NovelToon NovelToon

Pengorbanan Mama Muda

Menculik Mama Muda

"Berapa waktu yang tersisa?" Seorang pria tampan bertanya pada seorang pria paruh baya berseragam putih. Mata pria tampan itu berkaca-kaca menahan air mata agar tak tumpah.

Dia harus tegar demi orang yang amat dia sayangi. Sang dokter menghela nafas berat. "Dua Minggu lagi. Bila dalam dua Minggu ini Mikayla tidak mendapatkan transplantasi tulang sumsum dari ibunya. Dia akan–

Belum juga sang dokter mengakhiri ucapannya. Pria tampan itu langsung menyela. Dia tidak sanggup mendengar lanjutannya.

"Tidak sampai dua Minggu saya akan membawa wanita itu ke sini. Tolong jaga anak saya!" tegas pria itu lalu bangkit dari kursi dan membawa kakinya keluar dari ruangan.

Dokter mengejar pria itu dari belakang. "Pak Arga!" panggilnya membuat pria tampan yang bernama Arga berhenti.

Arga menoleh ke belakang.

"Jaga kesehatan Anda agar saat Mikayla sadar dia tidak sedih melihat wajah pucat Anda," ujar dokter itu seraya tersenyum lembut membuat Arga menarik sudut bibirnya ke atas.

"Tentu."

Dia segera melanjutkan langkahnya. Tujuan pria itu sekarang adalah menemukan ibu kandung anaknya dan menyeret wanita itu ke rumah sakit.

*

*

Suasana di perkebunan strawberry tampak ramai. Banyak pekerja yang sedang memanen strawberry. Cuaca terik tak membuat semangat para pencari nafkah surut.

Begitu pun dengan seorang wanita cantik yang sedang memantau para pekerjanya bertugas.

"Bu Mera," panggil anak buahnya membuat wanita itu melengos ke samping.

"Iya, Riska. Ada apa?" tanya Mera ramah.

"Itu di rumah Ibu ada tamu." Riska melapor membuat Mera mengerutkan dahinya. Siapa yang bertamu siang-siang hari begini?

"Baik, terima kasih. Saya pulang sekarang dan kamu tolong suruh mereka semua berhenti bekerja saat jam makan siang!" titahnya lembut, tetapi tersirat ketegasan dalam ucapannya.

"Siap, Bu."

Mera tersenyum tipis. Dia segera beranjak pulang ke rumah guna melihat siapa yang bertamu.

*

*

Mera berjalan kaki dari perkebunan ke rumahnya. Jarak yang lumayan dekat, saat tiba di rumah. Dia membuka gerbang dan masuk ke pelataran rumah.

Mera mengerutkan dahinya tatkala melihat seorang pria memunggunginya. Pria itu seperti sedang memperhatikan rumahnya.

"Selamat siang." Mera menyapa duluan dengan ramah membuat pria itu membalikkan badannya.

Degg.

Bagaikan gerakan slow motion. Tubuh Mera membeku, ketika melihat sosok pria bertubuh tinggi dengan wajah tampan yang mirip seseorang di masa lalunya.

Raut wajah Mera berubah masam.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Mera dingin membuat pria itu menarik sudut bibirnya ke atas.

Dia mengepalkan tangannya erat melihat wanita itu kelihatan hidup bahagia. Sedangkan, anaknya berada di ambang kematian, terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Tidak ada raut wajah penyesalan di wajahmu setelah membuat hidup kakakku hancur!" desis pria itu dingin membuat Mera tertawa sinis.

Mata wanita itu berkaca-kaca saat ingatan masa lalu terlintas sesaat dalam pikirannya.

"Kakakmu yang lebih dulu menghancurkan hidupku! Karenanya aku mengubur mimpiku, karenanya orang tuaku meninggal, karenanya hidupku hancur. Untung saja aku percaya Tuhan, bila tidak aku bisa gila memikirkan kebejatan kakakmu!" sentak Mera dengan penuh penekanan tanpa rasa takut mendapatkan sorot mata penuh intimidasi dari Arga.

Ya, pria yang bertamu adalah Arga.

Arga ingin sekali memperpanjang pertengkaran mereka yang baru dimulai. Namun, dia teringat sosok gadis kecil yang sedang berada di rumah sakit.

Terpaksa pria itu urungkan. Kali ini, dia harus mengenyampingkan ego. Agar wanita bernama Mera mau pulang bersamanya.

"Lupakan kakakku dan ikutlah bersamaku. Dia membutuhkan mu," ajak Arga datar dengan sorot mata yang tertuju pada netra indah cokelat milik Mera.

