Ketika semua murid di kelas sangat fokus mengikuti pelajaran Pak Han, seorang murid bernama Riki yang duduk paling belakang justru tertidur pulas.
"Lia, bangunkan anak itu!" ujar Pak Han tampak marah.
Aulia yang duduk di sebelah Riki, dengan cepat berusaha membangunkannya.
"Ada apa, Lia? Apa sudah waktunya pulang?" ucap Riki dengan santainya bertanya.
"Riki! Cepat maju ke depan!" panggil Pak Han dengan nada kesal.
Riki yang baru terbangun dari tidurnya, tersenyum malu-malu dan berjalan ke depan kelas dengan lesu.
Ia merasa malu karena tertidur di tengah pelajaran yang sedang berlangsung.
Pak Han melanjutkan pelajarannya sambil menegur, "Riki, mengapa kamu tidur di kelas? Apa yang membuatmu begitu mengantuk?"
Riki menggaruk kepalanya, mencoba mencari alasan yang masuk akal. "Maaf Pak Han, saya tidak bisa tidur semalam karena sedang mengerjakan tugas rumah yang sulit. Jadi, saya sedikit kelelahan dan tidak bisa menahan kantuk."
Pak Han menatap Riki dengan penuh keraguan. "Riki, saya harap kamu bisa mengatur waktu dengan baik. Sebagai hukuman, cepat kerjakan soal-soal di papan tulis itu!"
Dengan mata masih mengantuk dan bingung, Riki mengambil kapur dari meja Pak Han untuk segera menulis jawabannya.
Namun, Riki adalah murid yang terkenal suka menduduki peringkat paling bawah di kelasnya.
Melihat Riki kebingungan, Pak Han sengaja menambah kesulitannya.
"Jika kamu tidak bisa mengerjakannya, kamu harus keliling lapangan sebanyak sepuluh putaran nanti!" ancam Pak Han.
"Habislah kamu Riki," kata Gin, teman sekelasnya.
Murid lainnya juga mulai saling berbisik, mereka yakin bahwa Riki tidak akan bisa menjawabnya.
Set! Sat! Set!
Riki mengisi semua soal matematika di papan tulis dengan cepat, lalu menaruh kembali kapurnya.
"Mau ke mana kamu?" tanya Pak Han heran melihat Riki dengan santainya berjalan kembali ke mejanya.
"Pasti asal ngisi jawaban," gumam Syahrul, si murid paling pintar di kelas tersebut.
Namun, Syahrul langsung tersentak kaget ketika memperhatikan baik-baik jawaban Riki di papan tulis.
Kembali pada Riki yang baru setengah jalan menuju tempat duduknya, dia memutar badan dan mengatakan pada Pak Han untuk segera memeriksa jawabannya.
Pak Han yang penasaran dengan kepercayaan diri Riki, kemudian mulai memeriksa jawabannya dengan teliti.
"Bapak tidak salah lihat, kan?" ucap Pak Han terperangah.
Jawaban sempurna! Bahkan si Syahrul saja belum tentu bisa menjawab semuanya dengan benar.
"Jadi selama ini kamu adalah Harimau tidur," singgung Syahrul ketika Riki melewati tempat duduknya.
Setelah Riki duduk kembali di tempatnya, Pak Han masih penasaran dan bertanya sesuatu padanya.
"Kalau selama ini kamu adalah murid jenius, kenapa kamu selalu mendapat nilai buruk?" tanya Pak Han.
"Itu karena saya malas menjawabnya," jawab Riki.
Pak Han sangat terkejut mendengarnya.
Mungkin semua itu terlalu mudah baginya sehingga ia merasa bosan dan malas mengikuti pelajarannya, pikir Pak Han.
"Kau keren, Riki!" puji Gin merasa kagum.
Ketika keadaan sudah kembali tenang, Riki tampak memikirkan sesuatu.
"Jadi sistem itu bukan mimpi?" gumam Riki.
