggilan angkasa, dia langsung menyuruh mereka untuk bertahan beberapa saat, membuat mereka dalam posisi plank sekarang.

"Kenapa Sa?"

"Barang apa aja yang harus disita?" Tanya Angkasa.

Travis melihat ke arah Raya sejenak.

"kalau buat cewe, make up Sa, catokan sama hair dryer juga gak boleh di bawa"

Angkasa mengangguk.

Jelas Travis yang sebenarnya tak tega juga melihat keadaan Raya yang sedikit amburadul karna berlari.

"Buka tas lo cepet!"

Titah Angkasa yang langsung di turuti oleh Raya, ia memindahkan posisi tasnya menjadi berada dalam pelukannya.

Membuka mulut tas tersebut lebar-lebar, membiarkan kaka kelasnya memeriksa tasnya.

"Gak ada..., gue gak pernah bawa hal kayak gitu"

Kesal Raya ketika Angkasa merebut tasnya asal.

Mungkin ada sekitar lima menit Angkasa menggeser setiap buku dan membuka bagian tas yang jarang sekali di gunakan.

"Lolos!, sana masuk kelas" Usir Angkasa.

"Udah?" Raya jelas tak percaya, apa lagi dirinya datang terlambat, ya... Walau hanya beberapa detik.

"Iya"

"Gue gak gabung sama mereka?"

Tanya Raya yang masih tak percaya dan terkejut karna Angkasa melepaskannya.

"Mereka yang kena razia, lo kan bersih, tapi... Kalau lo mau juga silahkan sih!"

Angkasa megarahkan tangannya pada barisan anak-anak yang kena razia, mempersilahkan Raya jika ingin bergabung.

"Enak aja!, nggak ah"

"Yaudah sana masuk"

Raya menatap Angkasa aneh, jelas-jelas ia tahu bahwa Angkasa sedang mengusirnya saat ini.

"Lo ngusir gue kak?"

Angkasa menghela nafas panjang, kali ini ia sedang malas beradu.

"Serah lo deh!, kalau gak mau pergi gue aja yang pergi"

Raya menyeringai.

"Eh!, iya-iya gue yang pergi, nyebelin banget sih!" kemudian pergi berlari masuk.

Angkasa menatap kepergian Raya.

"Oh iya, dahlah kasian mereka, suruh masuk aja padaan" Titah Angkasa.

Travis mengusak matanya berkali-kali, seakan tak percaya dengan apa yang di katakan oleh sahabatnya tersebut.

"Lo serius?, gue nggak lagi mimpikan?" Tanya Travis.

Angkasa yang tak ada niatan sama sekali untuk menjawab pertanyaan dari Travis, melenggang pergi meninggalakan tempat tersebut.

Sebenarnya hal tersebut wajar karna dirinya jarang sekali melakukan hal ini, melepaskan murid-murid yang melanggar.

Namun karna suasana hatinya yang tak teratur...

Jadi ia memutuskan untuk memberi mereka hadiah.

ㄱㄱㄱ

Pemilik nama Angkasa itu sedang melamun sambil menatap keluar jendela, tak ada yang tahu apa alasannya.

"Heh!, bengong aja bro"

Juna yang merupakan teman sebangku dari Angkasa tiba-tiba saja menepuknya, jelas hal itu tentu mengagetkan sosok Angkasa.

Sontak Angkasa menatap Juna tajam.

"Hehehe selow Sa selow" Juna menyeringai.

Angkasa memilih untuk tak menggubrisnya.

"Kenapa si ngelamun mulu?"

"Pengen aja" Jawab Angkasa singkat.

"Dih!, aneh banget lo biasanya juga kalo istirahat ke kantin, kantin yok!" Ajak Juna.

"Ah nggak dulu deh!"

"Ah! Gaak seru lo, ayok gc udah ditunggu yang lain nih" juna menarik tangan angkasa, memaksanya untuk tetap pergi bersama.

