Devan Corporation merupakan perusahaan media terkemuka di dunia dalam penyediaan informasi dan layanan elektronik untuk para profesional dan bisnis di seluruh dunia.
CEO dari perusahaan ini memiliki seorang anak perempuan berumur lima tahun, cantik dan menggemaskan. Akan tetapi, aktif nya luar biasa. Fara Indriani adalah salah satu korban kenakalan anak menggemaskan itu, eh … ralat, ia satu-satunya korban kenakalan bocah lucu itu.
Fara baru di perusahan ini. Sialnya ia selalu mendapatkan masalah yang mengancam profesi yang baru dijalaninya selama tiga bulan, dan lagi-lagi anak pak Devan adalah biangnya, seperti hari ini contohnya. Fara harus menerima hukuman dari bos tengil itu yang membuatnya terpaksa membatalkan janji dengan sang kekasih untuk pergi kencan malam ini.
-Flashback On-
Seperti biasa, setiap bulannya Fara akan memberikan laporan keuangan perusahaan ke pada Devan, CEO sekaligus pemilik perusahaan ini.
Baru saja genggam tangannya mau mengetuk pintu kaca itu. Namun, urung karena pintu yang lebih dulu sudah terbuka.
“Eh, p-pak .…”
“Kebetulan kamu ke sini, jaga anak saya sebentar. Ada urusan yang harus saya kerjakan.”
Fara terbengong melihat tingkah tidak sopan bosnya, tiba-tiba Fara merasa merinding dengan perasaan yang tidak menentu. Dirinya memandangi kepergian Devan serta sekertaris Jhon yang terlihat terburu-buru.
Ih tiba-tiba aku kok merinding ya, jangan-jangan di sini ada demit. Hiii. Batin Fara menggerakkan badan dengan gaya ala-ala merinding.
“KAKAK PIPI BOLONG!!!” teriakan anak kecil begitu nyaring, membuat Fara menutup kedua telinganya.
Melihat kedatangan anak dari bosnya membuat bahu Fara meluruh ke bawah, hatinya mengatakan bahwa hal buruk akan terjadi lagi seperti yang sudah-sudah. Dengan malas Fara membalik badan ke arah anak bosnya yang disertai senyuman aneh seperti smiling titan (senyum salah satu titan dalam anime SNK).
Fara yang malas hanya melihat anak kecil itu bermain seorang diri di dalam ruangan bosnya, bukan karena dirinya tidak menyukai anak kecil, hanya saja Fara menganggap anak ini seperti spesies yang langkah bin ajaib karena di usia yang masih kecil, anak bosnya suka sekali bermain dengan pulpen dan membaca buku seputar bisnis.
Anak sama bapaknya sama aja, sama-sama aneh … ehm ibu nya aneh juga gak ya?! gumam Fara yang jiwa keponya meronta-ronta.
Ia yang masih larut dalam pemikirannya dikejutkan dengan sebuah tangan mungil yang menarik rok yang dirinya kenakan.
“Eh, anak kecil apa yang kamu lakukan?”
“Kak … Ley mau pup,” ucap Ainsley yang sudah kebelet. Bocah berusia lima tahun yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak itu menjerit sambil melompat-lompat karena merasa emasnya sudah di pucuk, sedangkan Fara dengan langkah gontai membawa Ainsley ke toilet yang ada di dalam ruangan ayah dari anak itu.
Dengan telaten Fara membukakan celana Ainsley, lalu mengangkat tubuh gembul itu dan meletakkannya di atas kloset duduk.
“Kak ….”
Fara yang tahu kalau anak berbadan gembul ini tidak bisa membersihkan dirinya sendiri, bergegas membersihkannya tanpa rasa jijik sedikit pun.
“Okey sudah beres, ayo pakai celananya.”
“No! Ley gak mau! Tadi kan Ley kentut di celana itu, jadi harus ganti celana yang lain!” tolak Ainsley dengan pipi menggembung. Membuat tawa Fara pecah seketika.
