NovelToon NovelToon

Trap Hot Billionaire

Trap Hot Billionaire

"Aku ingin kau menikah dengan cucu sahabatku, Emma!" perkataan itu diucapkan oleh Fedrick Archer dan perkataan itu dia tunjukan pada cucu pertamanya Emma Catherine.

"Apa? Aku tidak mau!" tolak Emma. Keinginan kakeknya yang tiba-tiba tentu saja mengejutkan dirinya apalagi dia belum berpikir untuk menikah dalam waktu dekat.

"Kau tidak bisa menolak, Emma. Kakek sudah memutuskan hal ini sejak lama karena kakek sudah berjanji pada sahabat kakek untuk menjodohkan dirimu sebagai cucu pertama kakek dengan cucunya jadi kau tidak bisa menolak dengan keputusan ini."

"Aku tidak mau, Kakek. Aku memiliki kehidupanku sendiri jadi aku berhak menentukan kehidupanku. Aku akan menikah dengan pria yang aku pilih sendiri dan aku akan menikah pada saat aku ingin menikah tapi untuk saat ini, aku sedang berfokus pada karierku!" tolak Emma.

"Kakek sudah memutuskan jadi kau tidak bisa menolak, Emma!" teriak kakeknya sambil memukul meja. Emma terdiam, namun dia tidak menunjukkan rasa takut sama sekali karena dia tidak mau menikah apalagi pada pria yang tidak dia kenal sama sekali.

"Jangan memaksa aku, kakek. Aku benar-benar belum mau menikah untuk saat ini," pinta Emma.

"Jangan banyak alasan. Pernikahan ini sudah lama direncanakan. Meski sahabat kakek sudah meninggal, tapi cucunya sudah menagih janji itu jadi kau harus segera menikah!"

"Pokoknya aku tidak mau!" teriak Emma sambil beranjak dari tempat duduk. Jaman sudah modern, perjodohan hanya sebuah lelucon baginya dan dia tidak mau dijodohkan sama sekali.

"Sudah kakek katakan, kau tidak bisa menolak. Besok malam, calon suamimu akan datang jadi kau tidak boleh pergi ke mana-mana!"

"Sudah aku katakan tidak mau, berarti tidak mau!" pekik Emma sambil memukul meja.

"Jaga sikapmu, Emma!" teriak kakeknya marah.

"Aku benci dengan kakek!" Emma melangkah pergi, dia tidak mau dijodohkan dengan siapa pun. Fedrick berteriak,  memanggil cucunya namun Emma sudah masuk ke dalam kamar dan bersembunyi di dalam sana. Tidak bisa, dia harus mencari cara agar perjodohan itu batal tapi bagaimana caranya? Dia tidak memiliki pacar sampai saat ini. Jika ada, mungkin dia bisa mengajak pacarnya pulang dan memperkenalkan pacarnya tapi apa kakeknya akan mengerti?

Tidak, dia rasa tidak. Meski dia sudah memiliki pacar sekali pun, dia yakin kakeknya tidak akan peduli dan tetap dengan perjodohan yang sudah dia rencanakan apalagi janji yang sudah kakeknya buat dengan sahabatnya. Dia yakin kakeknya tidak akan peduli dan tetap akan menjodohkan dirinya. Emma melangkah mondar-mandir, memikirkan cara untuk terlepas dari perjodohan itu namun ide yang cukup gila justru dia dapatkan.

Emma menggeleng, sepertinya dia sudah gila tapi dia tidak menemukan cara bagus lagi untuk menghindari perjodohan itu. Biarlah, mungkin idenya benar-benar gila tapi dia akan melakukannya. Emma pergi secara diam-diam, dia pergi mencari seorang pria paling panas dan yang paling digandrungi banyak wanita di kota itu karena dia berencana menjebak pria itu dan tidur dengannya. Rencananya adalah, dia ingin membuat dirinya hamil agar perjodohan itu batal tapi dia ingin hamil benih dari pria yang memiliki kekuasaan di kota itu.