"Aku tidak mau. Katakan padanya, sampai matipun aku tidak akan mau kembali padanya, bahkan bila aku mati nanti. Tidak ikhlas hati ini bila dia datang untuk berziarah atau sekedar melihat jasad ku!" sarkas Mera penuh dendam.

Luka di masa lalu terlalu banyak. Belum juga sembuh atau mengering.

Arga membuang wajahnya ke arah lain. Mera salah kaprah, wanita itu mengira Arga datang untuk membawanya kembali ke dalam pelukan sang kakak.

Melihat Arga terdiam. Mera memilih melangkah cepat. Dia ingin masuk ke dalam rumah dan berendam agar otaknya yang mendidih menjadi dingin.

"Kembalilah, Mera," pinta Arga dengan suara tenang.

Mera menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke belakang, "Aku tidak mau kembali ke dalam pelukannya lagi, Arga!" desis Mera tajam.

"Jangan khawatir. Sampai kapan pun kamu tidak akan kembali ke dalam pelukannya. Karena dia yang kamu maksud sudah tenang di alam sana dengan segudang penyesalan yang ia bawa!" tegas Arga dingin.

Degg.

Tubuh Mera membeku. Apa maksud perkataan Arga? Dia sudah tenang di alam sana?

Mera berbalik. Dia menatap Arga penuh tanya.

"Dia sudah meninggal dan anak kalian sedang berjuang hidup di rumah sakit karena penyakit yang dideritanya. Aku ke sini datang untuk menjemput mu. Dengan harapan masih ada sisi keibuan di hatimu untuk dia … Mikayla. Anakmu dan Kak Vano!" jelas Arga dengan suara parau.

Bagai dihujam belati tajam tepat di jati Mera. Kakinya lunglai dan nyaris kehilangan keseimbangannya. Dia berpegangan pada pilar rumah.

Dadanya terasa sesak. Nafasnya tercekat mendengar fakta mantan suaminya telah meninggal dan anaknya sedang berjuang hidup di rumah sakit.

Meski sesak, air mata tak kunjung turun. Entah sekeras apa hati wanita itu sekarang.

"Pulanglah, Arga. Bukannya sudah pernah ku katakan dulu. Semua yang bersangkutan dengan pria itu. Aku tidak akan peduli!" ucap Mera berusaha tegar dengan raut wajah tenang.

Bola mata Arga nyaris melompat dari tempatnya. Sangat terkejut mendengar ucapan Mera.

Tega sekali wanita itu.

"Termasuk tidak mau peduli pada darah dagingmu sendiri?" tanya Arga dengan nada tinggi.

"Iya."

Setelah mengatakan itu Mera melanjutkan langkahnya. Arga marah besar, dia mengeluarkan sapu tangan dari sakunya lalu segera membekap mulut Mera. Wanita itu memberontak sebelum akhirnya kesadarannya menghilang.

"Maafkan aku, Mera. Aku sudah berjanji pada Mikayla akan membawa ibunya pulang suatu hari nanti," bisik Arga pelan.

*

*

Halo, Guys. Author kembali lagi dengan cerita baru. Terima kasih karena sudah membaca dan menunggu author kembali. Maaf kalau lama menghilang 🥺

Bersambung.

Jangan lupa like coment vote dan beri rating yah kakak.

Salem aneuk Nanggroe Aceh

Mera Adalah Nama Terlarang

Perlahan pemilik bulu mata lentik itu membuka mata. Netra coklatnya menelisik barang-barang di sekitar. Dia melihat nuansa putih dalam ruangan yang ia tempati. Bau obat-obatan menusuk indera penciumannya.

Di mana ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa di ada di tempat ini? Berbagai tanda tanya ada dalam benak wanita itu.

Hingga pintu ruangan terbuka menampilkan sosok pria yang sama sebelum dia jatuh tak sadarkan diri.

"Apa yang kamu lakukan padaku, Arga?" tanya Mera dengan pelan, tetapi penuh penekanan. Kepalanya berdenyut nyeri. Mungkin efek obat bius yang diberikan Arga amat kentara.

"Membawamu ke rumah sakit untuk menolong anakmu yang sekarat," balas Arga datar seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Mera mendengus dingin. Ingin rasanya dia menghajar Arga. Akan tetapi, tubuhnya masih sedikit lemah.

"Aku tidak mau menolong siapa pun!" bantah Mera yang masih berpegang teguh pada pendiriannya.

Dia sudah jenuh menolong orang lain. Atau mengorbankan diri demi kebahagiaan orang lain. Tidak akan mau lagi! Cukup di masa lalu dia bodoh dan lugu. Sekarang dia sudah dewasa dan mampu membedakan mana yang menguntungkan atau merugikan untuknya.

