NovelToon NovelToon

We Are Together

Satu

Seorang cowok bertubuh jangkung serta berwajah tampan kini tengah berjalan santai menuju perpustakaan sekolahnya. Telapak tangan kirinya dimasukan ke dalam saku celananya, sementara telapak tangan kanannya di gunakan untuk memegang tas ransel yang berada di bahu kanannya.

Cowok pintar yang sifatnya susah di tebak, Darel Arsenio namanya. Dia kelas 11 IPS3 yang hobby-nya menggambar. Dia juga tergolong salah satu anak most wanted di sekolahnya, banyak kaum hawa yang mengagumi-nya karna wajahnya yang lebih mirip dewa Yunani.

Bagaimana tidak? Dia mempunyai kulit yang berwarna putih begitu kontras jika dibandingkan dengan rambut jabriknya yang berwarna hitam sedikit kemerahan, matanya setajam elang, hidungnya yang mancung bak perosotan anak TK, dan bibirnya yang terlihat seksi berwarna merah muda—meski dia sering merokok.

Siapa sih yang enggak suka sama cowok tampan, kaya dan pintar coba? Mungkin hampir semua kalangan para kaum hawa menyukainya, terlebih lagi karena sikapnya yang dingin kepada hampir semua cewek. Namun agaknya mereka tidak pernah jengah untuk mendekati Darel yang sering dikasih julukan prince cold.

Jam sekolah sudah berbunyi dua puluh menit yang lalu, tetapi masih banyak siswa siswi yang masih berkeliaran. Entah itu di kelas, kantin, taman, maupun di perpustakaan. Darel pun sama, dia masih berkeliaran didalam sekolahnya.

Darel bersekolah di SMA Merah yang nota bene-nya adalah salah satu sekolah elite di kota Jakarta. SMA itu diberi nama Merah karena almamater yang digunakan murid berwarna Merah. Konon katanya Merah itu melambangkan arti Keberanian.

"Hai, kak Darel," seorang cewek yang diketahui adik kelas Darel itu menyapa seraya tersenyum malu-malu. Sayangnya, sapaan itu tidak dibalas oleh Darel. Hanya saja tadi Darel sempat melirik sekilas, sebelum meneruskan langkahnya tadi yang sempat tertunda. Biarlah di cap sombong, toh dia tidak peduli sama sekali.

Koridor masih tampak ramai dan riuh. Banyak murid yang masih berlalu lalang disana. Suara sepatu berada dengan lantai terdengar jelas dikedua telinga Darel. Darel berbelok, dia kini memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan saja.

Saat sudah berada di depan pintu, tangan kanan Darel terulur untuk meraih knop pintu perpustakaan. Detik berikutnya dia mendorongnya dengan pelan, menyapu pandang ke seluruh ruangan perpustakaan, sedetik kemudian dia menarik sudut bibirnya. Darel tersenyum tipis yang hampir saja tidak terlihat.

Namun, sepasang matanya yang setajam elang itu tidak lepas mengamati paras cantik jelita milik seorang cewek yang bernama Keysa Deolinda, dia kelas 11 IPA3. Seluruh penjuru pun mengakui kalau wajah Keysa itu cantik. Selain cantik, dia juga berperilaku baik kepada semua orang.

Keysa mempunyai tubuh bak gitar spanyol tetapi dia tidak pernah sekalipun bentuk tubuhnya itu. Kulitnya putih seperti orang Asia, kedua pipinya dirambati rona merah. Tentu saja rona itu bukan berasal dari make up. Yang paling di sukai adalah senyumnya.

Senyum Keysa benar-benar sangat manis macam madu, sungguh.

Darel mengeluarkan sketchbooknya dari dalam tas ranselnya tidak lupa pensil lengkap dengan penghapusnya yang kini dia letakan diatas meja. Hari ini dia menjadikan Keysa sebagai target objek gambarnya. Darel mulai menggambar sketsa wajah Keysa.

Keysa sendiri tengah fokus membaca novel bersampul seorang cewek dengan kedua cowok yang berada disisi kanan dan kirinya. Earphone berwarna putih menyumpal kedua telinganya, sesekali Keysa mencuri pandang ke arah Darel. Sebab dari tadi Darel selalu mencuri pandang ke arahnya. Konsentrasi Keysa kini menjadi buyar karena ulah Darel.

