NovelToon NovelToon

Sistem Isekai : Masuk Ke Anime Isekai

SI : MKAI - 01

Di bangunan yang dijadikan sekolah menengah atas dengan bentuk bangunannya cukup kuna dan bertingkat tiga terdapat seorang pemuda yang cukup tampan namun memiliki hobi berdandan cukup culun untuk anak seukurannya.

Pemuda tersebut saat ini baru saja menyelesaikan jam pelajaran di sekolahnya dan sedang menuju ke halte yang di mana angkotan biasanya mangkal di sana untuk menunggu kepulangan siswa-siswi sekolah maupun universitas. Maklum saja ada angkutan umum yang mereka sebut sebagai bemo karena mereka menempati di kota-kota kecil di negara Indonesia yang di mana bemo masih beraktivitas dan sering kali di temui berbeda jika di kota-kota besar.

Setelah mendengar bel berbunyi yang menandakan jam pelajaran sudah berakhir membuat sontak seluruh siswa dan siswi di SMA tersebut segera membereskan semua perlengkapan buku-buku maupun peralatan tulisnya lalu segera dimasukkan ke dalam tas sekolah mereka setelah selesai berberes-beres, ketua kelas mereka akan memberi perintah untuk memberi salam kepada guru terakhir yang berada di kelas dengan sopan.

Ketua kelas saat ini sudah berdiri dan bersiap memberikan perintah kepada teman-teman sekelasnya untuk memberikan salam sebelum mereka semua keluar dari kelas mereka.

“Berdiri! Memberi salam!” ucap sang ketua dengan suara yang lantang dan tegas membuat teman-teman sekelasnya dengan kompak langsung berdiri dan tegak memberi salam kepada guru terakhir yang mengajarkan mata pelajaran di jam terakhir di kelas mereka.

“Selamat siang, Bu dan sampai jumpa. Terima kasih sudah mengajarkan kami,” ucap teman-teman sekelas termasuk ketua kelas beserta pemuda tersebut dengan serentak disertai dengan lantang dan tegas namun sopan.

“Sampai jumpa, anak-anak. Kalian bisa segera pulang ke rumah kalian masing-masing dan hati-hati di jalan,” ucap sang guru yang membalas salam dari murid-muridnya dan langsung saja dirinya keluar dari kelas tersebut yang menandakan jika murid-murid di kelas tersebut sudah boleh keluar dari kelas mereka.

Murid-murid dari kelas yang gurunya sudah keluar duluan langsung saja beramai-ramai meninggalkan kelas mereka hingga kelas tersebut menjadi kosong sementara kooridor menjadi penuh karena banyaknya murid-murid berbagai dari angkatan X-XII beramai-ramai segera keluar dari gedung sekolah mereka dan ingin segera sampai di rumah mereka. Namun juga terlihat mereka jika ada yang melanjutkan aktivitas mereka setelah sepulang sekolah, entah mengikuti ekstrakurikuler, atau kegiatan yang diadakan oleh pihak sekolah.

Mereka ada yang menunggu di lobby sekolah ada yang juga menunggu di gerbang sekolah dan ada yang juga nunggu di kedai-kedai depan sekolah mereka. Mereka menunggu jemputan mereka baik ada yang dijemput secara pribadi atau menggunakan antar jemput selayaknya di kota-kota besar.

Pemuda ini juga ikut menunggu namun sebelumnya dia berjalan menuju halte tempat pemberhentian angkutan umum yang searah menuju daerah rumahnya. Dia berjalan dari sekolah menuju ke halte tersebut dan tiba-tiba saja pundaknya merasa ada yang menepuk pelan namun pasti.

“Ton, tunggu aku dong. Kau ini kalau jalan kaki cepat juga jadi susah buat dikejar,” keluh teman pemuda yang memanggil pemuda tersebut dengan panggilan ‘Ton’. Mendengar suara yang amat dikenalnya lantas membuat dirinya menoleh dan benar saja teman sebangku dan tetangganya sudah ngos-ngosan karena mengejar dirinya.

“Loh, kamu mengapa tuh? Muka mu seperti habis lari dikejar sesuatu, Di,” ucap pemuda yang dipanggil ‘Ton’ oleh temannya yang dipanggil ‘Di’ oleh dirinya. Mendengar perkataannya membuat teman sebayanya sekaligus teman tetangganya mengumpat kesal kepadanya.

