"Sudah siap, Lexa?"
Seorang gadis berambut coklat menoleh menatap kesumber suara. Di sana, tepat di depan pintu kamarnya Ariane–sang Ibu memperhatikannya dengan senyum tipis di bibirnya.
Alexa menutup kopernya. Telihat sekali raut wajah tidak bersemangat dari gadis itu. Menghela napasnya Alexa berucap.
"Lexa tidak apa-apa tinggal di rumah sendiri, mom."
Itu kalimat yang sudah berulang kali diucapkannya. Ariane masuk lebih dalam menghampiri anaknya. Wanita itu duduk di samping Alexa yang kini sudah membuang pandangannya ke luar jendela kamar.
"Mommy akan khawatir, sayang." Ariane memegang tangan Alexa, berharap anaknya itu akan luluh."Hanya 3 minggu setelah urusan mommy selesai kita bisa tinggal sama-sama lagi," lanjutnya memberi senyum pada Alexa agar gadis itu yakin akan ucapannya.
"3 minggu tidak lebih."
Mobil berhenti di halaman rumah besar. Alexa turun mengikuti Ariane yang sudah lebih dulu keluar dari dalam mobil. Berkali-kali ia memantapkan hatinya agar sedikit bisa menerima kepindahannya sementara waktu. Namun tetap saja, di dalam hatinya Alexa tidak suka jika harus beradaptasi lagi meski hanya untuk sementara waktu.
Ia memandang bangunan di depannya. Rumah yang lebih cocok disebut mansion dengan gaya eropa bercat yang di dominasi hitam dan putih. Sebesar apa pun tempat yang akan ia tinggali. Jika hatinya tidak nyaman maka itu tidak mampu merubahnya.
Alexa menyusul langkah Ariane yang sudah sampai pada pintu masuk rumah. Bersamaan dengan dirinya yang tiba tepat di samping Ariane. Seorang pria dengan kaos polos dan celana bahan terlihat menghampiri mereka.
"How are you, sis?"
"Selalu baik-baik saja," jawab Ariane tersenyum lebar lalu menyambut pelukan pria di depannya.
"My niece?"
"Iya, ini Alexa anak aku dan keponakan kamu. Dia yang akan tinggal di sini."
Alexa sebisa mungkin menarik bibirnya agar membentuk senyuman. Ia masih tahu caranya bersikap sopan santun dengan seseorang yang lebih tua. Setidaknya tidak terus memasang wajah masam adalah salah satu ia menghormati pemilik rumah.
"Aku sudah kenal dia, kak. Jadi tidak perlu mengenalkannya ulang." Ariane terkekeh mendengar itu."Sudah lama tidak bertemu, siapa tahu kamu lupa."
"Tidak."
Ariane menarik Alexa pelan untuk semakin dekat padanya."Lexa, kamu pasti sudah lupa dengan unclemu ini."Merasa yang dikatakan Ariane memang benar. Ia mengangguk, dirinya memang tidak ingat siapa pria yang kini berdiri di hadapannya.
"Ini uncle Darrel, paman kamu dari daddy. Paman Darrel ini adik dari daddy kamu." Alexa mendengarkan penjelasan Ariane."Uncle Darrel belum lama tinggal di sini, dulu uncle Darrel tinggal jauh dari kita itu alasan kenapa kamu tidak mengenalnya, terakhir bertemu waktu Alexa umur 6 Tahun ya Rel, benar?"
Darrel mengangguk."Iya, tapi aku tidak lupa sama Alexa, keponakan aku," katanya jujur.
Sedangkan Alexa hanya diam tidak tahu harus ikut mengisi percakapan seperti apa. Tapi yang ia tahu, dirinya memang tidak mengingat siapa sosok Darrel, bahkan merasa pernah bertemu pun rasanya tidak.
"Aku tidak bisa lama-lama, Darrel. Aku titip Alex sama kamu ya."
"Tidak perlu khawatir, kak. Alexa aman bersama aku."
Ariane bernapas lega mendengarnya. Wanita itu beralih menatap anaknya yang berada di sebelahnya. Ariane menangkup wajah Alexa lalu memasang senyum terbaiknya.
"Mommy pergi ya, jaga diri kamu dan nurut kata uncle Darrel."
"Kabarin Lexa terus mom, Alexa tetap lebih penting kan dari pada kerjaan mommy yang menumpuk itu?" Ucapan gadis itu membuat Ariane tersenyum semakin lebar.