Tak lama kemudian, sepasang mata mereka bertemu. Iris coklat Keysa bertemu iris hitam milik Darel. Mereka berdua kontan diam mematung. Rasa canggung kian sangat kentara didalam perpustakaan. Detik berikutnya Darel memutuskan pandangannya lebih dulu.

Sedangkan Keysa hanya mengendikan bahu acuh seraya memasang wajah datar. Ah, Bodo amat. Keysa bergumam dalam hati.

Keysa mengernyitkan dahinya bingung, kenapa cowok tampan itu akhir-akhir ini selalu rajin mengunjungi perpustakaan? Padahal sebelumnya cowok jarang mengunjungi perpustakaan, dia hanya akan mengunjungi perpustakaan jika sedang kepepet saja. Yang Keysa tahu cowok itu cukup populer di sekolahnya.

Kenapa cowok berambut jabrik itu dari tadi selalu mencuri pandang ke arah gue terus menerus, huh?

Apa ada yang salah dengan penampilan gue ini?

Apakah dia kesini hanya ingin ngelihatin wajah gue yang cantik ini?

Keysa melontarkan beberapa pertanyaan didalam hati. Detik berikutnya dia langsung menggeleng pelan.

"Ah, gue nggak peduli itu dan gue juga nggak boleh ge-er dulu." lirihnya.

Darel sedikit senang ketika sketsanya mulai menampakan rupa, tetapi Darel tidak lagi mencuri pandang kearah Keysa. Dia hanya perlu mempertegas garis-garis kontur pada gambarnya agar mempertajam rupa paras Keysa yang menurutnya benar-benar cantik.

Cewek berparas cantik yang di ketahui bernama lengkap Sherly Zenaide Jovanka itu tiba-tiba muncul dibelakang Darel yang saat ini masih sibuk berkutat dengan aktivitasnya. "Babe, kamu lagi gambar apa sih?" Sherly bertanya penasaran dengan nada yang terdengar manja, sekaligus menjijikan ditelinga Darel.

Pertanyaan yang baru saja di lontarkan oleh Sherly berhasil membuat Darel terperanjat kaget. Detik berikutnya dia langsung menutup sketchbook-nya dengan cepat—tidak ingin jika Sherly melihat gambarnya itu. Kini Darel mendongak untuk menatap wajah Sherly. Rasa senang yang sudah membara kian pudar begitu saja.

Sejak kapan Sherly sudah berada di sini, huh?

"Lo nggak perlu tau," Darel menyahut cuek.

Sherly mengerutkan dahinya bingung—menatap muka dingin Darel dengan curiga, karna tadi dia hanya melihat sekilas gambar itu. Sebenarnya babe tadi gambar apa sih? Pacar gue ini bikin kepo aja deh. Ah, gue cari tau entar aja lah. Sherly membatin dalam hati. Jujur saja, dia benar-benar penasaran.

Sherly mengerucutkan bibirnya lucu, dia sebenarnya ingin pulang sekarang juga. Namun pacarnya sendiri belum pulang. Tentu saja Sherly tidak akan pulang tanpa pacar kesayangannya itu. Seketika Sherly menyipitkan matanya ketika menemukan hal yang menurutnya sedikit janggal. Kenapa Darel—pacarnya akhir-akhir ini selalu mengunjungi perpustakaan? Ah, entahlah, Sherly tidak ingin ambil pusing hal itu.

"Babe, ayo pulang... enggak bosen apa meng-gambar terus?" Sherly merengek manja seraya mengguling-gulingkan lengan Darel yang masih berada di atas meja—berharap bahwa Darel akan menuruti permintaannya.

"Nggak. Lo mending pulang sendiri, gue masih mau disini," Darel menukas dengan cepat.

Sherly kembali cemberut. Raut wajahnya kini berubah menjadi terlihat sangat sedih. "Kenapa aku nggak pernah kamu perlakukan selayaknya sebagai pacar kamu, huh? Padahalkan aku ini pacar kamu babe."

Sepasang mata Sherly sekarang sudah berkaca-kaca. Mungkin saja kalau Sherly berkedip mungkin cairan berwarna putih yang lebih mirip embun pagi air itu akan jatuh membasahi pipinya yang bisa dibilang tirus.