“Sialan kau, Anton. Kau mau menghinaku ya,” ucap temannya yang tidak terima dengan pertanyaan tidak masuk akal dari Anton, teman sekaligus sahabat tengiknya. Mendengar umpatan sedikit kasar dari temannya membuat Anton dengan santai berkata kembali kepada temannya yang sama-sama berjalan menuju halte tersebut.

”Kau ini aneh sekali ya, Dino. Aku tuh nanya baik-baik bisa-bisanya kau bilang aku menghinamu. Seriusan deh,” ucap Anton santai membuat Dino kesal kepadanya.

”Ya, kau harusnya sudah tahu mukaku merah karena apa dan aku tidak aneh ya,” sengit Dino yang benar-benar kali ini dibuat kesal oleh sahabat tengiknya itu yang merasa tidak bersalah atas pertanyaan yang sudah Anton lontarkan kepadanya.

”Ya kali kau merah karena melihat ketampananku, Din,” ucapnya dengan perkataan ngawur kepada Dino membuat Dino makin kesal dengannya.

”Gila ya kau, Ton, aku masih normal bukan gay macam kamu,” ucapnya dengan nada amarah namun masih kesal yang membuatnya dongkol dan berjalan lebih cepat dari Anton dengan suara omelan yang didengarnya membuat Anton tersenyum mendengar ocehan tidak masuk akal sahabatnya.

”Nanti malam aku haru maraton manga atau anime ya?” batin Anton yang masih berjalan dengan kecepatan santai membelakangi Dino yang sudah sedikit jauh dari langkahnya karena ingin segera sampai di halte tempat angkutan umum yang sudah menunggu mereka.

Sesampai mereka berdua di halte yang biasa mereka menunggu angkutan umum berhenti dan mengangkut keduanya untuk menuju rumah mereka yang cukup jauh dari sekolah mereka. Mereka duduk menunggu kedatangan angkutan yang biasanya sedikit lebih cepat dari kedatangan mereka sehingga membuat mereka tidak perlu menunggu terlalu lama untuk bisa pulang menuju rumah mereka.

”Duduk dahulu yuk, Ton,” ajak Dino yang sudah duduk menunggu kedatangan Anton karena dia tinggal dahulu akibat masih dongkol karena ejekan dari Anton sementara Anton langsung saja tanpa berbicara menghampiri Dino dan duduk di sebelah Dino dan menunggu kedatangan angkutan umum.

”Sudah gak marah nih?” goda Anton kepada Dino yang membuatnya Dino hanya bisa mencibir kepadanya. Setelah acara mencibir-cibiran dari Dino kepada Anton, keduanya sempat hening tidak bersuara hingga hampir lima menit mereka menunggu kedatangan angkutan umum yang belum muncul, tiba-tiba saja Dino berbicara.

”Ton, tumben lama ya, biasanya kalau kita menunggu kita tunggu hanya dua menit. Ini sudah lima menit,” ucap Dino yang merasa ada yang tidak beres.

Sementara Anton yang mengetahui jika Dino akan mengatakan hal yang tidak masuk akal segera memberikan pikiran positif kepada sang sahabat.

”Santai saja kali, Din mungkin kehabisan bensin sehingga mampir dahulu ke SPBU buat beli bensin. Jadi kita nunggu sambil baca-baca buku paket Bio,” ajak Anton untuk membaca buku paket Bio mereka karena besok mereka akan mengikuti ulangan Bio dan materi Bio kali ini yang menjadi bahan ujian menurutnya cukup susah dari bab-bab sebelumnya.

”Wah, idemu bagus juga, Ton daripada kita duduk nganggur mending kita hafalin saja nama-nama virus dan bakteri yang hidup di sekitar lingkungan kita. Karena nama-namanya pakai bahasa latin jadi cukup susah untuk dihafal,” ucap Dino yang menyetujui ajakan Anton dan langsung saja membuka tas sekolahnya setelah itu langsung mencari buku paket Bio sesudah menemukannya langsung dia ambil dan menutup kembali tasnya untuk mencegah pencopetan atau pencurian yang saat itu lagi marak-maraknya kedua kasus yang sempat ditakuti oleh kedua orang tuanya.

Beri dukungan kalian ya. Terima kasih banyak.

