Namanya Widuri. Seorang wanita keturunan Jawa tulen berusia 22 tahun yang tinggal di Pelosok Desa yang dekat dengan Lereng Gunung terbesar di Jawa. Widuri adalah istri pertama dari pria dusun yang bernama Galuh Wiguna yang berusia 27 tahun. Widuri adalah Kembang Desa yang malang yang ditinggal kedua orang tuanya meninggal karena tertimpa wabah penyakit pada saat usianya masih belia. Namun, saat dewasa dia dipersunting oleh Galuh Wiguna karena kecantikan alami dan karakter Widuri yang lemah lembut dan tidak neko-neko.
Galuh Wiguna juga mempunyai istri muda yang cantik dan bekerja sebagai Penari Ronggeng terkenal di desanya. Istri mudanya bernama Roro Prameswari yakni wanita idaman para pemuda di desa tersebut. Kelihaiannya menari ronggeng sudah tercium sampai di Ibu Kota tempat tinggalnya.
Karena ketampanan wajah dan juga pandai mengelola perkebunan cengkeh, Roro Prameswari jatuh hati kepada Galuh Wiguna dan akhirnya kini Roro dipersunting oleh Galuh.
Roro sangat dimanja oleh Galuh dan ibu mertuanya yang seorang janda yakni Marsinah. Sedangkan perlakuan tidak adil dan semena-mena mereka berikan kepada Widuri, istri pertamanya yang seorang wanita lugu yang sudah tidak mempunyai orang tua. Sanak kerabatnya pun jauh di luar kota. Jadi, Widuri sudah tidak mempunyai siapa-siapa selain keluarga dari suaminya.
"Widuri, tolong sekalian cuci pakaian Ibu dan Roro. Kamu 'kan nganggur di rumah, sedangkan Roro itu susah payah bekerja sebagai Penari Ronggeng. Jadi, kamu harus bersedia mencuci pakaian kita semua!"
Ibu mertua dari Widuri yang bernama Marsinah, menyuruh Widuri untuk mencuci pakaian ibu mertua dan madunya yang bernama Roro.
"Baik, Bu. Saya akan ke sungai sekarang juga," jawab Widuri dengan nada sendu.
Mau tidak mau dia harus ke sungai untuk mandi dan mencuci pakaian. Setelah sembahyang subuh, saat suara ayam jago berkokok secara bersahutan, Widuri harus ke sungai untuk mandi dan mencuci pakaian miliknya dan keluarga suaminya termasuk pakaian madunya.
Widuri tidak bisa membantah perintah dari keluarga suaminya karena kondisinya yang masih terpuruk. Widuri sudah berusaha mencari pekerjaan di sekitar desanya tetapi satu pun tidak ada pekerjaan yang dia dapatkan. Malah cacian dan hinaan yang dia dapatkan. Saat itu, hatinya sangat pilu seperti ditikam sembilu.
Di rumah keluarga suaminya, sebenarnya terdapat kanar mandi dan bak penampungan air untuk keperluan MCK namun, Marsinah melarang Widuri untuk menggunakan kamar mandi tersebut dengan alasan pengiritan air. Rata-rata daerah pegunungan di desanya masih sulit untuk mendapatkan sumber air yang memadai.
"Cepat, Widuri. Jangan melamun saja!" bentak Marsinah dengan raut wajah sinis menatap ke arah Widuri yang sedang berdiri di depannya.
Marsinah meminta Widuri untuk segera ke sungai karena dia muak melihat menantu miskinnya tersebut. Dalam benaknya, dengan dia bersikap kasar kepada Widuri, menantunya itu tidak betah tinggal di rumahnya, karena menurut Marsinah, Widuri hanya akan menyusahkan keluarganya.
Dia mengharapkan Roro Prameswari sebagai menantu idaman karena Roro seorang yang bukan pengangguran. Hasil dari bekerja sebagai penari ronggeng tidaklah sedikit. Maka dari itu, Marsinah sangat mengagumi Roro Prameswari.