Darel sama sekali tidak menghiraukan perkataan Sherly barusan. Ya, dia tidak menjawab perkataan Sherly. Sejujurnya Darel sudah muak. Ah, ralat, tepatnya sangat muak melihat kelakuan manja Sherly Zenaide Jovanka, yang notabene-nya adalah pacarnya sendiri.

"Kalau kamu enggak mau pulang sekarang, ya udah aku mau temenin kamu aja disini." Sherly berujar dengan keukeuh.

Mendengar perkataan Sherly barusan berhasil membuatnya menggeram marah. Kali ini Darel memasukan sketchbook-nya lengkap dengan pensil dan penghapus ke dalam tas ranselnya, dia berdiri seraya menenteng tas ranselnya sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dari perpustakaan tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Darel meninggalkan Sherly yang kini masih menatap benci kearah Keysa. Kedua tangannya terkepal erat, detik berikutnya Sherly membalikan badannya kebelakang kemudian dia mengerucutkan bibirnya seraya menghentak hentakan kakinya dengan kesal.

"Eh, Babe gue di mana? Ah, pasti gue di tinggal lagi nih," Sherly menggerutu pelan sebelum akhirnya Sherly berlari kecil untuk mengejar Darel yang sudah pulang, maybe? Sherly tidak marah, akan tetapi dia hanya merasa kesal saja dengan pacarnya sendiri.

Dua

Rambut panjang bergelombang milik Keysa terlihat berterbangan karena tertiup angin yang masuk lewat jendela perpustakaan yang dibiarkan terbuka. Saat ini dia sedang berada diperpustakaan dan tengah sibuk memilih tiga novel best seller yang nantinya akan dia pinjam untuk dibawa pulang kerumah. Keysa bisa saja membeli novel, hanya saja dia malas.

Terlihat banyak buku novel yang tertata rapi di rak buku perpustakaan sekolahnya. Namun, Keysa hanya menyukai novel yang berbau romantis—misalnya kisah cinta segitiga. Sesekali Keysa berjalan kesana kemari untuk mencari novel yang sinopsis-nya terlihat menarik. Kedua manik matanya tak henti-hentinya mencari buku novel.

Sedetik kemudian dia tersenyum lebar saat menemukan buku novel yang sinopsisnya terlihat menarik dan tidak pasaran. Kalau boleh jujur, dia bosan dengan kebanyakan novel yang menurutnya sama. "Ah, akhirnya ketemu juga ini novel, keknya seru nih," Keysa berujar dengan riangnya.

Hobby Keysa Deolinda sendiri adalah membaca novel. Banyak temannya yang mengatakan dia galak. Namun, tentu saja Keysa tidak peduli. Keysa tidak terlalu menyukai olah raga tetapi dia mempunyai tubuh yang bagus. Sebenarnya Keysa baik hati, dia juga tidak pernah membeda-bedakan teman—baginya semua orang itu sama. Hatinya sangat lembut bukan? selembut kulit bayi.

Setelah berhasil menemukan tiga buku best seller. Keysa memutuskan meminta ijin pinjam pada petugas perpustakaan lalu pergi. Dia berjalan tergesa-gesa seraya menundukkan pandangannya. Kedua telapak tangannya memegang setumpuk buku novel. Dia sedari tadi menunduk saat berjalan, menatap lantai perpustakaan dan tidak memperhatikan sekitarnya.

Namun, tiba tiba...

Bruk.

Dia tidak sengaja menabrak seseorang. Kontan setumpuk buku yang tadi Keysa pegang otomatis langsung melayang dan jatuh di lantai. Buru-buru Keysa jongkok untuk mengambil tiga buku novel yang sekarang sudah berhamburan di lantai. Tangan kanannya terulur, namun tiba-tiba saja ada seseorang yang memegang tangannya sebelum berhasil mengambil bukunya.

Keysa mendongak untuk melihat wajah orang yang tak sengaja dia tabrak tadi. Detik berikutnya, mata mereka bertemu. Iris hitam bertemu dengan iris coklat. sepuluh detik lamanya mereka beradu pandang sebelum kedua memutuskan kontak mata. Cowok itu... terasa sangat familiar baginya.

Kalau dilihat dari dekat, tampan juga wajah Darel. Keysa membatin dalam hati.

Ya, dia Darel. Cowok yang tidak sengaja Keysa tabrak tadi.

