Elvaro Evans berusaha sabar saat kepala pelayan di rumahnya mengatakan kalau perawat yang baru 3 hari bekerja untuk merawat maminya sudah mengundurkan diri.
Pria berusia 31 tahun itu mengusap wajahnya kasar karena ini adalah perawat yang ke-7, yang memilih mundur untuk merawat maminya.
"Kenapa?" tanya Arby. Sahabat dekat sekaligus asistennya.
"Perawatnya menyerah. Aku pusing mau cari perawat di mana lagi."
Arby mengangguk. "Tak mudah memang berada di posisi mamimu. Saat tahu kalau kecelakaan itu telah menyebabkan suaminya meninggal, dia sempat koma selama 2 bulan dan ketika sembuh pun, ia harus menerima kenyataan kalau matanya buta dan kakinya tak bisa berjalan dengan sempurna."
"Tapi kan dokter mengatakan kalau mata mami pasti akan sembuh seiring dengan berjalannya waktu. Begitu juga dengan kaki mami."
Arby tersenyum. "Mami mu kan tipe orang yang nggak sabaran."
"Lalu aku harus cari perawat di mana lagi?" Elvaro terlihat begitu putus asa.
"Aku tanya sama istriku ya? Siapa tahu ada perawat di rumah sakitnya yang mau bekerja di rumahmu." Ardy mencoba menawarkan bantuan. Istrinya adalah seorang dokter yang bekerja di salah satu rumah sakit swasta yang terkenal di Bali ini.
1 jam kemudian, Ardy mengabarkan bahwa ada seorang perawat yang bersedia untuk merawat maminya dan Elvaro meminta Arby untuk segera memberikan alamat rumahnya karena saat ini juga lelaki blesteran Inggris-Indonesia itu akan segera pulang ke rumah.
***********
Pukul setengah empat sore, kepala pelayannya yang bernama Ned memberitahukan Elvaro bahwa perawat yang dimaksud sudah datang.
Bergegas Elvaro keluar dari ruang kerjanya dan segera ke ruang tamu. Ia berniat akan menawarkan gaji yang tinggi agar perawat itu bisa tahan menghadapi sikap maminya yang terkadang kelewat batas.
Begitu Elvaro tiba di ruang tamu, ia melihat seorang perempuan menggunakan seragam perawat, dengan rambut yang disanggul, menggunakan topi khas perawat, sedang berdiri membelakanginya. Sepertinya ia sedang menatap gambar Tower Bridge yang ada di dinding.
Elvaro berdehem membuat perawat itu perlahan membalikan badannya.
Deg!
Jantung Elvaro seperti berhenti berdetak. Matanya membulat sempurna menatap gadis perawat itu. Apakah ini mimpi? Elvaro pernah mencari keberadaan gadis ini untuk mengobati luka yang disebabkan oleh perbuatan Elvaro sendiri. Sampai akhirnya Elvaro menyerah karena berpikir mungkin gadis ini sudah berhasil menyembuhkan luka hatinya dengan menemukan cinta yang lain.
"Kamu......!" Suara Elvaro bergetar. Kerinduan itu akhirnya terobati.
Gadis yang ada di depan Elvaro terlihat biasa saja. Tak ada ekspresi kaget. Layaknya dengan orang yang baru kenal, gadis itu tersenyum seadanya sambil mengulurkan tangannya.
"Selamat sore tuan. Saya Eilani. Perawat yang diutus oleh dokter Seren."
Dada Elvaro sesak dengan sejuta rasa yang ia sendiri tak mengerti apa itu. "Eilani? Apa kabar? Ya Tuhan aku....." Ada dorongan dari dalam diri Elvaro untuk memeluk gadis. Namun melihat tatapan Eilani, Elvaro kemudian mengurungkan niatnya. Ia menjabat tangan gadis itu. Saat tangan mereka saling bersentuhan, Elvaro merasakan jantungnya berdetak sangat kencang dan ada desiran aneh di seluruh kulit tubuhnya.
"Kamu tak mengenal aku?" tanya Elvaro sambil menahan tangan Eilani dalam genggamannya.
"Maaf, tuan." Eilani menarik tangannya dari genggaman Elvaro. "Saya baru kali ini ketemu dengan tuan. Mungkin tuan kenal seseorang yang wajahnya mirip saya."
"Nama kamu Eilani Ningrum kan?"
Eilani mengangguk. "Ya."
"Eilani, kita dulu adalah....."
"Tuan, kita nggak saling kenal sebelumnya. Jika tuan memaksa saya untuk mengenali tuan, maaf. Saya nggak bisa. Jadi sebaiknya saya tidak bekerja di sini saja." Eilani membalikan badannya dan bermaksud akan pergi.
"Eh....tunggu!" Elvaro yang masih bingung mencoba menahan gadis itu. "Maafkan aku."
Eilani membalikan badannya kembali. "Baiklah. Jadi siapa yang harus saya rawat di rumah ini?" tanya Eilani to the point.
Walaupun sebenarnya Elvaro masih sangat penasaran, namun ia berusaha menahan dirinya. Dengan gerakan tangannya ia mempersilahkan Eilani duduk di sofa dan ia duduk di depan gadis itu.
"Mami ku mengalami kecelakaan bersama papi ku. Mami yang membawa mobil ketika itu. Papi meninggal di tempat sedangkan mami koma selama beberapa bulan. Saat mami siuman, ia sangat terpukul ketika tahu kalau matanya buta dan kakinya pincang. Dokter sudah mengatakan kalau mata mami pasti bisa melihat lagi melalui operasi dan kakinya akan berjalan lagi melalui terapi. Namun keadaan jiwa mami yang tergoncang setelah papi pergi membuatnya tak mau melakukan semua itu. Ia hanya duduk di dalam kamar, berteriak pada semua orang sambil membuang semua obat yang seharusnya dia minum."