**** ***
Dengan berjalan cepat sambil membawa bakul berisi pakaian kotor dan pakaian ganti, Widuri mulai melakukan perjalanan ke sungai. Suara burung hutan bersahutan. Udara dingin di pagi buta menusuk persendian Widuri yang tidak memakai jaket saat itu.
Dia sendiri tiada teman untuk menuju ke sungai karena para warga penduduk, lebih memilih mencuci pakaian di rumahnya masing-masing. Ada juga yang pergi ke sungai, tetapi hanya sebatas untuk mengambil air ketika musim kemarau tiba.
Sreg, sreg, sreg!
Saat di tengah perjalanan menuju sungai, Widuri mendengar di belakangnya seperti ada orang yang berjalan dan terngiang-ngiang di telinganya terdengar suara sinden wanita yang sedang menyanyikan tembang jawa diiringi dengan musik gamelan.
'Aneh, di tengah kebun seperti ini siapa yang sedang menyanyi tembang jawa? Jangan-jangan ....'
Widuri menerka-nerka dalam hatinya mengenai tembang jawa tersebut. Sontak, bulu kuduknya mulai berdiri dan saat itu tiba-tiba angin bertiup kencang. Seketika, nafas Widuri mulai ngos-ngosan dan dia mulai membaca ayat kursi dan memohon agar diselamatkan dari kejahatan makhluk halus yang tengah mengerjainya.
Setelah membaca doa-doa dan ayat kursi, sekejap suara tembang tersebut mulai menghilang dan angin yang tadinya kencang, mendadak tenang kembali.
Kini tidak sadar, Widuri sudah sampai di sungai dan dia mulai mandi terlebih dahulu lantas berganti dengan mencuci pakaian.
Helai demi helai dia mulai menyikat pakaian yang kotor sampai bersih. Hingga dua jam kemudian, dia telah selesai mencuci pakaian. Lalu dia meletakkan pakaian tersebut kedalam bakul yang terbuat dari anyaman bambu untuk dibawa pulang.
Byur!
Tiba-tiba Widuri mendengar suara seseorang sedang menceburkan diri ke dalam sungai. Sontak, bulu kuduknya berdiri kembali. Namun, dia tidak boleh takut agar dia bisa fokus untuk perjalanan pulang. Namun, lama-lama, Widuri mendengar semakin jelas suara orang seperti sedang mandi dan terdengar lagi suara alunan tembang jawa yang ditembangkan oleh seorang wanita dengan sangat merdu.
Lantas, Hati Widuri meronta ingin mengetahui siapa yang mengalunkan tembang tersebut. Dengan jalan mengendap-endap dia mendekati sumber suara.
Tidak lama, benar adanya, Widuri melihat seorang wanita sedang mandi dan hanya tertutup oleh pakaian dalamnya saja. Dan di atas batu besar tidak jauh dari tempat wanita itu mandi terdapat jarit, selendang dan sekeranjang bunga mawar yang berbau seperti saat ada orang meninggal.
Namun, wajah wanita itu terlihat samar-samar karena Widuri melihat dari kejauhan. Waktu itu, langit sudah mulai cerah, Widuri semakin mendekati wanita itu mandi. Saat semakin dekat, sontak dia kaget dengan apa yang dia lihat barusan.
"Hihihihi!"
Saat itu, Widuri mendengar wanita itu tertawa dengan kencang dan terdengar suara tawa yang mengerikan sambil menatapa ke arah Widuri dengan tatapan tajam. Wajah wanita tersebut sangat jelek dan penuh dengan jerawat. Rambutnya berwarna putih dan panjangnya sampai ke mata kaki wanita tersebut. Dan di atas kepalanya terdapat patung kayu berbentuk ular dan terlihat semakin mengerikan.
Bulu kuduk Widuri mulai berdiri dan mulutnya seperti terkunci. Wanita itu masih menatapnya dan setelah beberapa detik, dia berjalan untuk mengambil sekeranjang bunga mawar. Dan bunga mawar tersebut sebagian ditabur diseluruh badannya dan sebagian lagi dimakan oleh wanita tersebut.