Pria yang dia incar adalah Kendrick Maxton. Dia adalah cucu seorang konglomerat yang sangat terkenal. Menyerahkan keperawanan pada pria seperti Kendrick tidak akan rugi apalagi mengandung benihnya. Dia akan memiliki seorang anak dari pria yang paling berpengaruh dan dia harap rencananya berhasil.

Emma yang nekat dengan keputusan yang sudah bulat mencari tahu di mana dia bisa bertemu dengan Kendrick Maxton. Obat yang dibutuhkan pun sudah dia dapatkan dengan bantuan seorang teman. Emma pergi ke sebuah hotel di mana Kendrick berada karena pria itu sedang melakukan pertemuan dengan beberapa pengusaha di sana. Emma menyamar menjadi seorang pelayan untuk mengantar minuman dan untuk mempermudah dirinya karena anak buah Kendrick berada di mana-mana. Dia pun sudah memberikan obat perangsang ke dalam minuman Kendrick agar dia mudah meniduri pria itu nantinya.

Kendrick yang tidak curiga dengan minumannya merasa sangat aneh. Dia merasa kepalanya mulai sakit dan dia merasa ada yang tidak beres. Emma benar-benar mengintai gerak gerik pria itu. Meski asing tapi dia tidak peduli karena dia benar-benar tidak mau menikah dengan pria pilihan kakeknya. Itu jalan satu-satunya yang harus dia lakukan.

Sebuah kamar sudah disewa oleh Kendrick untuk beristirahat. Pria itu merasa ada yang aneh dengan reaksi tubuhnya. Emma masih menyamar dan berpura-pura mengantarkan sesuatu ke dalam kamar Kendrick agar aksinya dapat berjalan dengan lancar. Entah kenapa malam itu aksinya dapat berjalan dengan lancar apalagi anak buah Kendrick tidak ada yang curiga sama sekali.

Emma sudah berdiri di sisi ranjang, sedangkan Kendrick berbaring tidak berdaya di atas ranjang akibat pengaruh obat perangsang yang dia konsumsi. Pakaiannya sudah berantakan, dia benar-benar tidak bisa melawan lagi bahkan memukul seorang wanita pun dia tidak akan bisa.

"Siapa kau?" tanya Kendrick dengan suara seraknya yang terdengar seksi di telinga Emma.

Emma menelan ludah, dia tidak menjawab agar Kendrick tidak tahu siapa dirinya karena dia khawatir pria itu mengingat suaranya nanti. Masih dalam keadaan menyamar, Emma memberanikan diri membuka pakaiannya satu persatu.

"Mau apa kau?" Kendrick berusaha memundurkan tubuhnya dan bertumpu pada kedua lengan tapi dia tidak memiliki banyak tenaga akibat pengaruh obat yang cukup kuat.

Setelah semua pakaian sudah dilepaskan, Emma naik ke atas ranjang. Cukup tidur dengan pria itu lalu pergi. Hanya itu yang perlu dia lakukan. Emma merangkak mendekati Kendrick lalu melepaskan pakaian pria itu dari bagian atasnya.

"Jangan menyentuhku!" ucap Kendrick namun dia sudah tidak berdaya untuk melawan.

"Aku hanya butuh benih darimu!" Emma mengatakannya dengan mengubah sedikit suaranya.

"Sialan, jangan main-main denganku!" umpat Kendrick.

"Aku tidak main-main karena aku membutuhkan benih premiummu!" dengan tidak sabar Emma melepaskan pakaian yang melekat di tubuh Kendrick hingga tak tersisa.

"Jangan lakukan karena aku akan membunuhmu dan melemparkan potongan tubuhmu pada anjing!" ancam Kendrick.

"Maaf, aku sedang berada di ujung tanduk!" Emma sudah naik ke atas tubuh Kendrick. Memang bukan pengalaman pertama yang menyenangkan tapi harus dia lakukan agar dia terbebas dari perjodohan.

"Menyingkir dari atas tubuhku!" Kendrick sangat marah tapi Emma tidak peduli. Kendrick mengumpat, sumpah serapah dan perkataan serta ancaman mengerikan dia lontarkan tapi Emma yang sudah kehilangan akal sehat tak juga berhenti melakukan aksinya.