Keysa berdiri, lalu di susul oleh Darel. Setelahnya, Keysa mengambil alih setumpuk buku yang sudah di pegang Darel. "Eum, Makasih. Maaf gue ga liat jalan tadi," cicit Keysa pelan.

Dia menggigit pipi bagian dalamnya. Sungguh, dia merasa gugup. Tangan kanan Keysa terangkat untuk menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinga yang terjuntai menutupi sebagian wajah karena tadi dia sempat menunduk. Gerak-gerik Keysa, tak luput dari pengawasan Darel.

Darel diam sejenak, wajahnya dingin seperti hari-hari biasanya. Dia diam termenung, pikirannya kembali berkelana. Dia masih memikirkan perkataan dari Keysa tadi. Detik berikutnya dia menyeringai menyeramkan. "Oke, gue maafin." Darel menyahut dengan suara baritonnya.

Sontak saja wajah Keysa langsung tampak berbinar. "Huh? Seriusan?" Keysa bertanya dengan senang.

Darel mendengus kesal. "Tentu aja, tapi ada syaratnya," Darel menyahut dengan diiringi seringai yang terlihat menyeramkan di mata Keysa.

Keysa lantas mengerutkan dahinya bingung, sementara alisnya menyatu. Kenapa minta maaf harus ada syaratnya segala coba? Keysa menggeleng-gelengkan kepalanya pelan—tentu saja dia tidak habis pikir dan tidak menyangka. Keysa mencoba memejamkan matanya sejenak seraya berdoa dalam hati supaya syarat yang diberikan Darel tidak aneh-aneh, apalagi menyusahkan-nya.

Keysa merutuki dirinya sendiri. Dia tadi seharusnya tidak berjalan dengan tergesa-gesa seraya menunduk. Alhasil, sekarang yang susah juga Keysa sendiri, bukan? Sial! Hari ini adalah hari yang paling sial yang pernah Keysa alami.

"Eh... kok minta maaf ada syaratnya sih?" Keysa melontarkan protes dengan nada yang terdengar memelas.

Darel kembali menyeringai, kedua telapak tangannya dia masukan kembali ke dalam kantung celananya. Darel menolehkan wajahnya ke arah samping—melihat sekolah yang kian sepi karena sudah waktunya untuk pulang, namun masih tersisa beberapa murid yang masih stay dan belum pulang.

"Ada... tapi gue kasih tau entar aja deh,"

Darel kembali menolehkan wajahnya kearah Keysa yang tengah berdiri tepat didepannya. Secara refleks, dia melirik ke arah name tag milik Keysa. Keysa Deolinda? Nama yang cantik. Darel membatin dalam hati. Setelahnya Darel menarik kedua sudut bibirnya—dia tersenyum miring seraya mengangguk-anggukan kepalanya pelan.

Hal tersebut berhasil membuat ke dua mata Keysa kontan melebar—alisnya menyatu sementara nafasnya memburu, tentu saja karena marah. "Lo liat apa, huh? Dasar cowok mesum!" Keysa memekik kesal seraya memukul mukul lengan kekar milik Darel salah satu buku novel yang dia pegang.

Darel terlihat terperangah saat mendengar perkataan Keysa barusan. Cowok mesum? Hell no, Keysa itu sedang salah paham—karena sudah berpikir yang tidak-tidak. Tentu saja, Darel tidak setuju dengan perkataan Keysa barusan. Perlu diingat bahwa Darel bukan cowok mesum yang menyukai gundukan menonjol para cewek.

Darel menatap tajam Keysa, seumur hidupnya dia belum pernah dipukul oleh seorang cewek. Sherly yang nota bene-nya adalah pacarnya sendiri saja belum pernah memukulnya dan tentu saja tidak berani melakukan hal tersebut terhadapnya.

Sangat aneh bukan? Tentu saja!

Sementara Keysa dia tidak takut saat melihat tatapan mata Darel yang terlihat setajam elang itu. Asal kalian tahu saja, sekarang Keysa bahkan masih tetap memukul lengan Darel. Dia kesal, sungguh sangat kesal. Kalau boleh jujur, dia sangat membenci cowok mesum. Walau cowok mesumnya berwajah tampan seperti Darel, dia tidak peduli dan akan tetap membencinya.