"Tentu."
Kecupan di kedua pipi Alexa menjadi salam perpisahan keduanya. Mobil Ariane pergi meninggalkan halaman rumah. Alexa menghela napasnya menyadari bahwa kini ia jauh dari mommy-nya.
"Kamar kamu ada di lantai dua, Alexa. Ikut dengan Anna biar dia yang antarkan kamu."
Usapan pelan di kepalanya Alexa dapat dari Darrel. Hanya senyum tipis yang bisa ia lihat dari wajah unclenya itu. Setelahnya Darrel berlalu meninggalkannya. Alexa tidak tahu apa hidup 3 minggu di rumah ini akan menyenangkan, sebab ia juga tidak tahu banyak bagaimana sifat unclenya sendiri. Namun ia tidak ingin memikirkan nasibnya di rumah ini lebih jauh. Alexa memilih mengikuti langkah seorang pelayan rumah yang akan mengantarkannya ke dalam kamar barunya.
...
Baru 2 jam kepergian Ariane. Tapi kini Alexa sudah berkali-kali mengirim pesan pada mommy-nya itu. Ia tidak tahu harus melakukan apa di tepat tinggalnya yang baru. Sedari tadi ia hanya bisa berdiam diri di dalam kamar. Ingin keluar namun ia yakin dirinya juga tidak tahu harus kemana di rumah yang besar ini.
Beberapa jam lagi waktunya makan siang. Alexa tidak tahu apa dirinya akan di kasih makan oleh pamannya itu. Tapi sepertinya pria itu tidak sekejam yang ia pikirkan. Mana mungkin Darrel akan menelantarkannya begitu saja.
Alexa tersenyum menatap layar ponselnya saat mendapatkan balasan dari Ariane. Mereka tidak pernah berpisah seperti ini. Jadi untuk Alexa ini hal baru yang sebenarnya cukup sulit untuknya. Hampir 4 tahun tinggal hanya dengan Ariane membuat Alexa begitu bergantung pada wanita itu. Makanya ia keberatan saat tahu mommy-nya harus melakukan perjalanan keluar negeri untuk pekerjaannya.
Mungkin kalau daddy-nya masih ada. Ariane pasti tidak perlu bekerja sekeras ini untuk menghidupi Alexa. Meletakkan kembali ponselnya setelah memberi balasan pada pesan Ariane. Alexa berjalan membuka pintu saat seseorang mengetuknya.
"Tuan Darrel menyuruh nona siap-siap untuk makan siang."
Sepeninggalan Anna–wanita yang tadi juga mengantarnya ke dalam kamar. Alexa mulai turun melewati anak tangga. Di lantai bawah tepat di meja makan Darrel sudah duduk di atas kursi.
"Makan yang banyak, Alexa. Kalau menu-menu di sini tidak ada yang kamu suka sampaikan pada pelayan agar menggantinya."
"Tidak, om--,"
"Not om, but uncle."
Alexa mengangguk saat Darrel memandangnya memberi peringatan."Tidak perlu, uncle. Makanannya sudah cukup," katanya melanjutkan kalimat yang sempat terpotong.
"Kalau begitu nikmati semua yang ada, selamat makan."
Suasana di meja makan begitu hening. Kini yang dirinya pikirkan, apa Darrel benar tinggal sendiri. Sebab sampai acara makan siang keduanya selesai. Tidak ada siapa pun yang ikut bergabung di meja makan. Hanya Alexa dan pria itu yang menikmati makan siang. Ia lupa bertanya pada Ariane tentang Darrel lebih jauh.
Alexa meminum air putih sebagai penutup dalam kegiatan makannya. Ia tetap diam di meja makan karena saat ini unclenya juga belum terlihat bangkit dari duduknya. Jika ia pergi meninggalkan meja makan, sudah jelas ia akan dinilai tidak sopan oleh Darrel.
"Ada yang ingin ditanyakan, Alexa?"
Ia mengangkat kepalanya dan menatap Darrel yang juga sedang memandangnya. Alexa diam sejenak saat pertanyaan itu terlontar kepadanya. Apa raut wajahnya sangat terbaca kalau dirinya sedang bingung sampai Darrel mengeluarkan pertanyaan itu padanya. Tidak ingin terus bertanya-tanya di dalam hati tanpa dapat jawaban. Alexa memberanikan diri mengeluarkan suaranya.
"Uncle tinggal sendiri?"