Saat itu, ada seperti cahaya yang masuk ke dalam tubuh wanita tersebut. Dengan sekejap, wanita tersebut berubah menjadi wanita cantik dan terpancar aura yang sangat indah. Saat terlihat jelas, sontak, Widuri terkejut melihat siapa wanita tersebut.
"Wa-wanita itu ...."
Widuri masih tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Karena mulutnya masih seperti di lem oleh perekat yang teramat kuat. Badan Widuri merasa lemas seperti ditindih sesuatu yang besar. Kaki dan tangannya seperti diikat erat oleh tali yang kuat.
Tetapi, mata Widuri masih memandang wanita tersebut yang terlihat dia sedang menyanyikan lagu tembang jawa sehingga Widuri seperti di alam mimpi dan terbuai oleh tembangan tersebut. Semakin lama suara tembang tersebut semakin lirih dan berganti dengan bunyi orang tertawa cekikikan seorang nenek dengan suara yang mengerikan. Widuri seperti dikendalikan oleh alam lain yang tidak dia mengerti.
Widuri seperti dikendalikan oleh makhluk yang tak kasat mata dan tempat yang dia pijaki sekarang seperti di alam lain. Seketika dia teringat dengan nasihat orang tuanya dahulu. Jika dia sedang dalam masalah atau diganggu oleh makhluk halus perbanyaklah membaca doa-doa dan ayat suci. Lantas, Widuri melantunkan ayat kursi dan doa-doa lainnya. Tidak lama, suara-suara mengerikan seperti nenek yang berteriak itu telah hilang. Dan tubuhya kini menjadi ringan lembali.
Widuri mulai menepuk pipi kanan dan kirinya apa yang sedang dia lihat benar atau hanya sedang bermimpi. setelah sadar, ternyata memang ini adalah kejadian nyata. Wanita yang sedang mandi itu ternyata adalah madunya sendiri yang bernama Roro Prameswari. Dia menatap Widuri dengan tatapan tajam dan mengerikan. Seolah-olah Roro mempunyai dendam terhadap Widuri.
Saat itu, setelah mengetahui itu adalah benar-benar Roro, kini Widuri malah tidak takut sedikit pun kepada wanita tersebut hanya sebatas kaget karena Roro bilang sendiri bahwa dia tidak suka mandi di sungai karena takut diintip. Tetapi kenyataannya malah dia mandi di sungai. Lalu yang jadi pertanyaan, jika dia ingin mandi di sungai kenapa dia tidak pergi bareng bersama dengan Widuri.
Lalu Widuri berjalalan mendekati Roro yang sedang mandi. Namun, tiba-tiba ada yang memanggilnya dari arah belakang,
"Widuri, kamu sedang apa? Kok seperti mencari sesuatu?"
Seorang pria berwajah tampan, berahang kokoh dan jangkung, tiba-tiba menyapa Widuri. Terlihat dia sedang membawa penampungan air yang biasa dipakai orang di dusun itu untuk mengangsu di mata air yang tidak jauh dari sungai tersebut.
"Kang Darma? Bikin Widuri kaget saja. Itu, Widuri melihat anu ...."
Widuri tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena saat dia menoleh ke arah Roro yang tadi sedang mandi kini sudah tidak terlihat lagi hingga membuat Widuri berdebar-debar tidak karuan.
"Lihat apa sih, di pagi yang cerah ini. Kamu sakit ya, Wid? Cepetan pulang gih, apa saya antar?"
Darma seorang pria lajang berumur 25 tahun anak dari juragan sembako berpapasan dengan Widuri yang sedang mencari sesuatu dan terlihat wajah gugup seperti sedang melihat hantu.
Darma sebenarnya diam-diam menaruh hati dengan Widuri karena kalah cepat dengan Galuh. Widuri merupakan wanita sederhana yang tinggal satu dusun dengan Darma dan Galuh. Rumah peninggalan almarhum orang tua Widuri pun masih ada dan sekarang tiada berpenghuni. Namun, jika sempat Widuri akan pulang ke rumah orang tuanya untuk bersih-bersih rumah. Darma adalah sosok yang pendiam dan takut untuk mengungkapkan perasaan kepada wanita.
