"Ayolah, Zara. Tolong bantu Aku, please," pinta Hana memelas.
Terhitung sudah sembilan kali Hana meminta kepada Zara untuk membantunya. Tetapi Zara terus menerus menolak sebab permintaan sahabatnya kali ini sangat di luar nalar.
Bagaimana tidak. Zara di minta untuk menggantikan posisi Hana untuk menemui pria yang akan di jodohkan dengannya. Tentu saja Zara menolak, selain tidak ingin terlibat, Zara juga tidak ingin timbul masalah baru setelah Ia menyetujuinya.
Jika sekali lagi Hana meminta, Zara bersumpah akan menghadiahi Hana lakban, agar Gadis itu berhenti meminta.
Hana menyugar rambut panjangnya ke belakang, menghembuskan nafasnya pelan. Kemudian Ia berpindah posisi dari yang duduk di kursi, berpindah duduk bersimpuh di hadapan Zara. Membuat Gadis itu melotot.
"Sudahlah Han. Mau sampai seratus kali pun kamu meminta, Aku nggak bakalan mau. Karena apa, karena Aku nggak mau berbohong. Dosa Hana!" keluh Zara
"Sekali doang Zara. Gini aja deh. dosa Kamu, biar Aku yang tanggung. Bagaimana?" tawar Hana menaik turunkan alisnya.
"Emang bisa, gitu? "
"Bisalah, serahin semuanya sama Aku. Mau ya?" Hana mulai mengeluarkan jurus mautnya. Memperlihatkan wajah gemas serta mata yang berbinar lucu.
Namun, bukannya mendapatkan apa yang Ia mau, Hana justru mendapatkan lemparan botol air mineral kosong dari Zara.
'bugh'
"aaww!" pekik Hana
"Jangan ngaco deh jadi orang. Lagian, kenapa nggak kamu temuin dulu sih. Siapa tahu tuh cowok cakep. Kan lumayan," ucap Zara
Saran dari Zara sebenarnya ada benarnya, hanya saja Hana yang sudah memiliki kekasih pun enggan, ia juga khawatir jika pria yang akan dijodohkan dengannya justru menyukai dirinya. Sungguh sangat percaya diri sekali.
"Dih, malesin banget. Cakepan juga cowokku kemana-mana! " tolak Hana
"Ya ya ya, terserah Kamu saja! "
"Berarti Kamu setuju dong?" tanya Hana memastikan.
"ENGGAK! " pekik Zara.
Gadis itu beranjak dari kursi, berlalu ke dalam kamar. Meninggalkan Hana yang tengah kelimpungan di teras kosan Zara.
***
Malam semakin larut, setelah Hana berpamitan pulang dengan hasil yang tidak memuaskan, Zara masih belum bisa memejamkan matanya yang lelah, padahal waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Ia kembali teringat akan permintaan konyol sahabatnya yang memintanya agar mau menggantikannya menemui Devano. Pria yang akan di jodohkan dengan Hana.
Ada rasa enggan karena tak ingin berurusan dengan orang yang tidak penting, juga ada rasa ingin menolong. Mengingat, Hana adalah sahabat terbaik yang selalu ada dan membantunya disaat ia susah maupun senang.
"Lama-lama, Aku bisa ikutan gila kalau begini terus," gumam Zara.
Tak ingin ambil pusing, Zara segera mencoba kembali memejamkan matanya untuk segera tidur, ia ingin barang sejenak melupakan kisah rumit hidupnya.
***
Siluet sang surya menembus melalui celah kamar Zara yang tak tertutup gorden, membuat Gadis berambut sebahu itu mengerjapkan matanya dan perlahan membukanya.
"Perasaan baru aja merem, udah pagi aja," gumam Zara.
Gadis itu beranjak dari atas kasur busanya, menyambar ponsel yang Ia letakkan di atas nakas. Mata indahnya melotot, melihat jam yang menunjukkan pukul enam pagi.