“Ha-ha-ha. Anak manis, itukan cuman kentut. Jadi celananya masih bisa dipakai. Lihat! Rok yang kakak pakai bahkan sudah terkena kentut lebih dari 10 kali. Ha-ha-ha.”
Ainsley yang kesal, keluar begitu saja dari toilet tanpa mengenakan celananya. “Ley, pakai celananya dulu ya. Ini gak kotor kok,” bujuk Fara dengan sabar.
Fara berjongkok dan mengelus pipi tembem anak bosnya, berusaha membujuk anak kecil itu agar mau memakai celananya. Usaha Fara untuk membujuk anak itu pun berhasil.
“Anak pintar,” ucap Fara mengelus kepala Ainsley.
“Yes I am.” Fara hanya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban anak kecil itu.
Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Batin Fara.
Sudah dua jam Fara berada di dalam ruangan bosnya sambil menemani Ainsley yang sedang sibuk menulis sesuatu. “Astaga! Bos luknut, aku ini kerja di divisi keuangan apa jadi nanny anaknya sih, lihat saja kalau dia datang aku akan protes.” Sungutnya kesal.
Beberapa menit kemudian pintu terbuka memperlihatkan dua pria yang tampan, siapa lagi kalau bukan Devan berserta sekertarisnya, Jhon. Fara langsung berdiri dari duduknya sedangkan Ainsley berlari memeluk sang daddy.
“Kamu boleh keluar,” ucap Devan yang membuat Fara merasa kesal.
Punya bos kok gini amat ya, apa perlu aku ajarkan dia caranya mengucapkan terima kasih?
Fara berjalan menuju pintu, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara bosnya bagai angin segar. “Gaji kamu bulan ini saya tambah 20% karena sudah menjaga anak saya,” ucap Devan dengan wajah datar.
Fara yang teramat senang membalik badan dengan senyum bahagia membuat lesung pipinya begitu terlihat. “Wah … terima kasih, Pak. Sebenarnya saya ikhlas loh jagain anak bapak. Tapi karna bapak maksa, ya sudah saya terima.”
Jhon geleng-geleng melihat Fara, sedangkan Devan tetap dalam mode wajah datarnya dan beralih pada Ainsley.
“Daddy."
“Ya?”
“Apa itu bos luknut?” tanya Ainsley dengan wajah polos.
Fara yang masih berdiri di tempat terkejut mendengar pertanyaan Ainsley, ternyata anak kecil itu mendengar dan mengingat gerutuannya. Fara memutar badannya hendak pergi, namun terhenti karena suara bosnya yang terdengar menyeramkan.
“Fara, diam di tempat!” titah Devan dengan suara marah yang tertahan.
Devan kembali bertanya pada anaknya, “Ley, kamu tahu dari mana bahasa seperti itu?”
“Dari kakak pipi bolong,” jawab Ainsley seraya menunjuk Fara. “Daddy, kata kakak pipi bolong, kakak mau protes dengan bos luknutnya, terus kakak pipi bolong sambil bergerak kayak gini,” ucap Ley dengan gaya meninju-ninju angin.
Fara yang sudah pasrah hanya bisa diam.
“Gaji kamu saya potong 50% ditambah lembur hari ini!”
Fara yang tidak terima langsung protes pada bosnya. “Kok banyak banget sih pak gaji saya yang dipotong, perasaan bonusnya aja tadi cuman 20%.”
“Kamu jangan membantah!"
“Baik, Pak. Ehmm tapikan tadi saya dapat tambahan gaji 20%, berarti potongannya jadi 30% saja kan, Pak?” tanya Fara mencoba negosiasi dengan bos dinginnya.
“Kamu mau saya pecat?”
“E-enggak pak.”
Fara yang tak bersemangat keluar dari ruangan bosnya, sebelum keluar ditatapnya Ainsley yang berada dalam gendongan bosnya itu. “Daddy …,” ucap Ley dengan lirih.
“FARA!!!”
Fara yang mendengar kemarahan bosnya langsung kabur secepat kilat.