"Saya tadi melihat seorang wanita sedang mandi di sungai itu. Tetapi pas Kang Darma datang. Tiba-tiba sudah hilang. Saya bisa pulang sendiri, Kang. Permisi."
Dengan perasaan yang masih aneh, Widuri menceritakan kejadian aneh yang baru saja dialami. Mungkin dengan memberi tahu pria tersebut rasa takutnya akan berkurang.
"Oh. Mungkin kamu sedang sakit. Mana ada pagi-pagi ada hantu. Saya lihat dari tadi hanya kamu yang berada di sini. Kamu saya antar saja, kebetulan, tempayan ini sudah mau penuh mengisinya," jawab Darma yang belum bisa percaya jika pagi-pagi ada wanita yang mandi selain Widuri.
"Terserah Kang Darma saja, percaya atau tidak. Yasudah, ayo kita pulang. Tapi saya jalannya di depan, Kang Darma di belakang agar tidak digunjing orang," jawab Widuri yang hendak bersiap-siap untuk pulang.
Widuri tidak mau berlama-lama di sungai takut dimarahin mertuanya yang kini berubah menjadi galak saat Roro Prameswari menjadi madunya. Sebenarnya Widuri sangat tidak setuju dengan pernikahan kedua suaminya. Rasanya dia ingin bercerai saja dengan suaminya. Namun, melihat kondisi dirinya yang terpuruk, sementara dia akan mempertahankan rumah tangganya walaupun sejuta luka yang dia dapatkan.
Widuri bersedia pulang bersama pria yang bernama Darma karena dia dikenal pria baik dan tidak neko-neko serta untuk mengurangi rasa takutnya atas kejadian aneh yang baru saja Widuri alami. Lima belas menit kemudian, Widuri sudah sampai di rumah keluarga suaminya. Widuri tidak langsung masuk ke dalam rumah namun, dia akan langsung menjemur pakaian di samping rumahnya.
Terlihat Darma sedang memasuki rumahnya yang besar karena rumah Darma tidak jauh dari rumah keluarga suaminya. Hanya berjarak dua rumah dari rumah tetangga.
Saat itu, Darma menatap agak lama ke arah Widuri yang sedang menjemur pakaian. Sontak, Widuri merasa berdesir hatinya.
'Darma kenapa sih? Menatap diri ini seperti ini? Sudahlah, itu tidak penting. Saya 'kan hanya istri lusuh, mana mungkin dia naksir sama diri ini,' gumam Widuri dalam hatinya.
Setelah selesai menjemur, waktu itu tepat pukul 9.00 pagi, Widuri akan masuk ke dalam rumah untuk memastikan apakah Roro berada di dalam rumah. Widuri memasuki ruang tengah dan terlihat Marsinah sedang memotong-motong sayur buncis pertanda mertuanya sedang masak. Sementara suami dan Roro tidak didapatinya. Sudah terbiasa suaminya berada di ladang sedang mengurus cengkeh karena waktu panen tiba.
"Sedang apa kamu berdiri di situ, Wid? Jangan melamun, kesambet setan tahu rasa! Makan sana nanti dikira saya tidak kasih makan kamu! Tuh ibu-ibu tetsngga bilang, jika Ibu menyudutkan kamu! Kamu ngadu ya sama ibu-ibu kampung?"
Saat akan menanyakan tentang keberadaan Roro, mertuanya sudah menyemprot Widuri dengan kata-kata pedas. Niatnya untuk menanyakan tentang keberadaan Roro dia urungkan dahulu sampai kondisi tenang kembali.
"Maaf, Bu. Saya tidak pernah mengadu kepada tetangga dan Widuri tidak tahu-menahu tentang itu. Baik, saya akan makan dahulu," jawab Widuri dengan tegas. Lalu Marsinah hanya terdiam dan melanjutkan memotong sayuran yang belum kelar.