"Astaga! Mati Aku. Kemarin kan di suruh si Bos buat ke Restoran yang baru, pukul enam pagi. Kenapa bisa telat bangun sih,"
Tak ingin kembali membuang waktu, Zara segera berlari ke kamar mandi. Mencuci wajah dan menggosok gigi kemudian bersiap untuk berangkat bekerja. Inilah kebiasaan buruk Zara, ketika ia sedang di buru waktu, maka jalan ninjanya adalah tidak mandi.
Zara segera memacu kuda besinya dengan kecepatan tinggi. Menembus kemacetan yang mengular meskipun hari masih sangat pagi.
Pagi ini Zara dan beberapa rekan kerjanya di tunjuk untuk membantu cabang restorannya yang hari ini baru akan di buka. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kosan, hanya saja karena macet, waktu yang harus ia tempuh menjadi dua kali lipat dari yang seharusnya.
Beberapa kali ponselnya berdering, beberapa kali pula Ia mengumpat kesal, harusnya semalam dirinya tak meladeni rengekan Hana yang membuatnya harus bangun kesiangan seperti ini.
Jalanan sedikit lenggang, segera Zara menaikkan kecepatan sepeda motornya berharap segera sampai di restoran. Tetapi baru saja beberapa detik menaikkan kecepatan motornya, di depannya, ada sebuah mobil yang mendadak berhenti, membuat Zara kalang kabut dan menurunkan kecepatan serta menekan kuat rem sepeda motornya.
Brak!
Rupanya usahanya kurang maksimal, mobil di hadapannya tetap tercium oleh motor kesayangannya hingga penyok di bagian belakang.
Zara gemetaran, tetapi mencoba untuk bersikap biasa saja. Gadis itu segera turun dari motor, diikuti oleh pengemudi mobil yang juga turun dari mobilnya.
"Woy! Kalau bawa mobil hati-hati dong, jangan asal ngerem mendadak kayak gini. Ketabrak kan jadinya! " Sungut Zara kesal.
Padahal Gadis itu yang menabrak, tetapi justru pengendara mobil yang ia salahkan.
Pengendara mobil itu juga ikut marah, bukan Ia yang menginginkan untuk berhenti, tetapi karena lampu lalu lintas yang sudah berganti warna menjadi merah. Membuatnya harus berhenti.
"Mata kamu buta atau apa, hah? Tuh lihat, lampunya merah, semua orang pada berhenti. Kalau nggak bisa bawa motor, lebih baik jalan kaki aja lah! " sentak Pria pemilik mobil dengan menunjuk lampu lalu lintas di depan sana.
Zara melotot, sedetik kemudian Ia menunduk, merasa malu dan bersalah.
"Ma-maafkan saya, saya tak sengaja," cicitnya lirih.
Nyali gadis itu seketika menciut kala menatap pria di hadapannya yang ternyata juga tengah menatapnya dengan tatapan tajam
Dalam hati, Gadis itu merutuki dirinya yang begitu ceroboh. Hanya karena terlambat, Ia justru merugikan orang lain.
Zara kembali menatap pria di hadapannya yang terlihat menyeramkan, sorot matanya yang tajam membuatnya merasa di intimidasi.
"Saya akan mengganti semua kerugian anda, saya benar-benar minta maaf,"
Suara klakson saling bersahutan, menandakan lampu telah berganti warna. Meminta mereka untuk melajukan kembali kendaraannya.
"Ck, menyusahkan sekali. Memangnya kamu bisa mengganti semua kerugiannya? Mobil saya ini mahal. Mana nomor teleponmu, Aku akan kirimkan rinciannya nanti,"
Setelah mendapatkan nomor telepon berikut foto dan nama lengkap Zara, Pria itu kembali masuk ke dalam mobilnya kemudian melenggang pergi meninggalkan Zara yang masih mematung di pinggir jalan.
"Apes banget sih hari ini," runtuknya kesal.