"Saya sudah membaca profil nyonya Tiara dari akun sosial miliknya. Wajarlah jika keadaan ini membuatnya stres. Ia seorang mantan model, istri seorang pengusaha, sosialita yang memiliki segalanya. Saya akan mencoba merawatnya."
Elvaro tersenyum senang. Apalagi mendengar suara Eilani yang begitu lembut. Mengingatkan kembali bagaimana ia jatuh cinta pertama kali pada Eilani.
"Boleh aku ketemu dengan nyonya Tiara?"
"Mari!" Elvaro mempersilahkan Eilani mengikutinya. Ia tahu bagaimana dulu hubungan mami nya dengan Eilani. Bagaimana dulu Eilani menangis karena hinaan dan cercaan Tiara kepadanya.
Perlahan Elvaro membuka pintu kamar mami nya. Nampak wanita berusia 54 tahun itu sedang tertidur.
"Mami tuan sangat cantik. Aku kasihan melihatnya jika harus terpuruk seperti ini. Aku akan mencoba membantunya untuk kembali survive."
Elvaro menjadi bingung. Seperti tatapan Eilani padanya, demikian juga tatapan Eilani pada maminya. Tak nampak wajah terkejut pada seseorang yang pernah menyakitinya begitu dalam di masa lalu.
Apakah Eilani sedang berpura-pura? Mungkinkah Eilani ke sini karena ingin membalas dendam padanya?
Pertanyaan itu kini memenuhi seluruh isi kepala Elvaro. Ia tak mengerti mengapa Eilani nampaknya tak mengenal dia dan maminya.
"Tuan, saya akan mulai bekerja besok pagi. Karena sore ini, saya masih harus menyelesaikan pekerjaan saya di rumah sakit. Boleh saya mendapatkan catatan kesehatan nyonya Tiara? Supaya saya tahu obat-obat apa yang harus dikonsumsi nya."
Elvaro memberikan catatan kesehatan ibunya. Eilani nampak mengambil ponselnya dan memotret dengan kamera ponselnya. Ia menyerahkan kembali catatan itu pada Elvaro.
"Saya pamit dulu tuan. Nanti besok jam setengah tujuh pagi, saya sudah berada di sini. Selamat sore." pamit Eilani lalu segera meninggalkan kamar itu.
Elvaro mengikutinya dari belakang. Ingin sekali ia memeluknya namun ia tak mau dianggap kurang ajar. Makanya Elvaro segera menghubungi Ardy untuk menanyakan tentang Eilani pada istrinya.
***********
"Namanya Eilani Ningrum. Ia berusia 25 tahun. Ia lulusan akademi keperawatan dari Liverpool, kemudian mengambil lisensi keperawatan di Jakarta, pernah bekerja di salah satu rumah sakit di Liverpool. Alamatnya di Bali jelas. Ia tinggal di sebuah apartemen sederhana dekat rumah sakit." Kata Ardy sambil membaca data Eilani yang dikirimkan istrinya.
"Tanggal lahirnya?"
"9 September."
Elvaro mengangguk yakin. "Aku nggak mungkin salah orang, Kan?"
"Ya. Aku kaget juga saat melihat fotonya."
"Kamu bilang ke Seren tentang hubungan aku dengan Eilani di masa lalunya?"
Ardy menggeleng. "Istriku bakalan nggak suka padamu. Kamu tahu kan, dia anti lelaki yang suka selingkuh, kdrt, menyakiti perempuan. Bisa-bisa dia menyuruh aku berhenti menjadi asisten mu."
"Menurutmu, Eilani beneran nggak kenal aku? Atau dia pura-pura lupa?"
Ardy mengangkat kedua bahunya. "Aku nggak tahu, El. Kamu yang pernah sangat dekat dengannya."
"Dia menatap aku seperti orang yang baru pertama kali kenal. Nggak mungkin dia melupakan aku begitu saja. Aku tahu kalau aku sudah sangat menyakitinya di masa lalu."
"Kamu masih mencintainya?"
"Entahlah. Aku bingung saat melihat respon nya ketika ketemu tadi."
"Seren bilang, Eilani adalah perawat yang sangat menyenangkan, mudah bergaul dengan siapa saja dan disukai banyak orang. Ia juga pintar dan terampil. Makanya ia merekomendasikan gadis itu."
Elvaro nampak gelisah. Ia tak sabar menunggu besok untuk melihat bagaimana Eilani bersikap padanya. Ia juga meminta Ardy untuk datang ke rumahnya agar bisa ketemu langsung dengan Eilani.
*********
Besok pagi, sesuai janjinya, Eilani datang pukul setengah tujuh pagi. Ia langsung diantar Elvaro ke kamar mami nya.
"Eilani, jika berkenalan dengan mami ku, sebut saja namamu Ani ya?" kata Elvaro sebelum mereka masuk kamar.
"Kenapa?" tanya Eilani terlihat bingung.
"Mami pernah nggak suka dengan seseorang yang namanya sama seperti kamu." Kata Elvaro sambil melihat bagaimana reaksi Eilani.
"Oh..., baiklah. Nggak masalah." Eilani tersenyum manis membuat hati Elvaro bergetar.
Saat pintu kamar terbuka, nampak Tiara sudah bangun dan sedang bersandar di kepala ranjang.
"El..., kamu kah itu?" tanya Tiara.
"Iya mami." Elvaro mendekat dan duduk di pinggir ranjang. "Aku membawa seorang perawat baru untuk mami. Namanya suster Ani."
"Mami kan sudah bilang, mami nggak butuh perawat." Tiara terlihat kesal.
"Mami kan tahu kalau mami masih dalam tahap pemulihan. Mami butuh orang untuk membantu mami minum obat, makan dan terapi." Elvaro berusaha sabar setiap kali berbicara dengan maminya.
"Biar saja mami seperti ini."