-Flashback Off-
Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Fara yang tak bersemangat masih sibuk berkutat dengan komputer di depannya. Semenjak kerja di perusahaan ini, Fara jadi jarang meluangkan waktu untuk sang pacar karna dirinya yang sering dihukum dengan lembur.
Tiba-tiba terdengar suara tangisan yang mengganggu konsentrasinya, pikiran aneh mulai menyerang otak Fara ditambah kantor yang mulai sepi.
“Apa di kantor ini ada tuyulnya ya? Eh… memangnya tuyul bisa nangis?” ucap Fara bermonolog.
Karena sifat Fara yang penasaranan, ia memutuskan untuk mengikuti sumber suara tangisan itu, "Eh, kok suaranya mirip sama anak pak bos ya? Ah gak mungkin pak bos belum pulang."
Suara tangisan itu semakin jelas terdengar, Fara terkejut melihat Ainsley yang berada di dalam toilet karyawan. Hatinya terasa sakit saat melihat Ainsley yang terduduk di lantai toilet.
“Ley, “ panggil Fara dengan lirih dan langsung mendekap erat tubuh Ainsley.
“T-takut, Ley takut," kata Ley sesenggukkan.
“Kakak ada di sini, Ley jangan takut ya,” ucap Fara berusaha memberi ketenangan pada anak bosnya.
Fara menggendong Ainsley yang mulai tenang dalam pelukannya. Ia berjalan menuju ruangan pak Devan. Namun, ruangan itu kosong. “ Ke mana perginya bos galak itu?” gumam Fara.
“T-tadi daddy p-pergi dan daddy menyuruh Ley untuk menunggu di ruangan daddy. Tapi, Ley bosan. Jadi ley pergi keluar, terus ada tante-tante jahat yang ngunciin Ley di kamar mandi. Huaaaaa!” Jelas Ainsley yang kembali menangis.
Fara berusaha kembali untuk menenangkan anak bosnya, ia masuk ke dalam ruangan pak Devan bahkan ia tidak peduli jika bosnya itu marah karena dirinya yang lancang masuk tanpa izin.
Fara merebahkan tubuh Ley di atas sofa sambil mengelus kepala dan pipi anak bosnya.
Dikecupnya kedua mata yang tampak membengkak. “Kamu jangan takut lagi ya, kakak akan nungguin kamu sampai daddy datang. Kamu tidurlah, kakak tidak akan meninggalkanmu sampai kamu bangun.”
Bersambung ....
Ainsley sudah tertidur. Akan tetapi, tangan Fara tak henti-hentinya membelai wajah anak yang ada di atas pahanya.
Brak!
Pintu terbuka dengan kuat, menampilkan sosok yang terlihat marah. Namun, tampak kekhawatiran yang begitu besar di matanya.
“Ley.” Devan berjalan ke arah Ley yang masih tertidur dalam pangkuan Fara.
Dengan hati-hati Fara membaringkan kepala Ainsley di sofa, dirinya berdiri menatap tajam pada bosnya. Entah keberanian dari mana Fara berani membentak bosnya dengan suara tertahan karena tidak ingin membangunkan Ainsley.
“Bapak dari mana saja? Apa bapak tau kalau Ley begitu ketakuan! Bapak terlalu sibuk sampai melupakan Ley!” ucap Fara begitu menggebu-gebu.
Devan hanya bisa diam menghadapi kemarahan Fara, dirinya merasa bersalah karena sudah meninggalkan anaknya di kantor untuk urusan mendadak. Devan mendapatkan kabar dari petugas keamanan di kantornya yang mengatakan Ainsley menangis karena terkunci di toilet karyawan.
“Jhon kau cari siapa dalang yang berani menyakiti putriku!” Geram Devan.
“Baik tuan,” sahut Jhon, lalu keluar dari ruangan sambil menelfon seseorang .
Devan mendekat ke pada Ley lalu mengelus kepala putrinya dengan sayang.
Fara melihat bosnya yang tampak bersalah ikut mendekat dan langsung meminta maaf. “P-pak, maaf jika tadi saya lancang.