Bagi Darel, Keysa Deolinda itu terlihat sangat berbeda dengan para cewek lainnya yang sudah pernah Darel temui. Tidak ada cewek yang berani memukulnya, apa lagi pacarnya. Lantas kenapa cewek yang tengah berada didepannya itu berani sekali memukulnya berulang kali, huh?

Menarik. Darel membatin dalam hati.

"Stop!" tegasnya seraya mencekal pergelangan tangan Keysa, dan berhasil membuat Keysa terdiam mematung.

"Lo salah paham. Gue cuman pengen tau nama lo aja, enggak lebih," Darel menjelaskan dengan raut wajah yang terlihat dingin.

Blus.

Seketika ke dua pipi Keysa memerah seperti kepiting rebus. Dia memalingkan wajahnya ke samping, berusaha untuk menyembunyikan rona merah yang merambati kedua pipinya. Dia menggigit bibir bawahnya pelan—dia malu, sungguh sangat malu.

Anjir, malu banget gue, mau di taruh di mana muka gue yang cantik ini, huh?

"Eum, sori," pinta Keysa kikuk.

Lagi-lagi, Darel mendengus kesal.

Darel berdeham pelan. "Hm," Darel menyahut singkat.

Jawaban Darel barusan membuat Keysa membeo. Jujur saja, seumur hidupnya dia tidak pernah di jawab singkat oleh seorang cowok. Namun, tentu saja tidak hari ini. "Ya udah, gue pergi dulu ya, see you!" Keysa berujar lirih sebelum akhirnya dia mengayunkan kakinya dan meneruskan jalannya yang tadi sempat tertunda.

Keysa pergi, menjauh dari Darel. Kali ini dia tidak menunduk seperti tadi, melainkan dia menatap lurus kedepan. Jika dia menunduk lagi, kemungkinan besar hal yang tidak diinginkan kembali terjadi. Terlebih Keysa tidak ingin jika kejadian barusan terulang lagi. Cukup satu kali aja, dia tidak ingin mencari masalah lagi dan lagi.

Darel hanya memandang punggung Keysa yang kian menjauh. "Ingat! Nama gue Darel!" Darel berteriak, meninggikan suaranya sedikit, namun wajahnya masih datar seperti tadi.

Teriakkan Darel berhasil membuat Keysa menghentikan langkahnya. Kini, dia diam mematung saat mendengar teriakan Darel barusan. Perlahan tapi pasti, Keysa menolehkan wajahnya kebelakang untuk yang pertama kalinya.

"Gue udah tau... Lo kan orangnya terkenal, mana mungkin gue nggak kenal sama lo?" setelah mengatakan itu, Keysa kembali meneruskan langkahnya yang barusan sempat tertunda.

Tiga

Darel menarik kedua sudut bibirnya membentuk bulan sabit menciptakan senyuman manis yang berhasil membuat kaum hawa menjerit histeris saat melihatnya. Manis. Satu kata yang pas untuk wajah Darel saat ini. Sejujurnya Darel jarang tersenyum, mungkin hampir tidak pernah tersenyum. Wajar jika dirinya diberi prince cold.

Seandainya kaum hawa ada melihat senyuman manis Darel pasti mereka akan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Darel kembali melangkah menuju rak buku pelajaran. Darel kesini tentu saja bukan untuk mencari cewek, melainkan dia ingin mencari buku pelajaran. Darel kembali menghela nafas panjang. Dia sudah berusaha mencari buku yang tengah da cari.

Tetapi Darel tidak kunjung menemukannya juga.

"****!" Darel mengumpat seraya mengertakan giginya kesal.

Sherly meraih knop pintu perpustakaan lalu mendorongnya dengan pelan, dia mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru diruang perpustakaan itu. Sedetik kemudian dia tersenyum manis ketika melihat pacarnya. Sherly mengayunkan kakinya untuk menghampiri Darel yang sedang sibuk mencari buku sejarah.

Berikutnya Sherly meraih lengan kekar milik Darel dan bergelayut manja disana. Hal tersebut kontan berhasil membuat emosi Darel bertambah berkali lipat dari pada yang sebelumnya.

"Babe, kamu lagi nyari apa sih?" Sherly bertanya dengan antusias.