Lalu Widuri segera ke ruang makan sederhana milik keluarga suaminya. Dia duduk di kursi yang terbuat dari rotan dengan ukiran yang berbentuk unik sehingga terlihat enak dipandang.
Widuri segera membuka tudung saji. Sontak, Widuri merasa kaget karena menu masakan pada pagi itu sangat lengkap. Biasanya dia hanya makan sambal terasi dan kerupuk sisa sarapan dari keluarga suaminya. Mungkin karena tetangga menggunjing, ibu mertua memberikan menu yang lengkap kepada Widuri.
Widuri segera mengambil piring dan sendok serta mengambil satu centong nasi beserta lauknya dan dia mulai makan dengan lahap. Saat tengah asik sarapan, Widuri mendengar suara tawa wanita dan suaminya yang mungkin dari arah depan. Lima menit kemudian, terlihat Roro sedang bergelanyut manja di pundak suaminya sambil berjalan ke arahnya.
Roro terlihat masih mengenakan pakaian layaknya penari dengan dandanan yang sangat molek dan mengenakan selendang.
"Ngapain Mbak, lihat-lihat seperti itu! Mbak iri ya, jika saya jalan mesra bersama Mas galuh?"
Roro mulai menyapa Widuri dengan sapaan yang menyakitkan. Widuri masih terdiam. Sebenarnya hatinya terasa sakit melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain, walaupun mereka sudah terikat pernikahan halal, namun itu sangat menyakitkan.
Roro masih berdiri dan menatap sekilas ke arah Widuri pun juga dengan suaminya yang berada di samping Roro yang sedang menghitung uang.
"Sudahlah sayang, biarkan saja. Toh dia tidak akan bisa menyaingi kesempurnaan kamu. Kamu istri Mas yang nomor satu di hati Mas!"
Sambil mengecup pipi halus milik Roro, Galuh menjawab pertanyaan dari Roro untuk mengabaikan Widuri. Widuri yang melihat pemandangan tersebut, hatinya serasa dibakar oleh api yang sangat panas. Namun, dia berusaha untuk meredamnya. Belum saatnya dia melawan. Tiba-tiba, berjalan Marsinah ke arah di mana Roro berdiri dan berkata,
"Bagaimana kompetisi menari di kecamatan. Apakah kamu menang, Nduk?"
Marsinah bertanya tentang apa yang dikerjakan Roro. Lantas, Roro menoleh ke arah Marsinah dan berkata,
"Alhamdulillah, Bu. Saya menang juara satu dan mendapat uang liam juta rupiah. Itu uangnya dibawa oleh Mas Galuh," jawab Roro dengan senyum kemenangan.
"Hebat kamu, Nduk. Kamu memang menantu idaman Ibu," jawab Marsinah mengacungkan dua jempol ke arah Roro dan tersenyum sinis kepada Widuri.
Namun, Widuri tidak menghiraukan tatapan mertua yang menyindirnya dia malah memikirkan kejadian saat di sungai tadi.
'Roro di kecamatan? Bukannya tadi mandi di sungai? Ah, sudahlah. Mungkin yang di sungai itu hantu jadi-jadian yang menyamar menjadi Roro. Tapi Hantu menyeramkan itu kok berubah menjadi Roro? Ada hubungan apa Roro dengan hantu yang saya temui?' batin Widuri dengan hati yang merasa bergidik ngeri membayangkan sosok hantu yang tadi pagi sempat dia temui.
Pada malam itu terasa sangat dingin karena kabut mulai turun. Angin pun bertiup kencang membuat suasana malam yang mencekam. Widuri terlihat sedang membaca lantunan ayat suci alqur'an untuk menenangkan jiwanya yang terluka dan rapuh.
Suara merdu lantunan ayat suci menghiasi rumah tua milik keluarga dari bu Marsinah. Namun, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari kamar sebelah, tidak lain adalah kamar milik Roro Prameswari yang di mana malam itu adalah jatah suaminya bersama dengan Roro.