Mengabaikan bagian motornya yang pecah, Zara kembali melajukan motornya, kali ini dengan kecepatan sedang cenderung pelan, Ia tak ingin kejadian yang sama terulang kembali.
Lima menit kemudian,
Zara telah memasuki area parkiran restoran. Disana beberapa sepeda motor telah berjejer rapi, sepertinya teman-temannya sudah datang.
Setelah mengunci dan menaruh helm dengan rapi, Zara berlari memasuki restoran. Dengan napas terengah-engah, Zara memecah keneningan.
"Maaf, telat!" Ucapnya dengan sedikit keras, membuat semua orang yang tengah berdoa seketika menoleh kearahnya.
Pak Hari, manager restoran disana melotot tajam ke arah Zara. Karyawan teladan yang sering kali terlambat.
"KAU TERLAMBAT LAGI? " pekiknya menggema.
Di sebuah ruangan yang di dominasi warna putih, tampak seorang Pria dengan rahang tegas dan sorot mata yang tajam, tengah bergelut dengan pekerjaannya.
Hari ini Ia sangat sibuk. Mengurus beberapa berkas yang akan di gunakan untuk kerjasama dengan beberapa perusahaan luar, juga beberapa pekerjaan lainnya.
Mood Pria itu sedari awal sudah hancur, sebab masih sepagi ini, dirinya sudah mendapatkan kesialan. Di awali ketika baru saja Ia berangkat bekerja, mobil kesayangannya sudah di tabrak oleh Gadis songong yang membuat darahnya hampir mendidih. Pun ia juga terus menerus di teror oleh sang Kakek.
Pria itu mencoba untuk fokus, tetapi, lagi dan lagi, fokusnya kembali terpecah. Seolah, suara cempreng Gadis itu kembali terngiang di kepalanya.
Pintu di ketuk dari luar, membuyarkan lamunannya. Setelah mengizinkan orang di luar untuk masuk, Pria itu kembali menatap beberapa berkas di hadapannya.
"Permisi, Tuan Devano. Saya ingin mengingatkan jika pukul sembilan nanti, anda sudah harus tiba di restoran, seperti yang sudah di jadwalkan," Ucap Tiara, sekretaris Devano.
"Ya, nanti kamu ingatkan saya lagi," jawabnya datar dengan tatapan masih terarah pada berkas berkasnya.
"Baik, kalau begitu saya permisi," pamit Tiara.
Gadis itu sudah terbiasa dengan sikap dingin Devano, sehingga mau seketus dan sedingin apapun jawaban dari atasannya itu, Dirinya sudah kebal.
Setelah mencoba fokus, kini semua pekerjaan Devano pagi ini telah selesai. Pria itu melirik jam pada ponselnya yang menunjukkan pukul delapan lebih tigapuluh menit.
Ia kemudian beranjak dari duduknya, hendak keluar dari ruangan menghampiri Tiara, sekretarisnya. Tetapi pintu tiba-tiba di buka dari luar tanpa di ketuk. Devano tahu siapa itu, Itu adalah Kakeknya.
Sebab hanya sang Kakek saja yang berani masuk ke dalam ruangannya dengan bebas tanpa harus meminta persetujuan dari dirinya.
Lelaki tua, dengan tongkat di tangan kanannya berjalan pelan mendekatinya. "Dasar bocah gemblung! Kamu itu kemana saja. Kakek telepon tapi nggak pernah kamu angkat?"
Kakek Seno sangat kesal, sebab sudah hampir dua hari ini, Devano tidak bisa di hubungi, hingga membuat dirinya harus datang ke kantor yang sudah lama Ia tinggalkan.
Devano berdecak kesal, Pria itu paham, maksud sang kakek mencari dirinya hingga ke kantor. Apalagi jika bukan tentang perjodohan.
