NovelToon NovelToon

Saat Takdir Bertemu

1. PESTA SEMALAM

Sebuah pesta meriah dengan banyaknya tamu undangan VIP diadakan untuk merayakan keberhasilan digelarnya pameran lukisan perdana milik Baskara Miller. Baskara menghampiri semua tamu undangan yang tidak lupa memberinya selamat atas kelancaran pamerannya siang tadi. Malam ini Baskara memastikan semua orang merasakan kebahagiaan yang dirasakannya.

Beberapa pelayan sibuk wara-wiri membawa minuman dan kue-kue yang sengaja dibawa mengelilingi seluruh tamu undangan. Salah satu wanita yang berdiri di pusat keramaian acara tampak serius mengawasi seluruh pelayan itu. Tidak boleh ada satu pun kesalahan, karena resiko yang akan mereka tanggung cukup besar.

Acara hari ini sengaja dibuat formal karena banyak tamu undangan yang berasal dari rekan kerja Tuan Miller. Baskara harus menjaga agar beberapa temannya tidak membuat masalah disana. Tuan Miller berjalan berkeliling sembari mengenalkan anaknya kepada teman-temannya.

Dengan bangga Tuan Miller memamerkan keberhasilan anaknya mengadakan pameran lukisan perdananya. Baskara sendiri tampak tidak canggung ketika sang ayah melakukan hal itu. Bahkan dirinya menikmati seluruh perhatian yang diberikan semua tamu undangan padanya.

Berbeda dengan keadaan ditengah aula acara, di dapur seluruh pekerja tampak sibuk bergantian dengan tugasnya masing-masing. "Jangan lupa semua minuman yang dibawa harus terisi sama rata ... Alina!" teriak salah satu pelayan bertubuh besar itu kepada seorang wanita muda sesama pelayan disana.

"Iya Kak ... " jawab gadis itu seraya berjalan keluar membawa nampan berisi minuman.

Keadaan cukup kondusif. Tuan Miller asyik bercengkrama dengan teman-temannya di sebuah sofa dekat grand piano yang memainkan sebuah lagu klasik. Sedangkan Baskara sibuk memperkenalkan beberapa hasil karyanya yang sengaja dibawa kesana dari ruang pameran.

Sesuai rencana beberapa saat lagi akan dipamerkan lukisan utama Baskara didepan seluruh tamu undangan. Lukisan ini dibawa khusus ke aula pesta sebagai inti acara pesta malam ini. Seluruh pekerja dan pelayan disana disiapkan sesuai posisinya masing-masing saat lukisan utama diperlihatkan.

"Alina dan Agung siap-siap diposisi ... jangan sampai terjadi sesuatu sama lukisannya." Lagi-lagi pelayan bertubuh besar tadi yang memberikan mereka arahan. Sepertinya dialah pemimpin dari seluruh pelayan yang hari ini bertugas.

Alina dan Agung bersiap-siap pergi ke ruangan pameran yang tidak jauh dari aula pesta untuk membawa lukisan utama. Sebenarnya tidak hanya mereka yang pergi kesana, ada dua orang lagi petugas keamanan yang membantu mereka membawa lukisan itu ke aula pesta.

"Kenapa Na?" tanya Agung melihat gerak-gerik Alina terlihat gelisah.

"Hah? Oh ... gapapa kok, tapi perutku agak ga enak," jawab Alina sedikit memegang perutnya.

"Tapi kita ga ada waktu kalo kamu ke kamar mandi dulu," ucap Agung.

"Gapapa kok, ga separah itu." Mereka kembali berjalan menuju ruang pameran.

Sebelumnya para tamu undangan telah diberi bocoran akan ada sebuah kejutan sebagai inti acara. Sehingga beberapa orang tampak saling berisik tidak sabar dengan kejutan apa yang akan disiapkan untuk mereka.

Sembari menunggu Tuan Miller bersama dengan istrinya berjalan berkeliling menyapa satu persatu tamu undangan. Bermaksud agar tidak membuat mereka menunggu. "Kok ga keliatan ya?" tanya istrinya kepada Tuan Miller seraya berusaha melihat ke sekeliling.

"Ga usah dicari. Biasanya juga tidak ada," ucap Tuan Miller terdengar acuh.

"Tapi dia sudah janji mau datang hari ini." Ucap Rose dalam hati.

Dengan cukup terburu-buru Alina dan Agung membawa lukisan yang telah ditunggu semua orang. Meskipun sedikit berlari keduanya tetap membawanya dengan hati-hati. Lukisan itu cukup besar sehingga terkadang membuat Alina kesulitan membawanya.