"Mami....." Kalimat Elvaro terhenti saat ia merasakan kalau pundaknya disentuh oleh seseorang. Elvaro menoleh. Nampak Eilani sudah berdiri di belakangnya. Dengan gerakan tangan, ia meminta ijin untuk mendekati Tiara.
Elvaro pun berdiri.
"Tuan keluar saja." bisik Eilani sangat dekat di telinga Elvaro membuat desiran aneh itu kembali datang. Elvaro memejamkan matanya sebentar. Sekilas kenangan indah itu melintas di kepalanya.
"Baiklah."
Eilani menunggu sampai Elvaro keluar. Ia kemudian berdiri di dekat ranjang.
"Selamat pagi nyonya Tiara. Perkenalkan namaku Ani."
Tiara diam sejenak. Rasanya ia pernah mendengar suara ini. Tapi di mana?
"Aku tahu, nyonya tak suka ada perawat di samping Nyonya karena nyonya sangat menderita dengan keadaan nyonya."
"Sok tahu kamu!"
Eilani tersenyum. "Apakah nyonya ingin selamanya ada dalam kegelapan dan ketidakberdayaan ini?"
"Hei...., jangan sok menasehati aku, suster bodoh! Kamu tahu apa dengan kondisiku sekarang? Memangnya kamu pernah buta? Pernah lumpuh?"
"Aku memang belum pernah. Dan aku tahu betapa sulitnya menerima kenyataan ini. Sekarang, sebaiknya nyonya turun dari ranjang ini dan kita jalan-jalan keluar kamar."
"Aku nggak mau!"
"Kalau begitu, ijinkan aku menyuntikan obat tidur supaya nyonya langsung tidur kembali."
"Kamu jangan kurang ajar ya!"
"Aku akan melakukannya dan aku yakin kalau anak nyonya nggak akan tahu. Aku akan bantu nyonya supaya cepat mati saja."
"Hei.....!" Tiara nampak meradang.
"Apa salahnya sih keluar kamar? Nyonya nggak usah memperdulikan apa yang akan mereka katakan. Kan Nyonya buta. Jadi cuek saja. Ayo!"
Sementara itu di ruang tamu, Ardy baru saja tiba.
"Mana Eilani?" tanya Ardy.
"Di kamar bersama mami."
"Aku punya berita untukmu."
"Apa?"
"5 tahun yang lalu, Eilani mengalami kecelakaan. Ia mengalami amnesia dan kehilangan sebagian memorinya. Menurut Seren, biasanya memori yang hilang adalah sesuatu yang menyakitkan baginya dan mungkin juga ingin ia lupakan."
Wajah Elvaro terlihat sedih. "Dan aku adalah sesuatu yang menyakitkan baginya?"
"Kamu tahu bagaimana terlukanya Eilani saat itu. Menurut cerita Eilani pada istriku, ia kehilangan memori tentang kisah hidupnya di 2 atau 3 tahun sebelum mengalami kecelakaan. Dan aku pikir, itu saat dia bertemu denganmu. Makanya ia tak ingat dengan dirimu dan kisah kalian dan aku juga sangat yakin, dia tak ingat diriku."
"Tapi kata paman dan bibinya, Eilani pergi ke Amerika."
"Kamu kan tahu kalau mereka juga pada akhirnya tak menyukaimu."
Pintu kamar Nyonya Tiara terbuka. Nampak Eilani yang mendorong kursi roda Tiara keluar kamar.
"Selamat pagi tuan Ardy!" sapa Eilani membuat Ardy terkejut.
"Kamu mengenalku?" tanya Ardy.
"Satu rumah sakit mengenal anda sebagai suami dokter Seren. Foto kalian ada di ruangan dokter Seren dengan tulisan nama yang sangat besar di sana. Satu rumah sakit tahu bagaimana bucin nya anda mengejar dokter Seren dengan mengiriminya bunga setiap hari." Ujar Eilani lalu mendorong kursi roda itu keluar.
"Ternyata, dia mengenalku sebagai suami dokter Seren dan bukan sebagai pacar Laura teman baiknya."
Elvaro menatap Eilani yang sudah ada di halaman rumahnya. Pertama ia bingung bagaimana bisa Eilani membujuk mami keluar kamar dan kedua, ia sok saat tahu kalau Eilani kena amnesia.
"Aku akan membuatnya jatuh cinta lagi padaku. " kata Elvaro saat merasakan jantungnya berdetak kencang ketika melihat gadis dari masa lalunya.
"Kamu gila ya? Kamu sudah lupa dengan Citra?"
************
Hallo semua.....
Bagaimana dengan cerita emak ini?
Semoga kalian suka ya?
Elvaro merasakan kalau kepalanya pening. Namun ia berusaha untuk keluar dari diskotik itu saat tahu kalau sebentar lagi akan ada razia dari polisi.
Ia sudah berulang kali menelepon Arby, namun sahabatnya itu entah di mana.
Elvaro merasa kalau ia tak kuat lagi. Ia tahu kalau narkoboi ini akan membunuhnya. Namun ia tak bisa lagi lepas dari barang terkutuk ini.
Patah hati, itulah yang Elvaro rasakan sekarang. Setelah 2 tahun lebih menjalin kasih dan Elvaro yakin kalau gadis ini akan menjadi pelabuhan terakhirnya, ia justru ditinggalkan begitu saja tanpa pesan. Hal terakhir yang Elvaro dengar kalau mantannya itu justru sudah menikah dengan orang lain.
Mobil Lamborghini merahnya sudah terlihat. Tinggal beberapa langkah lagi ia akan tiba di sana. Namun kakinya sudah tak kuat lagi. Ia akhirnya terjatuh.
"Are you ok?"
Suara merdu itu membuat Elvaro membuka matanya lagi. Di hadapannya berdiri seorang gadis cantik, bertubuh mungil dengan wajah Asia.