Tanpa adanya pengalaman sama sekali, Emma menjebak Kendrick dan merelakan keperawanannya untuk pria itu. Kendrick yang semula menolak tidak lagi bisa menahan diri akibat pengaruh obat. Emma yang tadinya memegang kendali kini berada di bawah kendalinya. Malam yang panas untuk mereka. Entah sudah berapa kali mereka bercinta yang pasti malam itu mereka melakukannya berkali-kali. Emma membutuhkan bibit premium sedangkan Kendrick menyalurkan hasratnya akibat pengaruh obat sampai tuntas. Semua itu bukan salahnya tapi salahkan wanita yang telah memperkosa dirinya.

Kendrick bahkan tidak tahu saat Emma pergi karena Emma memberikan obat bius pada pria itu. Kendrick tidak sadarkan diri sama sekali tapi ketika dia sadar, dia tidak mendapati siapa pun di ranjangnya. Hanya ada noda merah serta jejak-jejak percintaannya dengan Emma.

Kendrick sangat marah karena dia merasa dirugikan dan telah dijebak oleh wanita asing yang tak dia ketahui. Kendrick memerintahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan wanita yang sudah menghabiskan malam dengannya karena dia akan membunuh wanita itu tapi Emma yang cerdik sudah menyembunyikan diri agar tidak ada yang menemukan dirinya.

Diusir

Emma menghilang setelah melakukan aksi gilanya. Kakeknya sangat murka karena Emma tidak pulang lagi setelah dia pergi. Acara pertunangan yang seharusnya berjalan dengan lancar menjadi batal sehingga membuatnya malu. Acara pertunangannya terpaksa di undur, Fedrick menyebar orang untuk mencari keberadaan cucunya yang menyembunyikan diri dengan begitu cerdiknya.

Tidak saja dicari oleh kakeknya tapi Emma juga dicari oleh Kendrick Maxton. Meski jati dirinya belum diketahui oleh Kendrick karena menyamar tapi Kendrick tetap mencari wanita yang sudah menjebaknya dan yang sudah mengambil keuntungan darinya. Sudah dua bulan berlalu semenjak kejadian itu, Emma berada di persembunyian dengan was-was. Hanya dua kemungkinan jika dia ketahuan, jika ketahuan oleh kakeknya maka dia akan langsung dipaksa untuk menikah dan jika aksinya sudah ketahuan dan dia ditangkap oleh Kendrick maka pria itu pasti akan membunuhnya.  Sepertinya lebih baik dia pergi dari kota itu sebelum Kendrick menangkapnya dan membunuhnya.

Mendadak dia merasa sudah melakukan hal yang salah. Jika dia bisa melarikan diri dari kakeknya lalu untuk apa dia menjebak Kendrick dan menghabiskan malam dengannya? Sungguh bodoh, dia justru telah memberikan keperawanannya untuk sebuah ide gila padahal dia bisa lari dari sang kekak dengan mudah. Sekarang tidak saja rugi tapi dia pun menjadi buronan Kendrick dan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh pria itu, dia yakin cepat atau lambat dia akan ketahuan. Pada saat itu tiba maka habislah dia.

"Kau benar-benar bodoh, Emma!" ucapnya pada diri sendiri. Sudah dua bulan dia bersembunyi, kakeknya pun tidak menemukan keberadaannya. Jika pada saat itu dia langsung melarikan diri tanpa perlu menjebak Kendrick, bukankah kakeknya tak akan menemukan keberadaannya juga? Dia benar-benar telah melakukannya tanpa pikir panjang.

Emma beranjak dari tempat tidur, karena dia sedang berbaring saat itu namun sakit kepala luar biasa membuatnya kembali berbaring. Tunggu, dia memang sudah merasa tidak enak badan sejak kemarin. Emma diam sejenak untuk berpikir. Beberapa detik dalam keadaan seperti itu sampai membuatnya sadar jika dia sudah tidak datang bulan lagi sejak kejadian itu. Tangan Emma sudah berada di perut, celaka, sungguh celaka karena dia salah perhitungan tapi tidak apa-apa. Dia tidak merasa menyesal malah dia merasa kalau memang dia hamil, maka dia tidak perlu bersembunyi lagi dan dia bisa pulang dan mengatakan hal itu pada kekeknya meski dia harus tetap waspada terhadap Kendrick.

