NovelToon NovelToon

Wanita Pemotong Alat Kelamin

Teror Meresahkan

Bagas berlari dengan cepat menuju kerumah gubuk miliknya. Keringat bercucuran deras mengalir di wajahnya yang pucat. Sesekali dia menoleh kebelakang, dimana keadaan rumah sudah sepi karena hari sudah Maghrib.

"Bu! Assalamualaikum!" teriak Bagas sambil menggedor-gedor pintu rumah yang sudah lapuk.

Seorang wanita paruh baya bertubuh gemuk keluar sembari membawa lampu minyak. "Waalaikumsalam. Jangan kuat-kuat, kamu mau rumah kita ambruk!" gerutunya sembari membuka pintu rumah dengan pelan.

Bagas yang ketakutan langsung masuk kedalam rumah, bahkan tanpa menghiraukan adiknya yang memandang dia dengan heran.

"Ada apa, kenapa wajah kamu pucat gitu?" tanya Bu Romlah, setelah mengunci pintu dia langsung duduk di atas dipan bambu disebelah Bagas.

"Ada mayat lagi Bu," ucap Bagas. Terlihat sekali jika dia masih ketakutan.

"Dimana?" tanya Bu Romlah. Tangannya yang ingin meletakkan lampu minyak di gantungan dinding langsung terhenti.

"Di sungai, lagi-lagi alat kelaminnya udah hilang." Bagas menjawab sambil bergidik ngerih.

Ayu, adik Bagas yang masih berusia 10 tahun itu memandang Bagas dengan senyum tipis. "Kenapa, Abang takut juga ya kalau punya Abang di potong?" tanya Ayu.

"Heh, sembarangan kamu. Abang ini masih 20 tahun, masak iya harus kehilangan masa depan," gerutu Bagas dengan kesal.

"Udah, mending kamu mandi. Udah Maghrib, jangan ngomongin itu dulu. Gak baik," ujar Bu Romlah.

Bagas menggeleng kuat, "gak usah mandi lah, Bu. Bagas takut," jawab Bagas.

"Ih Abang jorok, padahal di kamar mandi udah ada yang nungguin, loh." Ayu berucap sembari bermain dengan boneka lusuhnya.

Bagas langsung meringis dan memandang ibunya dengan takut. Ayu adalah seorang anak yang memiliki kemampuan khusus melihat makhluk gaib. Beberapa bulan lalu, Ayu pernah hilang. Kata orang dia di bawa makhluk halus sejenis jin dan di sembunyikan di suatu tempat. Berkat orang pintar yang ada di desa mereka, Ayu bisa di temukan kembali, tapi dengan Ayu yang berbeda. Dia lebih pendiam, lebih misterius, bahkan dia bisa melihat makhluk tak kasat mata disekitar mereka. Kebiasaan Ayu yang sekarang, membuat Bagas Raditya yang sudah penakut semakin sering takut jika berada di dekat Adiknya.

"Yu, jangan ngomong gitu dong. Abang takut tahu," Bagas berucap dengan wajah yang kembali pucat.

Ayu hanya diam dan terus bermain dengan bonekanya. Tidak dia perdulikan Abangnya yang ketakutan.

"Yauda, ibu mau sholat dulu. Kamu sholat, jangan nggak. Udah besar," ujar Bu Romlah. Dia beranjak dan pergi ke dapur. Meninggalkan Bagas yang meringis dan meraba tengkuknya.

Suasana rumah sepi, Bagas hanya diam dan memandang Bu Romlah yang sedang sholat. Sedangkan Ayu, gadis kecil itu masih asik bermain dengan bonekanya. Namun, sesekali dia memandang ke pintu rumah. Membuat Bagas juga ikut melirik kesana.

"Hei, lihat apa?" tanya Bagas

"Ada orang di depan," jawab Ayu.

Bagas mengernyit, jelas saja suasana saat Maghrib begini sepi. Apalagi mereka tidak mempunyai tetangga dekat. Kenapa Ayu berkata ada orang?

Seketika bulu kuduk Bagas kembali meremang. Tapi dia juga penasaran. Hingga akhirnya, dengan keberanian yang setipis tisu, Bagas beranjak dan berjalan perlahan menuju pintu kayu yang sudah bolong dan lapuk di beberapa bagian.