Ketika dia ketiduran, dia bermimpi mendapatkan sebuah sistem yang menawarkan diri untuk membantunya.
Riki mengira semua itu hanya mimpi, tapi berkat sistem inilah dia bisa menjawab pertanyaan di papan tulis tadi.
"Jadi kamu murid yang pura-pura bodoh selama ini," kata Aulia yang duduk di sebelahnya masih terkejut dan heran.
Riki tidak menjawab Aulia karena masih terpikirkan hal yang baru saja ia alami.
Ketika dia melihat soal di papan tulis tadi, Riki mendapat banyak pemberitahuan masuk di kepalanya.
[Ding! Kemampuan Literasi Anda telah diperbaiki]
[-2 poin kemampuan telah dikurangi]
[Ding! Poin kemampuan bonus saat ini tersisa 8/10 poin]
Sekolah selesai, semua murid berhamburan dan berangsur-angsur meninggalkan area sekolah.
Sepulang sekolah, Riki melihat kedua orang tuanya tampak lemas karena kedai makanan mereka sepi.
Tiba-tiba, seorang pria berbadan gempal dan berpenampilan kaya anak punk muncul.
"Bos, buatkan satu mangkuk mie untuk saya!" ujarnya memesan
Setelah selesai dibuatkan, pria itu lantas menumpahkannya dengan sengaja.
"Apa-apaan ini? Rasanya tidak enak!" ujarnya kesal.
"M-maafkan saya, mungkin bumbunya terlalu banyak," kata ayahnya Riki meminta maaf dengan tulus.
"Kau harus bayar ganti rugi! Selain tidak enak, perut saya mulai terasa sakit karena memakan mie ini!" kata pria tersebut menarik kerah baju ayahnya Riki.
Riki yang daritadi melihatnya dan menahan diri, mulai merasa geram dan segera menarik pria itu.
"Hei preman pasar, kau sengaja membuat ulah untuk mendapat sedikit uang bukan?" kata Riki geram.
"Bocah ingusan, sebaiknya kau pergi belajar dan jangan menganggu urusan orang dewasa," jawab si pria gempal.
"Bacot kau!" ujar Riki seraya melayangkan satu tamparan mengenai pipi pria itu.
Brak!!!
Pria gempal itu sampai menghantam meja dan jatuh tersungkur menerima tamparan kuat dari Riki.
Mendengar suara keributan di dalam kedai, teman-teman pria tersebut datang memeriksa.
"Kak Smile, apa yang terjadi?" tanya salah satu kawannya.
"Cepat, beri pelajaran bocah ingusan itu!" kata pria bernama Smile tersebut.
Komplotan Smile yang berjumlah tiga orang itu mulai mengepung Riki dari segala sisi.
"Riki, hati-hati!" teriak ibunya khawatir.
Meski tampak tersudutkan, Riki terlihat tenang saja dan tersenyum aneh.
[Ding! Kemampuan bertarung Anda telah diperbaiki]
[-5 poin]
[Ding! Poin kemampuan bonus saat ini tersisa 3/10 poin]
Brak!!!
Bruk!!!
Brak!!!
Kejadiannya terlalu cepat sehingga sulit dijelaskan, tapi ketiga pria itu sekarang sudah berbaring di lantai.
"A-ampun suhu! Tolong maafkan kami!" ucap Smile ketakutan melihat tiga temannya kalah dengan mudah.
"Hanya masalah makanan saja kok ribet," kata Riki seraya mencicipi mie yang dipesan orang tadi.
"Huek! Jadi makanan ini beneran kagak enak?!" kata Riki terlihat mual setelah mencicipinya.
Smile yang masih belum berani beranjak dari tempatnya, hanya mengangguk.
Sementara itu, ayahnya malah nyengir saja sambil menggaruk kepalanya ketika Riki melihat ke arahnya.
[Selamat, kamu mendapat 10 poin kemampuan setelah membantu ayahmu keluar dari kesulitan.]
[Total poin kemampuan saat ini : 13 poin]
Riki tampak santai saja ketika sebuah pemberitahuan muncul.