Beberapa detik tidak ada jawaban. Alexa harap-harap cemas apa pertanyaannya salah.
"Mommy kamu tidak memberi tahu?" Gelengan di kepala Alexa membuat Darrel tersenyum."Ya, uncle tinggal sendiri dan belum menikah," jawabnya.
"Tapi sekarang sudah ada kamu, jadi sudah tidak sendiri lagi."
...
"Susu untuk kamu sebelum tidur."
Alexa buru-buru bangun dari tidurannya saat Darrel masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi. Ia menarik selimut dengan cepat, cukup terganggu dengan kehadiran pria itu sebab dirinya saat ini sudah menggunakan dress tidur yang cukup terbuka. Itu kebiasaannya di rumah, ia selalu menggunakan mini dress saat akan tidur. Seharusnya Alexa tidak membawa kebiasaannya sampai di sini. Karena ia bukan sedang tinggal bersama mommy-nya
Segelas susu putih pria itu letakkan di atas nakas tepat di samping kasur Alexa. Matanya terus memandangi Alexa membuat gadis itu berusaha menyadarkan Darrel.
"Thanks uncle, tapi lain kali tidak perlu, Lexa bisa ambil sendiri." Kalimatnya sedikit ia beri penekanan. Agar unclenya itu tahu kalau ia tidak suka dengan tindakkan pria itu yang masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Meski rumah ini milik Darrel tetapi tetap saja pria itu harus bisa bersikap sopan. Salahkan juga dirinya karena lupa menguncinya dari dalam.
"Mommy kamu bilang sebelum tidur dia selalu melakukan ini, jadi uncle mencoba gantikan perannya."
"Alexa bisa siapin sendiri. Jadi uncle tidak perlu repot-repot bawain ke kamar Lexa."
"Untuk kamu tidak ada yang repot bagi uncle." Senyum tipis namun menyeramkan bagi Alexa tercetak di bibir pria itu.
"Sweet dreams, sweetie."
Pintu kembali tertutup. Jika berpikir normal mungkin kejadian barusan memang adalah hal yang wajar. Bentuk peduli paman kepada keponakannya. Tapi tidak untuk Alexa saat ini. Ia merasa khawatir berada di dekat Darrel. Entah mungkin karena sebelumnya mereka tidak pernah dekat jadi Alexa merasa perlakuan pria itu tidak bisa di terima oleh pikirannya atau memang sebenarnya Darrel tidak seharusnya melakukan itu sampai rela mengantar segelas susu ke kamarnya dengan kaki tangannya sendiri. Padahal pria itu memilik beberapa pelayan yang bisa saja ia perintahkan kapan pun.
Tidak ingin lelah berpikir dan menganggap semuanya wajar. Alexa kembali merebahkan dirinya setelah menghabiskan segelas susu yang di bawakan unclenya.
Berbeda dengan Alexa yang baru saja menghabiskan segelas susu. Saat ini Darrel, pria berumur 28 tahun itu tengah menikmati sebotol win di dalam ruang kerjanya. Setelah mengantar susu untuk Alexa ia yang berniat ingin langsung tidur membatalkan itu.
Darrel mengacak rambutnya. Sesekali memijat keningnya. Sebisa mungkin mengkontrol dirinya untuk bersikap wajar pada ponakannya. Sudah hampir 11 Tahun mereka tidak bertemu. Namun hal itu tidak menjadikannya lupa akan sosok Alexa. Melihat kembali gadis itu yang kini sudah menjadi gadis remaja. Membuat sebagian hati Darrel senang mendapati kenyataan itu.
"I got you," racaunya
Tidak ada yang wajar dari perasaan Darrel pada Alexa. Memang dulu semuanya terlihat tidak ada yang salah. Ia yang hanya begitu sayang pada Alexa. Tapi yang membuatnya beda, ia selalu lebih menaruh perhatian pada ponakannya itu dari pada ke anak-anak kakaknya yang lain. Hal itu yang membuat Darrel memandang Alexa berbeda sedari dulu. Seharusnya sampai sekarang perasaan sayang itu tidak berubah. Namun sayang, saat mendapati kabar seminggu lalu kalau Alexa akan tinggal bersamanya. Membuat rasa sayang itu berubah menjadi obsesi. Apalagi ketika ia membayangkan bahwa Alexa sudah bukan lagi keponakannya yang kecil.
Mendapatkan kesempatan untuk lebih dekat pada gadis itu membuat Darrel tidak menyia-nyiakannya. Maka sekarang adalah waktunya ia untuk memuaskan obsesinya.
