14 Februari 2012
Suasana festival art of love yang diselenggarakan di desa Rosziah sangat ramai. Sepanjang jalan pondok-pondok kecil memamerkan karya-karya mereka serta menjualnya, lampion yang memenuhi langit-langit jalan meramaikan suasana serta beberapa lagu pop diputar disana. Ada yang menjual lukisan, memamerkan patung-patung yang dipahat sendiri ada pula mascot-mascot lucu berkarakter hewan seperti kelinci, harimau, tikus, dinosaurus, dan kodok serta hal lain yang terkesan unik. Semua dirancang sesuai dengan tema festival yang diselenggarakan setiap tahun.
Bahagia. Senang. Gembira.
Itu yang seharusnya dirasakan oleh Anderson. Ya! Harusnya demikian. Namun kini yang pria itu rasakan adalah RINDU. Dibawah pohon besar nan rimbun ia berdiri menatap keramaian festival didepannya dengan mata sendu yang terkesan sedih.
Pria bertubuh tinggi dan kekar, berkulit sawo matang dan berambut panjang sebahu namun di kuncir setengah rambutnya itu merindukan sosok wanitanya, Alora. Istrinya telah tiada sekitar enam tahun lalu. Alora pergi bersama dengan malaikat mungil yang saat itu masih didalam perutnya.
“Alora aku merindukanmu. Sangat rindu.” Lirih Anderson. Tempat ini menjadi pertemuan pertama mereka sekaligus menjadi saksi cinta pada pandangan pertama Anderson.
“Seandainya aku tak pergi meninggalkanmu waktu itu, seandainya aku memilih di sisimu, kau pasti masih disini. Aku..“ Anderson tak mampu melanjutkan lirihnya. Dadanya sesak, pandangannya buram karena air mata. Demi Tuhan ia merasa sangat bersalah. Baginya kepergian kedua orang yang sangat ia cintai semua karena ia melanggar janji. ‘Aku akan selalu di sisimu. Aku tak akan meninggalkanmu. Aku janji tak akan membiarkanmu sendiri.’ Itulah janjinya untuk sang istri namun karena keegoisannya ia melanggar janji itu. Tanpa ia sadari seorang manusia kecil sudah berdiri dihadapannya.
“Ini.” Suara seorang anak kecil.
Anderson terkejut. Sangat terkejut, membuat anak itu ikut terkejut. Yup! Walaupun ia berbadan kekar dan berotot namun ia tak mampu mengontrol keterkejutannya. Mudah terkejut adalah salah satu ciri Anderson.
Anderson melihat anak itu diperkirakan anak cantik itu berusia sekitar enam tahun. Ia pun berjongkok agar sejajar dengan anak itu.
“Maaf, saya mengejutkanmu” ujar pria itu. Gadis itu menggelengkan kepala sambil tersenyum.
”Ini” gadis itu memberikan permen tangkai berbentuk hati berwarna kuning kepada Anderson.
“Ini untuk saya?” Tanya Anderson. Anak itu menganggukkan kepalanya.
Déjà vu.
“Kenapa memberikan kepada saya?”
“Kata kakek hari ini adalah hari kasih sayang jadi harus berikan hadiah untuk orang yang kita sayangi. Tapi aku lihat paman tidak punya hadiah jadi aku berikan buat paman.” Ucapnya menjelaskan.
Anderson terdiam cukup lama menatap anak itu. ‘Orang yang saya sayangi? Aku sudah tak punya’ batinnya. Melihat mata pria tersebut entah apa yang dipikirkan gadis manis itu, ia langsung memeluk tubuh besar itu.
Untuk kali kedua Anderson terkejut dengan perbuatan gadis ini walaupun demikian pria itu tetap memilih diam saat dipeluk.
“Apa paman sedang sedih?” tanyanya.
“Saya baik-baik saja” jawab Anderson. Gadis itu melepaskan pelukannya.
“ Kalau paman sedang sedih mintalah seseorang untuk memeluk paman agar rasa sedihnya mereda” katanya. Anderson tersenyum manis sambil menganggukkan kepalanya.
