NovelToon NovelToon

Neina dan Leindra

Bab 1. Sekretaris Baru

Tap

Tap

Tap

Langkah kaki terdengar di sebuah bandara. Reno baru saja tiba di Pulau kecil di negaranya. Ia menggunakan jet pribadi untuk sampai di sana. Semua orang memandang kagum padanya terutama para wanita.

Tubuh tinggi, atletik, wajah tampan nan rupawan begitu sangat berkharisma. Apalagi ia memakai setelan jas berwarna navi, itu menambah kadar ketampanannya. Mulut para wanita itu ternganga lebar melihat keindahan pria yang berjalan melintasi mereka. Sampai-sampai air liur pun ikut mengalir di sudut bibir mereka.

Wah dia sangat tampan. Pasti orang tajir melintir nih.

Ya Allah, apakah dia jodohku?

Ya Allah, jodohkan aku dengannya.

Itulah yang di katakan para wanita di dalam hati mereka. Reno benar-benar memiliki banyak penggemar.

“Tu... Tuan, ini hadiah dari saya. Selamat datang di kota kecil kami”, ucap seorang wanita yang sudah paruh baya dan tubuh yang agak gemuk sambil memberikan sekotak kue.

Reno mengambil hadiah tersebut sambil merasa heran melihat wanita itu cengengesan di hadapannya. “Lucky siapa wanita itu, dan kenapa tingkahnya sangat aneh?”, bisik Reno pada Lucky, pengawal pribadinya.

“Dia Nona Ningsih, sekretaris Anda di anak perusahaan ini, Tuan”, jawab Lucky dengan menampilkan wajah tenangnya namun, dapat di tebak sebenarnya ia mau tertawa.

“Pasti kamu mau mengerjai ku kan?”, ucap Reno geram.

Lalu, seseorang datang dengan membawa kabar jika mobil yang akan mengantar Reno telah tiba. Reno pun langsung berjalan tapi, sebelumnya ia menatap tajam pada Lucky seolah ingin menerkamnya.

Ketika itu, Ningsih dengan pede-nya mau ikut masuk ke dalam mobil yang di tumpangi oleh Reno. Ya, biasa dong namanya juga sekretaris pasti selalu ada di samping bosnya-lah. Begitulah dugaan Ningsih.

Jelas Reno kaget melihat Ningsih yang mengekornya. Dirinya belum begitu siap untuk berhadapan dengan Ningsih yang sudah kecentilan dengannya.

“Maaf ibu Ningsih. Bisakah anda menumpang mobil yang lain saja?”, Pinta Reno se-sopan mungkin pada orang tua. Ya, sangat kelihatan jika Ningsih jauh lebih tua dari Reno.

“Tapi-kan saya ini sekretaris, Bapak. Masa saya harus semobil sama yang lain sih”, ucap Ningsih ngambek.

Reno hanya bisa tepuk jidat melihat tingkah ibu-ibu satu ini. Bagaimana coba harus mengusirnya. Yang ada Reno akan mendapatkan dosa besar karena telah tidak sopan pada orang tua.

Tapi kayaknya gak termasuk dosa besar deh. Soalnya-kan aku ngusir karena ingin menghindar dari sikap centilnya. Kalau nanti dia tiba-tiba bersentuhan denganku, itu-kan malah jadi dosa besar juga nantinya. Oke, demi menghalau dosa besar aku akan mengusirnya, ucap Reno dalam hati yang otaknya sangat-sangat cerdas, menurutnya.

“Maaf, Ibu Ningsih. Tuan Reno ingin membicarakan sesuatu yang agak pribadi pada saya. Jadi, jika ibu berkenan mohon bergabung dengan yang lain saja”, ucap Lucky yang berada di bangku pengemudi sebelum Reno mengucapkan rencananya tadi.

Ada rasa kecewa namun lega. Kecewa karena Reno kalah cepat untuk mengusir ibu-ibu itu. Dan Lega karena ia tidak perlu repot-repot mengusir ibu itu. ( Mau-mu apa sih sebenarnya Ren?)

“Oke, tapi ada syaratnya. Bos Reno harus makan kue pemberian dari aku dulu. Setelah itu baru aku turun”, ucap Ningsih kesal karena kue pemberiannya itu dianggurin dan di letakkan begitu saja.

Waduh, kok kayaknya dia ngebet banget sih? Hah, jangan-jangan nih kue ada jampi-jampinya lagi. Bahaya, ini bahaya! Ucap Reno dalam hati menaruh curiga pada Ningsih.