Dua hari yang lalu, sang kakek memintanya untuk menyetujui kencan buta dengan gadis pilihan kakeknya. Tapi lagi dan lagi, Devano kembali menolak, dengan alasan yang sama. Tidak tertarik dengan wanita.
Tahun ini Devano akan berusia 30 tahun, tetapi ia sama sekali tidak menunjukkan ketertarikannya kepada wanita, hal itu membuat kakek Seno khawatir. Terlebih Devano adalah cucu tunggal, yang akan mewarisi seluruh kekayaannya, sehingga Ia akan melakukan berbagai cara agar Devano memiliki pasangan dan menikah.
"Ada, di rumah. Kakek kenapa pagi-pagi udah kesini?" tanya Devano basa basi, Devano sungguh jengah berhadapan dengan sang Kakek.
"Dasar cucu durhaka! Kamu itu, bukannya tanya kabar kakek, malah tanya seperti itu. Denger apa kata kakek. Hari sabtu besok, kamu harus bersedia kencan buta dengan anaknya temen papamu, mereka semua sudah setuju dan jika cocok, maka kamu dan Dia akan langsung menikah!" tegasnya, membuat Devano ingin melayangkan protes. Tetapi, belum sempat Ia angkat bicara, tangan Kakek Seno sudah terangkat lebih dulu, yang menandakan dirinya tak ingin di sanggah.
"Kakek minta sekali ini saja, Devano. Kamu turuti keinginan Kakek." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Kakek Seno segera berbalik dan keluar dari ruangan Devano.
Devano mengusap wajahnya dengan kasar, sungguh perjodohan bukanlah keinginannya, sebab dirinya saat ini hanya ingin menikmati hidup tanpa harus di kekang oleh makluk yang bernama wanita.
"Haish, bodoamat lah, masih lama juga." Devano kembali berjalan keluar ruangan, menghampiri Tiara dan mengajaknya ke Restoran barunya.
***
D'RESTO2
Alunan musik terdengar mengalun merdu.
Tampak semua karyawan yang berada disana tengah sibuk mempersiapkan segala hal agar acara pembukaan restoran baru mereka berjalan dengan lancar.
Begitu juga dengan Zara. Gadis itu baru saja mendapatkan siraman kalbu pagi hari bersama Manager restoran, dan sekarang ia tengah berada di dapur untuk kembali bekerja.
Sudah menjadi rahasia umum, jika Zara seringkali terlambat, bahkan disana Ia juga mendapatkan julukan spesial, yaitu Si Siput. Tetapi, meski begitu, baik manager maupun teman-temannya sangat menyayangi dirinya.
Pembawaannya yang asik dan mudah berbaur serta bisa mengerjakan pekerjaan apapun menjadi daya tarik tersendiri darinya.
Kini Zara tengah di hadapkan dengan alat-alat kebersihan. Ia di minta pak Hari untuk membersihkan dapur sebelum nanti ikut bergabung dengan teman-teman waiters lainnya.
'Hah, untung cuma di suruh bersih-bersih dapur, nggak kebayang kalau di suruh ngebersihin dosa-dosa mereka. Bisa jantungan aku!' kembali Zara bergumam pelan, memberikan afirmasi positif untuk tubuhnya.
"Kalau jantungan nanti Saya panggilin ambulans kesini," sindir pak Hari yang rupanya mendengar gumaman Zara.
Awalnya Pria itu hendak mengecek pekerjaan Zara, tetapi Ia justru mendengar gumaman Gadis itu.
Zara tampak salah tingkah, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"E-eh Pak Hari. Ada yang bisa Saya banting, eh bantu, Pak?" tanyanya pelan dengan senyum di buat semanis mungkin.
"Kamu ini, kerja yang bener! Sebentar lagi pemilik restoran ini akan tiba, saya harap Kamu tidak membuat masalah di hadapan pak Bos," pesan pak Hari
"Baik, siap Pak. Zara berjanji tidak akan membuat ulah di depan pak Bos!" Seru Zara bersemangat. Gadis itu bahkan langsung tegap dengan tangan posisi hormat.