...
"Uncle yang antar kamu ke sekolah."
Alexa hanya diam. Ia kembali melanjutkan sarapannya begitu juga dengan Darrel. Rumah unclenya masih satu kota dengan sekolahnya jadi jika ia memilih untuk berangkat ke sekolahnya sendiri Alexa masih sangat hapal jalannya. Tapi untuk hari ini sepertinya tidak apa mengikuti ajakan pria itu. Karena jarak rumah Darrel ke sekolahnya cukup jauh.
Jalanan pagi ini lumayan padat. Kemarin adalah hari weekend dan sekarang orang-orang sudah kembali sibuk pada kegiatannya. Alexa menatap keluar jendala mobil. Sudah hampir 5 menit mereka di dalam perjalanan dan selama itu keduanya tidak saling membuka percakapan. Darrel melirik Alexa dari ujung matanya. Tidak tahan mendiamkan gadis itu.
"Bagaimana 11 tahun ini, Lexa?"
Alexa ikut melirik Darrel, keningnya berkerut bingung mendengar pertanyaan pria itu yang belum ia pahami maksudnya.
"Kamu beneran lupa sama uncle?" Mulai mengerti kemana arah pembahasannya. Raut wajahnya kembali normal. Alexa mengalihkan pandangannya ke depan.
"Lexa bahkan tidak ingat nama uncle."
"Forget me?"
"No, Alexa cuma tidak ingat saja."
Darrel mengangguk-angguk mendengar jawaban Alexa."Apa perlu uncle ceritakan 11 tahun yang lalu?" tanyanya membuat Alexa dengan cepat menggeleng.
"Tidak perlu, intinya sekarang Lexa sudah tahu kalo uncle pamannya Alexa."
Ia sudah mendengar sedikit cerita tentang Darrel yang sekarang dari Ariane. Meski tidak banyak, tapi baginya itu cukup. Alexa tidak perlu kembali mendengar cerita yang lalu. Mobil berhenti di halaman sekolah. Baru saja ingin turun tangannya di tahan oleh Darrel.
"Pulang uncle jemput," katanya.
"Tidak usah, uncle. Lexa bisa pulang sendiri atau bareng sama temen."
"Tunggu uncle kalau belum tiba, baik-baik di sekolah Alexa."
Seolah tidak mendengarkan perkataan dirinya. Pria itu pergi meninggalkan halaman sekolah setelah Alexa turun dari dalam mobil.
...
Darrel melihat arlojinya. Ia baru saja menyelesaikan meeting. Masih butuh waktu 5 jam lagi untuk ia bisa kembali menatap Alexa. Entah kenapa rasanya dirinya terlalu menggebu-gebu untuk berada di dekat gadis itu. Baru satu hari Alexa tinggal di rumahnya. Tetapi ia sudah kewalahan menahan agar tidak menunjukkan sikap berlebihan pada Alexa.
Darrel mencoba memulihkan pikirannya. Pria itu memilih untuk fokus pada berkas-berkas di hadapannya. Perihal Alexa, ia masih memiliki waktu yang banyak untuk berdekatan dengan gadis itu nantinya.
Senyum miring tanpa sadar tercetak di bibirnya. Jika Alexa tidak ingat dirinya dan lupa akan keberadaannya. Maka tidak dengan Darrel, ia tidak benar-benar kehilangan kabar gadis itu. 7 Tahun belakangan ini ia diam-diam selalu memantau pergerakkan Alexa. Bisa dibilang ia mengikuti perkembangan gadis itu.
Sekarang mendapati Alexa nyata di dekatnya dengan gadis itu yang sudah beranjak remaja membuat Darrel bahagia. Bibir merah muda, kulit putih. Meski gadis itu masih berumur 17 Tahun tapi tubuhnya sempurna di matanya. Apalagi saat semalam melihat Alexa dengan mini dressnya. Pria normal mana yang tidak berpikir jauh saat menatap belahan dada dan juga paha mulusnya?
"Huh! Aku sudah jauh memikirkannya."
Darrel bersandar pada kursi kerjanya. Ternyata berkas-berkas di depannya tidak mampu membuatnya beralih memikirkan Alexa. Gadis kecil yang dulu selalu dalam gendongannya kini sudah menjadi gadis remaja yang ia idamkan. Darrel tidak sabar membuat kehidupan Alexa penuh adrenalin di rumah miliknya.