SI : MKAI - 02

”Wah, idemu bagus juga, Ton daripada kita duduk nganggur mending kita hafalin saja nama-nama virus dan bakteri yang hidup di sekitar lingkungan kita. Karena nama-namanya pakai bahasa latin jadi cukup susah untuk dihafal,” ucap Dino yang menyetujui ajakan Anton dan langsung saja membuka tas sekolahnya setelah itu langsung mencari buku paket Bio sesudah menemukannya langsung dia ambil dan menutup kembali tasnya untuk mencegah pencopetan atau pencurian yang saat itu lagi marak-maraknya kedua kasus yang sempat ditakuti oleh kedua orang tuanya.

Mereka berdua segera membuka buku paket mereka untuk dipelajari agar nanti malam mereka tidak terlalu lelah menghafal nama-nama bakteri maupun virus yang akan dibuat bahan ujian besok.

”Don, menurutmu menghafalkan bakteri dan virus susah gak ya?” tanya Anton kepada sang sahabat di tengah kesibukan mereka yang menghafalkan buku paket biologi mereka.

”Hah? Kau tidak kesambar petir kan? Pertanyaan macam apa itu? tanya Dino yang terkejut ketika Anton bertanya yang menurutnya omong kosong.

“Aku gak lagi kesambar petir tahu, dan itu hanya bercandaanku saja, hehe…” canda Anton kepada Dino yang membuat Dino menatapnya dengan sebal kepadanya.

“Tidak lucu tahu candaanmu tahu, Anton, ” ucap Dion sambil menatap kembali ke buku paketnya.

“Hehe… kau terlihat serius sekali sepertinya, Din, makanya kamu au menjahilimu,” ucap Anton yang masih menatap sang sahabat yang kembali fokus ke buku paket Bio-nya.

Hampir menunggu beberapa menit namun angkutan umum yang mereka tunggu tidak kunjung datang membuat Anton dan Dion kembali resah namun mereka masih berfokus untuk menghafal bahan materi ulangan untuk besok.

Hingga tiga puluh menit berlalu namun angkutan umum belum kunjung tiba membuat Anton dan Dion bertanya-tanya mengenai gerangan penyebab tidak datangnya angkutan umum yang mereka naiki.

“Serius ini, Dan, masa tiga puluh menit berlalu belum datang juga,” ucap Anton yang sudah sedikit resah karena dirinya kehabisan kuota dan baterai sehingga tidak bisa menghubungi kedua orang tuanya yang sibuk bekerja mencari nafkah untuk kebutuhan mereka berempat.

Tidak hanya Anton yang panik ketika angkutan umumnya belum tba, Dino juga mengalami hal yang lebih parah ketimbang Anton. Dion tidak bisa diam untuk mengusir rasa kegelisahannya.

“Bagaimana nih, Ton? Masa kita gak bisa pulang-pulang kalau kayak begini,” ucap Dino yang benar-benar gelisah dan panik mengalahkan kegelisahan dan kepanikan Anton.

“Ya, gak tahu aku juga, Din, semoga saja angkutannya tiba,” harap Anton dan mengatakannya kepada Dino. 

Hingga ketika di menit ke empat puluh lima muncullah angkutan umum mendekati mereka membuat Anton dan Dino bisa bernafas dengan lega karena kekhawatiran mereka langsung saja seketika menghilang.

“Liat, Din, itu angkutannya akhirnya sudah tiba, Puji Tuhan, akhirnya bisa pulang,” ucap Anton yang beragama Kristen Protestan ketika dirinya melihat sebuah angkutan umum yang mendekati mereka.

“Puji Tuhan, akhirnya muncul juga tuh angkutannya,” timpal Dino yang beragama Kristen Katolik.

Angkutan umum makin lama makin mendekati mereka namun pada saat angkutan umum sudah di depan mata betapa terkejutnya Anton dan Dino jika angkutan umumnya tampak berbeda seperti yang biasa mereka naik.

“Loh, Din, perasaan bentuk angkutannya gak kayak begini kan?” tanya Anton memastikan bentuk angkutan umum yang mereka biasa naiki kepada Dino. Begitu juga Dino yang menanyakan hal yang serupa kepada Anton guna untuk memastikan penglihatannya.

“Ton, perasaan gak kayak angkutan yang biasa kita naiki kan?” 