"Mas, badanku panas sekali! Aduh, panas!"
Roro berteriak karena tiba-tiba sekujur badannya terasa panas. Dia berlari kecil mondar-mandir seperti orang yang sedang cemas dan merasakan kesakitan.
"Kamu kenapa, Dek? Kamu sakit apa?"
Galuh yang mendengar teriakan istrinya kepanasan merasa bingung harus berbuat apa karena dia tidak tahu cara mengobati sakit yang dialami istrinya tersebut.
"Mas, tolong aku!"
Kini kulit Roro menjadi kemerah-merahan seperti sedang alergi. Padahal tadi, dia tidak makan yang berbau daging dan ikan. Dia hanya memakan oseng-oseng buncis masakan dari mertuanya.
Saat itu, Widuri samar-samar mendengar teriakan dari madunya yang merasa kesakitan lantas, dia mulai menyudahi membaca alqur'an. Dia langsung melepaskan mukena yang masih melekat di tubuhnya dan melipatnya dengan rapi.
Widuri berjalan mendekati kamar milik Roro dan kebetulan mertuanya juga keluar dari kamarnya dan menuju pintu di mana Roro berada. Marsinah yang tadinya sudah terjaga, kini terbangun karena mendengar teriakan dari mantu idamannya. Lantas, dia menggedor pintu kamar tersebut.
"Roro, kamu kenapa? Cepat buka pintunya!"
Karena panik, Marsinah langsung menggedor pintu kamar Roro dan memanggilnya untuk segera membuka pintu yang sudah terkunci. Marsinah takut terjadi hal buruk dengan Roro.
Beberapa detik kemudian, pintu pun terbuka. Saat itu Roro sudah duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong dan sudah tidak berteriak kembali.
Terpaksa Marsinah mendekati Roro yang sedang duduk di tepi ranjang dan di sampingnya Galuh sedang mengoleskan minyak angin dilengan Roro yang terlihat kulitnya berwarna kemerah-merahan.
"Roro tadi kepanasan, Bu. Tetapi sekarang sudah tidak. Ini, Galuh sedang mengoles minyak angin agar tidak panas lagi," jawab Galuh sambil memberikan minyak angin di tubuh istrinya.
"Oh. Kirain apa? Mungkin Roro kecapekan karena kerja terus. Besok, kamu libur saja ya, Nduk? Pasti kamu masuk angin."
Marsinah mengira bahwa Roro sedang masuk angin, padahal dia kepanasan karena mendengar Widuri sedang mengaji. Dia tidak mau memberi tahu kepada mertua dan suaminya jika dia kepanasan karena suara orang mengaji agar tidak curiga bahwa Roro bersekutu dengan setan.
Roro masih terdiam. Widuri yang melihat kejadian tersebut merasa aneh. Saat dia berhenti mengaji, madunya tersebut tidak kesakitan kembali. Widuri mulai sedikit curiga. Lalu dia tidak mau berlama-lama di depan kamar Roro karena khawatir Roro akan marah. Lantas, dia segera akan masuk ke kamar. Tapi langkanhnya terhenti saat Galuh memanggilnya.
"Widuri, jangan pergi dulu! Tolong ambilkan segelas air matang untuk Roro!"
Tiba-tiba suaminya menyuruh Widuri mengambil segelas air matang. Tanpa membantah dia langsung ke dapur untuk mengambil air matang satu gelas. Saat akan mengambil gelas di rak yang berisi peralatan, di kolong meja dia melihat baskom berisi bunga mawar yang di dalamnya terdapat air berwarna merah pekat seperti darah. Sekejab, bulu kuduk Widuri mulai merinding kembali. Dia penasaran ingin mengambil baskom itu namun, dia takut kelamaan dan akan dimarihin oleh suami dan mertuanya.
Dia mengurungkan niatnya untuk mengambil baskom tersebut dengan segera dia mengucurkan kendi yang berisi air matang ke dalam gelas bening sampai terisi dengan penuh.
Tidak lama, Widuri sudah sampai di kamar milik Roro.
"Ini airnya."