"Dia anakmu, Mera!" desis Arga penuh penekanan. Berharap wanita yang keras kepala ini sadar kalau sang anak sedang membutuhkan pertolongannya.

Mera menatap tajam Arga. Tatapan wanita itu berubah. Dulu ada banyak kehangatan dan kelembutan di dalamnya. Sekarang sudah tiada lagi. Hanya tersisa amarah dan dendam yang membara.

"Dia anak yang tidak pernah aku harapkan kehadirannya!" Mera berkata dengan sarkas. Entah sekeras apa hati wanita ini. Yang jelas terlalu pahit dan getir masa lalunya, sehingga mengubah wanita yang dulunya lembut nan manis menjadi kejam dan berhati dingin.

Arga yang kesal segera menggendong Mera. Wanita itu memberontak. Dia tidak suka diperlakukan sesuka hati Arga.

"Turunkan aku, Arga!" titah Mera dengan nada tinggi.

Namun, Arga menulikan telinganya. Dia membawa Mera menuju sebuah ruangan. Wanita itu tidak berani berteriak atau memberontak. Karena mereka sedang berada di rumah sakit.

Arga menurunkan Mera di depan pintu. Lalu membuka handle dan langsung menarik kasar tangan Mera membuat wanita itu meringis kesakitan.

"Lepaskan tanganku, Arga. Sakit–

Ucapan Mera terpotong saat dia melihat sosok gadis belia yang terlelap di atas ranjang rumah sakit. Gadis itu bernafas dengan bantuan medis. Ada beberapa alat medis yang tidak diketahui Mera terpasang pada tubuh gadis itu.

"Dia …," gumam Mera pelan. Wanita itu membawa langkahnya mendekati brankar. Tanpa sadar cairan bening keluar dari pelupuk mata dan membasahi pipinya.

Tangannya terulur ingin membelai pelipis gadis belia itu.

"Dia menderita anemia aplastik yang mengharuskan segera mendapatkan donor tulang sumsum belakang. Dokter memberi waktu paling lama dua Minggu. Bila dalam jangka waktu yang ditetapkan Mikayla belum juga operasi. Maka, dia–

"Aku siap mendonorkan sumsum tulang belakang ku," potong Mera cepat membuat Arga terhenyak.

Tanpa sadar seulas senyuman manis terpasang di wajahnya. Pria itu tampak ceria mendengar ucapan Mera.

Tubuh Arga tak bisa dikendalikan. Hatinya teramat bahagia. Dia mendekati Mera lalu memeluk wanita itu dari belakang. Tubuh kecil Mera tenggelam dalam pelukan Arga. Pria itu menyimpan wajahnya di ceruk leher Mera.

"Terima kasih … terima kasih, Mera. Terima kasih." Air mata tak dapat lagi dibendung. Keduanya menangis dalam diam. Sekeras apapun hati seorang ibu bila melihat sendiri kondisi anaknya yang amat menyedihkan membuat hatinya ikut terluka. Meski, rasa benci mendominasi. Namun, seorang ibu tetaplah malaikat tak bersayap untuk anaknya.

***

Operasi berjalan lancar. Rasa bahagia tak terbendung lagi. Keluarga besar Aditama menangis haru, karena Mikayla tak lama lagi akan sembuh.

Gadis belia itu tak lagi merasakan sakit yang amat dalam.

"Akhirnya, Ga. Ada yang mau mendonorkan tulang sumsum nya untuk Mikayla," ujar Sri; ibu Arga dengan suara parau.

"Siapa yang mendonorkannya, Ga? Papa mau memberikan hadiah untuk dia dan keluarganya," tanya Damar Aditama selaku ayah Arga.

Arga tersenyum tipis. "Mera …." Semua orang terkejut mendengar nama itu. "Mera Larasati, ibu kandung Mikayla. Gadis yang dulu menjadi korban pemerkosaan kak Vano," jelas Arga dengan sengaja membongkar identitas Mera.

Suasana haru itu berubah menjadi tegang dan mencekam, ketika nama terlarang bagi keluarga Aditama disebutkan oleh Arga.

Ya, Mera adalah korban pemerkosaan putra sulung Aditama.

*

*

Bersambung.

Jangan lupa like coment vote dan beri rating lima yah kakak.

Salem Aneuk Nanggroe Aceh 🤗🤗

Pelukan Pertama Mera & Mika

"Mama! Mama! Jangan tinggalkan Mika, Ma." Gadis belia itu mengigau dalam tidurnya membuat Arga yang sedari tadi berjaga langsung siap siaga menekan tombol nurse.