Melihat Reno yang tak kunjung mengambil kue itu, Ningsih pun jadi berinisiatif mengambilnya dan memaksa Reno untuk memakannya. Ya, kalau Reno tidak mau dia juga tidak akan mau keluar dari mobil itu.

“Udah bos makan aja. Kayak di kasih racun aja!”, ucap Lucky sambil cekikikan.

“Ya udah, kalau begitu saya di sini aja!”, ucap Ningsih.

“Eh, iya iya saya makan” jawab Reno.

Dengan tersenyum Ningsih pun memberikan sepotong kue itu ke dalam mulut Reno. Dan tiba-tiba Reno terdiam. Ia merasa mengingat sesuatu. Ya, ia ingat betul rasa kue ini sama persis dengan yang pernah di buat oleh mantan istrinya.

Dan setelah puas mengerjai Reno, Ningsih pun mengalah dan keluar dari mobil itu. Reno pun melajukan mobilnya. Lalu, tiba-tiba Reno mencekik leher Lucky dengan lengannya dari belakang. Lucky kesakitan sekaligus meminta ampun pada Reno agar ia mau melepaskannya.

“Arggh, sakit bos. Ampun, ampun”, pinta Lucky menahan tangan Reno.

“Ini akibatnya jika kamu berani mempermainkan ku!”, jawab Reno kesal. “Apa tidak ada wanita lain yang cocok jadi sekretarisku, ha? Kenapa harus ibu-ibu gemuk centil yang kamu berikan kepadaku? Jawab Lucky!” sambung Reno yang masih mencekik Lucky.

Ia tidak mempedulikan mobil mereka yang jalannya sudah tidak lurus lagi. Lucky sangat kesulitan untuk mengendalikan mobilnya dengan kondisi tercekik.

“Ayo jawab pengawalku yang pintar”, desak Reno.

“Dia janda...”

“Ha?”

“Oh, maksud saya dia lebih berpengalaman bos. Hehehe. Ibu Ningsih yang terbaik bos, diantara para pelamar lainnya. Kita tidak mungkinkan memperkerjakan orang dengan sembarangan”, jawab Lucky membela dirinya.

Di sisi lain, di pinggir jalanan kota. Seorang anak perempuan sedang asyik bermain sambil menggendong boneka kucing kesayangannya. Dan tiba-tiba, ia terciprat genangan air saat sebuah mobil melintasinya. Gadis itu pun menjerit dan menangis.

Melihat Niena menangis, Leindra yang dari depan pintu toko Roti melihat kejadian tersebut langsung membidik mobil yang telah kurang ajar itu dengan ketapelnya. Leindra pun mulai menghitung jarak, waktu dan kecepatan.

Plak! Lemparannya tepat mengenai mobil itu. Dan bukan hanya sekali. Namun, berkali-kali sampai mobil itu berhenti. Dan Leindra pun tersenyum bangga.

“Bagus Kak, Lein. Kamu yang terbaik”, sorak Neina puas.

***

Bab 2. Orang Dewasa VS Anak Kecil

Reno yang mengetahui mobilnya di lempari pun menjadi marah dan menyuruh Lucky untuk berhenti dan membereskan semuanya. Sebenarnya Lucky merasa sangat malas untuk bertengkar. Tapi, apa boleh buat.

Melihat mobil Reno berhenti, mobil lainnya yang ikut mengawal juga berhenti. Ningsih yang sejak tadi memainkan gawai-nya tidak tahu dengan apa yang terjadi pada mobil yang di depannya. Ia hanya kaget kenapa mobil-mobil itu pada berhenti. Kemudian, ia melihat toko roti langganannya.

Wah, pasti bos Reno mau traktir kami nih. Kebetulan banget ini toko roti favorit aku. Yey, aku akan makan sepuasnya, ucap Ningsih dalam hati.

Ia pun buru-buru keluar dan langsung berjalan menuju pintu masuk toko Roti itu. Tapi di sisi lain, Lucky telah berhadapan dengan 2 bocah.

“Hei, kenapa kalian nakal sekali melempari mobil ini! Itu tidak mencerminkan anak yang baik!”, ucap Lucky sambil berdecak pinggang.

“Tapi, paman duluan yang tidak sopan! Tidak meminta maaf padaku!”, jawab Neina yang tidak terima dengan wajah yang ingin menangis lagi.

“Kenapa saya harus minta maaf sama anak kecil seperti kalian, ha?”, ucap Lucky lagi seperti sedang mengejek kedua anak itu.

“Jangan panggil kami anak kecil paman”, jawab Leindra.

Seketika Lucky seperti teringat sesuatu. Kata yang di ucapkan anak itu begitu tidak asing. Tapi, di manakah ia pernah mendengarnya. Lucky jadi penasaran sendiri.