Disaat perasaan mereka campur aduk antara menaiki atau membiarkan angkutan umum tersebut melewati mereka dan mereka akan menunggu angkutan umum berikutnya muncul ke hadapan mereka.

“Din, bagaimana ini? Apa perlu kita naik saja ya? Siapa tahu ini angkutan terakhir,” ucap Anton yang masih galau untuk menaiki atau tidak sehingga dirinya bertanya kepada sahabatnya.

“Menurutmu, Ton?” tanya Dino balik kepada Anton karena dirinya tidak ingin celaka sendirian.

“Sudahlah kita naik saja deh, sudah mau malam soalnya,” ajak Anton kepada Dino namun sebelum mereka naik, sopir angkutan segera bertanya karena menurutnya kedua bocah SMA sangat lama untuk naik ke angkutannya.

“Dik, kalian berdua jadi naik kan?” tanya sang sopir untuk memastikan membuat Anton dan Dino serentak menjawab sopir tersebut karena tidak ingin menunggu lebih lama lagi.

“Iya, Pak, kita jadi naik kok, No, naik saja,” jawab Anton dan diangguk oleh Dino. Keduanya lantas masuk ke dalam angkutan dan dengan segera sopir langsung menjalankan angkutannya.

“Dik, kalian berdua mau ke daerah mana?” tanya sang sopir yang mengendarai angkutan umumnya yang terlihat sepi hanya ada Dino dan Anton saja sebagai penumpangnya. 

“Ke daerah K, ya Pak,” ucap Dino kepada sang sopir membuat sopir tersebut mengangguk kepalanya. 

Angkutan umum berjalan selayaknya angkutan tidak mengebut maupun tidak pelan juga. Namun Dino dan Anton seakan terhipnotis dan langsung saja tertidur di angkutan umum yang menurut mereka berdua sangat berbeda dan sedikit aneh setelah sang sopir memutarkan lagu dengan bahasa yang sepertinya bukan bahasa manusia.

”Dik, dik…, sudah sampai nih. Mau diturunkan di mana?” ucap sopir secara tiba-tiba membuat seketika Anton dan Dino membuka matanya selayak orang baru saja tertidur selama perjalanan. “Eh kok cepat sekali, Pak, sampai-sampai tidak terasa,” komentar Anton yang memang merasa perjalanan menuju rumahnya tidak terasa.

“Kalian terlihat kecapean, dik, ya udah kalian berdua mau diturunkan di mana?” tanya sang sopir kembali kepada Dino dan Anton yang terlihat linglung namun kesadaran mereka kembali sebentar akibat terkejut jika mereka beneran sudah tiba di sekitar daerah rumah mereka.

“Pak, turunkan kita berdua di pasar depan itu saja, Pak, nanti sisanya kita jalankan kaki saja karena sudah dekat,” ucap Dino yang hendak membawa tas sekolahnya dan bersiap untuk turun. 

“Iya, Pak turunkan di sana saja,” jawab Anton yang sepertinya tidak mau kalah dengan Dino. Sama seperti Dino, dirinya juga memanggul tas sekolahnya dan bersiap untuk turun dari angkutan umum.

“Baiklah kalau begitu Bapak akan berhentikan kalian berdua di pasar depan saja sesuai permintaan kalian,” ucap sang sopir dengan segera diangguk oleh mereka berdua dan dilihat oleh sopir melalui kaca spion atas. 

Sopir angkutan menjalankan mobilnya dengan perlahan dan berhenti tepat di depan pasar yang diminta oleh Dino dan Anton. Dengan segera Dino berdiri duluan membuat Dino berjalan di depan.

“Ini ya Pak, uang angkutannya, ” ucap Dino menyerahkan selembar uang seribuan dan dua ribuan kepada sang sopir setelah turun dan memberikan di bagian depan penumpang yang duduk di depan.

“Terima kasih ya, Dik,” jawab sang sopir sambil mengambil uang pemberian Dino.

Sementara ketika Anton hendak turun, penglihatannya menangkap sebuah benda.

“Eh… sepertinya ada yang ketinggalan,” gumamnya dan segera memeriksa apakah penglihatannya benar-benar nyata atau bukan. Dan memang saja Anton berhasil menemukan sebuah telepon genggam yang tampak modelnya terlihat ketinggalan zaman dengan segera saja Anton bertanya kepada sang sopir angkutan.