Kemudian, dia kembali melihat ke arah Smile yang masih duduk bersimpuh ketakutan.
Dia jadi merasa bersalah karena pria gempal itu ternyata jujur soal mie buatan ayahnya yang beneran tidak enak.
Beberapa saat kemudian, tampak Smile dan tiga kawannya sudah duduk pasrah di meja makan kedai, menunggu Riki yang saat ini sedang memasakkan mie untuk mereka.
[Ding! Kemampuan memasak Anda telah diperbaiki]
[-3 poin kemampuan telah dikurangi]
[Total poin kemampuan saat ini : 10 poin]
"Silakan dinikmati!" kata Riki menyajikan empat mangkuk mie di meja mereka.
Meskipun tampak ragu untuk memakannya, tapi Smile yang takut membuat Riki marah segera mencicipi mie di depannya tersebut.
"Astaga, enak sekali! Tekstur mie yang kenyal dengan kuah yang gurih, rasanya sungguh menggugah selera," ucap Smile seperti mabuk kepayang.
Tiga temannya yang lain, yaitu Riz, Lutfi, dan Trisna langsung ikut mencicipi mie miliknya.
"Kya!!! Rasanya aku baru saja menemukan cinta sejati dalam hidupku!" ungkap Riz.
"Norak sekali kamu," sindir Lutfi, tapi dia ikutan bereaksi aneh setelah ikut mencicipinya.
"Ini adalah cinta yang bersemi di musim gugur!" katanya.
Sementara itu, Trisha justru paling cepat menghabiskannya dan dia sedang menjilati mangkuknya.
"Jadi kalian menyukainya? Syukurlah!" cetus Riki sambil tersenyum puas.
Keempat orang mengangguk dan melanjutkan makan mie tersebut dengan penuh semangat.
"Riki, jadi kamu bisa memasak?" tanya ibunya terkejut.
Riki tidak menjawab dan malah menyajikan mie buatannya untuk kedua orang tuanya.
"Oishi!" ujar ayahnya sampai membuka baju setelah mencicipinya.
"Mungkin kalau dari dulu kamu kokinya, rumah makan ini akan ramai pelanggan," ucap ibunya senang setelah mencicipi betapa lezatnya mie buatan putranya.
Kemudian, ibunya menjewer suaminya untuk bicara empat mata berdua saja di dapur.
"Katakan, kenapa mie buatan kamu rasanya menjijikan tadi?"
Begitulah yang sedikit terdengar dari ucapan ibunya ketika mereka sudah sampai dapur.
[Selamat, Anda mendapat 10 poin kemampuan setelah membuat makanan enak untuk semua orang.]
[Total poin kemampuan saat ini : 20 poin]
"Apa sih ini?" kata Riki masih tidak paham.
Namun, dia sadar bahwa semua perubahan pada dirinya hari ini adalah berkat sistem tersebut.
Bersambung.
Hari ini, semua murid SMA Karunia Bhakti tampak semangat mengikuti kegiatan olahraga.
Mereka begitu aktif mengikuti segala kegiatan kecuali satu murid bernama Riki.
Namun, salah satu gadis tercantik di sekolah bernama Ami terlihat menghampiri Riki.
"Riki, kenapa kamu malah tiduran di sini?" tanya Ami membangunkannya.
"Hoam... aku malas ikutan olahraga," jawab Riki.
Tak jauh dari posisi mereka, ada seorang murid yang terkenal jago dalam bidang olahraga bernama Otto Martadinata, dia tampak begitu marah melihat kedekatan Ami dengan Riki.
"Apakah dengan Aulia saja tidak cukup untukmu!" ujarnya kesal.
Kemudian, Otto tampak menendang bola di depannya dan sengaja mengarahkannya kepada Riki.
"Ami, awas!" teriak Riki, dengan cepat menarik gadis cantik di depannya tersebut.