"Ntar aja besok, sekarang lagi gak mood gue"

"Sekarang aja, ada kak David sama kak Nathan juga tadi Sa, lo dicariin" Ujar Juna.

"Hah?!, serius lo?, ngapain mereka kesini?"

Angkasa sedikit terkejut ketika mendengar nama David dan Nathan, pasalnya dua orang tersebut telah lulus tahun lalu.

"Gak tau, ngurus ijazah kali, merekakan belum_"

Tanpa menunggu Juna selesai bicara Angkasa bangkit dan berlari menuju kantin.

"Yeuh..., katanya gak mau ke kantin, tapi guenya di tinggal"

Gerutu Juna.

ㄱㄱㄱ

"Izinin gue ya Lan, bilang aja lagi ke toilet"

Ucap Raya sambil mengemas barang-barangnya.

"Mau bolos lagi?, lo udah sering ke toilet loh pelajarannya pak bambang" Ujar Bulan memperingati Raya.

Raya memutar bola matanya malas, menghentikan aktivitasnya lalu mengarahkan dirinya ke arah Bulan sambil berkacak pinggang.

"Lan, pelajaran sejarah adalah pelajaran yang hanya membahas masa lalu, lo emang mau terperangkap di masa lalu hah?!" Kemudian kembali mengemas barangnya.

"Tapikan gak gitu juga kali Ay..."

"Cck!, udah ah gue mau ke rooftop bye"

"Aya..!"

Tanpa peduli ocehan dari Bulan Ayapun pergi meninggalkan ruangan, dia harus mengendap-endap karna bel pelajaran sudah berbunyi beberapa detik yang lalu.

"Hehe... mulus banget rencana gue"

Bangganya pada diri sendiri, dia terus mengendap sampai dirinya berhasil melewati setiap ruang kelas bahkan sampai akhirnya ia telah berakhir di depan tangga menuju rooftop.

"Gila gue jenius banget" Mengusap hidungnyaa menggunakan ibu jari.

Ketika baru saja melangkah,

"Ekhem!"

Seletika tubuhnya membeku di tempat mendengar dehaman tersebut.

"Udah jam pelajaran ngapain masih di luar?"

Raya memutar tubuhnya.

Terlihat sosok Angkasa yang sedang menyedekapkan tangan.

Raya menyeringai.

"E..., gini kak, g-gue... Oh ini buku gue ketinggalan di rooftop, iya ada buku gue yang ketinggalan, tadi gue ke_"

"Masuk" Titah Angkasa.

"Tapi kak_"

"Masuk, nanti biar gue ambilin"

Angkasa tau kalau Raya sedang berbohong.

Raya menggigit bibir bawahnya, mencoba mencari alasan yang bagus.

"Ck!, kenapasih?!, mending lo urusin urusan lo aja deh kak, lo kan juga seharusnya ada di kelas, lo aja masih keliaran"

"Gue lagi jam kos"

"Emangnya kata jam kos bisa buat lo bebas keliaran gitu?"

Raya menyedekapkan tangannya di depan dada.

"Gue lagi izin ke kamar mandi"

Raya terkekeh kecil.

"Waw, kamar mandinya jauh banget ya pak sampe ngelewatin tangga rooftop" Sindir Raya.

Ia tersenyum puas ketika Angkasa terdiam, diapun berbalik berniat untuk melanjutkan langkah.

"Maju lagi gue laporin BK" Ancam Angkasa.

Sontak Raya menghentikkan langkahnya, ia merotasikan matanya 180 derajat, membalikkan tubuh, menatap Angkasa tajam.

Perasaan kesal menguak.

"Apa?, berani?, gih lanjutin aja!, tapi jangan heran kalau lo di panggil ke ruang BK"

Raya menghembuskan nafas berat, berlalu menabrak bahu Angkasa.

"Nyebelin!"