Ketika itu, Reno yang masih berada di dalam mobil merasa resah dan gelisah. Menunggu pengawal setianya tidak kunjung datang juga. Ia melihat ke belakang dan benar saja, Lucky dan kedua anak kecil itu masih saja adu mulut.

“Paman yang bersalah!” ucap Neina.

“Tidak, Saya tidak bersalah! Wek!”, ejek Lucky sambil menjulurkan lidahnya.

Yah, begitulah mereka. Hingga Reno tak tahan lagi dan ikut keluar dari mobil. Saat itu, ia sempatkan untuk melihat bagian mobil yang terkena batu. Dan ya, tentu saja ada bagian yang lecet. Reno memegangi keningnya melihat pemandangan menyedihkan itu.

“Hentikan!”, ucap Reno dengan nada tinggi. “Hanya mengurus anak kecil aja kenapa lama sekali sih!” lanjut Reno yang tampak kesal.

Lucky hanya bisa unjuk gigi pada Reno. Pasalnya ia memang suka mengganggu anak kecil sampai menangis. Kalau belum menangis rasanya ia belum puas.

Tapi, tiba-tiba saja Reno merasakan salah satu kakinya terasa berat. Ia pun melihat apa yang sebenarnya yang menyangkut di kakinya. Dan ternyata, tidak lain dan tidak bukan adalah Neina. Gadis itu memeluk kaki kanan Reno sambil menatap kagum padanya dengan mata yang berbinar-binar.

Reno langsung ternganga di buatnya. Ternyata para bayi pun juga mengaguminya. Dan Reno seperti merasakan ada sesuatu pada Neina. Ia juga seperti terhipnotis saat melihat Neina.

“Om, ganteng banget”, ucap Neina.

“Kyaaa!” Reno tersadar dan menjerit. “Siapa yang menaruh ulat bulu ini di kakiku!” ucap Reno sambil mengangkat kakinya dan mengibas-ngibaskannya supaya terlepas dari Neina.

Segala cara Reno lakukan untuk melepaskan Neina. Tapi, Neina tetap saja melekat di kaki Reno. Bahkan ia sampai ngerih melihat Neina yang terus cengengesan padanya.

Para pengawal mulai bergerak ingin memisahkan mereka. Tapi, dari jauh Lucky memberi aba-aba agar mereka tetap diam. Sedangkan Lucky sedang memvideokan kejadian lucu itu sambil cekikikan.

“Om itu, pangeran dari negeri mana? Negeri awan, angin, api, udara, atau dari negeri kayangan?”, tanya Neina dengan senyum centilnya.

Reno  ternganga lagi melihat dan mendengar ucapan Neina. Sebenarnya sih lucu tapi, Reno harus tetap menjaga image-nya. Ia tidak mau tertipu oleh tipu daya anak kecil apalagi berjenis kelamin betina. Eh, perempuan maksudnya.

“Neina, cepat ke sini!”, panggil Leindra. “Kamu tuh, gimana sih! Aku nggak suka kalau kamu kecentilan seperti itu!”

“Ih, Leindra ganggu aja deh! Nggak liat apa, ada pangeran tampan di sini. Jangan ganggu kami, Lein!”, jawab Neina terus menatap kagum Reno tanpa melihat Leindra.

Reno maupun Leindra hanya bisa menepuk jidat masing-masing melihat tingkah Neina. Leindra akhirnya mendatangi Neina yang masih menempel bak ulat bulu itu. Kemudian ia menarik pinggang Neina agar terlepas dari kaki Reno. Begitu juga dengan Reno, ia juga ikut menarik lengan Neina.

“Aargh, Kamu jangan kecentilan begini, Nein!”, ucap Leindra sambil menarik Neina. “Lepas Nein!”

“Nggak mau! Nggak mau! Nggak mau!”

Keributan itu pun tidak selesai juga walaupun Reno sudah ikut campur. Yang ada malah semakin runyam.

“Hei, anak ulat bulu! Saya tidak akan tertipu dengan wajah manis mu! Kamu sengaja-kan supaya saya mengasihani kamu dan tidak saya denda, ya kan?”, ucap Reno dengan merasa menang melawan anak kecil.

“Dengar ya, Om! Kami juga tidak butuh Om untuk mengasihani kami! Jangan sombong Om!” jawab Leindra dengan rasa kesal.

Sama halnya seperti Leindra, Reno juga sama kesalnya pada Leindra. Mereka saling beradu mata dengan tatapan tajam mereka.