[Ding! Kelincahan telah digunakan]
[-5 poin kemampuan telah dikurangi]
[Sisa poin kemampuan : 15 poin]
Rupanya tembakan bola dari Otto malah mengarah tepat ke arah Ami. Untung saja, Ami tidak terkena bola tersebut karena Riki dengan cekatan menariknya.
"Hei Otto, apa masalahmu?" tanya Riki marah.
Namun, Otto terlihat lebih marah karena melihat Ami dalam pelukan Riki.
"T-terima kasih, Riki. Tapi, bisakah kamu segera melepaskan aku?" kata Ami, sedikit salah tingkah dan pipinya bersemu merah.
"M-maaf," jawab Riki baru tersadar dan segera melepaskan Ami dari pelukannya.
[Ding! Selamat, Anda telah mendapat 10 poin kemampuan setelah menyelamatkan gadis cantik]
[+10 poin kemampuan telah ditambahkan]
[Sisa poin kemampuan : 25 poin]
Situasi semakin memanas ketika salah satu temannya Otto yang bernama Amay muncul.
"Bro, kenapa tidak tantang saja dia bermain futsal?" kata temannya.
"Ide bagus! Saya bisa mempermalukannya dengan cara ini," jawab Otto setuju.
"Benar, si Riki itukan buruk dalam pelajaran dan olahraga. Kita bisa memberinya pelajaran dan membuatnya malu di hadapan semua orang," ucap Amay, temannya.
Akhirnya, Otto pun menantang Riki untuk tanding bermain futsal.
"Riki, jika kamu memang laki-laki, terima tantanganku!" ujar Otto Martadinata.
Pertandingan futsal 3 versus 3 dimulai. Dua anggota tim Riki diisi oleh Syahrul dan Gin. Sementara dua orang tim Otto diisi oleh Amay dan Andre.
"Baiklah, bertandinglah dengan sportif," kata Pak Han menjadi wasitnya.
Namun, Pak Han tampak menyimpan dendam kepada Riki karena merasa telah dipermalukan waktu itu.
Prit!!!
Begitu peluit dibunyikan, Otto dan timnya langsung bermain kasar dan berhasil mencetak gol pertama.
"Ya ampun, ini main futsal atau gulat sih?" keluh Gin yang baru saja dihantam oleh Otto sampai jatuh terpelanting.
Tubuh Otto memang tinggi besar dan cukup berotot karena rajin berolahraga.
Masalahnya, Pak Han tidak meniup peluit pelanggaran ketika Otto menabrak Gin dengan sengaja.
"Sepertinya Pak Han memihak pada Otto," kata Syahrul setelah memungut bola dari gawangnya.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Gin bingung.
"Kita bermain seperti biasa saja. Gin, nanti kau oper saja bolanya padaku," kata Riki masih tenang.
Setelah kick off dimulai lagi, Gin langsung memberi bolanya kepada Riki.
"Tidak akan kubiarkan kau mencetak gol!" ujar Otto mulai membayangi Riki.
[Ding! Kemampuan dribling telah digunakan]
[-3 poin kemampuan dikurangi]
[Sisa poin kemampuan : 22 poin]
Melihat Otto kesulitan merebut bola, Amay mulai ikut membantunya.
Namun, Riki berhasil melepaskan diri dan bersiap menendang bolanya untuk mencetak gol.
"Tidak semudah itu, Riki!" Otto dan Amay datang dari dua sisi yang berbeda untuk menjegalnya.
Riki berhenti dan mundur sedikit sehingga Otto dan Amay jadi bertabrakan.
Bam!
[Ding! Kelincahan telah digunakan]
[-2 poin kemampuan telah dikurangi]
[Sisa poin kemampuan : 20 poin]
Shoot!
"Gol!!!" teriak Gin dan Syahrul sangat senang, tapi Pak Han malah menganulir gol tersebut.
"Pelanggaran!" kata Pak Han malah memberi tendangan bebas kepada tim Otto.
"Tunggu dulu," ujar Syahrul tidak terima.