"Please help me. Mobilku yang berwarna merah itu. Tolong bawa aku pergi dari sini sebelum ditangkap polisi." kata Elvaro dengan kesadaran yang semakin menepis. Ia menyerahkan kunci mobilnya lalu tak sadarkan diri.
**********
Elvaro terbangun di sebuah kamar yang berukuran kecil, tangannya diinfus dan ia mencium ada aroma bau parfum wanita.
Ia mencoba bangun dan mendudukkan dirinya. Ada rasa nyeri di tangannya yang diinfus membuat Elvano ingin mencabutnya.
"Jangan!"
Elvaro menoleh ke arah suara itu. Seraut wajah cantik yang terhalau sinar matahari yang masuk melalui jendela yang terbuka, membuat Elvaro bagaikan melihat bidadari. Apalagi perempuan itu menggunakan pakaian serba putih.
"Apakah aku di sorga?" tanya Elvaro sambil terus menatap gadis itu.
"Bukan. Kamu di neraka."
"Ha?" Elvaro terkejut.
"Mana ada seorang pecandu obat-obatan terlarang yang akan masuk surga?" Gadis itu mendekat lalu meraba dahi Elvaro.
"Kamu sudah tidak panas."
"Jadi aku di mana?" tanya Elvaro.
"Di rumahku."
"Kenapa kamu membawa aku ke sini?"
"Karena aku nggak tahu harus bawa kamu kemana. Kamu tuh semalam sudah hampir mati. Aku sangat beresiko membawa kamu ke sini. Untung saja paman dan bibiku nggak ada."
Elvaro diam sejenak. Ia menatap tangannya yang diinfus. "Boleh lepaskan ini?"
"Boleh. Tapi kamu harus segera ke pusat rehabilitasi."
"Nggak!"
"Kamu mau mati? Kecanduan kamu ini sudah ditahap yang sangat parah."
"Apa peduli mu?"
"Yang peduli dong. Kita itu harus saling mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Karena aku mengasihi diriku, ya aku harus mengasihi kamu juga."
"Kamu kan nggak mengenal aku?"
"Mengasihi sesama itu tanpa batas. Bahkan seorang penjahat pun harus kita kasihi."
Elvaro menatap gadis yang ada di depannya tanpa berkedip. "Are you an angel?"
"No. My name is Eilani Ningrum."
Itulah awal pertemuan mereka sampai akhirnya Elvaro mau menjalani pengobatan di pusat rehabilitasi.
Beberapa kali Elvaro hampir menyerah karena tak kuat dengan rasa sakit yang menyerang tubuhnya namun Eilani yang sering mengunjunginya di pusat rehabilitasi itu selalu memberikan dia semangat. Dan akhirnya, setelah 6 bulan tinggal di pusat rehabilitasi itu, Elvaro akhirnya bisa keluar.
Hal pertama yang Elvaro lakukan ketika keluar dari sana adalah mencari Eilani di rumah tempat Eilani membawa Elvaro pertama kali. Di sana hanya ada paman dan bibinya. Mereka mengatakan kalau Eilani hanya pulang ke rumah setiap dua minggu sekali. Selebihnya ia tinggal di asrama.
Elvaro pun pergi ke asrama Eilani.
"Elvaro? Kamu sudah bisa keluar?" Eilani nampak senang melihat Elvaro.
Cowok tampan itu tersenyum. "Apakah aku menganggu waktu belajarmu?"
"Nggak. Kalau sedang belajar kami tak diijinkan menerima tamu."
"Boleh aku ajak kamu keluar?"
"Sekarang?"
"Kalau memang bisa."
Eilani tersenyum senang.
Itulah awal kedekatan mereka. Setiap kali ada kesempatan, Elvaro selalu mengajak Eilani keluar. Setiap malam, ada waktu khusus diantara mereka untuk saling berkirim pesan atau saling telepon.
Kedekatan mereka menjadi semakin dalam saat Eilani tahu kalau Elvaro ternyata bisa berbahasa Indonesia karena mama Elvaro adalah orang Indonesia keturunan Bali-Manado.
Sampai akhirnya, di suatu weekend, saat keduanya sedang makan di sebuah cafe yang letaknya di dekat danau, Elvaro menyatakan cintanya pada Eilani.
"Aku cinta kamu, Eilani."
Mendengar perkataan Elvaro, Eilani yang sementara minum, langsung tersedak. "Kamu nggak bercanda kan?"
"Mengapa harus bercanda kalau ini masalah hati?"
Eilani menatap Elvaro tanpa berkedip. "Maksud aku, memangnya aku siapa? Aku hanya mahasiswa biasa yang beruntung kuliah di Liverpool karena paman dan bibiku juga kerja di sini. Sedangkan kamu, tanpa kamu ceritakan pun aku tahu kalau kamu bukan orang biasa. Kesenjangan diantara kita terlalu jauh."
Elvaro meraih tangan Eilani dan menggenggamnya erat. "Look at me. You are my life saver. I know, God gave me a second chance to change all because of you." (Kamu adalah penyelamat hidupku. Aku tahu, Tuhan memberikan aku kesempatan kedua berubah semua karena kamu.)
Eilani nampak masih ragu.
"Apakah kamu tak pernah memiliki perasaan untukku? Atau, kamu sebenarnya punya rasa namun takut untuk membuka hati?"
Eilani memberanikan diri menatap Elvaro. "Tanpa menjadi pacarmu, aku akan tetap menjadi sahabat mu. Sahabat yang selalu mendukung dan memberikan support padamu."
Elvaro melepaskan satu tangannya yang menggenggam tangan Eilani. Ia kemudian menyentuh pipi gadis itu dan mengusapnya perlahan. "Please open your heart to me."
"Aku takut tersakiti. Lagi pula aku belum siap punya hubungan serius. Usiaku baru 19 tahun sebulan yang lalu." Eilani akhirnya mengungkapkan isi hatinya. Wanita mana yang tak akan luluh dengan pria seperti Elvaro. Namun Eilani masih menggunakan logikanya dari pada perasaannya sendiri.