“Enora!” panggil seorang pria paruh baya yang datang tergesa-gesa kearah mereka berdua.
“ Ya Tuhan aku mencarimu kemana-mana kemarilah padaku, Enora” ujar sang kakek panik sambil merentangkan tangannya. Dengan senyum lebar Enora berlari masuk ke dalam pelukan sang kakek dan memeluknya.
“Saya minta maaf cucu saya telah mengganggu waktu anda, saya akan menasehatinya. Saya benar-benar minta maaf” ujarnya sambil berulangkali membungkukkan badannya.
“Ah, tidak, dia tak mengganggu saya sedikit pun malahan saya merasa terhibur dengan keberadaanya” jawab Anderson ramah sambil berdiri. “Oh iya, kita belum berkenalan. Apa saya bisa berkenalan denganmu?” Tanya Anderson kepada Enora.
“Tentu saja paman, nama saya Enora saya berusia enam tahun dan sekarang saya sudah bersekolah, saya kelas satu Sekolah Dasar dan ini kakek saya. Siapa nama paman?”
“Nama saya Anderson, kamu bisa panggil saya paman Ander” jawab Anderson
“Salam kenal paman Ander”
“Salam kenal juga anak pintar” ujar Anderson tersenyum ramah sambil mengelus rambut pendek anak itu.
“Maaf tapi sepertinya kami harus pamit karena kereta terakhir akan tiba lima belas menit lagi” ucap sang kakek.
“Ah iya”
“Kalau begitu selamat tinggal paman” pamit Enora. Anderson menjerit tak suka mendengar kata ‘selamat tinggal’, dia sangat benci kata itu.
Anderson menunduk mensejajarkan tinggi anak itu.
“Enora saya harap kita akan berjumpa lagi jadi, sampai jumpa, Enora” ujar Anderson tersenyum manis sambil melambaikan tangannya.
“Iya, sampai jumpa lagi paman” balas Enora girang.
Dan mereka pun berlalu meninggalkan Anderson sendiri. Sesekali gadis itu berbalik badan dan melambaikan tangannya dan dibalas oleh pria itu. Hingga keduanya berjalan menjauh dan tak terlihat lagi.
Kini Enora dan sang kakek telah tiba di stasiun dan tak butuh waktu lama kereta pun tiba, keduanya pun masuk dan mencari tempat duduk mereka. Jarak dari rumah mereka cukup jauh, bila menggunakan kereta mereka harus menempuh sekitar tiga puluh menit lamanya.
Gadis kecil itu duduk sambil mengayunkan kaki mungilnya yang bergantung di kursi sambil sesekali menyanyikan lagu kesukaannya ‘you are my sunshine’. Sedangkan sang kakek sedari tadi berperan dingin dengan pikirannya sendiri. Dia mengenal pria tadi.
“ Enora, kakek ingin bicara padamu” ucap sang kakek lembut. Gadis itu menoleh menatap sang kakek.
“ Bukankah sudah pernah kakek bilang untuk berhati-hati dengan orang asing?” Enora menganggukkan kepalanya. “Terus kenapa kamu mengajaknya berbicara? Kamu bahkan memeluknya?!” ujar sang kakek tak habis pikir.
“Karena paman itu terlihat sedih” jawab Enora polos.” Apa kamu langsung memeluknya tanpa seizinnya? “ Gadis itu menganggukkan kepalanya lagi.
”Enora kita harus berhati-hati dengan orang yang tidak kenal siapapun itu. Dan juga kita tidak boleh langsung menyentuh mereka tanpa seizin mereka terlebih dulu. Kamu mengerti Enora? “ ucapnya menasehati.
“Dan juga, kakek minta maaf tapi sepertinya ini akan menjadi hari terakhir kita ke festival itu lagi.” Ucap sang kakek. Enora menoleh cepat dan menatap sang kakek lekat. “ Kenapa? Kan aku sudah berjanji pada paman Ander mau berjumpa lagi “ ujar Enora bingung.
“Kakek minta maaf Enora kita tidak akan kesana lagi. Tidak pernah!” tegasnya.