”Pak, ini apakah punya penumpang Bapak sebelum kita berdua?” tanya Anton setelah turun dari angkutan dan menuju depan sambil menunjukkan telepon tersebut kepada sang sopir.

Beri dukungan kalian ya. Terima kasih banyak.

SI : MKAI - 03

“Eh… sepertinya ada yang ketinggalan,” gumamnya dan segera memeriksa apakah penglihatannya benar-benar nyata atau bukan. Dan memang saja Anton berhasil menemukan sebuah telepon genggam yang tampak modelnya terlihat ketinggalan zaman dengan segera saja Anton bertanya kepada sang sopir angkutan.

”Pak, ini apakah punya penumpang Bapak sebelum kita berdua?” tanya Anton setelah turun dari angkutan dan menuju depan sambil menunjukkan telepon tersebut kepada sang sopir.

Sang sopir langsung saja menatap benda tersebut dan setelah menatap cukup lama langsung saja dia berbicara kepada Anton.

”Maafkan saya, Dik, saya juga tidak tahu dan kamu bawa pulang saja daripada jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab, ” ucap sang sopir yang membuat Anton lantas terkejut mendengar jawabannya.

”Serius Pak, jangan aneh-aneh, Pak, ini punya orang nanti pemilik sesungguhnya mencari bagaimana Pak?” tanya Anton yang sudah panik dan terkejut. Mendengar perkataan dari Anton membuat sang sopir tersenyum dan berkata, ”Tenang saja, Dik, pasti tidak akan ada yang mencarinya sepertinya barang itu belum menemukan tuannya dan sekarang sudah.” 

Ucapan sang sopir yang terdengar misterius membuat Anton terheran-heran.

”Apa maksudnya benda tak bertuan? Dia bukan benda magis kan yang diperintahkan untuk menghisap nyawa manusia?” tanya Anton ketakutan yang di mana ucapannya didengar oleh Dino dan langsung saja Dino menertawakan Anton yang menurut Dino perkataan Anton sangat tidak masuk akal.

“Ton, kau jangan menghayal deh dan ini sudah zaman modern mana ada tahayul begituan,” ucapnya dengan nada tertawa yang membuatnya menahan sedikit di perutnya akibat dirinya tertawa lepas membuat Anton malu mendengarnya.

“Hush.. kau ini, tertawa seperti orang gila saja, tahu,” ucap Anton dan menyuruh Dino diam agar tidak menertawakan dirinya kembali namun apa daya Dino masih saja tertawa layaknya seperti orang gila.

”Dik, Adik belum bayar uang naik angkutan,” ucap sopir membuyarkan lamunan Anton yang terlihat seperti masih bimbang untuk menerima benda tersebut. Mendengar perkataan mengenai dirinya belum bayar lantas Anton tergesa-gesa mencari uang yang dia gunakan untuk membayar uang angkutan umum. Setelah menemukan dengan jumlah yang pas dengan segera dia menyerahkan uang tersebut kepada si sopir.

“Nih ya Pak, uang bayar naik angkutan,” ucapnya sambil menyerahkan selembar dua ribuan dan selembar seribuan kepada sang sopir dan sopir tersebut menerima uang pemberian Anton.

“Makasih ya, Dik, Bapak pergi dahulu, kalian hati-hati ya jalannya,” nasihat sang sopir kepada Anton dan Dino. yang masih terlihat menahan tawanya yang belum selesai.

“Iya, Pak, makasih banyak, Bapak juga hati-hati di jalannya ya,” balas Anton dan sopir tersebut kembali melajukan angkutan tersebut menuju halte berikutnya.

Menghilangnya sosok kendaraan tersebut membuat mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju ke rumah mereka masing-masing. Dalam perjalanan mereka berdua mengobrol mengenai penemuan Anton.

“Memangnya kau dapat apa sih sampai heboh segala, Ton?” tanya Dino dengan penasaran karena sampai saat dia menertawakan Anton dia belum melihat wujud benda itu sama sekali.

Sementara Anton yang mendengar dari pertanyaan Dino langsung terkejut namun masih dia netralkan raut wajahnya. ”Memangnya kau dari tadi tidak bisa melihat wujudnya? Makanya jangan mentertawakan orang, Din,” ejeknya ke sang sahabat.