Di sisi lain, setelah keluar dari area dapur toko, Rini sibuk mencari anak-anaknya yang tak kunjung di temukan. Tidak lupa ia juga menyapa pelanggan setianya, Ningsih. Yang juga sudah akrab dengan Rini. Lalu ia permisi dan berjalan keluar dari toko sambil melihat ke sekeliling. Dan tampaklah Neina dan Leindra yang sedang di kelilingi beberapa orang. Dan betapa terkejutnya Rini ketika melihat seorang pria di sana di antara mereka.

“Reno!”, gumam Rini.

***

Bab 3. Pertemuan

Rini melangkahkan kakinya perlahan walau terasa berat. Ia benar-benar belum siap untuk bertemu lagi dengan Reno. Tapi, sepertinya takdir berkata lain. Walaupun ia bersembunyi di ujung dunia sekali pun kalau sudah ditakdirkan bertemu pasti akan bertemu. Sekarang ini, yang harus ia lakukan adalah tetap tenang mengendalikan rasa emosionalnya. Apalagi di sana ada Neina dan Leindra.

“Neina, Leindra”, panggil Rini saat ia telah dekat dengan mereka.

Semua mata pun tertuju pada Rini yang tiba-tiba datang. Dan begitu pula dengan Reno, ia juga terkejut melihat kehadiran Rini. Tapi, ia tidak mau memperlihatkannya. Ia tetap memasang wajah tenangnya.

Melihat Rini datang, Leindra langsung memeluknya dan Rini pun berjongkok dan menyambut pelukan Leindra. Tapi, tidak dengan Niena yang masih menjadi ulat bulu di kaki Reno.

“Ada apa ini, sayang?”, tanya Rini yang penasaran.

“Itu, Ma. Tadi mobil itu nyipratin air ke Neina. Jadi, aku ketapel deh mobilnya. Terus om-nya marah-marah. Tapi, Neina malah kecentilan sama Om-nya, Ma”, ucap Leindra menjelaskan.

Reno tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Anak itu, menyebut Rini dengan sebutan Mama. Reno kembali mengulang ingatannya. Saat itu, sebelum kecelakaan itu terjadi. Reno tengah membawa Rini yang sedang hamil ke rumah sakit. Walau kehamilannya masih 8 bulan. Tapi, Rini telah mengalami kontraksi.

Reno kembali melihat Neina yang berada di kakinya. Pantas saja ia merasa aneh ketika melihat Neina. Ternyata mereka berdua adalah anaknya. Reno cukup syok mengetahui hal ini. Tapi, ia tetap diam saja. Seolah-olah tidak ada sesuatu di antara mereka.

Rini berjalan mendekati Reno dengan terus menatap Reno dan sebaliknya. Lalu, Rini menjatuhkan pandangannya ke bawah.

“Neina, lepasi Om-nya ya”, ucap Rini sambil mengulurkan tangannya pada Neina.

Reno mengangkat sudut bibirnya. Ia tersenyum tapi sekaligus mengejek. Lalu membuang pandangannya ke arah lain. Ada rasa tidak terima mendengar Rini menyebutnya sebagai Om. Padahal ia adalah ayah kandung dari kedua anak itu.

“Nggak mau, Ma. Neina maunya sama paman ini aja. Soalnya ganteng banget”, jawab Neina yang terus memeluk kaki Reno.

“Neina, kamu nggak boleh egois begini! Lepasin kaki Pa...”, ucapan Rini pun terhenti.

Rini hampir saja keceplosan menyebutkan Reno sebagai ayah mereka. “Paman ini. Ya. Mama mohon Nein”, lanjut Rini memelas pada Neina.

Sebenarnya Rini juga sudah tidak kuat lagi berhadapan dengan Reno. Ia ingin segera menjauh darinya. Tapi, sialnya Neina malah membuat ulah dan ia harus berlama-lama di dekat Reno.

Melihat wajah kasihan mamanya, akhirnya dengan terpaksa Neina melepaskan pria tampan yang di peluknya itu. Ia pun menggapai tangan mamanya dan Rini menggenggamnya dengan erat.

“Maaf atas kenakalan anak-anak saya”, ucap Rini pada Reno. “Nanti, saya akan ganti rugi kerusakan mobil anda”.

“Tentu saja. Kamu akan membayar mahal atas semua perbuatanmu!”, jawab Reno dengan sinis dan langsung membalikkan badannya.

Reno berjalan ke arah mobilnya dan segera masuk. Di ikuti oleh semua para pengawalnya. Dan mereka pun langsung melesat pergi.