Tidak mau membuang waktu, Emma pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Apa yang dia duga ternyata benar. Emma sangat senang, sekarang kakeknya tidak akan bisa menjodohkan dirinya lagi dan dia tidak perlu bersembunyi. Meski dia sempat berpikir jika tindakan yang dia lakukan sudah salah tapi janin yang ada di rahimnya justru membuatnya tidak menyesal.

Emma pulang ke rumah dengan penuh percaya diri. Fedrick sangat kecewa padanya akibat kepergian Emma sehingga dia harus menahan rasa malu terhadap cucu sahabatnya. Melihat ekspresi kakeknya, Emma hanya bisa menunduk dan tidak berani mengangkat wajahnya.

"Dari mana saja kau selama dua bulan belakangan ini, Emma?" tanya kakeknya dengan sinis.

"Aku tidak pergi ke mana-mana, aku hanya bersembunyi!" jawab Emma yang tak merasa bersalah sama sekali.

"Kau benar-benar kurang ajar, Emma. Kau sudah mempermalukan aku tapi kau tidak merasa bersalah sama sekali!" ucap kakeknya dengan nada tinggi.

"Sudah aku katakan pada Kakek jika aku tidak mau menikah tapi kakek justru memaksa aku. Aku memiliki kehidupanku sendiri, Kakek. Kau yang telah membuat aku mengambil jalan nekat ini!"

"Aku melakukan hal ini untuk kebaikanmu. Apa kau tidak tahu akan hal ini? Tidak ada lelaki yang lebih baik selain cucu sahabatku dan hanya dia yang pantas untuk menjadi suamimu!"

"Aku tidak peduli dengan hal itu, Kakek. Aku hanya tidak mau menikah dengan orang yang tidak aku kenal dan tidak aku cintai. Seharusnya kakek tidak memaksa aku dan memberikan kebebasan padaku untuk memilih jalan hidupku sendiri!"

"Cukup, Emma. Kau terlalu keras kepala dan membangkang!" teriak kakeknya lagi.

"Aku benar-benar tidak suka dengan rencana kakek oleh sebab itulah aku membangkang. Kakek tidak pernah mau bertanya akan pendapatku dan kakek selalu memutuskan apa pun sesuka hati tanpa tahu apakah aku suka atau tidak!"

"Aku tidak mau mendengar apa pun lagi. Kau sudah kembali jadi perjodohan itu dapat kembali dijalankan. Kali ini jangan berharap kau bisa melarikan diri karena aku tidak akan membiarkan kau lari sehingga perjodohan itu batal untuk yang kedua kalinya!"

"Aku tidak bisa, kakek!" Emma mengeluarkan sesuatu dari dalam tas dan itu adalah surat dari dokter yang menyatakan jika dia sedang hamil. Dia akan memberikan surat itu agar kakeknya tahu dan tidak menjodohkan dirinya lagi dengan siapa pun. Kini dia kembali merasa jika tindakan yang dia lakukan dengan menjebak Kendrick sudah benar.

"Jangan main-main karena kali ini kau tidak bisa menolak!" ucap kakeknya.

"Tidak kakek, tidak bisa. Kali ini aku tidak bisa karena aku sedang hamil!" ucap Emma seraya memberikan hasil pemeriksaannya pada kakeknya.

"Apa kau bilang?" Fedrick berteriak akibat terkejut.

"Aku sedang hamil jadi aku tidak bisa mengikuti perjodohan itu!" ucap Emma.

"Beraninya kau Emma!" teriak kakeknya murka. Kertas hasil pemeriksaan direbut dengan cepat. Fedrick melihatnya dan kembali terkejut. Kertas di cengkeram dengan erat, Fedrcik pun memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri.

"Be-Beraninya kau, Emma. Beraninya kau?!" ucapnya sambil menahan rasa sakit.