“Hemm, ” jawab Devan singkat. “Terima kasih sudah menyelamatkan anakku, kau boleh pulang.”
Fara terkejut mendengar kata terima kasih yang keluar dari mulut bosnya. Ini pertama kali ia mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Devan.
“Maaf, Pak. Saya izin untuk menunggu di sini karena saya berjanji pada Ainsley tidak akan meninggalkannya sampai ia bangun.”
Devan hanya mengangguk, Fara tidak habis pikir melihat bosnya yang tampak dingin dan kaku seperti robot.
Devan mencium pipi anaknya, membuat sang anak menggeliat dan terbangun. “Daddy!” Teriak Ley langsung memeluk daddy-nya.
“Daddy ada di sini Ley, putri Daddy jangan takut lagi ya.”
Ainsley menganggukkan kepalanya, Ley menatap Fara. “Mommy,” panggil Ainsley.
Fara melihat ke belakang tapi tidak mendapati siapa pun, sedangkan Devan mengurai pelukan anaknya dan melihat ke arah Fara.
“Ley, itu kak Fara bukan mommy.”
“No! Itu mommy-nya Ley!”
Fara yang merasa bingung hanya bisa diam. Kenapa Ley memanggilku mommy? Memangnya mommy Ley ke mana? gumam Fara dalam hati.
“Mommy peluk,” rengek Ainsley. Fara memeluk anak itu dengan hangat.
“Maaf, Ley tidak biasanya seperti ini,” ucap Devan membuat Fara lagi-lagi terkejut karena dua kata keramat itu keluar dari mulut bosnya dalam satu hari. Pertama terima kasih lalu kata maaf.
“Tidak apa pak, memangnya mommy Ley ke mana, Pak?”
Melihat Devan yang tampak diam membuat Fara sadar bahwa pertanyaannya salah, “Maaf, Pak.”
Devan diam, pria itu tidak membalas ucapan Fara.
“Karena Ley sudah bangun dan ada daddy di sini … Kakak kembali ke ruangan Kakak ya?” Fara mengelus lembut kepala Ainsley.
“Gak boleh! Mom harus sama Ley!” Fara jadi bingung dibuat Ley yang biasanya jahil pada dirinya kini malah begitu manja.
“Tapi M-mommy harus mengerjakan pekerjaaan yang sudah menunggu,” ucap Fara yang kaku ketika menyebutkan kata mommy, ia merasa begitu segan pada atasannya.
Mendapati jawaban Fara membuat mata Ainsley berkaca-kaca. Devan yang melihat wajah sedih anaknya menghela napas panjang. “Fara hukuman kamu berakhir, kamu boleh pulang.”
“T-tapi, Pak. Bagaimana dengan Ainsley?”
“Ley biar saya yang menanganinya,” ucap Devan menggendong putrinya, sedangkan Fara keluar untuk bergegas pulang.
Suara tangis terdengar pilu di telinga Fara, namun dirinya tetap melangkah untuk mengambil tas dan kunci sepeda motornya.
***
“Huhh … akhirnya sampai.” Fara memasukkan sepeda motornya ke dalam rumah kontrakan yang ia tempati karena tetangga Fara yang baru kemalingan, hal itu membuat Fara menjadi lebih berhati-hati. Bisa pingsan Fara jika sepeda motornya yang masih dalam masa pencicilan hilang.
Fara merasa kesepian di kos ini, ingin rasanya ia pulang ke kampung dan tinggal bersama kedua orang tuanya. Namun, demi membantu ekonomi keluarga mau tak mau ia harus tinggal berjauhan dari kedua orang tua dan satu adik laki-lakinya yang masih menempuh pendidikan di bangku SMA.
Setiap bulan dirinya selalu mengirimkan uang ke kampung, bapak dengan kesehatan yang sering menurun dan ibu yang sudah berumur membuat keduanya tidak lagi bisa mencari nafkah. Fara bertekat untuk menyekolahkan adiknya hingga ke jenjang perkuliahan, karena ia ingin adik satu-satunya itu bisa menggapai mimpinya yang ingin menjadi seorang dokter.