Mendengar perkataan sang kakek raut wajahnya pun berubah sedih dan memilih untuk menatap pemandangan di luar jendela kereta.
“Kakek tahu kamu kesal dan sedih tak masalah bila kamu menunjukan emosimu pada kakek tapi kakek ingin kamu selalu berhati-hati dan tidak terluka” ujar sang kakek. “ Tapi kakek selalu bilang Enora harus menepati janji jika sudah berjanji ke siapapun” ujarnya bergumam namun masih didengar oleh sang kakek. Sang kakek hanya menghela nafasnya dan memilih diam.
‘Maafkan kakek, Enora’ batinnya.
Anderson kini telah tiba dirumah dan langsung memarkirkan mobil di garasi. Rumahnya besar namun terlihat suram dan halaman yang luas yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang telah layu serta pohon-pohon hias yang telah kering dan mati. Semenjak kepergian sang istri dan calon buah hatinya yang ia cinta, dunia Anderson seakan runtuh dan membuatnya berubah menjadi sosok yang pendiam dan dingin.
Ia berjalan menuju kamar dan meletakan tas di meja kemudian melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah kurang lebih tiga puluh menit ia telah selesai, dan kini ia sedang berbaring diatas tempat tidurnya.
Tiba-tiba Anderson mengingat pertemuannya dengan gadis mungil itu, Enora. Ia tersenyum tipis mengingat perlakuan Enora kepadanya.
“Anak yang imut” gumamnya.
Tapi entah kenapa pertemuan itu seperti déjà vu. Pertemuan itu sama persis seperti ia bertemu untuk pertama kali dengan istrinya. Ditempat yang sama dan acara tahunan yang sama pula.
Flash back
14 Februari 2006
Anderson keluar dari rumah megah milik orang tuanya dengan perasaan kesal. Orang tuanya terus memaksa menjodohkannya dengan wanita yang tak ia kenal, padahal ia ingin memilih sendiri wanitanya. Ia masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari sana. Ia melajukan mobil tanpa memikirkan kemana ia harus pergi.
Sore itu suasana jalanan sangat ramai membuatnya semakin kesal karena terjebak macet, alhasil harus memilih jalan lain. Jalan yang ia pilih ini menuju jembatan panjang yang akan membawanya ke desa Roszia. Ia pun ingat bahwa di desa itu selalu mengadakan festival seni tahunan untuk merayakan hari kasih sayang.
Sesampainya disana ia memarkirkan mobilnya dan berjalan di kerumunan orang sambil melihat-lihat isi pondok para seniman. Setiap pondok memiliki keunikan dan seninya masing-masing. Dari lukisan, patung, alat musik tradisional hinggan internasional dan masih banyak karya seniman lainnya. Mereka menyesuaikan dengan tema hari kasih sayang ini. Bahkan ada beberapa atraksi yang dilakukan orang-orang untuk menarik perhatian mereka tak lupa juga mascot-mascot kelinci berwarna putih dan merah muda yang berjalan sambil menyapa anak-anak kecil.
Walaupun seni bukan kesukaannya namun disini ia bisa menjernihkan pemikiran sekaligus menghilangkan kekesalannya.
Setelah berjalan mengitari tempat itu Anderson memilih untuk istirahat dibawah sebuah pohon sambil menikmati tiupan lembutnya angin.
“Sepertinya kau tidak tertarik dengan seni?” tebak seseorang gadis berusia kira-kira 22 tahun yang tiba-tiba mengejutkannya dari balik pohon.
Pria itu nyaris melompat karena terkejut dan menatap tajamnya namun dalam beberapa detik saja matanya membulat seakan terkesima dengan gadis itu.
‘Cantik’ batinnya.
“O-oh maafkan aku, aku tidak membayangkan bahwa kau akan seterkejut ini” ujarnya bersalah. Anderson tetap diam menatap orang didepannya.
“Hm.. aku hanya ingin memberikanmu ini” sambil menunjukan sebuah gantung kunci berbentuk serigala yang terbuat dari kayu “aku yang membuatnya sendiri” lanjutnya sambil meletakan barang itu di telapak tangan Anderson. Pria itu menatap gadis itu bingung.