"Ia don't care berapapun usiamu. Aku ingin bersamamu. Kalau perlu untuk meyakinkanmu, bahwa aku tak main-main dengan perasaanku, aku ingin menikah denganmu."
"Elvaro.....!" Mata Eilani jadi berkaca-kaca melihat bagaimana gigihnya cowok itu meyakinkan nya.
"I love you, Eilani."
Dan malam itu, menjadi malam yang paling membahagiakan bagi Elvaro saat Eilani akhirnya menerima cintanya.
**********
Ada sesak di dada Elvaro saat ia mengingat kenangan ketika Eilani menerima cintanya. Pria itu kemudian berdiri dari kursi kerjanya. Ia meraih kunci mobil dan ponselnya dari dalam laci meja kerjanya lalu meninggalkan ruang kerjanya.
"Mau kemana?" Ardy yang baru saja akan masuk ke ruangan Elvaro terkejut saat akan menyentuh gagang pintu dan pintunya justru terbuka dari dalam.
"Mau pulang."
Ardy melihat jam tangannya. Baru menunjukan pukul setengah satu siang. Para karyawan yang lain masih belum kembali dari makan siang."Jam segini?"
"Memangnya kenapa?" Elvaro balas bertanya.
"Biasanya kamu sangat disiplin dengan jam kerja. Ada sesuatu yang pentingkah?"
Elvaro tersenyum. "Aku ingin melihat mamiku."
"Mami atau perawatnya?"
Elvaro tak menjawab pertanyaan asistennya itu. Ia segera melangkah memasuki lift dan meninggalkan Ardy yang nampak masih penasaran.
Begitu tiba di rumah, Ned pun nampak terkejut melihat tuannya.
"Tuan, kok nggak bilang kalau akan pulang cepat?" tanya Ned. Mereka tak menyiapkan makan siang untuk sang tuan.
"Memangnya tak ada makanan?"
"Ada. Hanya saja bukan yang spesial."
"Perawat mami sudah makan?"
"Belum."
"Siapkan makan siang untuk kami berdua di taman belakang. Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengannya." Elvaro kemudian menuju ke kamar maminya. Saat ia membuka pintu, nampak Eilani baru saja menutupi tubuh Tiara dengan selimut.
"Mami sudah tidur?" tanya Elvaro pelan.
"Ya."
Elvaro memperhatikan rok putih Eilani yang nampak kotor.
"Rok nya kenapa?"
"Tadi nyonya nggak mau makan. Dan ia melempari aku dengan sup."
"Astaga..., kamu nggak apa-apa kan?"
Eilani tersenyum. "Untung sup nya nggak begitu panas, tuan."
"Kamu belum makan siang kan? Ayo kita makan siang sambil membicarakan sesuatu."
"Tapi saya ganti baju dulu ya?"
"Baiklah."
30 menit kemudian, keduanya sudah duduk di taman belakang. Sebuah meja makan bulat sudah diatur di sana.
Elvaro tertegun melihat penampilan Eilani. Ia menggunakan rok hitam dengan kemeja warna pink. Tak ada topi perawat dan rambut panjang hitam itu dibiarkan tergerai indah. Elvaro jadi ingat bagaimana dulu ia sangat menyukai rambut Eilani dan melarang gadis itu untuk mengguntingnya.
"Maaf ya tuan, aku tak menggunakan pakaian perawat lagi. Soalnya, aku tak membawa pakaian perawat cadangan. Aku janji mulai besok, aku akan membawa pakaian seragam cadangan." kata Eilani saat duduk di depan Elvaro dan merasakan kalau cowok itu memperhatikannya.
"Tak masalah." Elvaro sedikit salah tingkah karena ia yakin kalau Eilani tahu bahwa Elvaro memperhatikan penampilannya.
"Terima kasih."
"Eilani, bolehkah kamu tidak memanggil aku dengan sebutan tuan? Panggil saja nama ku, El."
"El?" Eilani nampak mengerutkan dahinya. Sepertinya ia mengingat sesuatu.
"Kenapa?"
"Nama El sepertinya begitu familiar buat ku. Namun entahlah...."
Elvaro berharap agar Eilani mengingatnya. Namun jika perempuan itu mengingatnya, bukankah sangat beresiko kalau Eilani justru akan membencinya?
"Tuan...eh..El, aku sudah membaca kontrak kerja ku yang diberikan oleh tuan Ardy. Apakah upahku memang seperti itu?" tanya Eilani.
"Kenapa? Kurang ya? Sebutkan saja jumlah yang kau inginkan. Aku pasti akan setuju."
Eilani menggeleng sambil tersenyum. "Justru aku merasa itu sangat banyak, El. Itu hampir 3 kali lipat dari gajiku di rumah sakit. Kalau kamu membayarku lebih karena takut aku pergi karena tak tahan dengan sikap nyonya Tiara, kamu nggak perlu khawatir. Aku janji, aku nggak akan menyerah sampai nyonya Tiara sembuh."
Elvaro ingin rasanya menangis. Ia sudah tahu kebaikan hati Eilani. Gadis ini pantang menyerah seperti juga yang Eilani lakukan padanya dulu.
"Eilani, terima saja jumlahnya. Aku tak akan mengubah apa yang ada disurat kontrak. Kamu jangan merasa nggak enak hati dengan apa yang akan kamu terima."
"Tapi ..."
"Please .....!" Elvaro mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Baiklah." Eilani akhirnya mengalah. "Boleh kita makan sekarang? Aku sudah lapar."
"Silahkan!" Elvaro jadi senang. Bibir tipis Eilani mengingatkan Elvaro bagaimana ia pertama kali mencium gadis itu.