Angkasa hanya menggeleng melihat Raya yang berjalan sambil menghentak-hentakkan kaki, tak habis pikir dengan kelakuan adik kelasnya.

ㄱㄱㄱ

Tok-tok-tok!

"Misi pak"

"Masuk"

Raya berjalan masuk ke dalam kelas.

"Eh Raya..., tumben banget ke toilet sebentar"

Seisi kelas mulai menahan tawa.

Raya hanya melangkah tanpa bicara sepatah katapun.

Bulan jelas bertanya-tanya, ini cukup aneh, ia memperhatikan Raya dari semenjak ia masuk sampai dudduk di sebelahnya.

Raya yang sedang tak enak hatipun menarrik kursinya kasar.

"Sst"

Raya menoleh.

"Apa?"

"Kenapa gak jadi?" Tanya Bulan berbisik.

"Tau tuh!"

"Tau tuh?"

Bulan terkekeh kecil, mereka bahkan bicara sambil berbisik karna jam pelajaran masih berlangsung, sangat sulit bagi Bulan menahan tawa.

"Ketauan kak Asa gue" Kesalnya.

Jika saja Angkasa bukan ketua osis, mungkin Raya akan memukul Angkasa kala itu, belum lagi tadi adalah waktu pelajaran di mulai, bukan waktu istirahat.

"Tumben nurut"

Ucapan bulan jelas mencoret harga diri Raya, apalagi di kelas ia terkenal sebagai orang yang tak pernah menurut.

"Ish!, gak gitu, diancem gue, mau di laporin BK, tegil banget kan!, liat aja gue bakal balas dendam"

Bulan menahan tawa.

Plak!

Raya memukul bahu Bulan, suaranya yang cukup kuat menarik perhatian guru.

"Raya!, Bulan!"

Suara itu membuat mereka langsung berdiri.

"Berdiri diluar!"

"Siap pak..."

Merekapun berlalu keluar.

"Baru juga masuk kelas, bercanda... mulu" Omel pak bambang.

"Namanya juga anak-anak pak"

Celetuk Raya yang langsung membuat pak bambang hampir melayangkan penghapus yang sedang dia pegang.

"Jawab aja terus"

seisi kelas berusaha menahan tawanya, wajah pak bambang memang sedikit lawak jika sedang kesal.

Raya dan Bulan berdiri di luar tembok kelas.

"Emang diancem apa sama kak Asa?"

Raya yang terbawa kesal karna ingaat kejadian tadi, ia mendengus kesal.

"Gimana-gimana?, sini ceritain ke gue"

Raya menyedekapkan tangan dan mulai menceritakan kejadian yang tadi dia alami.

ㄱㄱㄱ

Tuk.

Tuk.

Tuk.

"Yah"

"Masuk"

Anak laki-laki itu dengan ragu menyentuh tuas pintu dan mulai menekannya kebawah.

"Kenapa Sa?"

"Eum..."

Rasa canggung mulai menyeruak.

"Langsung aja"

Angkasa terdiam, ia bingung ingin mengatakan hal apa, yang saat ini ia mau hanyalah berinteraksi dengan ayahnya.

"Asa mau ke luar ya yah"

"Kemana?"

"Mau main sama anak-anak"

"Iya"

Angkasa menghela nafas panjang, bahkan sang Ayah tak sama sekali menyempatkan diri untuk menaruh atensinya pada dirinya.

"Kenapa?, uangnya kurang?"

"Nggak kok yah"

"Ouwh"

Ketika rasa canggung mulai semakin menyeruak ia mengusap tengkuknya, ia memutuskan untuk mundur perlahan.

"Asa pergi"

"Ya".

Lagi-lagi Angkasa pergi dengan rasa kecewanya, ia selalu berpikir apa arti dirinya berada dalam keluarga ini, sepertinya kalau dirinya hilangpun sang ayah tak akan mencarinya.