Fara berjalan menuju kamar, dirinya merebahkan diri di atas kasur kecil. Ia meraba ke samping tepat handphone-nya berada. Fara mengernyitkan dahi ketika tidak ada satupun notifikasi pesan atau panggilan yang masuk ke benda pipih canggih miliknya.
“Apa Bagas marah karena aku membatalkan pertemuan kami hari ini?” Fara bermonolog.
Ia membalik badannya menjadi telungkup, dengan kesal ia mengacak rambut panjangnya hingga mirip seperti singa betina.
“Ini semua gara-gara pak Devan! Kenapa sih ada bos modelan begitu.” Fara menutup wajahnya dengan bantal yang terbuat dari kapuk.
“Uhuk, uhuk.”
Fara terbatuk sebab abu dari bantalnya menusuk hingga ke dalam hidungnya. “Ya ampun … ini bantal udah hampir sebulan gak pernah dijemur sama dikepruki jadi begini nih.” Tangan Fara menggeser bantal kapuk itu agar menjauh darinya.
Ia merubah posisinya menjadi duduk bersila, jari-jari lentik Fara menari di atas layar handphone-nya, ia mencoba menelfon sang kekasih. Namun, tak kunjung di angkat.
Rasa khawatir mulai menjalar di hati wanita berusia 24 tahun itu, ia terus mencoba untuk menghubungi sang kekasih.
“Apa Bagas sudah tertidur?” tanya Fara pada dirinya sendiri.
Di samping itu, Ainsley masih terus menangis. Devan yang masih berada di dalam kamar puterinya itu tak tau harus melakukan apa.
“Daddy … Ley mau mommy ada di sini.” Ainsley terus menangis sambil memohon pada Devan.
“Dia bukan mommy, Ley,” ucap Devan mencoba memberi pengertian pada putrinya.
Bukannya diam, Ainsley malah semakin menangis. Air mata membanjiri wajah lucu bocah berusia lima tahun itu. Bahkan. Devan semakin pusing karena dua nanny yang biasanya menjaga putrinya itu telah mengundurkan diri.
“Kenapa Ley tidak punya mommy?” tanya Ainsley sesenggukkan.
Seperti ada yang mencubit hati Devan saat satu pertanyaan sederhana keluar dari bibir anaknya. Ia mengeluarkan smartphone miliknya dan menghubungi seseorang.
Di sisi lain, Fara yang tengah meratapi hidupnya dikejutkan dengan suara dering smartphone-nya. Mata wanita berumur 24 tahun itu mengernyit saat mendapati nama sang bos berada di layar ponsel miliknya.
“Pak Devan? Ada apa nelfon malam-malam? Jangan-jangan mau ngasih tugas tambahan. Gak usah diangkat aja deh, kalau ditanyain besok tinggal jawab udah tidur.” Fara mengabaikan panggilan dari bosnya.
Fara mengira setelah panggilan tak terjawab itu usai maka ia dapat melanjutkan sesi meratapi nasibnya. Namun, ternyata ia salah besar karena detik berikutnya nada dering itu kembali berbunyi.
Mau tak mau Fara mengangkat panggilan bosnya di dering ke tiga. “Halo, Pak. Maaf saya baru dari kamar kecil,” ucap Fara dengan suara yang dibuat sesopan mungkin.
“Em saya …,”
Fara mendapati suara gugup bosnya. Ia merasa aneh karena baru kali ini dirinya mendengar nada gugup keluar dari mulut pak Devan yang notabennya dingin seperti kulkas dua pintu.
Bersambung ....
“Saya, maksud saya Ley ingin bicara denganmu,” ucap Devan.
Wajah Fara dipenuhi dengan tanda tanya. Namun, ia tetap diam sampai suara Ainsley yang tengah menangis semakin jelas.
Mungkin saat ini pak Devan sedang mendekat ke arah anaknya. Pikir Fara.
Kening Fara sedikit tertekuk saat mendengar suara bosnya yang tengah berbisik, ‘ini mommy, jangan menangis lagi ya sayang.’