"Sayang … Mika, Nak. Bangun, Nak. Ini papa," ujar Arga lembut seraya membelai pipi Mikayla. Perlahan pemilik netra coklat yang sama indahnya dengan Mera terbuka.

Gadis belia itu meneteskan air matanya di kala yang pertama kali dia lihat adalah wajah sang ayah.

"Papa." Lirihnya parau membuat Arga tanpa sadar meneteskan air matanya. Dia mengecup pelipis sang anak dengan penuh kasih sayang.

"Iya, Nak. Ini papa."

Pintu ruangan terbuka. Dokter masuk ke dalam ruangan guna memeriksa keadaan Mikayla. Senyuman cerah terpasang di wajah dokter tua. Cukup merasa bahagia melihat gadis kecil yang selama ini sakit perlahan sembuh.

"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Arga serius.

"Baik, sangat baik. Tidak akan lama lagi Nona Mika sudah bisa bermain seperti anak seusianya," balas sang dokter dengan senyuman tulus tak luntur dari wajahnya.

Hati Arga menghangat mendengarnya. Dia langsung melabuhkan kecupan di seluruh wajah sang anak.

"Terima kasih, Sayang. Karena sudah mau berjuang hidup," bisik Arga pelan.

Mikayla melirik ke segala penjuru ruangan. Tak ia temukan wanita cantik yang biasa dia panggil mama dalam mimpi.

"Mama di mana, Pa?" tanya Mika lembut dengan suara imutnya membuat tubuh Arga terhenyak. "Muka mau ketemu mama, Pa," sambung gadis itu lagi.

*

*

Mera menghela nafas berat. Berada di rumah sakit selama tiga hari sangat membosankan. Untung saja dokter sudah mengizinkannya pulang hari ini. Dia sudah bersiap-siap. Wanita itu tak memiliki apa pun. Hanya pakaian dan sendal yang ia pakai sebelumnya.

Mera membawa kakinya melangkah keluar. Baru berada di depan pintu dia bertemu dengan Arga yang kini berada di hadapannya.

"Mau ke mana kamu?" tanya Arga datar, ketika melihat Mera sudah rapi.

Usia keduanya terpaut enam tahun. Mera berusia 22 tahun, sedangkan Arga 28 tahun.

"Tugasku sudah selesai. Aku ingin kembali ke desa," balas Mera tak kalah datar. Nyaris tak ada emosi di wajah wanita itu.

"Sayangnya tugasmu belum selesai." Tanpa menunggu bantahan Mera, Arga langsung menarik tangan wanita itu kasar.

Mera hanya bisa pasrah. Percuma melawan, dia tetap kalah. Karena Arga. memang tipikal pria keras kepala dan ambisius.

*

*

Saat tiba di ruang rawat Mika. Arga menghentikan langkahnya. Dia harus berdiskusi dengan Mera terlebih dahulu, agar wanita itu tidak berbuat ulah di dalam.

"Aku mohon, bicaralah dengan Mika. Dia sangat merindukanmu," pinta Arga serius membuat Mera memutar matanya malas.

"Tapi aku tidak rindu padanya," balas Mika santai membuat Arga menggertak giginya.

"Berhentilah membohongi dirimu sendiri. Aku tahu siapa kamu, Mera. Sekarang ikut bersamaku dan temui Mika."

Arga membuka pintu dan membawa Mera masuk. Semua orang yang berada di dalam sana mengalihkan atensi kepada Mera.

"Mera," gumam Sri pelan.

Mera memasang wajah datar. Dia tidak mau bertatapan dengan semua orang yang ada dalam ruangan, kecuali Mika.

Gadis belia itu tersenyum cerah, ketika melihat sang ibu datang.

"Mama!" pekik Mika semangat dengan mata berbinar. Dia merentangkan kedua tangannya minta dipeluk.

Dengan perasaan campur aduk. Mera mendekati Mika dan memeluk gadis itu.

"Mama! Mika rindu. Tolong jangan pergi lagi. Mika janji tidak akan nakal, asalkan Mama ada bersama Mika," pinta gadis itu dengan suara parau.

Iya, Mika menangis sesenggukan dalam pelukan ibunya. Pelukan pertama yang ia dapatkan.

Permintaan gadis kecil itu mampu membuat semua orang dewasa di sana meneteskan air mata.

Oh, Mika yang malang.

*

*

Bersambung.

Jangan lupa like coment vote dan beri rating yah kakak

Salem Aneuk Nanggroe Aceh

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!