Chap two

Mungkin selama ini adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi bagi seseorang bernama Raya Amandita untuk bangun di pagi hari.

Bahkan si pemilik tubuh saja tak percaya.

Namun...

Ntah ada kejadian apa yang membuatnya terbangun dan sudah mengenakan seragam sekolahnya saat waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi.

Si pemilik tubuh hanya bisa tertawa sambil memuji dirinya di depan cermin.

Raya tersenyum puas.

"Widiih!, keren banget lo ya, hahhh...., bocah gila kali ya bangun pagi-pagi"

Berbicara pada diri sendiri bak orang yang mengalami trauma berat.

Saking senangnya Raya menampilkan beberapa pose genit di kaca.

"Incess mau berangkat dulu ya bye... muach!"

Berjalan bak artis di atas red carpen.

Namun...

Wueek!

Raya mulai ingin memuntahkan isi perutnya, merinding jika mengingat dirinyya di pantulan kaca.

Dia tertawa lalu bersiap ingin pergi kesekolah.

"Makan dulu kak"

"Nanti aja di sekolah mah"

"Makan dulu... nanti kalau sakit dikiranya mamah gak ngasih makan kamu lagi, hahahhh... Ya nggak dek?!, padahal mamah udah masak"

Raya mulai menghela nafas, padahal baru saja hari di mulai moodnya sudah rusak saja pagi ini.

'Kalau gini mendingan gue berangkat siangan kayak biasa aja tadi' batinnya.

"Nggaklah, masa kayak gitu"

"Hahh..., kali aja kan kamu bilang sama gurunya kalau gak di kasih makan"

Sebenarnya jika boleh jujur, candaan itu menyakitkan untuknya, namun jika di bawa serius...

Mungkin dirinya juga akan jadi pemancing amarah, ia tak mau pagi hari ini rusak karna hal sepele yang seharusnya hanya candaan, selain itu... Sekarang ia juga sedang malas berdebat.

Tanpa maau basa-basi lagi ia mengemas semua perbekalan yang ada, semakin lama ia bergabung... Mungkin akan ada hal lain lagi nantinya yang akan menyakitkan.

"Nggak sarapan dulu nih kak?, beneran?"

"Hm, kaka berangkat".

ㄱㄱㄱ

"Wah!, siapatuh yang dateng pagi-pagi gini?!, silau-silau!!"

Raya terkekeh melihat pak satpam yang bereaksi berlebihan terhadap kedatangannya.

"Si bapak bisa aja..!"

"Lagian tumben banget dateng pagi-pagi!"

Raya melirik ke kanan dan kekiri, kemudian mengarahkan pandangan pada pak satpam.

"Kenapa Ay?"

"wih!, paling pagi nih kayaknya" Ucapnya membanggakan diri sambil membenahkan kerahnya.

"Hahhh..., sejauh ini mah belum Ya!"

Raya jelas terkejut, ia pikir dia sisswa paling pagi sekarang.

"Wah?!, masa?!, ada lagi yang paling pagi emang?!"

Pak satpam tertawa melihat reaksi dari Raya, apalagi jika dia tahu murid yang datang lebih pagi bisa datang bahkan sebelum matahari terbit semmpurna.

"Yaiyalah ada!"

"Siapa pak emang?, orang gila kali dateng pagi-pagi"

"Hahh..., yee... si Aya, itu mah kamu aja yang aneh"

Raya tersenyum remeh.

"Lagian nih ya pak..., cuma murid pinter doang yang berangkat pagi-pagi!"

"Alah... Itu mah alasan neng Aya aja itu mah!"

Raya tertawa.

"Oh iya pak, nih ada bekel, makan nih pak Saya gak laper"

Raya meletakkan bekelnya di atas meja yang berada di dalam pos satpam.

"Loh!, kok di kasih saya sih?!, emang neng Aya udah makan tah?"

Raya menggeleng, tak ada rasa ingin makan sekarang.