“Ya elah begitu saja dendam, makanya Ton jangan jadi orang percaya amat sama takhayul mending aku yang hanya mentertawakanmu jika orang lain tahu bisa-bisa jadi bahan gosip juga tuh dan aku jamin kau pasti jadi selebritas dadakan,” elak Dino yang merasa masih mending dirinya ketimbang orang lain yang membuat Anton mendengarnya merasa gemas akan perkataan Dino.

“Ya elah, gak begitu juga kali, ya memang ku akui aku gak suka jadi bahan gossip orang tetapi aku juga gak suka diketawain oleh sahabatku sendiri,” ucap Anton berapi-api membuat Dino mengalah kepadanya.

“Iya deh, iya deh, lain kali aku gak begitu lagi, dan maaf ya,” ucap Dino membuat suasana kembali adem dan tenteram.

“Iya udah aku maafkan kok,” ucap Anton.

“Terus itu kau dapat barang apa sih?” tanya Dino yang masih penasaran akan barang yang ditemukan oleh Anton.

“Ow… kau masih penasaran toh rupanya, baiklah, akan aku tunjukkan bendanya,” ucap Anton mengambil benda tersebut yang dia simpan di saku seragam celana abu-abu panjang dan mengeluarkan dari saku lalu menunjukkannya kepada Dino.

Dino yang belum melihat benda tersebut berharap jika Anton mendapatkan harta karun yang bisa dijual dengan harga yang lumayan namun setelah Anton menunjukkannya dan dirinya juga sudah melihat bentuk benda tersebut langsung pupus harapannya.

“Ya elah, Ton, ku kira benda apaan, rupanya telepon kuno,” ucap Dino yang menyesal telah mendesak Anton untuk memperlihatkan bentuk benda yang membuatnya menghayal terlalu tinggi mendengar temannya pasti sakit setelah menghalu hanya bisa mencibir Dino.

“Memangnya kau mengira bentuknya apa?” tes Anton kepada Dino yang sebenarnya kurang lebih Anton telah mengetahui apa saja yang dipikirkan oleh sahabatnya itu.

“Kau pasti tahu sendiri lah, Ton,” ucap Dino yang sedikit malu karena pikirannya berhasil diketahui oleh Anton. 

Mereka bercakap-cakap selama perjalanan hingga tidak terasa mereka sudah tiba di rumah mereka masing-masing. Mengetahui sudah tiba di rumah masing-masing membuatnya tidak lupa berpamitan kepada satu sama lainnya.

“Ton, aku masuk dahulu ya, sampai jumpa besok di sekolah,” ucap Dino yang memang membawa kunci serep untuk membuka pagar rumahnya karena dirinya sedang ditingal oleh anggota keluarganya sendirian di dalam rumah tersebut sedangkan Anton masih harus menunggu sang kakak yang baru saja pulang dari kampus untuk dibukakan pintu agar dirinya bisa masuk ke dalam rumah.

“Oke, Din, sampai jumpa besok juga ya dan hati-hati kamu sendirian di rumah jika kamu butuh sesuatu jangan lupa telepon nomorku, ya.” ucap Anton yang penuh perhatian kepada sang sahabat karena Anton mengetahui jika sahabatnya ditinggal sendirian dalam jangka waktu cukup lama oleh anggota keluarga lainnya. 

“Itu pasti, tenang saja kalau aku butuh aku pasti kabari kamu dan jika aku butuh jangan lupa segera datang,” ucap Dino yang seperti menagih janji kepada pacarnya.

“Tenang saja, sudah sana kamu masuk ke rumahmu buruan nanti ada yang curiga kalau kamu lagi sendirian,” usir Anton dengan sedikit sopan membuat Dino tidak langsung sadar jika Anton mengusir dirinya dalam artian halus.

“Yoi, aku masuk, aku masuk,” ucapnya sambil kembali menutup pintu pagar dan melangkah masuk ke dalam perkarangan rumahnya setelah memastikan Dino sudah memasuki rumahnya barulah Anton mengetok pintu pagar rumahnya sehingga sang kakak yang lebih tua tiga tahun keluar dari rumah dan melangkah ke pagar untuk membukakan pintu untuk dirinya.

Teng...teng…

“Iya, iya, sabaran dikit dong,” terdengar suara kakak laki-lakinya yang berumur beda selisih tiga tahun lebih tua ketimbang dirinya yang terlihat keluar dengan wajah sedikit kesal.

Beri dukungan kalian ya. Terima kasih banyak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!