Lalu Widuri segera meletakkan gelas tersebut di atas meja kecil dekat dengan ranjang tidur milik Roro. Tidak mau berlama-lama Widuri segera menuju kamarnya. Terlihat Marsinah juga mengantuk dan menguap. Akhirnya mereka ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
Sekian detik, Widuri sudah berada di kamarnya kembali. Dia mulai mengambil selimut dan akan tidur karena pagi buta dia harus mengirim masakan untuk suaminya di kebun cengkeh. Esok lusa Widuri tidak mencuci di sungai karena tiga hari sekali dia ke sungai. Apalagi saat kejadian tadi, dia merasa malas pergi ke sungai takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Widuri pun mulai tertidur.
Auk!
Babarapa jam kemudian, tapat pukul tengah malam, tiba-tiba terdengar suara hewan sedang mengaung disertai dengan angin yang bertiup kencang. Gorden jendela di kamar Widuri tersingkap oleh angin tersebut membuat Widuri terbangun dan tidak bisa tidur. Dia memikirkan hal yang tidak-tidak.
Malam itu tepat pada malam jum'at kliwon yang dipercaya oleh sebagian warga di kanpung setempat bahwa malam tersebut adalah malam yang penuh misteri.
Pada malam tersebut jarang wanita dan anak-anak berkeliaran menjelang maghrib sampai menjelang subuh takut dengan hal-hal yang berbau mistis.
Widuri semakin tidak bisa tidur setelah mendengar suara hewan yang membuatnya merinding. Lalu dia segera bangun tidur untuk mengambil seteguk air matang karena kerongkongannya terasa kering.
Kriet!
Terbukalah pintu yang sengaja dibuka oleh Widuri. Dia akan ke dapur untuk menyembuhkan dahaganya. Sebelum sampai dapur, dia melihat Roro sedang duduk di lantai duduk bersila dan seperti sedang bertapa.
Widuri mengurungkan niatnya untuk ke dapur tetapi dia bersembunyi di balik pintu untuk melihat apa yang sedang dilakukan Roro pada malam yang mencekam ini.
'Sedang apa Roro malam-malam seperti ini duduk di lantai dapur? Itu 'kan baskom yang tadi saya lihat?' batin Widuri yang tersentak kaget melihat tingkah Roro yang seperti melakukan sebuah ritual.
Terlihat Roro sedang memakan bunga mawar dan meminum cairan merah pekat seperti d*rah dan bibir Roro berkomat kamit terdengar lirih oleh Widuri, bahwa Roro sedang mengucapkan mantra dengan bahasa jawa halus dan kuno. Bahasa yang membuat Widuri kurang paham.
Setelahnya, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang hingga bulu kuduk Widuri berdiri. Badannya mulai terasa bergetar. Sorot kilat cahaya tiba-tiba datang tepat di depan Roro yang sedang duduk bersila. Seketika, muncul sosok yang menyerupai nenek tua dengan wajah buruk rupa. Rambutnya sudah mulai menutih dan panjangnya sampai mata kaki. Di kepalanya terdapat tanduk berbentuk ular.
Degh!
Sontak, Widuri semakin ketakutan dan dia ingin segera berlari dari situ.
'I-itu 'kan nenek yang tadi pagi berada di sungai?Ya, aku tidak salah lihat. Jadi nenek itu dedemit yang dipuja Roro? Ya Tuhan, manusia seperti apa yang kau berikan seorang madu kepada hamba? Tidak menyangka bahwa Roro bersekutu dengan dedemit,' batin Widuri dalam hatinya.
Saat itu, Widuri tidak mau melihat yang lebih jauh lagi tentang persekutuan yang dilakukan oleh Roro. Dia takut akan diketahui oleh mereka dan takut celaka. Widuri masih ingin hidup. Lalu dia tergesa-gesa akan berbalik menuju kamarnya. Tapi tiba-tiba Widuri menyenggol nampan stainless yang di pajang di lemari ruang tengah hingga terjatuh dan menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga.
Krumpyang!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!