Genggamannya sesekali tergelincir dari pegangan kotak berisi lukisan utama karena tidak kuat menahan bebannya. Namun begitu dirinya tetap berusaha membawa lukisan ini dengan aman sampai di aula pesta.

Sampai dipintu belakang aula beberapa rekan kerja sesama pelayan sudah berdiri menyambut Alina dan Agung kemudian sedikit membantu keduanya masuk. Sebelum masuk, Alina melihat seseorang yang berdiri di kegelapan. Hanya disinari oleh sorotan ponsel yang dimainkannya.

"Na, ayo buruan masuk ini harus langsung dibawa kedepan ... " ucap salah satu rekannya.

"Iya." Mengabaikan orang itu, Alina pun segera masuk kedalam.

Setelah lukisan utama siap, para petugas saling memberi kode untuk segera mengeluarkannya ke hadapan seluruh tamu undangan. Baskara pun pergi ke belakang untuk memastikan lukisannya aman saat dipamerkan nanti.

Melihat dengan serius ke setiap detail lukisan, Baskara pun menunjuk dua orang pelayan yang membawa lukisan dari ruang pameran tadi untuk membawa lukisan ini keluar. Tanpa berlama-lama Alina dan Agung bersiap-siap untuk membawa lukisan tadi keluar.

Saat itu seluruh wajah Alina sudah terlihat pucat, keringat dingin mulai keluar dari pelipisnya. Agung yang sedari tadi memperhatikan Alina sekali lagi memastikan keadaan rekannya itu baik-baik saja. Namun sayangnya mau bagaimanapun keadaannya Alina harus tetap menuruti perintah Baskara.

Dengan hati-hati dan tetap menjaga keadaannya baik-baik saja Alina bersama Agung membawa lukisan itu keluar untuk diperlihatkan kepada seluruh tamu undangan. Diiringi dengan alunan grand piano sebuah kejutan yang telah dijanjikan pun keluar.

Semua mata tertuju pada lukisan yang dibawa oleh Alina dan Agung. Riuh tepuk tangan menyambut lukisan utama karya Baskara Miller. Dengan bangga Baskara berjalan menuju lukisan itu. Ayah dan ibunya turut tersenyum bangga melihat keberhasilan anaknya.

Baskara berdiri disamping lukisannya sembari menceritakan arti dari lukisan tersebut. Seluruh tamu undangan mendengarkan penjelasan Baskara dengan seksama. Namun berbeda dengan Alina.

Dengan sekuat tenaga Alina menahan dirinya agar tidak tumbang. Keringat dingin semakin membasahi tubuhnya. Tangannya dikepalkan sekuat mungkin untuk menjaga dirinya tetap tersadar.

Tanpa Alina sadari ada sepasang mata yang tiada memperhatikan penjelasan Baskara, melainkan memperhatikan dirinya. Seseorang yang berdiri ditengah-tengah para tamu, namun dengan aura yang berbeda.

Sepertinya hanya orang itu yang menyadari keadaan Alina saat itu. Meskipun sakit di perutnya sudah tidak tertahankan Alina tetap tersenyum dihadapan para tamu. Posisinya yang tepat berada dibelakang lukisan itu membuatnya mau tidak mau ikut terlihat oleh para tamu.

"Terima kasih dan selamat menikmati acara hari ini hingga akhir," tutup Baskara yang disambut tepuk tangan dari para tamu.

Alina dan Agung kemudian membawa lukisan itu ke tempat yang cukup aman untuk sesekali dilihat para tamu. Untuk sesaat pandangan Alina sempat kabur. Agung yang berada diseberang Alina tidak memperhatikan dan terus saja berjalan membawa lukisan itu.

Kemudian tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang terjatuh dan ambruk. Agung berdiri terpaku dan tidak bisa berkata apapun, hingga Baskara dan beberapa pengawal disana menghampirinya.

Terlihat Alina yang terduduk dibawah sembari menundukkan wajahnya bersama dengan lukisan yang ambruk didepannya. Kedua mata Baskara melotot, wajahnya memerah diliputi kemarahan. Tuan Miller dan istrinya yang mendengar keributan kemudian berjalan menghampiri.

"Apa yang kau lakukan!" teriak Baskara cukup mengangetkan para tamu yang lain.

Pengawalnya mencoba menenangkan Baskara yang marah dan menunjuk Alina. Alina masih menunduk, terasa matanya mulai berair mendengar teriakan Baskara.