***********
"Selamat ulang tahun. Maaf ya, aku nggak memberikan kado khusus. Soalnya bingung mau kasih kado apa. Kamu kan sudah punya segalanya." Kata Eilani saat ia akhirnya mau datang ke apartemen Elvaro. "Namun aku membuatkan kue untukmu."
Elvaro mengambil kotak kue yang disodorkan Eilani padanya. Saat ia membukanya, matanya langsung berbinar melihat ada kue tart kecil yang dihiasi lilin dengan angka 24.
Eilani langsung mengeluarkannya dari kotak kue, menyalahkan lilin.
"Selamat ulang tahun, El. Semoga diusia yang baru ini, kamu tambah dewasa, dan pekerjaannya semakin sukses, study S2 nya juga boleh selesai."
Elvaro bahagia. Ia menunduk dan langsung meniup lilin itu. Kemudian Eilani memotong kue itu sedikit dan menyuapi Elvaro.
"Waw, enak. Ini beneran kamu yang buat?"
Wajah Eilani langsung cemberut. "Kamu nggak percaya sama aku?"
Elvaro langsung memeluk Eilani dan tanpa gadis itu duga, setelah pelukannya terurai, Elvaro langsung mengecup bibir Eilani. Sangat singkat namun membuat mata gadis itu membulat.
"Kenapa?" tanya Elvaro melihat Eilani terkejut.
"Kamu mencium ku, El."
"Kenapa? Wajarlah jika aku mencium mu. Kita sudah 3 minggu pacaran."
"Tapi, kamu mencium bibirku. Biasanya hanya di dahi atau tangan."
Elvaro mengangkat sebelah alisnya. "Jangan katakan kalau ini adalah ciuman pertamamu."
Wajah Eilani langsung memerah. "Ini memang ciuman pertamaku. Aku kan belum pernah pacaran."
Elvaro kembali memeluk Eilani. "Jadi aku lelaki pertamamu?"
Eilani mengangguk dalam dekapan Elvaro. Cowok itu kembali mengecup bibir Eilani. Tak sesingkat tadi dan cukup membuat Eilani panas dingin.
"Aku ingin jadi pertama dan yang terakhir bagimu, Ei." bisik Elvaro dengan hati yang meluap dengan kebahagiaan.
***********
Duh, kisah mereka manis kan?
Lalu persoalan apa yang membuat mereka terpisah?
Tiara menutup mulutnya saat Eilani akan menyuapi obatnya.
"Nyonya, apakah anda akan selamanya seperti ini? Nyonya sayang anak nyonya nggak sih?"
"Peduli apa kamu dengan keluargaku? Pergi!" Tiara nampak marah.
"Aku nggak akan pergi!"
"Dasar nggak tahu malu!"
"Anggaplah aku nggak tahu malu dari pada nyonya yang nggak tahu diri."
"Apa kamu bilang?"
"Ya. Nyonya nggak tahu diri! Sudah dikasih kesempatan oleh Tuhan untuk hidup namun tak memanfaatkan. Nyonya nggak sayang melihat tuan El yang nampak sedih karena nyonya sama sekali tak mau berobat?"
"Apa peduli mu?"
"Jelaslah aku peduli. Karena aku juga kasihan sama nyonya. Aku yakin nyonya pasti bisa sembuh lagi. Pasti bisa jalan dan melihat lagi. Nyonya tunjukan pada dunia kalau nyonya bisa survive. Aku yakin kalau teman-teman sosialita nyonya tersenyum senang karena nyonya terpuruk. Kalau aku jadi nyonya, aku akan bangkit. Aku punya uang yang bisa membuatku mencari pengobatan di tempat termahal sekalipun."
"Diam!"
"Aku yakin kalau almarhum suami nyonya pasti akan menangis di atas sana."
"Kenapa kamu berpikir demikian?"
"Karena dia melihat kalau nyonya tak menghargai pengorbanannya. Apakah mereka tak memberitahu kepada nyonya kalau sebelum mobil itu meledak, tuan masih sempat menarik tubuh nyonya menjauh dari mobil itu tanpa memperdulikan luka yang ada di tubuhnya?"
"Apa?" Tiara nampak kaget.
"Mungkin mereka tak menceritakan karena takut nyonya merasa bersalah. Namun saya pikir nyonya perlu tahu agar tak menyia-nyiakan pengorbanan tuan." Ujar Eilani lalu segera berdiri dan meninggalkan kamar itu. Ia memang sudah mencari penyebab kecelakaan itu melalui salah satu teman polisinya.
**********
Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam saat Elvaro tiba di rumah. Ia yakin kalau Eilani sudah pulang dan itu membuatnya galau karena tak melihat gadis itu.
Hari ini Elvaro ada urusan di Lombok dan ia berangkat ketika waktu masih menunjukan pukul 4 subuh dan kembali sudah hampir tengah malam.
"Bagaimana kabar mami?" tanya Elvaro saat Ned menyusulnya masuk ke dalam kamarnya yang ada di lantai 2.
"Keajaiban terjadi hari ini, tuan. Nyonya mau meminum obatnya dan tak membuang lagi makanan yang diberikan padanya. Walaupun memang nyonya hanya makan sedikit."
Wajah Elvaro langsung tersenyum. Setidaknya berita ini bisa membuat tubuhnya yang lelah menjadi segar.
"Suster Eilani tak menyerah meyakinkan nyonya untuk minum obat. Ia bahkan sering aduh mulut dengan nyonya. Ia tak marah saat nyonya mengusirnya. Baru seminggu ia kerja di sini dan nyonya sudah takluk padanya."
"Dia memang pantang menyerah. Gadis yang sangat keras dengan prinsip hidupnya." Elvaro menyerahkan pakaian kotornya pada Ned dan segera ke kamar mandi untuk mandi setelah seharian penuh beraktivitas.
Selesai mandi, ia ke kamar maminya dan tersenyum melihat ada bunga mawar di sudut kamar mamanya. Elvaro jadi ingat dengan kenangan tentang bunga mawar.