” Dari mana kau tahu?” Tanya Anderson penasaran.
"Tau apa?” gadis itu balik bertanya.
"Kalau aku tidak tertarik dengan seni”
“Oh, itu karena kau terlihat biasa saja saat melewati patung-patung buatanku, padahal yang lain tertarik dengan barang ku tapi kau tidak sama sekali” jelasnya. Untuk kali kedua Anderson terkesima dengan gadis didepannya. Sungguh ia sedikit tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
“Kau membuat patung-patung itu?” Tanya pria itu. Gadis cantik itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Sendiri?” Tanya Anderson lagi dan di anggukan kepalanya bangga.
“Dengan tangan itu?”
“Tentu saja!” meyakinkan.
“Aku tak percaya” balas pria itu cepat. Seketika wajah bangga dan ceria perempuan itu berubah kesal. Melihat wajahnya Anderson mengulum bibirnya agar tidak tertawa.
‘Imut’ batin Anderson.
“Siapa namamu?” Tanya Anderson.
“Alora” jawabnya dengan wajah yang masih kesal.
"Aku Anderson” ucap Anderson sambil mengulurkan tangan dan dan Alora menjabat tangannya.
“Terima kasih atas hadiah jelek ini” ejek Anderson.
Tak terima dengan ucapan pria itu Alora meremas kuat tangan Anderson hingga membuatnya kesakitan.
“A-aduh, aduh, aku hanya bercanda, demi Tuhan aku minta maaf, aku hanya bercanda” ampun pria itu.
Alora melepaskan genggamannya dengan rasa kesal, awalnya ia melihat Anderson yang sendiri di hari kasih sayang ini dan ia berinisiatif untuk mengajaknya berkenalan dan berbincang agar pria itu tak merasa sendiri, namun yang ia dapat malah sebaliknya dari apa yang ia pikirkan.
“Padahal kita baru saja saling kenal, kenapa kau malah melakukan kekerasan?!” ucap Anderson sambil mengusap pelan jemarinya.
“Kau tau alasan kenapa aku melakukannya!” seru Alora. Anderson tersenyum. Baru pertama kali ia bertemu dengan orang yang seperti Alora. Dia senang.
“Kenapa kau menemuiku bukannya kau harus menjaga pondokmu?” Tanya Anderson.
“Aku melihatmu sendiri, ku pikir kau punya hari yang buruk karena ekspresi wajahmu terlihat kuring baik jadi aku memberimu hadiah agar kau terhibur, nyatanya aku yang kesal” ucap Alora “dan untuk pondokku, aku sudah tutup pondoknya lagi pula hari ini adalah hari terakhir festival jadi tak masalah” lanjutnya.
“Bukannya hari ini puncaknya? Kenapa tutup lebih awal? Aku dengar sebentar malam juga akan ada pertunjukan kembang api”
“ Aku sudah janji pada kedua orang tuaku untuk pulang lebih awal” Anderson hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
“Kalau begitu aku pamit, semoga harimu menyenangkan” ujar gadis itu dan pergi meninggalkan Anderson.
Satu minggu setelah hari festival itu berlalu, kini Anderson berada dirumah calon pasangannya. Tentu saja perjodohan yang Tuan Mordekhai dan istrinya yakni orang tua Anderson rencanakan tidak bisa ia tolak. Walaupun ia terus menolak namun kedua orang tuanya tetap melanjutkan perjodohan ini. Ada rasa kesal yang amat sangat terhadap orang tuanya namun kali ini ia tidak bisa membantah karena didukung langsung oleh sang kakek.
Sudah hampir sekitar setengah jam keluarganya dan keluarga Tuan Abraham berbincang namun perempuan yang akan menjadi calon Anderson belum juga tiba.
“Maafkan anak perempuan kami telah membuat anda semua menunggu ” ujar Diana Abraham tidak enak hati.
“ Tidak masalah Nyonya Abraham, pasti calon menantuku sedang gugup sekarang” balas Rose Mordekhai ibu Anderson, sontak membuat semua tertawa.