Pada saat itu pula suara tangis Ainsley terhenti. “Mom, ini Ley,” ucap anak kecil berusia lima tahun itu dengan sesenggukkan.
Sebenarnya Fara merasa aneh saat dirinya dipanggil dengan sebutan mommy, apa lagi Ainsley yang biasanya sering mengganggu dirinya. Akan Tetapi, setelah insiden di kamar mandi itu membuat Ainsley menjadi aneh seperti sekarang ini.
“Mom, apa mommy sudah tidur?”
“Eh, iya Mommy belum tidur kok. Ley kenapa nangis?” Fara bertanya dengan suara yang lembut.
Devan yang duduk di sisi ranjang putrinya ikut menyimak percakapan dua perempuan beda generasi itu.
“Daddy bilang mom bukan mommya Ley,” kata Ainsley dengan wajah tertekuk.
“Ley jangan nangis lagi ya sayang, nanti Mommy pukul bokoong daddy biar tau rasa! Enak aja bilang Mom bukan Mommy-nya Ainsley,” ucap Fara dengan menggebu-gebu. Tangannya dibuat seakan-akan sedang memukul bokoong bosnya padahal dirinya dan Ainsley sedang melakukan panggilan suara, bukan video call.
Terdengar suara cekikikkan Ainsley dari seberang sana. Dalam hati, Devan merutuki Fara yang sudah berani mengatakan hal itu pada putrinya.
“Ley sudah gosok gigi belum?”
“Belum, Mom,” jawab Ainsley.
“Kalau begitu, Ley harus gosok gigi dulu. Ini sudah larut malam, habis gosok gigi, cuci muka, cuci kaki nanti Mommy nyanyiin lagu pengantar tidur,” ucap Fara memberi penawaran pada bocah berusia li. Atahun yang kini tengah asik mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir Fara.
“Oke mom, tapi … Ley maunya sambil video call sama mommy,” kata Ainsley dengan suara yang terdengar manja.
Fara mengalihkan panggilan suaranya menjadi video call. Saat panggilan sudah beralih mode, Ainsley menyodorkan handphone itu ke Devan yang membuat kedua insan berbeda jenis kelamin itu saling tatap.
“Dad, pegang HP-nya dulu ya, Ley mau gosok gigi,” ucap Ainsley dengan girang.
Suasana berubah jadi kikuk, Fara yang salah tingkah karena wajah tampan khas bule pak Devan memenuhi frame layar ponselnya.
“Saya mau menemani Ainsley dulu, jangan dimatikan,” ucap Devan bernada perintah yang membuyarkan suasana kikuk di antara mereka.
Fara menjawab ucapan bernada perintah dari bos nya itu dengan senyuman manis, sangat bertolak belakang dengan isi hati dan pikirannya. “Dasar otoriter,” umpat Fara dalam hati.
Sembari menunggu Devan dan Ainsley kembali, Fara memutuskan untuk mengganti bajunya dengan kaus longgar yang biasa ia kenakan saat malam hari karena ia tidak begitu menyukai daster. Maka kaus longgar dengan sedikit bolong pada bagian ketiaknya menjadi pilihan dirinya.
Wanita cantik dengan rambut panjang itu kembali mengambil smartphone-nya, pada saat itu pula Ainsley sudah kembali juga dengan memamerkan deretan gigi putihnya pada Fara.
Sementara Devan ikut berbaring di samping putrinya, Ainsley merubah posisi berbaring terlentangnya menjadi miring ke samping membelakangi daddy-nya.
“Sayang letakkan saja smartphone-nya biar Mom nyanyikan lagu pengantar tidur,” ujar Fara, ia takut tangan gadis kecil itu pegal karena terlalu lama memegang ponsel.
Terlihat kepala Ainsley menggeleng kuat.
“Tidak, Mom. Ainsley mau dengan mommy nyanyi sambil lihat wajah mommy,” kata Ainsley dengan mata bulat berkedip-kedip lucu.
Sama keras kepalanya dengan pak Devan. Batin Fara.