"Ada apa ini?" ucap Tuan Miller yang baru datang dan langsung berdiri disamping Baskara.

Mendengar suara Tuan Miller membuat Alina semakin bergetar ketakutan. Dalam pikirannya sudah tidak ada harapan lagi dirinya akan aman setelah ini.

Alina yang tertunduk melihat sepasang sepatu sneakers yang tampak familiar baginya. Sepatu yang mengingatkannya pada kejadian yang sama memalukannya dengan hari ini. Sedikit mendongakan kepalanya Alina melihat pemilik sneakers tadi dan berkata dalam hati, "Kamu ... kok ada disini?"

2. KESALAHAN FATAL

Alina terduduk dibawah ketika semua orang berkumpul memperhatikannya. Agung yang jelas berada didekatnya bergerak menjauh seakan-akan tidak ingin ikut campur dalam urusan ini. Alina yang melihat Agung yang menjauh jelas kecewa dengan rekan kerjanya itu. Jika saja Agung lebih erat memegang lukisan ini, maka meskipun tangannya sedikit tergelincir efeknya tidak akan separah ini.

"Sekarang gimana? kamu harus tanggung jawab." Baskara tidak dapat menyembunyikan kemarahannya.

"Saya minta maaf Pak, saya tidak sengaja melakukannya ... " ucap Alina lemah.

Melihat keadaan pesta yang seketika menjadi gaduh, Rose meminta pengawalnya membantu Alina berdiri dan membawanya kebelakang. Sementara itu beberapa staff yang lain mencoba menenangkan para tamu undangan yang kebingungan dengan apa yang terjadi.

Perut Alina yang sakit tadi tiba-tiba hilang berganti dengan kecemasan dan ketakutan. Sebagai pelayan part time Alina tidak memiliki seseorang yang bisa melindunginya. Agung saja pergi menjauh dan tidak mau terbawa kedalam masalah ini.

Di belakang, bos nya sudah menatap tajam Alina begitu pun beberapa pelayan yang lain tidak ada yang berani membantunya. Keluarga Miller jelas memiliki kuasa yang membuat semua orang tidak ada yang berani berkutik.

Alina di dudukan di salah satu kursi. Baskara menghampirinya masih dengan amarah. Tuan Miller tidak ada disana karena sibuk menjelaskan apa yang terjadi kepada koleganya yang datang. Disana hanya ada Baskara, Alina, Rose ibunya Baskara dan beberapa pengawal.

Sesekali Rose memperhatikan wajah Alina yang sudah sangat pucat. Sedari tadi wajahnya memang sudah pucat, tetapi keadaan sekarang semakin memperparah keadaannya. Rose lalu memberikan selembar tisu kepada Alina untuk menyeka keringatnya.

Alina sama sekali tidak menangis, mungkin ketakutannya membuatnya bahkan tidak bisa mengeluarkan air mata. "Sekarang kamu harus bertanggung jawab ... ganti semua kerugian saya," ucap Baskara dengan nada tinggi mengontrol emosinya.

"Ta-tapi saya tidak memiliki uang untuk menggantinya," tunduk Alina.

"Pokoknya harus kamu ganti, saya tidak mau tahu."

"Mau kamu memelas seperti itu, saya tetap tidak akan membiarkan kamu lepas dari tanggung jawab," tegas Baskara.

Keadaan berubah hening. Alina yang merasa bersalah masih saja tertunduk lesu. Bosnya yang juga ada disana tidak bisa berbuat apa-apa, sedangkan Agung? pria pengecut yang tidak mau mengakui kalau dirinya juga memiliki andil pada kejadian ini hanya berdiri memperhatikan Alina dari kejauhan.

"Oke gini aja ... kamu saya pekerjakan sebagai pelayan di kantor workshop saya."

"Tapi, tidak dibayar ... sebagai bentuk ganti rugi kamu ke saya, gimana?" tanya Baskara.

Alina tahu bahkan meskipun Baskara terdengar bertanya padanya, tetapi ini adalah sebuah perintah darinya. Alina tidak punya pilihan lain selain menyetujuinya. Sudah untung Baskara tidak membawa kejadian hari ini ke pihak yang berwajib, meskipun Alina tahu Baskara bisa saja melakukan itu.

"Iya Pak, saya mau."

Baskara lalu kembali kedepan, dirinya tidak mau semakin membuat tamu-tamunya bingung karena pergi terlalu lama. Meninggalkan Alina yang masih terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Sepeninggal Baskara, beberapa teman Alina baru bisa menghampirinya.