"Kakek!" Emma bergegas mengambil obat kakeknya lalu dia memberikan obat itu dengan cepat. Emma tampak ketakutan, dia tahu keadaan kakeknya tidak sedang baik-baik saja. Fedrick meminum obatnya dengan cepat dan setelah keadaannya lebih membaik, Fedrick menepis tangan Emma lalu bersandar di kursi untuk memulihkan keadaan. Dia tampak kecewa dengan apa yang baru saja Emma katakan.

"Apa kakek baik-baik saja?" tanya Emma.

"Diam kau!" jawab kakeknya dengan bentakan.

"Kakek yang membuat aku mengambil jalan nekat ini. Jika kakek tidak memaksa aku maka aku tidak akan melakukan perbuatan bodoh dan nekat ini!" ucap Emma membela diri.

"Siapa ayah dari bayi itu?" tanya Kakeknya yang tak mau memandangi Emma akibat kecewa. Emma diam, dia tidak bisa mengatakan pada kakeknya siapa pria yang sudah dia jebak untuk menghabiskan malam dengannya.

"Jawab, Emma!" teriaknya seraya berpaling. Kali ini Fedrick menatap cucunya dengan tajam, tentu dengan perasaan kecewa.

"Maaf, aku tidak bisa mengatakannya!" ucap Emma.

"Kurang ajar, beraninya kau?!" Fedrick sudah beranjak dan hendak memukul cucunya namun dia urungkan.

"Sekali lagi jawab pertanyaanku dengan baik. Siapa ayah dari bayi itu?"

"Aku tidak bisa menjawabnya kakek, maaf."

"Baiklah jika itu yang kau inginkan," Fedrick kembali duduk dengan perasaan kecewa yang teramat sangat.

"Aku benar-benar tidak mau dijodohkan, kakek!"

"Cukup, kau memang tidak akan dijodohkan lagi karena kau bukan bagian dari keluarga ini!"

"Apa?" tanya Emma terkejut.

"Kau bukan cucuku lagi jadi pergi dari sini!" usir Fedrick.

"Kakek, apa maksudmu?"

"Pergi, Emma. Aku tidak memiliki cucu seperti dirimu lagi jadi pergi!" Fedrick kembali mengusir, dia tidak menyangka Emma akan mempermalukan dirinya sampai sejauh itu. Emma berusaha membujuk dan meminta maaf tapi kakeknya sudah tidak mempedulikan dirinya dan tetap mengusir Emma.

Dua orang pelayan bahkan ditugaskan untuk membereskan barang-barang Emma dan seorang penjaga ditugaskan untuk menarik Emma keluar. Emma yang merasa jika memang dialah yang salah tidak bisa melakukan banyak hal saat dia diusir oleh kakeknya. Sekarang dia benar-benar pergi dari rumah itu untuk selamanya.

Anak Yang Berpenyakit

Seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dilarikan ke rumah sakit akibat demam tinggi yang melebihi 38 delapan derajat. Seorang wanita mengikuti dari belakang dan terlihat takut dan cemas dan wanita itu sudah pasti Emma. Sudah empat tahun berlalu, setelah diusir oleh kakeknya, Emma tinggal di New York dan bekerja di sana.

Emma berjuang sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. Dia pun melahirkan bayinya seorang diri dan dengan usahanya sendiri. Meski dia sering menghubungi kakeknya untuk mencari tahu keadaan kakeknya dan meski Emma selalu mendapatkan penolakan dari kakeknya yang kecewa tapi dia tidak pernah menyerah untuk mencari tahu keadaan kakeknya.

Emma melahirkan seorang anak laki-laki yang pintar dan ceria. Putranya bernama Daniel, hanya Daniel tanpa menggunakan nama belakang karena dia tidak mau memberikannya meski dia tahu dengan jelas siapa ayah dari putranya. Keadaan Daniel sudah memburuk beberapa hari belakang tapi dia menganggap jika Daniel hanya sedang demam biasa tapi pagi ini, keadaan putranya semakin memburuk.