Darel segera menepis tangan Sherly dengan kasar. Dia tidak peduli, walau Sherly adalah pacarnya sekalipun. Toh, dia tidak akan pernah bisa mencintai pacarnya sendiri. Darel melirik Sherly sekilas sebelum dia kembali mencari buku sejarah. "Buku sejarah." Darel menyahut dengan cuek tanpa melihat wajah Sherly lagi.

Sherly tersenyum tipis seraya menatap wajah tampan milik Darel. Sherly tahu jika Darel yang nota bene nya—pacarnya sendiri itu tengah marah. Namun, tentu saja Sherly tidak tahu penyebab Darel marah. "Ya udah, aku bantu cariin ya?" Sherly bertanya dengan lembut.

"Nggak usah." Darel menolak dengan tegas.

Sherly menggeleng pelan. Senyumnya tidak pudar sama sekali dengan sikap Darel yang kelewat dingin itu. Ingat! Dia sudah biasa menghadapi sikap dingin Darel. Dia sangat mencintai Darel, tidak peduli bahwa faktanya Darel orangnya sangat dingin. "Aku nggak nerima penolakan, babe,"

Darel tidak bergeming. Ya, dia tidak menjawab perkataan Sherly sama sekali. Darel sungguh sangat malas meladeni cewek keras kepala seperti Sherly. Lebih baik Darel diam dari pada harus bertengkar atau berdebat dengan Sherly—cewek cantik nan keras kepala.

Sepasang mata Sherly seketika berbinar saat melihat buku sejarah—buka yang tengah Darel cari. "Akhirnya ketemu juga ini buku," Sherly berujar senang. Tangan kanan Sherly terulur untuk meraih buku sejarah yang tengah Darel cari saat ini.

Detik berikutnya, Sherly berlari kecil menghampiri Darel seraya menggenggam buku sejarah itu. "Babe, ini buku yang sedang kamu cari, kan?" Sherly bertanya memastikan seraya menyodorkan sebuah buku sejarah yang dia bawa.

Darel menoleh kearah Sherly. Dia menurunkan pandangannya untuk melihat buku yang sedang Sherly pegang. Kini, Darel tersenyum tipis lalu mengangguk membenarkan. Tangan kanannya terulur untuk menerima buku sejarah itu. "Thank,"

"Iya babe, ya udah, yuk kita pulang," pinta Sherly pelan seraya menautkan jari jemari lentiknya pada jari jemari Darel.

Darel menghiraukan perkataan Sherly barusan. Dia hanya menjawab dengan deheman. Kali ini dia tidak bisa menolak ajakan Sherly. Pacarnya sudah membantunya, tidak mungkin jika Darel menolak ajakan pacarnya barusan, bukan?

Mereka berdua berjalan beriringan meninggalkan perpustakaan. Banyak sekali pasang mata yang tertuju pada pasangan yang diidolakan banyak kaum Adam dan kaum Hawa. Terlihat Darel dan Sherly tengah berjalan seraya bergandengan tangan—yang terlihat mesra. Ah, ralat! Tepatnya sangat mesra!

"Couple goals banget sih," puji salah satu siswi yang tengah berdiri bersandarkan tembok.

"Mau dong di gandeng bwang Darel." siswi lain berujar dengan suara yang terdengar menjijikan di telinga Darel.

"Cowoknya ganteng, ceweknya cantik, uwu cucok bingitz deh," siswi lain ikut menimpali.

"Ga cocok banget ewh." siswi lain yang tengah duduk di bangku depan kelas terlihat mencibir seraya menatap jijik Sherly.

"Haduh... Cantikan juga gue kemana-mana," siswi yang tengah berjalan berkomentar dengan sombong.

"Kok ceweknya genit banget sih, enek gue liatnya," siswi lainnya ikut mencibir tak suka.

Begitulah suara segerombolan para kaum hawa saat melihat Darel dan Sherly bergandengan tangan. Mereka ada yang takjub, kagum, senang, dan bahkan ada juga yang iri hati karena tidak berada di posisi Sherly saat ini.

Sherly kontan menatap tajam segerombolan para siswi yang sedang membicarakan dirinya dan pacarnya. "Apa lo semua liat-liat, itu mata minta di colok ya?" Sherly bertanya dengan sedikit meninggikan suaranya.