Kalau aku kerja tanpa dibayar, gimana caranya bisa bayar kuliah. 

Sekarang yang lebih penting yaitu bagaimana nasibnya nanti. Tidak pernah terbayangkan dirinya akan masuk kedalam keluarga Miller dengan cara seperti ini. Selain itu Baskara bahkan tidak memberitahunya sampai kapan ia harus bekerja dengannya tanpa dibayar.

Berusaha profesional Alina pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Alina pergi ke kamar mandi sebentar untuk merapikan keadaannya lalu segera kedepan menyajikan minuman kepada para tamu.

Alina harus berusaha baik-baik saja, karena jika tidak bisa saja dirinya tidak dibayar. Bertepatan hari ini masa kontrak part time nya berakhir. Alina tidak mau jika masalah tadi membuatnya tidak dibayar, padahal sudah hampir enam bulan dirinya bekerja.

Beberapa tamu yang hadir satu persatu mulai meninggalkan aula pesta. Kini hanya kerabat dan kolega terdekat yang masih ada disana. Mereka masih sibuk mengobrol dan tertawa bersama.

Melihat apa yang tadi terjadi dengan keadaan sekarang Alina dibuat heran. Apakah seperti ini gaya kehidupan konglomerat? setelah menekan dan membuat seseorang merasa ketakutan sekarang mereka masih bisa mengobrol seraya tertawa seperti tidak terjadi apapun.

Bahkan lukisan yang dipermasalahkan tadi hanya dibiarkan di sudut aula. Keluarga seperti ini yang akan Alina hadapi kedepannya. Entah untuk berapa lama. Alina harus menguatkan dirinya dengan kemungkinan yang akan terjadi setelah ini.

"Ayah ... Alina harus apa sekarang?" tanya Alina kepada dirinya sendiri.

Didepan pintu terlihat Rose sedang berbicara dengan seseorang. Mereka terlihat akrab, bahkan lelaki itu memeluk Rose erat dan mengelus hangat tubuh wanita itu. Lelaki itu pergi meninggalkan Rose yang kemudian berbalik dan melihat Alina sedang memperhatikannya.

Dengan senyuman Rose berjalan mendekati Alina. "Nama kamu siapa?" tanya Rose hangat.

"Saya Alina," jawab Alina sungkan.

"Tidak perlu sungkan, kedepannya kita akan sering ketemu."

"Kantor workshop Baskara itu masih di wilayah rumah kami, jadi tante sering mondar mandir kesana," ucap Rose.

Sangat berbeda dengan aura yang diberikan Baskara dan ayahnya. Rose lebih hangat dan banyak tersenyum. Alina bahkan heran bagaimana bisa wanita ini bersama dengan dua lelaki yang sangat kontras dengannya.

Pulang ke rumah dengan tubuh dan pikiran yang lelah, Alina berharap disambut dengan hangat oleh ayahnya. Sayangnya pintu rumah masih terkunci rapat, dan rumah dalam keadaan gelap. Sepertinya lagi-lagi ayahnya menginap di kantornya.

Sedikit menyeret tubuhnya yang berat karena kelelahan. Alina meletakan barang-barangnya di kursi dan menyalakan televisi. Alina kemudian berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air lalu melemparkan tubuhnya ke atas sofa.

Ponselnya tiba-tiba ramai dengan notifikasi dari teman kampusnya yang melihat akun berita yang sedang trending. Ternyata berita tentang dirinya di pesta tadi. Seluruh temannya mengiriminya pesan menanyakan apa yang terjadi.

Sama sekali tidak bertenaga untuk membalasnya, Alina melemparkan ponselnya dan pergi ke kamar mandi. Guyuran air membawa keletihan tubuhnya pergi sejenak. Rasanya sekujur tubuhnya remuk, hari ini adalah hari paling sibuk dan paling tidak terduga di hidupnya.

"Baskara ... kamu berasa paling hebat hah!"

"Mentang-mentang punya kuasa bisanya menekan orang kayak gitu?"

"Laki bukan? bisanya manfaatin power orang tua."

Alina melupakan kekesalannya di kamar mandi. Sejak tadi dirinya tidak berani mengatakan apapun. Baru sekarang Alina berani mengatai Baskara yang memarahinya bahkan menjadikannya pelayannya.

Merasa lebih segar karena sudah mandi dan berhasil melupakan emosinya, Alina mencari sesuatu yang bisa di makan. Sejak tadi Alina tidak makan apapun dan kini cacing di perutnya ramai menagih sang tuan memberi mereka makan.