"Pak Han, apanya yang pelanggaran? Meskipun Otto dan Amay terjatuh, tapi mereka bertabrakan sesama satu timnya sendiri!" protesnya kepada Pak Han.
"Kalian harusnya sportif dan membuang bolanya ketika tim lawan mengalami insiden seperti itu," jawab Pak Han, sesukanya memberi alasan tidak masuk akal.
Pertandingan dilanjutkan kembali dan Pak Han masih saja memihak sebelah, membiarkan Otto dan temannya bermain kasar tanpa dianggap sebagai pelanggaran.
"Gin, oper bolanya!" pinta Riki yang berdiri di posisi kosong dekat gawangnya sendiri.
Setelah menerima bola, Riki langsung menendang bolanya dan berhasil mencetak gol dari jarak jauh.
[Ding! Kemampuan tendangan jarak jauh telah digunakan]
[-3 poin kemampuan telah dikurangi]
[Sisa poin kemampuan : 17 poin]
Kali ini Pak Han tidak punya alasan untuk menganulir gol tersebut dan akhirnya tim Riki dapat menyamakan kedudukan sementara.
Prit!
Pertandingan babak pertama selesai.
"Duh, seluruh tubuhku sakit banget," keluh Gin.
"Kita bisa kalah kalau Pak Han terus berat sebelah!" kata Syahrul kesal.
"Kalau begini terus, kita benar-benar akan menjadi budak mereka selama seminggu," singgung Gin soal taruhan mereka dengan Otto sebelum pertandingan.
"Hei Riki, kenapa kamu masih santai saja dan tidak membantu kita untuk memikirkan solusinya!" kata Syahrul geram. "Ingat, kamulah yang telah menyeret kami berdua ke dalam hal ini."
"Syahrul benar, kau harusnya memikirkan cara mengatasi sikap Pak Han yang terus memihak lawan," sambung Gin.
"Masalah kita itu cuma Pak Han bukan?" kata Riki.
"Ya," jawab Syahrul dan Gin mengangguk bersamaan.
"Itu... mungkin aku sudah punya solusinya," ucap Riki seraya bangun dari rebahan.
"B-baiklah," jawab mereka berdua berusaha percaya kepadanya.
Raut wajahnya Riki yang selalu datar dan tampak malas memang membuat kedua temannya merasa ragu, tapi mereka tidak punya pilihan lain.
Prit!!!
Kick off babak kedua dimulai dan Gin segera memberikan bolanya kepada Riki.
"Takkan kubiarkan kau mencetak gol lagi dari tendangan jarak jauh!" teriak Otto menutup arah tembakan Riki ke arah gawang.
Namun, Riki justru mengarahkan tembakan bolanya ke arah yang lain.
"Ke-kenapa dia menembak ke arah samping?" gumam Otto seraya heran.
Bam! Gubrak!
Wajah Pak Han terkena bola tembakan Riki dan dia langsung tumbang.
[Ding! Kemampuan tendangan keras telah digunakan]
[-2 poin kemampuan telah dikurangi]
[Sisa poin kemampuan : 15 poin]
"Jadi maksud dia soal punya solusi adalah membuat Pak Han tak sadarkan diri?" kata Syahrul dan Gin tidak habis pikir dengan perbuatan Riki.
Pak Han digotong ke UKS, sementara pertandingan masih dilanjutkan dengan diganti oleh wasit yang lain.
Wasit itu adalah Smile yang saat ini sudah memutuskan pensiun dari menjadi preman dan diterima kerja menjadi satpam baru di sekolah ini.
"Nanti aku buatkan satu mangkuk mie ayam lagi kalau kau mau menjadi wasit untuk kami," bujuk Riki pada pria gempal bernama Smile itu.
Smile yang teringat betapa lezatnya mie ayam buatan Riki langsung bersemangat untuk menjadi wasit.
Pertandingan pun dimulai kembali dan kali ini akhirnya berjalan dengan cukup adil.