Daniel menggigil hebat dan mengeluh sakit seluruh tubuh. Wajah Daniel pun pucat dan muncul memar-memar kecil di lengannya. Daniel pun mengeluh sakit kepala yang memperburuk keadaannya. Melihat kondisi putranya yang tidak biasanya membuat Emma panik luar biasa. Ambulance dipanggil agar putranya segera di bawa ke rumah sakit supaya Daniel segera mendapatkan perawatan. Bagaimanapun Daniel adalah harta miliknya yang sangat berharga.

"Sakit, Mommy. Sakit," ucap Daniel yang berusaha mengulurkan tangan ke arah ibunya yang mengikuti dari belakang. Melihat itu, Emma berlari mendekat lalu memegangi tangan kecil putranya.

"Sebentar lagi tidak akan sakit lagi, jangan menangis!" ucapnya menghibur.

"Daniel tidak mau disuntik, tidak mau!" ucap putranya lagi.

"Tidak akan disuntik. Daniel hanya akan diberi obat saja oleh dokter," Emma berusaha menghiubur, Bagi anak-anak jarum suntik memang menakutkan.

"Jangan biarkan dokter menyuntik Daniel, Mommy. Daniel tidak mau."

"Tidak akan, Daniel tidak perlu khawatir."

"Apa Mommy berjanji?" tanyanya putranya dengan lemah.

"Yes, Mommy berjanji!" hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menenangkan putranya agar Daniel tidak menangis tapi Daniel masih saja menangis dan mengeluh jika badannya sakit.

"Sakit, Mommy. Kenapa badan Daniel begitu sakit?" tanya putranya di sela tangisannya. Tidak saja satu kali, Daniel kembali mengeluh sakit.

Emma tak bisa melakukan apa pun. Air matanya bahkan menetes setiap kali putranya mengeluh sakit. Hatinya tidak tahan, jika bisa menggantikan Daniel, tentu dia sangat bersedia. Seharusnya dia lebih peka dengan keadaan Daniel sehingga tidak terlambat. Padahal Daniel sudah menunjukkan gejalanya tapi dia terlalu sibuk bekerja. Emma mengusap air matanya, dia berusaha untuk tegar. Selama ini dia selalu berjuang sendiri, dia tahu itu adalah risiko untuknya yang telah mengambil jalan nekat.

Daniel dibawa ke dalam sebuah ruangan, beruntungnya Emma diperbolehkan masuk karena putranya menangis tiada henti tidak mau dia tinggal. Seorang dokter menangani keadaan Daniel, anak laki-laki itu terlihat lemas dan tidak bertenaga tapi dokter tidak bisa langsung mengambil keputusan karena dokter itu harus memastikannya dengan melakukan penelitian yaitu mengambil sampel darah dan melakukan serangkaian penelitian.

"Tidak mau, Daniel tidak mau disuntik!" teriak Daniel ketika seorang perawat hendak mengambil darahnya.

"Tidak apa-apa, Sayang. Hanya sakit sedikit saja," bujuk Emma yang sudah berdiri di sisi putranya.

"Mommy bohong. Bukankah Mommy berkata Daniel tidak akan disuntik?"

"Mommy kira begitu tapi untuk menyembuhkan penyakit Daniel, suster harus melakukannya. Daniel bisa bertahan, bukan?"

"Tidak mau, Mommy. Tidak mau!" Daniel berteriak sambil memberontak. Emma memeluk putranya agar Daniel dapat disuntik. Meski hatinya pilu karena tidak tega tapi dia tidak bisa melakukan apa pun. Seorang perawat juga membantu Emma untuk memegangi Daniel. Anak laki-laki itu berteriak dengan keras lalu menggigit lengan ibunya saat jarum suntik menembus kulitnya yang tipis.

Emma sampai menangis, menjadi ibu ternyata tidak semudah yang dia bayangnya. Daniel kembali memberontak setelah selesai dan tidak ada yang memeganginya selain ibunya yang masih memeluk dirinya. Emma bener-benar tidak tega dan berusaha menenangkan tangisan putranya.