Tinggallah Rini yang masih mematung. Menyaksikan kepergian Reno. Neina yang melihat adegan itu, langsung bisa menarik kesimpulan.

Hm, sudah jelas Mama sama paman tadi saling kenal. Tapi, Paman itu seperti membenci Mama. Tapi, mata Paman itu berkata lain. Dia seperti sangat merindukan Mama. Dan Mama juga, sepertinya ada sesuatu yang di tutupi Mama dari Paman tadi. Mama juga kelihatan sangat rindu tapi juga merasa bersalah, ucap Neina dalam hati.

Lalu, mereka bertiga pun masuk ke dalam toko. Bersamaan dengan Ningsih yang baru menyadari jika sudah tidak ada satu mobil pun yang terparkir di depan sana.

“Loh, kemana mereka semua?”, ucap Ningsih terkejut tapi tetap saja sambil mengunyah makanannya.

Lalu, ia melihat Rini yang baru masuk dan berniat untuk menanyakan sesuatu padanya. Ia langsung memanggil Rini dan menanyakan prihal mobil dan orang-orang yang tadi jelas-jelas ada di depan toko itu.

“Mereka semua sudah pergi, Mbak”, jawab Rini.

“Loh kapan perginya?” tanya Ningsih lagi.

“Barusan, Mbak”, jawab Rini.

“La, jadi mereka bukannya mau makan-makan? Saya kira Bos Reno mau neraktir makan”, ucap Ningsih sedih.

Ia melihat makanan yang penuh satu meja telah ia santap sampai ludes. “Jadi ini siapa yang bayar, Hua...!”, tangis Ningsih yang sedih harus mengeluarkan uangnya. “Mana aku di tinggal lagi, Hua...!”

***

Di tengah gerimis, Reno berdiri di balik jendela kaca ruang kerjanya. Kejadian tadi kembali merasuki pikirannya. Ia tidak pernah menyangka bahkan bermimpi bertemu mantan istrinya dan kedua anaknya.

Ia tersenyum mengingat bagaimana Neina yang menempel di kakinya seperti ulat bulu. Dan Leindra yang tegas tapi benar-benar menjaga saudarinya. Mereka berdua sangat lucu. Reno pun memegangi dadanya tepatnya di sisi jantungnya saat ia mengingat tadi telah bertemu Rini kembali. Setelah 5 tahun Rini meninggalkannya begitu saja.

Ia pun, menjadi bingung dengan semua ini. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ini begitu sulit baginya. Jelas Rini tidak akan memberitahukan anak-anak siapa Reno sebenarnya. Namun, Reno juga masih takut jika harus berterus terang pada anak-anak.

“Hihihi, hahaha” terdengar suara gelak tawa dari Lucky yang sedang melihat hp-nya.

Reno pun menatap sinis padanya. Padahal saat ini pikiran Reno sedang kacau balau. Tapi, pengawal pribadinya itu malah asyik tertawa sendirian. Ia pun datang menghampiri Lucky dan langsung merampas hp Lucky.

Dan betapa terkejutnya Reno melihat video yang ada di hp Reno yang tak lain adalah video yang bertengkar dengan kedua anaknya tadi. Reno sama sekali tidak tahu jika Lucky telah merekam kejadian itu.

“Lucky! Berani-beraninya kamu merekam tanpa persetujuan saya!”, ucap Reno murka. “Saya akan menghapus ini semua!”

“Yakin mau di hapus, Bos? Lucu itu loh. Liat tuh anak perempuan itu gemesin banget. Sayang tadi aku nggak sempat membuat mereka menangis. Kan kalau nangis makin tambah lucu”, jawab Lucky tanpa ada rasa bersalah sama sekali.

“Awas aja! Sekali kamu buat anak-anakku menangis, kamu tidak akan aku beri gaji selama sebulan! Berlaku kelipatan!”, ancam Reno.

“Yah, jangan gitu dong Bos. Mau makan apa aku kalau nggak di gaji”, rengek Lucky.

“Bukan urusan saya!”, bentak Reno sambil memberikan Hp Lucky lagi. “Kirim videonya pada saya. Setelah itu hapus yang ada di Hp kamu!” perintah Reno sambil kembali ke kursi panasnya.

“Siap Pak!” sahut Lucky.

Akhirnya mereka bisa bertemu juga, ucap Lucky dalam hati.

Brak!

Tiba-tiba pintu ruangan Reno di dobrak oleh seseorang. Membuat Reno dan Lucky terkejut bukan main hingga mereka lompat dari tempat duduknya.

“Bos Reno! Kenapa kamu ninggalin aku!”, teriak Ningsih sekuat-kuatnya.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!