[Ding! Anda telah memenangkan pertandingan]
[+20 poin kemampuan telah ditambahkan]
[Sisa poin kemampuan : 120 poin]
Riki telah mendapat banyak poin dari dia mencetak gol dan lainnya selama pertandingan.
"Apa-apaan ini? Aku belum pernah bertemu pemain futsal sehebat ini sebelumnya," kata Otto masih sulit menerima kekalahannya yang telak.
Pertandingan mereka berakhir dengan skor 30-2 untuk kemenangan tim Riki.
"Sudahlah. Sebaiknya kita lupakan saja taruhan itu dan menjalin pertemanan yang baik mulai sekarang," kata Riki seraya mencoba menghiburnya dan memberikan sebotol air minuman untuknya.
Mata Otto langsung berkaca-kaca ketika Riki datang menghiburnya.
"Aku yang buta karena tidak bisa melihat orang sebaik ini," kata Otto mulai menangis.
Syahrul dan teman-temannya yang lain merasa jijik melihat pemandangan tersebut.
"Sudahlah. Kita pergi saja dari sini," kata Syahrul pada semua orang.
Setelah semua orang pergi, Ami kembali mendatangi Riki untuk memberi selamat.
"Baiklah, Riki. Aku juga akan pergi menyusul yang lainnya. Aku harap, kamu bisa menjaga Ami dengan baik," kata Otto pamit.
Otto menyeka air matanya sendiri dan berlagak seperti pria sejati yang baru saja merelakan cintanya untuk orang lain.
"Itu anak kenapa sih?" kata Riki heran melihatnya.
"Selamat ya, Riki," kata Ami tersenyum.
"Terima kasih, tapi apakah kamu ada perlu sesuatu?" tanya Riki menyadari niat Ami.
"Etto... aku sudah merekam kamu ketika bermain bola dan mengirimkan videonya pada kakakku," kata Ami.
"Oh, terus?" tanya Riki sedikit penasaran.
"Katanya dia tertarik dengan permainanmu dan ingin mengundangmu untuk bergabung ke dalam timnya," lanjut Ami.
"Itu saja?" kata Riki.
Ami mengangguk.
"Nanti akan aku pertimbangkan," kata Riki belum memutuskan.
Sementara itu, Aulia tampak mengintip mereka dan sedikit cemberut melihatnya.
Bersambung.
Sehabis pertandingan futsal dengan Otto, Riki berencana untuk langsung pulang dan rebahan di rumahnya.
Namun, dia malah mendapati antrian panjang di depan kios mie ayam depan rumahnya ketika dia pulang dari sekolahnya.
"Ada apa ini ramai-ramai?" tanya Riki heran.
"Mereka semua adalah pelanggan yang ingin mencoba mie ayam buatan kamu," jawab ayahnya.
"Aku lelah hari ini, tutup saja kiosnya!" kata Riki malas melayani pelanggan yang datang.
"Hei bocah kecil, kau boleh mengabaikan orang-orang di luar, tapi tidak dengan saya," ujar seorang wanita memakai setelan pekerja kantoran.
Wanita tersebut menatap dengan tegas ke arah Riki yang ada di depannya, matanya dipenuhi dengan sikap determinasi.
Rambutnya diikat rapi dan dia terlihat sangat profesional dengan setelan pekerja kantoran yang dipakainya.
Namun, perhatian Riki lebih teralihkan kepada dua orang pria yang berada di dekatnya.
"Trisha, Lutfi, apa kalian mengenal wanita tua ini?" tanya Riki mengabaikannya.
"Siapa yang kau sebut wanita tua? Aku Quin, atau semua orang sering memanggilku Miss Queen," ujar wanita itu memperkenalkan diri.
"Aku turut berduka. Aku kira pekerjaanmu itu mampu memberimu sedikit uang, tapi siapa yang tahu kamu malah tetap miskin," kata Riki malah prihatin.
"Miss Queen bukan miskin!" tegas wanita tersebut sangat kesal.
"Wanita miskin ini berisik sekali! Bolehkan aku menendangnya keluar?" kata Riki sambil mengorek kupingnya.