Tak lama kemudian sang perempuan yang akan menjadi pasangan Anderson pun tiba. Gadis cantik dengan gaun putih panjang yang anggun nan sopan, tak lupa juga senyumnya yang manis membuat semuanya ikut terpanah melihatnya, namun kedua pasangan yang akan dijodohkan kaget saat mengetahui pasangan mereka masing-masing.
“Alora?”
“Anderson” panggil Anderson dan Alora bersamaan.
Anderson tidak menyangka yang akan jadi pasangannya yaitu gadis cantik yang ia temui di festival satu minggu lalu. Begitupun sebaliknya.
“Kalian sudah saling kenal?” Tanya Hermansya Mordekhai ayah Anderson.
“Kami pernah bertemu sebelumnya, Tuan Mordekhai" jawab Alora.
“Duduklah disini Alora” panggil Anjaya Abraham, ayah Alora untuk duduk disampingnya.
“Oh begitu rupanya, baguslah jika kalian sudah saling kenal agar kalian berdua tidak terlalu canggung” ujar Tuan Mordekhai, ayah Anderson.
Mereka pun mulai berbincang-bincang dan membahas mengenai perjodohan kedua pasangan itu. Namun entah kenapa Anderson sangat senang saat mengetahui jika wanitanya itu adalah Alora.
Anderson mengingat kembali pertemuannya dengan cintanya. Ia hanya bisa mengenang kenangan dan merindukan Alora. Baginya wanita cantiknya itu tidak bisa tergantikan dengan yang lain.
Saat ini…
Akhir-akhir ini Anderson cukup sibuk dengan pekerjaannya bahkan dalam dua minggu ini, dia beberapa kali harus pulang-pergi ke Jepang-Indonesia untuk mengurus bisnis barunya. Perjalanan yang cukup melelahkan namun harus ia lakukan. Setelah kepergian sang istri ia menghabiskan hidupnya dengan bekerja tanpa henti.
Padahal sudah lima belas tahun istrinya meninggalkannya dan itu waktu yang cukup lama namun tak sedikit pun pria itu melupakan wanitanya.
Kini dia sedang berada di ruangannya sambil sibuk memeriksa beberapa laporan perusahan. Anderson menjadi Direktur Utama menggantikan sang ayah di perusahan keluarga mereka, PT MORDE.
PT MORDE merupakan perusahan yang mengembangkan teknologi-teknologi baru dan modern.
“Roland, apa jadwal saya setelah ini ?” Tanya Anderson kepada sekretarisnya.
“Saya telah mengosongkan jadwal anda malam ini, apa anda ingin pergi sekarang pak Direktur?”
“Pergi? Kemana?” Tanyanya bingung.
“Saya pikir anda akan pergi ke festival seni” ujar Roland.
“Astaga kau benar saya hampir lupa tanggal hari ini. Pekerjaan sangat banyak dan cukup menyita banyak waktu istirahat saya ” kaget Anderson.
Dia bersandar pada kursi kerjanya dan sesekali menghembuskan nafasnya. Acara festival seni tahunan yang wajib Anderson pergi seakan acara itu sebagai keharusan untuknya, untung saja Roland mengingatkannya.
“Haruskah saya mengosongkan jadwal anda besok? Anda terlihat sangat lelah hari ini” tawar Roland.
“Tidak perlu” singkatnya.
“Tolong siapkan kendaraan saya” pintanya.
“Baik pak”
...🍄🍄🍄...
Sekarang Anderson kembali lagi ditempat ini lagi. Pria itu berjalan masuk berbaur dengan kerumunan orang memperhatikan setiap pondok yang ada, pondok-pondok yang memamerkan karya mereka dengan bangga dan penuh rasa. Seperti biasa tempat ini selalu ramai didatangi dan selalu berkembang menjadi lebih menarik setiap tahunnya. Sejujurnya dia tidak menyukai seni namun sang istrilah yang menyukainya.
‘Apa anak itu ada disini?’ batin Anderson.
Pertanyaan itu selalu ditanyakan dalam benaknya selama 9 tahun belakangan ini.