...
"Mommymu menitipkan kamu pada uncle, jadi dengarkan apa yang uncle perintahkan."
Gadis itu hanya diam. Tidak ada keinginan untuk membalas perkataan pria di sebelahnya yang sedang fokus menyetir. Ia pikir Darrel tidak serius akan menjemputnya kembali membuat Alexa memilih pulang dengan temannya. Tetapi saat mereka sudah masuk ke dalam mobil. Pamannya itu datang dan menyuruhnya untuk pulang bersama Darrel.
Awalnya Alexa menolak. Karena yang ia pikirkan pasti pamannya itu masih harus bekerja. Bagaimana tidak, ini masih jam 13.35 apa mungkin pekerjaan pria itu sudah selesai. Pastinya belum dan Alexa tidak mau hanya karena Ariane menitipkannya pada Darrel menjadikan urusan pria itu terganggu karenanya. Alexa masih mampu pulang ke rumah pamannya sendiri.
"Lexa sudah biasa pulang dengan teman Lexa kalau mommy tidak bisa jemput Alexa--,"
"Tidak dengan uncle, uncle bisa menjemput kamu kapan pun."
Tidak ingin memperpanjangnya. Alexa memilih menatap ke luar jendala mobil. Mood-nya sudah rusak saat Darrel menariknya keluar dari dalam mobil milik temannya. Niatnya baik agar pria itu tidak perlu repot-repot. Tapi sepertinya Darrel lebih suka direpotkan.
Mobil melaju. Alexa menatap bingung jalanan yang mereka lalui. Sepertinya ini bukan jalanan yang sama yang mereka lewati tadi pagi.
"Kita tidak langsung pulang, uncle?"
"Ada urusan di kantor yang tidak bisa uncle tinggal terlalu lama. Jadi tidak masalahkan uncle membawamu ikut ke sana?"
"It's okay," kata Alexa terpaksa.
Diam-diam Alexa mengumpat. Kalau memang pria itu sibuk lalu untuk apa menjemputnya. Kenapa tadi tidak dibiarkan saja ia pulang bersama temannya. Entah memang karena pria itu terlalu patuh pada Ariane yang memintanya untuk menjaga dirinya. Sampai membuat pamannya itu rela mendahulukan untuk menjemput Alexa.
Jalanan siang hari tidak padat. Mobil yang dikendarai Darrel terus melanju lancar. Sampai Alexa bisa menatap gedung tinggi di hadapannya. Mesin mobil dimatikan hingga suara Darrel mengintruksi Alexa untuk turun.
Keduanya berjalan beriringan di lobby perusahaan tempat Darrel bekerja sebagai pimpinan. Alexa terlihat santai saat beberapa pekerja lainnya mencuri perhatian kepadanya. Ia risih, tapi merasa tatapan yang dilayangkan untuknya tidak perlu ia pikiran. Berjalan bersama pamannya apa salah?
Darrel membuka pintu ruangannya dan mempersilahkan Alexa masuk lebih dulu. Pria itu menatap Lexa lalu tersenyum tipis berjalan ke arah meja kerjanya.
"Duduk, Alexa. Mungkin beberapa jam ke depan kamu akan bosan, jadi uncle sudah menyiapkan cemilan untuk kamu."
Alexa hanya mengangguk-ngangguk. Gadis itu melangkah duduk di sofa panjang dan melepaskan tasnya. Sepertinya benar yang diucapkan pria itu. Di dalam ruangan ini apa yang bisa ia lakukan selain berdiam diri memperhatikan pamannya yang bekerja. Tadi Alexa sudah bilang akan menunggu pria itu di taman sekitar kantor atau bahkan kantin. Tetapi Darrel tidak mengizinkannya dan meminta Alexa untuk menunggunya di dalam ruangannya.
Satu botol minuman rasa leci sudah habis setengah. Alexa bersandar pada sandaran sofa. Menghilangkan bosannya pada layar ponsel ternyata tidak cukup. Unclenya masih terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Beberapa kali seorang wanita masuk menyerahkan berkas baru pada Darrel dan itu sudah Alexa saksikan sedari tadi.
Ia berdiri bermaksud untuk keluar tanpa pamit pada unclenya karena melihat pria itu begitu fokus pada laptop dan tumpukkan berkasnya.
"Mau kemana, Lexa?"
Alexa menoleh, tatapan Darrel mengarah padanya."Alexa mau keluar sebentar," jawabnya jujur.