"Bentar ... tadi dia siapa ya? sepatunya familiar, perawakan bawahnya juga kayak kenal."

Alina masih tidak bisa melupakan seseorang yang dilihatnya tadi. Alina memang tidak sempat melihatnya dengan jelas, tetapi dirinya yakin jika ia pernah melihat orang yang sama di suatu tempat. Siapa ya dia?

3. HAMPIR TIDAK WARAS

Tercium wangi semerbak menyelinap masuk kedalam kamar Alina. Alina yang masih tertidur lelap terbangun karenanya. Wangi ini menandakan ayahnya sudah pulang. Entah jam berapa ayahnya pulang semalam tetapi, ini bukanlah hal yang baru terjadi.

Ayahnya sering pulang hingga larut malam bahkan menginap di kantornya. Pagi ini seperti biasanya ayah Alina memasak nasi goreng spesial khusus anak perempuannya tercinta. Hari ini Alina harus pergi ke kampus karena ada urusan penting dengan dosen pembimbingnya.

Sudah beberapa saat tugas akhirnya terus tertunda. Alina selalu beralasan uang penelitiannya belum cukup, sehingga dosennya tidak punya pilihan lain selain membiarkan Alina. Namun, hari ini sepertinya sudah tidak ada keringanan lagi dari dosen pembimbingnya.

"Sudah ditagih ya Al," tanya ayahnya pada Alina.

"Harus cepet diberesin Yah, kalo engga uang mulu."

"Butuh berapa emangnya? kalo Ayah ada pake dulu aja," ucap ayahnya.

Alina sebenarnya tidak mau merepotkan ayahnya. Sejak awal kuliah Alina sudah berjanji akan mengusahakan semuanya sendiri. Alina tidak pernah meminta uang kepada ayahnya untuk keperluan kuliah. Namun, saat ini Alina terpaksa memakai uang ayahnya untuk melanjutkan tugas akhirnya.

"Maafin Alina ya Yah ... malah jadi ngerepotin kan," ucap Alina lesu.

"Gapapa, sudah seharusnya Ayah biayain kamu Al ... " jelas ayahnya tidak mau anaknya merasa bersalah.

Didalam bis, Alina terus memikirkan apa yang akan terjadi saat dirinya mulai bekerja dengan Baskara. Banyak hal yang kini ada dipikirkannya. Dari tugas akhirnya hingga bekerja di keluarga Miller. Tepat saat Alina memikirkan keluarga Miller, di layar besar pinggir jalan terpampang dengan jelas iklan rumah sakit yang sedang masa pembangunan oleh keluarga Miller.

"Ah ... kacau nih kacau."

"Gapapa Al, selangkah mencapai tujuan kamu ... pasti bisa," ucap Alina menyemangatinya dirinya sendiri.

Sampai di halte bis, sudah ada Tari yang menunggu Alina untuk ke kampus bersama. Keduanya berada di jurusan dan kelas yang sama. Namun, bedanya Tari sudah hampir menyelesaikan tugas akhirnya. Hari ini kebetulan Tari juga ada urusan dengan dosen yang sama dengan Alina.

Alina sudah tidak sabar ingin menceritakan semua hal yang terjadi kemarin malam kepada sahabatnya itu. Dari melihat tatapan mata Alina, Tari sudah menebak kalau sahabatnya berada dalam masalah besar.

"Aku ga nyangka akhirnya bakal kayak gitu Tari ... "kesal Alina.

"Lagian si Agung itu kok pengecut banget sih dia juga kan harusnya tanggung jawab," ucap Tari terbawa emosi.

"Gapapa tapi gapapa ... hahaha." Tawa Alina terdengar menyeramkan. Alina seperti kehilangan kewarasannya karena kejadian kemarin.

Baskara yang masih belum menghubunginya membuat Alina semakin cemas. Alina yakin Baskara sengaja melakukan ini untuk membuatnya semakin tertekan. Bisa saja Baskara dengan tiba-tiba menghubunginya saat Alina sedang berenang-senang dengan Tari.

Membayangkannya saja seperti sebuah teror baginya. Alina berniat menghubungi Baskara lebih dulu, tetapi ia tidak punya kontaknya. Karena itu Alina harus menerima saja keadaannya sekarang.

"Semangat dong Al, senyum gitu senyum," ucap Tari menyemangati sahabatnya.

Alina tertawa, tetapi dengan wajah penuh kecemasan. Tari kini takut sahabatnya benar-benar tidak waras.