Anderson terus berjalan hingga akhirnya berhenti pada pondok terakhir. Pondok itu memamerkan beberapa kerajinan tangan dari kayu dan juga terdapat tiga patung yang tersusun rapih diatas meja. Matanya tertuju pada sebuah patung kecil didalam box kaca yang berbentuk sehelai daun dan terdapat sebuah embun diatas daun itu. Patung itu berada di antara dua patung dengan bentuk setengah Dewa dan Dewi Yunani dengan ukuran sedikit besar yang berhasil menarik perhatiannya.
“Apa saya boleh menyentuhnya” izin Anderson pada penjualnya.
“Tentu saja, lihatlah sesuka hatimu, nak” ujar penjual yang ternyata seorang kakek paruh baya.
Anderson mengambil benda itu dan melihatnya. Embun. Hal itu mengingatkannya kepada sang istri yang saat itu ia sedang mengandung malaikat kecilnya.
Setiap pagi Anderson akan menemani wanita tercintanya keluar rumah dan berjalan diatas rumput tanpa alas kaki, tentu saja membuat kaki yang empunya basah karena embun-embun pagi. Merangkulnya dan menggenggam tangannya, berjalan bersama sambil membawa sandal belahan jiwanya.
‘Benda yang manis’ batinnya
“Anda tertarik dengan benda itu?” Tanya sang kakek penjual.
“Bisa dibilang begitu” ujar Anderson
“Ternyata benar apa yang dikatakan anak keras kepala itu” gumamnya sambil tertawa kecil
“Hm, maaf? ” bingung Anderson.
“Pengguna mascot itu yang membuat patung-patung ini” kakek itu menunjuk seseorang yang sedang menggunakan mascot kelinci berwarna putih. Anderson mengikuti arah tunjuk sang kakek.
“Dan diantaranya hanya patung itu yang terlihat sedikit berbeda. Saya bertanya padanya kenapa kamu membuat patung daun itu bukannya itu terlalu sederhana? Namun dia malah menjawab ‘Walau ini sederhana tapi orang kaya menyukainya’ ” kata sang kakek sambil tertawa kecil.
Anderson yakin anak itu tidak melakukannya secara kebetulan menurutnya setiap hal acak yang ada di dunia ini pasti memiliki makna masing-masing bagi setiap orang dan itu juga bisa menjadi atau meninggalkan kenangan bagi mereka.
“Kenapa anda menyebutnya anak keras kepala?” Tanya Anderson
“Karena dia sangat keras kepala. Bukan hanya kepalanya saja yang keras namun perilakunya pun keras, lebih tepatnya dia sangat keras dengan dirinya sendiri. Saya selalu menasehatinya untuk tidak terlalu memaksakan diri namun itu semua hanya di anggap angin lalu olehnya” jawab sang kakek.
Anderson hanya mendengarkan perkataan sang kakek tanpa ingin menanggapi.
“Acara ini selalu diadakan setiap tahun dan setiap tahun juga saya selalu melihat anda berdiri dibawah pohon sana. Sejujurnya saya penasaran dengan anda, kenapa anda selalu berdiri disana seorang diri? Apa anda menikmati acara tahunan ini? Saya selalu berharap anda menikmatinya” ucap sang kakek.
“ Saya akan menikmatinya” singkat Anderson datar.
“Saya ingin membeli ini” lanjutnya.
“Benarkah?” Anderson mengangguk sebagai jawaban.
“Hey, si keras kepala! Pria ini membeli patung daunmu!” teriak sang kakek kepada pengguna mascot kelinci putih.
Tentu saja orang yang dimaksud mendengar teriakannya dan melambaikan tangannya setelah itu ia pun sibuk dengan pekerjaannya.
Anderson melihat kearah mascot itu dan memperhatikan gerakannya. Semua yang mascot itu lakukan benar-benar membuat suasana menjadi sangat ceria. Cara dia menyambut anak-anak kecil, berfoto dengan orang-orang dengan gaya yang lucu membuat yang melihatnya ikut tertawa dan menyambut siapa saja yang ingin memeluknya. Anak itu benar-benar membuat suasana menjadi sangat bahagia dan hangat.