"Sakit, Mommy. Sakit," rintih Daniel. Kini dia kembali merasa sakit di sekujur tubuh setelah memberontak. Beberapa memar kembali terlihat di bagian tubuhnya.

"Sebentar lagi tidak akan sakit lagi, sebentar lagi Mommy akan mengambil rasa sakitnya," ucapnya asal karena apa yang dia ucapkan tidak mungkin terjadi.

"Daniel mau pulang, Mommy. Daniel tidak mau berada di rumah sakit. Daniel tidak suka," pinta putranya.

"Kita akan pulang setelah ini, oke? Sekarang Daniel beristirahat terlebih dahulu. Kita pulang setelah Mommy mendapatkan obat agar Daniel tidak merasa sakit lagi nantinya."

"Kali ini Mommy tidak boleh berbohong lagi!"

Emma tidak menjawab karena dia memang berbohong. Dia tidak tahu apakah Daniel boleh pulang atau tidak karena penyakitnya belum diketahui. Dalam hati hanya ada rasa takut saja yang dia rasakan. Dia benar-benar takut dengan keadaan Daniel yang tidak terlihat seperti demam biasa.

"Sekarang Daniel beristirahatlah, Mommy akan menjaga Daniel sampai Mommy tahu kenapa Daniel merasa kesakitan."

"Mommy tidak boleh pergi!" pinta putranya yang takut ditinggalkan oleh ibunya.

"Tentu saja tidak, Mommy tidak akan pergi!" Emma mencium dahi putranya lalu membantunya berbaring.

"Mommy, bukankah Mommy berjanji akan mengajak Daniel pergi mencari Daddy.. Kapan kita akan mencari Daddy, Mom?"

"Kita akan pergi setelah keadaan Daniel sudah membaik. Oleh sebab itu, Daniel harus segera beristirahat," usapan lembut diberikan di dahi putarnya. Emma tersenyum meski sulit. Wajah Daniel yang pucat dan tampak lelah semakin membuatnya khawatir. Emma menemani putranya sampai Daniel terlelap. Setiap detik dia lewati dengan perasaan cemas sampai akhirnya dia dipanggil untuk menemui dokter yang memeriksa keadaan Daniel.

Dengan berat hati Emma meninggalkan putranya sebentar. Firasatnya buruk, dia pun merasa takut. Kedua kakinya melangkah dengan berat menuju ruangan sang dokter. Semoga saja bukan hal besar dan semoga saja putranya hanya demam saja seperti yang dia perkirakan sejak awal.

Jantung Emma berdegup ketika sudah berada di dalam ruangan. Dia dipersilahkan untuk duduk oleh dokter yang terlihat begitu serius. Perasaan Emma semakin tidak menentu, dia benar-benar takut untuk mendengar apa yang terjadi dengan putranya.

"Bagaimana dengan keadaan putraku?" pertanyaan itu dilontarkan dengan susah payah oleh Emma.

"Leukimia, itu yang sedang diderita oleh putra Nyonya."

"Apa?" Emma memekik dan tampak shock. Dunianya terasa gelap mendadak. Emma tampak linglung, seperti tidak mempercayai apa yang baru saja dia dengarkan. Dia bahkan tidak begitu mendengar lagi apa yang dokter itu katakan dan pandangannya mendadak buram akibat air mata yang mengalir begitu saja.

Emma beranjak dengan perlahan dan melangkah pergi padahal dokter itu belum selesai menjelaskan. Dia sudah bagaikan mayat hidup yang melangkah dengan pikiran kosong. Emma kembali ke ruangan putranya di mana Daniel masih terlelap. Daniel mengidap penyakit Leukimia? Bagaimana bisa?

Emma jatuh di sisi ranjang, dia menangis namun tak bersuara. Kenapa? Kenapa Daniel harus mengidap penyakit itu? Apa ini adalah hukuman untuknya untuk semua kesalahan yang dia lakukan tapi kenapa harus Daniel yang tak bersalah? Kenapa bukan dirinya saja? Tangisan Emma semakin menjadi, kini dia tidak tahu harus melakukan apa karena dia tahu jika dia butuh biaya besar untuk menyembuhkan penyakit putranya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!