"Nggak laper pak, dah ah saya masuk dulu ya"

"Yo!, makasih ya neng Aya!"

Raya tak menjawab, ia hanya mengacungkan ibu jarinya tinggi-tinggi.

Beda seperti biasanya, kali ini suasananya sangat sepi.

Padahal teman-temannyalah yang jadi energinya.

Dengan langkah gontai Raya berjalan menuju Rooftop.

Kieet...

Tak Raya sangka, terlihat sosok seseorang terbaring nyaman di atas sofa yang sering ku tiduri dengan wajahnya yang di tutupi oleh buku.

"Kak Asa?"

Tak ada sautan.

Raya mendekat, mencolek-colek Angkasa berharap agar tubuh itu. Bangun daan berbagi tempat dengannya.

"Kak Asa!, bangun dong!"

Sayangnya Angkasa tak kunjung bangun, karna kesal Raya menarik tangan Angkasa.

"Bangun..."

Srak!

Angkasa yang sedang tidur langsung terusik karna Raya menariknya dengan sekuat tenaga.

"Apaansih lo?!" Kesal Angkasa.

Raya berdecak.

"Gue mau duduk, badan lo kepanjangan!" protes Raya.

Angkasa mengusap wajahnya, beranjak berniat untuk mencuci wajah.

"Jam berapa sih?"

Angkasa meraba sekitar, mencari keberadaan benda pipih milikinya.

"Jam setengah tujuh"

"Jam setengah tujuh?"

Raya memutar bola matanya malas, ia mendudukkan dirinya disamping Angkasa.

"Kenapa?, heran lo gue di sini jam setengah tujuh"

Ketika menemukan ponselnya Angkasa langsung mengecek jam, benar saja apa yang Raya katakan.

"Ada angin apaan lo dateng pagi-pagi gini?"

"Angin syurga, dah sana pergi, gue mau tidur ngantuk"

Raya mendorong tubuh Angkasa dengan kakinya, tak ada rasa segan sama sekali, lagi pula dendamnya belum terbalaskan.

"Ck!, gak sopan banget sih lo, punya adek kelas gini amat" Oceh Angkasa kemudian beranjak pergi.

"Dih!, siapa juga yang mau jadi adek kelas lo!!"

Raya memukul sofa karna saking jengkelnya, ntah mengapa dari awal bertemu ia selalu merasa emosinya gampang tersulut.

Tapi, kenapa bisa-bisanya ia tak mengenali wajah Angkasa?

Apa karna dirinya kurang update?

Sebenarnya Bulan selalu memberi tahunya, Bulan memang selalu memuji dan mengagumi Angkasa di depannya.

Namun...

Terkadang setiap Bulan menunjuk dan dia melirik, sosok Angkasa pasti selalu sudah menghadap depan jadinya yang ia tahu hanya punggungnya.

Dan karna hal itu juga jadinya ia tak tertarik.

ㄱㄱㄱ

Duar-duar-duar!!!

Suara itu langsung membuat sosok Raya terbangun sambil memegang dadanya, ia terduduk dengan kepalanya yang pusing.

"Aduh siapa sih?!!!"

Amarahnya meluap, siapa juga yang tak kesal jika di bangunkan dengan cara seperti itu.

Apalagi yang di pukul adalah sebuah seng, bisa bayangkankan betapa berisiknya itu, walau ntah dari mana seng itu berasal.

"Gue, kenapa?!"

Ternyata Angkasa lah yang membangunkan Raya.

Raya memegang kepalanya yang terasa pening, sedang tangannya mengusak mata kiri jadi ia menatap Angkasa dengan sebelah matanya.

"Bisa gak sih?, gak usah ngurusin gue gitu?!, suka ya lo kak sama gue?!, demen banget gangguin gue"

Omel Raya sembari mengatur nafasnya.