‘Dia hebat’ batin Anderson.
“Ini barang anda” ucap sang kakek sambil menyodorkan paper bag yang diisi barang milik Anderson.
“Oh iya tunggu sebentar” Anderson mengambil dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya kepada sang kakek.
“Nak, sepertinya anda salah melihat harga, harga patung kecil itu tidak sebanyak...”
“Tak apa, saya sengaja memberikannya. Anggap saja sebagai bonus untuk kerja kerasnya. Kalau begitu saya pamit” potong Anderson dan melangkah menjauh.
"Tapi.. huft semoga anak itu tidak tersinggung" ujar kakek sambil menatap Anderson menjauh.
Anderson berjalan menuju kearah tempat favoritnya yakni dibawah pohon besar nan rimbun. Dia berdiri disana sambil melihat festival itu dengan perasaan yang tenang, tak seperti dulu yang mana rasa sedih dan marah pada diri sendiri yang lebih mendominasi.
Sesekali matanya melirik ke arah mascot kelinci yang tanpa henti melakukan gerakan lucu dan menggemaskan, membuat pria itu ikut tersenyum kecil. Malam yang cukup damai bagi Anderson.
...🍄🍄🍄...
“Gila! Capek banget” sungut pengguna mascot kelinci itu sambil duduk di bangku kosong dekat pondok terakhir kemudian melepaskan kepala mascot dan menikmati hembusan angin.
“Anak keras kepala” panggil kakek Rody sambil berjalan kearah anak itu.
“Enora, nama aku Enora” seru Enora tak suka dengan nama buatan kakek Roby.
“Iya, iya.. Lima patung kamu sudah terjual habis, ini uangnya” ujar kakek itu sambil memberikan uang itu.
Enora mengambilnya dengan wajah berseri-seri sambil menghitungnya namun ekspresi wajah Enora berubah.
“Kakek, kok uangnya kelebihan?” Tanya Enora bingung.
“Pria pohon tadi yang beli patung daunmu, dialah bayar dengan harga lebih” ucap kakek dan ikut duduk disebelah Enora.
“Kenapa?” Tanya Enora lagi
“Katanya bonus untuk kamu yang sudah bekerja keras”
Enora diam dan mengerutkan keningnya sedangkan kakek yang melihat itu tentu tau kalau anak ini kesal. Enora sangat tidak suka jika ada orang yang memberikan sesuatu tanpa alasan apalagi kesihan padanya. Gadis itu sangat benci apabila ada orang yang mengasihaninya.
“Terima saja, aku pikir harga segitu sangat sepadan dengan kerjamu. Kamu benar-benar menghidupkan suasana festival ini, buat orang-orang melihat tingkahmu itu tertawa, belum juga cara kamu menghibur anak-anak yang terlihat bosan ada juga beberapa yang menangis dan aku lihat kamu kebanyak yang cari mereka untuk dihibur olehmu dari pada mereka yang mencari mu” ujar sang kakek.
Enora diam saja tanpa menjawab.
“Jadi terima saja uang itu, oke? Karena aku yakin panitia acara ini tak akan memberimu uang yang sepadan dengan kerja kerasmu, jadi terima sama”lanjutnya.
Tiba-tiba Enora berdiri dan dengan cepat kakek Roby menahan pergelangan tangannya.
“Hey anak keras kepala, sudah ku bilang…”
“Aku ingin berterima kasih” potong Enora membuat kakek Roby bernafas lega.
“Oh oke, dan tolong kamu harus bicara dengan formal karena pria pohon itu berbicara sangat formal padaku tadi”
Enora menganggukkan kepalanya setelahnya gadis itu pergi meninggalkan kakek Roby.‘Pria pohon atau Om pohon' adalah nama yang diciptakan oleh Enora untuk Anderson.‘Pria pohon atau Om pohon' adalah nama yang diciptakan oleh Enora untuk Anderson.‘Pria pohon atau Om pohon' adalah nama yang diciptakan oleh Enora untuk Anderson.‘Pria pohon atau Om pohon' adalah nama yang diciptakan oleh Enora untuk Anderson.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!