Trisha dan Lutfi langsung berusaha melindungi wanita tersebut dan memohon agar Riki memakluminya.
"Di-dia adalah bos kami, Bang Riki. Tolong jangan marah padanya," kata Trisha membujuk Riki.
"Hei, aku adalah bos kalian di sini," kata Nona Quin kesal melihat bawahannya lebih takut kepada Riki.
"Bang sudah bang! Tolong jangan marah!" Trisha dan Lutfi panik ketika melihat tangan Riki meraih kursi.
"Apaan sih? Aku hanya mau suruh dia duduk di sini karena mau buatin mie ayamnya," kata Riki menjelaskan.
Trisha dan Lutfi akhirnya bernapas lega ketika mendengar Riki sudah setuju membuatkan mie ayam untuk bosnya tersebut.
[Ding! Kemampuan memasak telah digunakan]
[-5 poin kemampuan telah dikurangi]
[Sisa poin kemampuan : 115 poin]
"Silakan dinikmati," kata Riki setelah menyajikan semangkuk mie ayam di meja Quin.
Nona Quin tersenyum saat melihat semangkuk mie ayam yang lezat dihadapannya.
Ketika Nona Quin sedang asyik menyantap makanannya, Riki bertanya pada Trisha soal siapa identitas wanita tersebut.
"Dia adalah bos pemilik restoran nomor satu di kota ini," jawab Trisha.
Riki terkejut mendengar jawaban tersebut. "Serius? Bos restoran nomor satu? Tapi kenapa dia datang ke sini?"
Trisha mengangguk dan menjawab, "Sebenarnya, waktu itu kami berempat melamar kerja ke restorannya, tapi salah seorang dari kami ditolak."
Mendengar ceritanya tersebut Riki sudah tahu siapa yang ditolak tersebut.
"Terus, kenapa dia datang ke sini?" tanya Riki masih belum mendapat jawaban pertanyaan tersebut.
"Ketika kamu membuatkan kami mie ayam untuk dibawa pulang, aku mampir sebentar ke restorannya karena ada yang ketinggalan. Tapi, Nona Quin masih belum pulang dan dia penasaran ingin mencicipi mie ayam yang kubawa karena mencium aromanya yang harum," jelas Trisha merasa bersalah.
"Tolong satu mangkuk mie ayam lagi!" pesan Nona Quin masih belum puas.
Setelah menghabiskan beberapa mangkuk mie ayam, barulah dia terlihat kenyang dan membayar Riki dengan cukup banyak uang.
"Ke mana perginya semua mie itu!" kata Riki heran melihat Nona Quin mampu menghabiskan sepuluh mangkuk mie dengan badannya yang kecil itu.
"Bocah, apa kamu tidak ingin bekerja di tempat saya? Uang yang kamu dapat akan lebih banyak daripada hasil jualan di tempat ini," kata Nona Quin menawarkan Riki untuk menjadi koki di restoran miliknya.
"Sayangnya aku masih seorang siswa dan tidak bisa bekerja di tempatmu," tolak Riki mengingatkan tentang statusnya sebagai pelajar.
Karena suasana hatinya sudah lebih baik setelah menikmati mie buatan Riki barusan, Nona Quin tidak marah dengan penolakan tersebut.
"Baiklah, tapi saya akan selalu datang ke tempat ini di jam yang sama setiap hari. Kau harus ada dan siap membuatkan mie ayam untukku," kata Nona Quin tersenyum senang.
[Ding! Selamat, Anda mendapatkan 50 poin setelah memuaskan bos cantik kaya raya]
[+50 poin kemampuan telah ditambahkan]
[Sisa poin kemampuan : 165 poin]
Brak!!!
Riz yang berjaga di luar tidak mampu lagi menahan para pelanggan yang memaksa masuk ke dalam.
Trisha dan Lutfi berusaha membantunya untuk menenangkan para pelanggan tersebut, tapi mereka sudah tak terkendali lagi dan sebagian mengancam akan merusak barang di kios.