"Bangun-bangun, gak usah ngelantur, udah bell, masuk sana!"

"Ish!" Raya menendang kakinya asal.

Hatinya mulai kesal dan terganggu atas kehadiran angkasa.

"Bangun"

Duar-duar-duar!!!

Raya spontan menutup telinganya, ini sangat menjengkelkan.

"BERISIK...!"

Raya beranjak dan bersiap ingin memukul Angkasa untuk melepas dendamnya.

Sayangnya setiap dia memukul, Angkasa selalu sigap menyangkal semua pukulannya.

"Gue salah apa sih sama lo?!, kayaknya lo nyecer banget gue"

Angkasa menghela nafas panjang, adik kelasnya itu semakin lama semakin melantur, tanpa mau basa-basi lagi ia menggenggam kuat seragam bagian pundak Raya dan menyeretnya kedalam.

"Eh, sobek tolol!, ih kak Asa!!!"

Seberapapun ia mengaduh Angkasa tak akan mendengarkannya, akhirnya iapun memilih pasrah.

ㄱㄱㄱ

"Aaaargh!, iiihh!"

Brak

Brak

Brak

Tangan Raya memukul-mukul meja, menyalurkan setiap rasa kesalnya disana, kali ini ia sudah tak tahan lagi.

Raya mengamuk, berteriak, menggigit, pokoknya apapun yang bisa ia lakukan untuk melampiaskan amarahnya ia lakukan.

Teman-temannya hanya bisa pasrah dengan apa yang dia lakukan.

Bulan menenangkannya, dia mengusap-usap punggung Raya pelan.

"Udah-udah..., lagiankan kak Asa kayak gitu buat kebaikan lo"

Bulan ingat jelas kalau Angkasa tadi menyeret Raya dan mendorong temannya itu asal, bahkan dia mengunci pintu kelas agar Raya tak bisa keluar.

Padahal Raya merupakana anak yang tak menyukai paksaan, wajarlah jika temannya itu kesal, pelajaran pertama sudah lewat namun amarahnya tak kunjung mereda.

"Kesel bannget gue Lan!!!, ih!, emang dia pikir dia siapa hah!"

Bruk

Raya menenggelamkan wajahnya di meja, namun. Karna saking kesalnya, benturan antara tangan dan meja menimbulkan suara.

Raya mengangkat pandangannya, menatap bulan dengan puppy eyes nya.

Bulan sudah tak heran lagi dengan perubahan sikap Raya itu.

"Apa sayang?!"

"Huaaaa, padahal hari ini gue dateng pagi loh Lan"

"Iya?!"

"Iya, tanya aja pak satpam, tapi...."

Bruk!

Raya kembali memukul meja yang kali ini berhasil membuat beberapa penghuni kelas terkejut.

"Gue harus memusnahkan manusia itu sepertinya Lan, liat saja wahai manusia!, aku akan membalaskan dendam ini padamu!!!!, Hahhh....!!!"

UHUK-UHUK!!

"Hem... Banyak tingkah si!" Celetuk Fahri.

"Uhuk-uhuk!, air-air!!"

Tangan kanan Raya menepuk-nepuk dada dan tangan kirinya mengadah, meminta air.

"Eh Ratu Aya kesedak air woy!!!" Teriak salah satu murid yang duduk di bangku sebelahnya.

"Air-air!!"

"Itu di dus ambilin dong woy!" imbuh yang lain meminta tolong pada seseorang yang duduk dekat kardus air kemasan.

"Nih-nih!" Yang mendapat operan menyerahkan pada Fahri.

"Nih-nih, ah banyak tingkah, heran gue" sodor Fahri pada Raya.

Raya mengambilnya, menusuknya sambil terbatuk-batuk.

Setelah merasa kega ia menyeringai.

"Makasih bestie"

"Nyenyenye, makannya jangan ngomel-ngomel mulu".

Raya hanya menyeringai mendengar hal tersebut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!