Semua siswi yang mendengar pertanyaan yang baru saja di lontarkan oleh Sherly hanya mengendikan bahu acuh. Sementara Darel? Dia hanya menghembuskan nafas kasar tanpa berniat bicara. Percuma saja dia berbicara. Tidak ada gunanya. Lebih baik dia diam saja dari pada ikut berbicara.

...*...

Tadi Darel habis nganterin Sherly pulang kerumahnya. Meski Sherly sempat merengek meminta Darel untuk membawanya main kerumahnya. Namun, tentu saja Darel menolak keras dan tidak memperbolehkannya—karena sejujurnya dia sangat lelah menghadapi pacarnya yang menurutnya super manja.

Kini, Darel memarkirkan motor ninja berwarna merah berani itu ke dalam garasi. Detik berikutnya dia melepas helm full facenya. Darel kembali tersenyum saat teringat kejadian tadi siang, entah kenapa dia menjadi penasaran dan ingin tahu lebih dalam pada cewek cantik yang kemarin menjadi target objek gambarnya.

Wajar nggak sih kalau orang yang sudah punya pacar malah memikirkan orang lain? Darel bertanya dalam hati.

Darel merapihkan rambutnya terlebih dahulu sebelum melangkahkan kakinya lebar untuk masuk ke dalam rumahnya. Kepala Darel terasa sangat pusing mengingat ocehan yang dilontarkan Sherly untuknya. Darel sudah tidak tahan lagi berpacaran dengan Sherly, sungguh. Dia ingin memutuskan Sherly, hanya saja belum waktunya.

"Eh, anak mama udah pulang ternyata," wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tersenyum lebar kearah Darel. Namanya Nathania, dia adalah mamah kandung Darel sendiri.

Darel tersenyum tipis saat mendengar perkataan mamahnya barusan. Sekarang Darel berjalan mendekat kearah Nathania yang tadinya sedang menonton televisi yang menayangkan acara gosip, seperti kebanyakan para wanita—Nathania sendiri menyukai acara gosip.

"Iya nih, Darel baru pulang, mah," Darel menyahut pelan lalu dia dengan sopannya meraih telapak tangan mamahnya untuk dikecup dengan sayang.

"Ya udah, istirahat gih, jangan lupa mandi dulu ya Sayang, kamu bau kecut tau," Nathania berujar seraya mengibas-ngibaskan telapak tangan didepan hidungnya. tersenyum lebar, memamerkan gigi gingsulnya.

Darel sedikit terkejut mendengar perkataan mamahnya barusan, lalu mengendus-ngendus baju seragamnya sendiri. "Mana ada bau mah? Ini yang ada sih bau wangi, mah." Darel berusaha mengelak.

Nathania sebetulnya hanya berbohong saja, tetapi kenapa anak laki-lakinya itu menganggap serius?

Nathania terkekeh pelan. Dia sangat suka menggoda anaknya yang tidak bisa di ajak bercanda itu. "Iya sayang... Anak mamah nggak bau kecut kok, mamah tadi cuma bercanda doang, Darel sayang," Nathania menjelaskan seraya mengacak-acak rambut Darel dengan sayang.

"Ya udah, Darel ke atas dulu ya, mah,"

Nathania yang di puji oleh anaknya sendiri pun menjadi tersipu malu. Nathania menangkup ke dua pipinya yang terasa memanas dengan ke dua telapak tangannya, alhasil sekarang pipinya sudah seperti kepiting rebus karena pujian yang di berikan Darel barusan.

Sebelum ke kamar, Darel lebih dulu mengecup pipi mamah kesayangannya. Darel kembali melangkahkan kakinya yang sempat tertunda tadi—sesekali mulutnya berkomat kamit namun tidak ada suara yang terdengar.

Saat ini Darel menaiki anak tangga dengan santai. jujur, Darel sangat gerah dan dia sudah berniat untuk tidur setelah mandi. Ujung kaki Darel kini sudah menyentuh pintu kamarnya. Dia, meraih knop pintu itu lalu didorong dengan pelan, seketika dia membelalakan matanya saat melihat kearah lantai kamar miliknya.

Matanya Darel sekarang melotot, sementara mulutnya sedikit menganga. Nafasnya memburu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. "Eh, tunggu dulu perasaan tadi pagi kamar gue masih rapih, kok sekarang jadi kayak kapal pecah sih, ini gimana ceritanya, huh?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!