"Jangan janji-janji, tapi buktikan. Paham?"
"SIAP PAHAM!" teriaknya.
Zara sudah lama menantikan moment ini, moment dimana dirinya bisa bertemu dengan bos besar pemilik restoran tempat ia bekerja. pasalnya, selama Zara bekerja di restoran, ia belum pernah satu kali pun bertemu dengan bosnya. itu karena memang bosnya memiliki usaha lain, sehingga jarang sekali berkunjung ke restoran.
Ruangan dengan nuansa modern itu tampak ramai. Beberapa pengunjung telah mengambil tempat duduk karena sebentar lagi acara pembukaan restoran segera di mulai.
Di luar, tampak beberapa orang tengah berdecak kagum kala melihat seorang Pria muda berperawakan tinggi, tegap, turun dari mobil.
Devano tersenyum tipis kemudian mengangguk, pada beberapa pengunjung yang menatap lapar kearahnya. Tak di pungkiri ketampanan dan aura kepemimpinannya memang sangat luar biasa sehingga banyak wanita mulai dari kalangan biasa hingga kalangan teratas dengan sukarela merendahkan dirinya hanya untuk menarik simpati dari Devano.
Tapi lagi dan lagi, pria itu sama sekali tidak tertarik dengan mereka yang mendekat, ia justru jijik dan menganggap semua wanita itu sama. Sampah.
Devano masuk bersama Tiara di samping kanannya. Pria itu tampak puas setelah melihat isi dalam restorannya.
'Mereka memang selalu bisa diandalkan!' batin Devano
Acara berlangsung meriah, meskipun tidak banyak yang di undang, tetapi hal itu tidak mengurangi kemeriahannya. Setelah selesai memberikan beberapa patah kata dan memotong tali pita sebagai tanda jika restoran itu resmi dibuka, Devano mempersilahkan tamu yang datang untuk berkeliling dan menikmati hidangan yang sudah di sediakan.
Devano, dengan di dampingi Tiara, di giring oleh pak Hari menuju salah satu meja yang memang di khususkan untuknya, selaku pemilik restoran.
"Ra, gimana ya caranya supaya kakek berhenti menjodohkan aku? jujur saja aku sangat lelah dengan sikap kakek," tanya Devano tampak frustrasi.
Pria itu baru saja mendaratkan bobot tubuhnya di atas kursi bersebrangan dengan Tiara dan langsung mengutarakan isi hatinya pada sang sekretaris
"Mohon maaf pak Devano, bukan saya tidak ingin menjawab, hanya saja hal ini terlalu pribadi, untuk saya memberikan solusi," jawab Tiara sopan.
"Ck, kamu selalu saja lupa. Kalau kita sudah diluar area kantor, kamu bisa bicara bebas dengan ku!" kesal Devano
Tiara menutupi bibirnya sembari terkekeh, "oke-oke, baiklah. Aku akan bicara sebagai sahabat, bukan sekretaris mu." Tiara membenarkan duduknya kemudian menatap Devano.
"Kalau aku boleh kasih saran sih, lebih baik kali ini, kamu turuti permintaan kakek Seno. Toh siapa tahu setelah ini kakek Seno nggak lagi-lagi, buat jodoh-jodohin kamu sama anak kenalan beliau," saran Tiara
"Jadi kamu mendukung rencana kakek buat jodohin aku, begitu?" sinis Devano
"Nggak gitu juga kali, Dev. Tapi apa salahnya sih mencoba. Toh kalau kamu nggak tertarik, kamu bisa menolaknya. Yang penting kan, kamu sudah memenuhi permintaan kakek," jelas Tiara santai
"Nggak usah gegabah, coba pikirkan dulu perkataan ku tadi," sambungnya.