************
Waktu itu Elvaro sedang sibuk dengan tugas akhirnya untuk meraih gelar S2 nya. Sementara ia sendiri harus bekerja di perusahaan kakaknya yang sudah menikah dengan seorang bangsawan asal Inggris dan menetap di Liverpool.
Ia meminta Eilani mengunjunginya di apartemen karena dia begitu rindu dengan gadis itu.
Eilani datang dengan membawa setangkai bunga mawar.
"Untukku?" tanya Elvaro saat Eilani mengulurkan bunga itu padanya.
"Ya."
"Tapi sayang, biasanya cowok yang memberikan bunga untuk cewek. Kenapa sekarang justru terbalik?"
"Memangnya kenapa kalau cewek yang memberikan pada cowok? Aku ingin memberikan sesuatu yang istimewa padamu. Bunga mawar ini adalah bunga pertama yang aku tanam dan berhasil berbunga. Dan aku ingin memberikannya pada seseorang yang istimewa."
Hati Elvaro begitu tersentuh saat merasakan kalau Eilani menjadikannya sebagai orang yang istimewa. Ia kemudian mengambil setangkai mawar itu dari tangan Eilani lalu menciumnya dengan lembut. "Mawar ini sangat indah namun tak dapat menandingi keindahan mu."
Keduanya kini berdiri saling berhadapan. Elvaro meletakan mawar itu di atas meja. Kini kedua tangannya menangkup pipi Eilani. Sedikit memaksa agar gadis itu menatapnya karena Eilani sebenarnya sedang tersipu dan berusaha menghindari kontak mata dengan Elvaro.
"Aku suka tatapan matamu. Selalu bisa membuat aku merasa tenang." Kata Elvaro lalu mengecup dahi Eilani. "Terima kasih sudah datang dalam hidupku disaat aku sedang berada di titik terendah dalam hidupku." Ciuman Elvaro kini berpindah ke mata Eilani membuat gadis itu memejamkan matanya. "Aku mencintaimu dan sangat merindukanmu karena seminggu ini tak bisa bertemu denganmu." Lalu ciuman itu mendarat di bibir Eilani membuat gadis itu sedikit bergetar dan meremas pinggiran kaos Elvaro.
Ciuman itu begitu lembut, menggoda dan akhirnya menjadi panas.
Elvaro adalah lelaki dewasa yang sudah biasa dengan hubungan intim karena ia dibesarkan di budaya Barat. Tentu saja Elvaro menginginkan lebih karena semenjak putus dengan pacarnya yang lalu, ia sudah cukup lama tak berhubungan intim dengan perempuan.
Dengan semua pengalaman yang ia miliki, Elvaro menggoda, merayu dan mencari titik kelemahan gadis yang sama sekali tak berpengalaman ini.
Eilani yang polos dan memang tak memiliki pengalaman apapun memang awalnya tak bisa menolak pesona lelaki tampan ini. Ia terbuai dan hampir mengikuti hasrat masa muda di usia yang ke-19. Namun, nasehat dari paman dan bibinya yang dengan keras mengingatkan dia tentang norma-norma agama dan adat ketimuran membuatnya berhasil menahan tangan Elvaro yang hendak membuka kemeja yang ia kenakan.
"Tidak, El. Aku nggak mau!" Mata Eilani mulai berkaca-kaca.
"Sayang, aku nggak mungkin akan meninggalkan kamu." Kata Elvaro sambil berusaha meredam napsu yang sudah menguasainya.
"Tapi aku nggak mau!" Eilani mendorong tubuh Elvaro yang masih ada di atasnya. Ia memperbaiki kemejanya dan berdiri menjauh. "Maaf, aku memang sudah 2 tahun tinggal di sini. Namun aku nggak mungkin melupakan batasan-batasan pergaulan orang yang berpacaran. Aku nggak bisa seperti mantan-mantan mu yang lain."
Elvaro mengusap wajahnya. Ia berusaha tenang dan menguasai tubuhnya yang begitu ingin menyentuh kekasihnya itu. "Maafkan, aku."
Eilani mengangguk. Ia duduk agak menjauh dari Elvaro. Berusaha juga menenangkan dirinya sendiri. Eilani juga tahu kalau ia bukan sepenuhnya kesalahan Elvaro karena ia juga sempat terbuai ketika Elvaro menyentuhnya.
Selama beberapa menit, keduanya saling diam sampai akhirnya Elvaro yang mendekati Eilani. Ia berlutut di depan pacarnya itu, kemudian meraih kedua tangan Eilani dan menggenggamnya erat. "Sayang, kamu nggak marah kan?"
"Nggak. Aku hanya ingin kamu tahu kalau aku tetap ingin menjaga kesucian diriku sampai di hari pernikahan nanti. Aku begitu menginginkan malam pertama yang istimewa."
Elvaro mencium kedua tangan Eilani yang ada di genggamannya. "Aku akan berusaha menjagamu, sayang."
Akhirnya Elvaro berusaha mengendalikan dirinya untuk tak menyentuh Eilani melebihi apa yang sewajarnya. Hubungan mereka selama 3 bulan berjalan dengan mulus. Elvaro semakin yakin kalau dirinya mencintai Eilani. Dan hari wisudanya pun tiba.
"Papi, mami, ini Eilani pacarku." Elvaro memperkenalkan Eilani sambil menggenggam tangan Eilani dengan erat.
Tiara Evans, menatap Eilani dari ujung kepala sampai ujung rambut. Ia sebenarnya sudah mendengar kedekatan Elvaro dengan Eilani dari kakak Elvaro. Dan ia sudah menyelidiki siapa gadis ini.
"El, kamu tahu bagaimana selera mami. Gadis yatim piatu ini hanya ingin mencari keuntungan dengan mengencani mu." Tiara dengan sengaja ingin menjatuhkan mental gadis yang bersama putranya itu. Ia tak mau putra bungsunya dengan sembarangan mendapatkan gadis yang berasal dari kalangan bawa.