Benar saja saat mereka sedang mengobrol hal lain untuk mengalihkan pikiran Alina, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Telepon masuk dari nomor yang tidak dikenal. Nomor Baskara memang tidak sempat Alina simpan. Karena sebenarnya kemarin pun pengawalnya lah yang meminta nomor Alina.

"Halo ... " jawab Alina mengangkat teleponnya.

"Besok datang ke rumah jam satu siang, nanti alamatnya saya kirimkan." Tutup Baskara.

Alina terdiam kebingungan. Baskara sama sekali berbicara tanpa bas-basi, hanya menyampaikan apa yang harus dikatakannya lalu menutup telepon. Jantung Alina berdegup kencang, ia takut apa yang akan dilakukannya besok dirumah keluarga Miller.

Tidak lama terlampir alamat lengkap rumah keluarga Miller yang dikirimkan Baskara lewat pesan singkat. Rumah mereka cukup jauh jaraknya dari rumahnya. Jika sesuai dengan apa yang diberitakan, rumah keluarga Miller mengambil hampir seluruh wilayah bukit tidak jauh dari pinggiran kota.

Besarnya rumah mereka hanya dihuni oleh keluarga inti dan beberapa pelayan dan staff yang dipilih langsung oleh Rose. Ini adalah pertama kalinya ada orang asing yang masuk dan bekerja disana tanpa proses seleksi ketat.

"Ah ... besok aku harus gimana Tar," bingung Alina.

"Besok mau aku anter aja? nanti aku biar pinjem mobil papah."

Alina tersenyum lebar mendengar penawaran dari sahabatnya itu, ini artinya ia tidak akan merasa kesepian selama perjalanan kesana.

Sebenarnya ada satu hal lagi yang menjadi pikiran baginya. Apakah Alina akan tinggal disana atau pulang kerumahnya. Karena jika Alina harus bolak balik ke rumahnya, biaya transportasinya akan cukup besar.

Sesampainya dirumah, Alina terus memikirkan bagaimana caranya memberitahukan ini kepada ayahnya. Sudah pasti ayahnya akan kaget mendengar hal ini. Tidak ada angin badai tiba-tiba anak perempuan satu-satunya harus menjadi pelayan di keluarga Miller.

"Kenapa Al?" tanya ayahnya seperti sudah bisa membaca raut wajah Alina.

"Alina mau cerita sesuatu, tapi ayah janji jangan kaget biarin aku beresin ceritanya dulu."

Seperti yang sudah dibayangkan oleh Alina, ayahnya benar-benar kaget mendengar cerita anaknya itu. Ayahnya bahkan tidak tahu harus berkomentar apa. Keluarga Miller adalah keluarga terpandang tidak hanya di kota mereka bahkan lebih besar lagi. Jadi sudah pasti ayahnya kaget jika anaknya harus bekerja sebagai pelayan disana.

"Tapi kamu pulang kerumah kan? ga tinggal disana kan?" tanya Ayah Alina kebingungan dengan semua ini.

"Nah itu yang aku masih belum tahu, tapi tenang ya Alina pasti kabarin ayah terus kok."

Ayahnya kemudian bangun dari duduknya lalu memeluk erat anak perempuannya itu. Sungguh berat kehidupan mereka bahkan ayahnya tidak punya pilihan lain selain mengizinkan anaknya itu bekerja sebagai pelayan disana.

"Janji tapi kabarin Ayah terus." Ayahnya memegang kedua pipi Alina dan menatap matanya dalam.

"Janji," ucap Alina meyakinkan ayahnya.

Di kamarnya Alina bingung dengan apa yang harus dibawanya besok. Baskara benar-benar tidak memberitahu apapun lagi selain jam dan alamat kesana. "Baskara ... " ucap Alina kesal. Lagi-lagi Baskara membuat Alina kesal dengan perilakunya. Kedepannya Alina sepertinya harus banyak bersabar menghadapi Baskara.

Besok entah apa yang akan terjadi kepada Alina setelah tiba disana. Namun, yang pasti ada sebuah hal yang membuat Alina tidak gentar untuk pergi kesana. Sebuah hal yang lebih penting dari kecemasan dan ketakutannya.

Dengan perasaan itu Alina membereskan tas ransel yang akan dirinya bawa besok. Sesekali dirinya melihat sebuah foto keluarga yang tersimpan diatas meja belajarnya. Dengan melihat itu muncul sebuah senyuman diwajah Alina. Seakan menguatkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!