“Baiklah kalau itu mau Ley, tapi maaf ya kalau suara Mommy tidak bagus.”
Kepala Ainsley mengangguk seraya menatap lekat wajah Fara yang berada di layar
smartphone daddy-nya.
“Twinkle, twinkle little star ….”
Fara mulai menyanyikan lagu yang ia ketahui. Ainsley mendengarkan nyanyian dari wanita yang ia panggil dengan sebutan mommy dengan mata sayu karena rasa kantuk.
Berbeda dengan Ainsley yang nyaman ketika suara Fara memenuhi indera pendengarnya. Devan malah merasa suara Fara sangatlah tidak bagus, mirip seperti suara tikus terjepit.
Pria berusia 36 tahun itu heran dengan putrinya yang mulai memejamkan mata hanya karena suara cempreng Fara menjadi lagu pengantar tidur.
Mata Devan melirik pada layar smartphone-nya yang masih dalam genggaman sang putri.
Terlihat Fara yang juga terlihat mengantuk, wanita itu tidur dengan posisi memiringkan badan. Tanpa sengaja, mata Devan tertuju pada kerah baju kaus yang dikenakan Fara melorot ke bawah hingga dua gumpalan itu tertangkap oleh matanya.
Dasar wanita ceroboh, batin Devan.
Anehnya saat mengatakan hal itu dalam hatinya, mata Devan tidak berpaling dari penampakan dua bukit milik Fara.
Tiba-tiba, suara Fara membuyarkan fokus Devan.
“Ley sudah tidur?”
Tubuh Devan sedikit tersentak, ia segera mengambil smartphone-nya dari tangan sang putri yang sudah tertidur pulas. Dengan wajah merah dan datar Devan mengambil alih panggilan video call itu.
“Ley sudah tidur,” kata Devan singkat.
Tit ….
Mata Fara yang sudah redup itu berkedip tak percaya atas apa yang baru saja terjadi. Bos luknutnya mematikan panggilan secara sepihak tanpa mengucapkan kata ‘terima kasih’.
Ia bukannya haus akan ucapan terima kasih, akan tetapi dirinya geram melihat kelakuan bosnya yang selalu sesuka hati dan hal itu membuatnya geram setengah mati.
“Bos luknut, kalau bukan karena butuh pekerjaan dan uang sudah resign aku dari sana, huh bikin mood jadi jelek aja,” gerutu Fara dengan wajah masam.
Fara menarik napas dalam, lalu ia pergi untuk membersihkan diri. Sementara di kediaman Devan, Devan juga sedang membersihkan diri di bawah guyuran air yang mengucur dari shower.
Pria dengan mata biru itu mengusap wajah kasar kala bayangan gumpalan seputih susu milik Fara masih terngiyang-ngiyang di kepalanya.
“Siaalann! Aku jadi seperti pria mesum!” umpatnya kasar.
***
Matahari menyembul malu-malu, Devan dengan wajah bantalnya yang terlihat tampan itu keluar dari kamarnya menuju kamar mandi untuk bersiap berangkat ke kantor.
Saat dirinya sudah siap dan rapi, pria itu langsung melangkah menuju kamar putrinya. Devan membangunkan sang putri dengan cara menciumi wajah Ainsley sampai terdengar suara kikikkan geli keluar dari bibir mungil gadis berusia lima tahun itu.
“Daddy geli hi-hi.” Ainsley membuka matanya.
“Ayo bangun my princess, hari ini kamu sekolah,” ucap Devan seraya mengusap puncak kepala anaknya.
“Habis pulangg sekolah … Ley mau ke kantor daddy.” Ainsley memasang wajah imutnya.
Kepala Devan mengangguk tanda setuju, memang sudah biasa jika sang putri datang ke kantor, dan hal ini sudah menjadi pemandangan yang biasa di kantor milik Devan.
***
“Aduhh! Sepeda motor please jangan ngambek sekarang dong,” keluh Fara yang kepalang pusing karena sepeda motornya mogok di saat yang tidak tepat.
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!