"Honey....!" Steward Evans menegur istrinya namun semua orang juga tahu kalau lelaki bule itu sangat mencintai istrinya dan selalu mau mengikuti kemauan istrinya.
"Mami!" Elvaro pun nampak nggak suka. Apalagi Eilani terlihat begitu sok dipertemuan pertama mereka langsung berhadapan dengan ibu suri yang secara terus terang menunjukan ketidaksukaan nya pada Eilani.
"Mami sudah menyelidiki siapa dia, El. Kamu tahu kan bagaimana kedua kakakmu bisa mendapatkan perempuan terbaik dalam hidup mereka?"
"Maaf nyonya. Saya memang hanya gadis yatim piatu yang miskin. Namun saya tak akan membiarkan harga diri saya diinjak-injak. Permisi!" Eilani melepaskan tangan Elvaro yang menggenggam tangannya. Ia langsung berlari meninggalkan gedung tempat pelaksanaan wisuda itu.
"Mami sungguh keterlaluan! Dia sangat berharga bagi ku. Kalau bukan karena Eilani, aku mungkin sudah mati." Elvaro membuka topi wisudanya dan menyerahkannya kepada papanya. Ia kemudian berlari dan menyusul Eilani. Namun gadis itu sangat cepat menghilang sampai Eilani tak terlihat lagi.
Elvaro mencoba meneleponnya namun Eilani tak mau mengangkatnya. Selama 2 hari Elvaro terus mencari Eilani namun ia tak ada di asramanya. ponselnya pun susah untuk dihubungi. Sampai akhirnya Elvaro menelepon bibi Nova yang mengatakan kalau Eilani sedang praktek di salah satu rumah sakit.
Setelah bertanya pada bagian resepsionis, mereka mengatakan kalau Eilani ada di ruangan dokter Peter. Elvaro ingat kalau Ardy yang berpacaran dengan sahabat Eilani pernah mengatakan kalau di rumah sakit, ada seorang dokter yang naksir Eilani. Namanya dokter Peter. Dada Elvaro langsung dipenuhi dengan rasa cemburu yang mendalam. Apalagi saat ia melihat kalau Eilani sedang tertawa bersama dokter itu sambil menikmati segelas kopi.
"Ei.......!" panggil Elvaro dari depan pintu.
Eilani menoleh. Ia kaget melihat Elvaro ada di sana. "Dokter, saya pamit dulu ya?" Eilani langsung berdiri dan melangkah ke arah Elvaro. Keduanya berjalan bersama ke taman yang ada di rumah sakit itu.
"Kenapa kamu nggak mengangkat teleponku? Kamu bahkan sama sekali tak membaca pesan yang ku kirimkan padamu. Sebenarnya ada apa, Ei?" tanya Elvaro diantara rasa cemburu yang mulai membakar hatinya.
"Aku hanya ingin menenangkan diriku saja."
"Dengan bersama dokter Peter? Aku tahu dokter itu menyukaimu."
Eilani dapat melihat bagaimana cemburunya Elvaro. Berpacaran dengan cowok itu beberapa bulan, cukup membuat Eilani tahu sifat Elvaro yang posesif.
"Aku kebetulan saja ada di ruangannya karena kami baru selesai melakukan operasi. Aku bersyukur karena aku yang masih seorang perawat magang telah diberikan kesempatan untuk melihat proses operasi jantung. Dan sambil melepas lelah kami minum kopi."
"Dan tertawa bersama?"
"Apa salahnya tertawa?"
"Fu**k!" Elvaro melayangkan tinjunya pada pohon yang ada di sampingnya. Eilani terkejut.
"Kamu bodoh! Tanganmu terluka." Eilani akan mengambil tangan Elvaro namun cowok itu menepisnya dengan kasar.
"Aku selama 2 malam ini tak bisa tidur karena terus memikirkan kamu, namun kamu ternyata begitu senangnya tak bertemu dengan aku."
"Siapa bilang? Memangnya kamu bisa tahu perasaan aku? Apa kamu tahu bahwa mami mu kemarin mencari aku di rumah sakit dan mempermalukan aku di depan semua orang?"
"Apa?"
"Sudah ku katakan sejak awal kalau jurang pemisah diantara kita sangat dalam, El. Kita memang nggak cocok. Sebaiknya kita berpisah saja. Aku nggak mau kalau kamu sampai bersitegang dengan kedua orang tuamu hanya karena aku."
Elvaro terkejut. Berpisah dengan Eilani? Itu bukan sesuatu yang ia inginkan. Eilani sudah menyelamatkannya dari kehancuran saat kedua orang tuanya justru sibuk bekerja. "Tidak, Ei. Aku nggak mau." Elvaro tiba-tiba saja memeluk Eilani. "Jangan katakan tentang perpisahan. Aku nggak siap. Aku mencintaimu."
"Lalu bagaimana dengan orang tuamu."
"Aku siap menghadapi mereka. Aku siap memperjuangan kamu asalkan kamu tak meninggalkan aku." Elvaro melepaskan pelukannya. Ia membelai wajah Eilani. "Katakan kalau kamu akan tetap bersama dengan aku. Please.....!"
Eilani memejamkan matanya. Teringat kembali bagaimana kasar dan menyakitkan kata-kata yang diucapkan nyonya Tiara padanya kemarin. Namun, Eilani juga tak bisa memungkiri kalau ia mencintai Elvaro.
***********
Elvaro menutup pintu kamar maminya. Ia kemudian berdiri di depan jendela yang menghadap ke taman samping. Kenangan demi kenangan manis itu kembali bermain di memori Elvaro. Apakah benar Eilani melupakan aku?
********
Bagaimana menurut kalian? Apa sih yang menyebabkan Eilani terluka dan tak ingin mengingat Elvaro lagi?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!