Tiara segera mencicipi makanan yang dihidangkan untuknya, sesekali gadis itu melirik kearah Devano yang tampak termenung sesaat setelah ia selesai memberi saran.
Devano terdiam, mencerna kata demi kata yang diucapkan oleh sahabat sekaligus sekretarisnya itu. Sedetik kemudian kepalanya tampak mengangguk, seulas senyum terlihat merekah dari bibir indahnya.
"Sepertinya idemu tidak terlalu buruk untuk dicoba," ujarnya kemudian beranjak dari duduknya
"Mau kemana?" tanya Tiara
Devano tampak mengangkat ponselnya, memperlihatkan pada Tiara, "menghubungi seseorang."
"Semoga sukses!" seru Tiara kemudian melanjutkan makannya.
***
Disudut lain, di tempat yang sama. Zara tengah menggerutu sebab salah satu temannya yang bertugas membersihkan piring kotor berhalangan hadir sehingga pak Hari langsung menunjuk dirinya untuk menggantikannya.
Bukan karena Ia tak terima, hanya saja Ia sangat penasaran dengan Bos besarnya yang sangat misterius itu. Sudah hampir empat tahun Zara bekerja di restoran, tetapi tidak satu kalipun Zara melihatnya.
Jika Zara bertanya mengenai bos besarnya maka pak Hari akan selalu menjawab jika Bos besarnya selalu memantau restoran dari jarak jauh, dan jika ada kepentingan mendesak, maka Pak Hari lah yang mendatangi Bosnya.
"Halah, paling-paling juga mukanya jelek, makanya sembunyi terus, yang gentleman dong. Katanya laki, masak malu!" cibirnya sembari meneruskan mencuci piring kotor.
***
Zara keluar dari restoran dengan wajah lesu. Pekerjaannya hari ini sangatlah melelahkan, mungkin karena hari pertama sehingga restoran sangat ramai, apalagi dirinya mengerjakan semuanya sendiri. Tetapi mengingat teman-temannya yang lain juga sama, Zara tidak terlalu sedih.
Ia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, memutar ke kanan dan ke kiri untuk melemaskan ototnya. Hari sudah sangat larut, teman-temannya sudah pulang, sedangkan dirinya baru keluar restoran. Itu karena pak Hari meminta Zara menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu sebelum pulang.
Zara berjalan menuju parkiran yang terletak di samping bangunan restoran dengan langkah gontai. Sesampainya di parkiran, Matanya melotot, sebab di sana, di atas motornya, Hana sudah duduk cantik dengan memakan camilan sambil tersenyum kearahnya.
Hana melambaikan tangan ke arahnya, "Ayo kita pulang, Neng."
Dengan tergesa-gesa Zara menghampiri Hana yang masih asik dengan camilannya.
"Kamu ngapain disini?" tegur Zara begitu sampai di hadapan Hana
"Nungguin kamulah, ngapain lagi coba?" jawabnya santai
Hana kemudian turun dari atas motor, mempersilahkan Zara untuk segera naik, itu karena dirinya tidak bisa mengendarai kendaraan roda dua.
"Segala pakai baju putih, rambut di gerai. Udah kayak hantu penunggu parkiran aja kamu tuh!" sindir Zara, kemudian segera menaiki motornya
"Mana ada hantu secantik ini, suka ngasal kalau ngomong!" kesal Hana yang juga ikut naik ke jok belakang
Zara tak menyahut, dirinya langsung menyalakan mesin motornya, dan melajukan dengan kecepatan sedang.
"Jadi gimana, Ra? Mau kan?" tanya Hana tiba-tiba
Bersambung
Hai, kembali lagi dengan Nad di sini 🤗🤗
Gimana kabar kalian? semoga sehat di manapun kalian berada ya😉
Jangan lupa like, komen, dan vote juga yah🥰🥰
Ah iya, jangan lupa di subscribe supaya bisa tahu kalau Nad upload bab baru ya😍
Salam sayang untuk kalian semua 💕💕💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!