"Tenanglah kalian! Jika kalian ingin mie ayam, mengantri dengan sabar!" ujar Riki membuat semuanya menjadi diam.
[Ding! Kemampuan menenangkan pelanggan marah telah digunakan]
[-5 poin kemampuan telah dikurangi]
[Sisa poin kemampuan : 160 poin]
Kemudian, Riki mulai sibuk membuat mie ayam untuk mereka semua.
"Ibu, Ayah, aku pergi ke pasar dulu," kata Riki pamit melihat semua bahan untuk membuat mie sudah habis.
Namun, sepulang dari pasar, Riki bertemu dua orang pria yang terlihat ingin melakukan hal buruk pada seorang gadis ketika dia mengambil jalan pintas.
"Gadis manis, mending temani kami sebentar," kata salah satu dari mereka.
Keduanya menyeringai karena mengira tidak akan ada orang lewat melalui gang sepi itu.
Matahari memang mulai terbenam dan jalanan daerah itu sudah sepi pada jam sekitaran ini.
Entah apa yang terjadi sehingga gadis malang itu bisa berada di gang sepi tersebut dan bertemu dua pria itu.
"Lepaskan gadis itu!" ujar Riki ketika kedua pria itu mulai menarik paksa gadis tersebut.
Meskipun Riki muncul untuk menolong, tapi gadis tersebut tampak meragukannya.
Itu wajar saja, dua pria itu bertubuh tinggi besar dan Riki terlihat sebagai remaja kurus cungkring.
"Nak, apa kamu ingin bermain menjadi pahlawan untuk menyelamatkan seorang putri cantik? Tapi saat ini kamu sedang bukan berada di dalam sebuah cerita novel atau film," kata salah satu pria tersebut meremehkan Riki.
Namun, Riki tidak gentar dan masih berdiri teguh di tempatnya.
"Bisakah kalian melepaskan gadis itu tanpa harus terjadi keributan?" kata Riki mencoba bicara baik-baik saja.
Gadis itu terlihat benar-benar putus asa melihat Riki yang malah berusaha membujuk kedua pria bejatt itu.
"Hahaha. Nak, sudah waktunya kamu tahu seperti apa kejamnya dunia ini berjalan!" kata mereka bersiap-siap untuk menghajar Riki.
Kedua pria itu kemudian menghampiri Riki dan berusaha memukulnya.
[Ding! Kemampuan menghindari serangan telah digunakan]
[-2 poin kemampuan telah dikurangi]
[Sisa poin kemampuan : 158 poin]
[Ding! Kemampuan memperkuat pukulan telah digunakan]
[-3 poin kemampuan telah dikurangi]
[Sisa poin kemampuan : 155]
[Ding! Selamat, 30 poin kemampuan telah ditambahkan setelah menyelamat gadis malang]
[+30 poin kemampuan telah ditambahkan]
[Poin saat ini : 185 poin]
Kedua pria itu dengan mudah dikalahkan oleh Riki dalam sekejap saja. Tampak saat ini Riki sedang memegang kartu identitas milik mereka.
"Sekarang aku sudah menyita kartu identitas kalian. Jika kalian berdua ketahuan berbuat sesuatu seperti ini lagi, aku akan segera melaporkannya ke kantor polisi!" ancam Riki membuat kedua pria itu ketakutan.
Setelah kedua pria itu pergi, Riki juga langsung pergi tanpa berkata apapun pada gadis yang diselamatkannya.
Gadis itu terlalu kaget melihat apa yang baru saja terjadi dan hanya terdiam untuk beberapa saat.
"Siapa laki-laki itu? Kenapa dia langsung pergi begitu saja?" kata gadis tersebut heran.
Namun, gadis tersebut sebenarnya berasal dari satu sekolah yang sama dengan Riki.
Dia ingat pernah melihat Riki di sekolah dan berniat menemuinya di sekolah nanti untuk berterima kasih.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!