"Bisa tunggu uncle 10 menit lagi?" Alexa diam."Setelah itu kita pulang." Menghela napasnya Alexa kembali duduk di tempatnya. Ariane memang menitipkan dirinya pada pria itu. Tetapi rasanya Darrel tidak perlu menjaganya sampai seperti ini. Ia sudah besar apa keluar sebentar saja harus di larang?
...
Darrel tersenyum memandang Alexa yang terpejam di depannya. Waktu 10 menit yang ia janjikan ternyata membuat gadis itu tertidur di sofa. Tangan Darrel terangkat membenarkan helaian rambut yang menutupi wajah Alexa. Gadisnya terlihat manis meski dalam keadaan tertidur. Darrel mengusap wajahnya, apa pantas ia menyebut keponakannya sebagai gadisnya.
Tapi tidak bisa ia elakkan. Hatinya senang berada sedekat ini dengan Alexa. Darrel melangkah ke arah pintu. Ia mengunci ruangannya dari dalam. Kesempatan seperti ini mungkin akan sulit ia dapatkan lagi. Darrel kembali duduk tepat di samping Alexa. Wajah damai gadis itu menjadi pemandangan yang menyejukkan untuknya.
Tangan Darrel perlahan menangkup pipi gadis itu. Tanpa ragu dan berpikir jauh ia mengusap bibir tipis Alexa. Dari semalam ia sudah membayangkan untuk lebih dekat dengan gadis itu saat Alexa terlihat menggunakan mini dressnya. Darrel mengumpat dalam hati ketika keinginannya tidak bisa di tahan. Bibirnya mendarat tepat di atas bibir Alexa. Ia menekan bibir gadis itu dengan bibirnya hingga berhasil melumatnya. Baru saja tangannya ingin menyusup masuk ke dalam rok seragam milik Alexa. Gadis itu sudah membuka matanya dan terlihat menatap kaget sosok Darrel.
"Terganggu, baby?"
Seolah tidak merasa bersalah atas tindakkannya, Darrel malah mengusap lembut pipi Alexa. Tapi hal itu tidak bertahan lama karena Alexa memilih menjauh dari Darrel. Ada tatapan takut yang Darrel tangkap dari kedua mata Alexa. Baru ciuman membuat gadisnya tersadar dari tidurnya. Padahal ia sudah melakukannya dengan lembut.
Sedangkan Alexa, ia sudah cukup paham apa yang dilakukan unclenya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Matanya berkaca-kaca memandang pria di depannya yang menatapnya tanpa ada raut penyesalan. Alexa mencoba berdiri dan mengambil tasnya. Ia melangkah cepat ke arah pintu yang ternyata tidak bisa dibuka.
"Buka uncle, Alexa mau pulang," katanya lirih.
"Pulang bersama uncle--,"
"Alexa mau pulang ke rumah mommy!"
Pria itu mengambil ponsel dan tas kerjanya lalu menghampiri Alexa. Membuat gadis itu dengan cepat menjauh. Darrel membuka pintu ruangannya tanpa bicara dan menjelaskan tindakkannya tadi. Pria itu menarik Alexa untuk berjalan bersamanya.
"Lepas! Alexa bisa pulang sendiri."
"Uncle lepasin!"
Suara-suara Alexa tidak didengarkan oleh Darrel. Pria itu tetap menarik pelan Alexa sampai tiba di dalam mobil. Darrel melirik gadis di sampingnya yang diam menunduk.
"Mommymu menitipkan kamu sampai 3 minggu ke depan, jadi jangan berpikir untuk pulang sebelum mommy kamu yang menjemputnya."
"Uncle kenapa cium Alexa?"
Pertanyaan itu berani ia lontarkan. Walau suaranya terdengar bergetar. Tapi Alexa tidak bisa diam saja atas apa yang dilakukan unclenya.
"Bibir kamu menggoda uncle." Alexa menggeleng mendengar jawaban itu."Jangan salahkan uncle Alexa, semalam pun kamu menggunakan mini dress yang tidak seharusnya kamu gunakan dan itu menarik perhatian uncle."
"Buka, uncle. Alexa bisa pulang sendiri!" Ia mencoba membuka pintu mobil yang sebenarnya tidak akan pernah Darrel buka. Karena pria itu memilih menyalahkan mesin mobil dan keduanya pergi meninggalkan gedung tinggi tepat di mana itu perusahaan milik Darrel yang belum lama berdiri.
...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!