Jantungnya berdebar kencang saat memberanikan diri untuk mengintip keluar. Nafasnya memburu, bahkan kerongkongannya terasa begitu tercekat. Dia memicingkan mata dan mengintip keluar, namun nihil ... tidak ada apa-apa.

Karena penasaran, Bagas semakin menajamkan pandangan matanya. Hingga samar-samar dia bisa melihat seorang pria bertubuh besar, bahkan sangat besar ada di ujung jalan. Kepalanya tidak terlihat, karena dia begitu tinggi menjulang.

Jantung Bagas berdenyut ngilu, matanya berair bahkan tubuhnya panas dingin melihat itu. Bibir Bagas bergetar hebat, seiring kaki dan tubuhnya yang juga bergetar.

"Itu hantu atau ... Manusia?" gumam Bagas seorang diri.

Hingga tiba tiba,

"Aaarggh!" Bagas menjerit kuat saat sebuah tepukan mendarat di bahunya. Dia berbalik dan kembali di buat terkejut,

"Aarrrggh!" teriaknya lagi.

"Heh, Maghrib, jangan teriak-teriak!" seru Bu Romlah. Dia masih mengenakan mukenahnya yang sudah usang, apalagi dengan lampu yang temaram, membuat pandangan Bagas serasa seperti melihat hantu.

"Ibu ngejutin Bagas," sahut Bagas sambil mengusap dadanya yang masih bergemuruh hebat. Bahkan dia langsung berlari dan menarik tangan ibunya untuk duduk di dipan kembali.

"Ada apa lagi?" tanya Bu Romlah yang bingung.

"Bu, di depan ada orang, tinggi banget. Kepalanya gak nampak," ucap Bagas dengan suara yang bergetar.

"Hus, kamu ini. Itu cuma khayalan kamu." Bu Romlah berbicara sambil menepuk pundak Bagas.

"Abang bener kok, ada om tinggi didepan," sahut Ayu tanpa ingin menoleh kearah mereka.

Kali ini mereka berdua langsung terdiam. Bagas memandang ibunya dengan wajah memelas dan ketakutan. Namun Bu Romlah, hanya menarik nafas dan mengucap istighfar didalam hati.

"Makanya kalau Maghrib mata itu jangan jelalatan. Kamu tahu kan kalau Maghrib itu waktunya untuk orang-orang gaib itu pada keluar. Coba diem, tadi ibu suruh kamu sholat, tapi malah ngintip keluar." Bu Romlah menggerutu kesal sambil beranjak dan melepas mukenah nya.

Bagas hanya bisa terdiam, dia memandang Ayu sejenak dan kembali memandang keluar.

Sungguh, sejak kejadian Ayu di culik makhluk halus beberapa waktu lalu. Hidup mereka menjadi penuh misteri dan ketakutan. Apalagi mereka hanya tinggal bertiga dirumah itu. Ayah Bagas sudah meninggal satu tahun yang lalu karena sakit, dan kini hanya tinggal Bagas yang bertanggung jawab untuk Ibu dan Adiknya. Tapi, semakin hari, semua serasa semakin tidak wajar. Semua berubah ketika Ayu kembali ke rumah.

Bagas jadi ingat, dengan penemuan mayat sore tadi dan perkataan orang-orang tentang semua kejadian menakutkan ini.

Flashback on

"Tolong! Ada mayat!"

Bagas yang baru pulang dari bekerja di kilang padi milik warga sekitar juga terkejut saat mendengar suara teriakan itu. Apalagi dia melihat jika orang-orang juga berlarian menuju ke sungai.

"Mayat dimana kang?" tanya Bagas pada seorang pria yang juga ingin melihat.

"Di sungai kata mereka, Gas. Yuk, lihat!" ajak Kang Asep.

Bagas yang penasaran juga ikut pergi melihat. Hari sudah mulai senja, dan suasana di sungai sudah ramai.

Bagas berkerumun bersama kumpulan orang-orang itu. Hingga dia dibuat terkejut saat melihat mereka menemukan mayat yang sudah tidak utuh lagi. Mayat tanpa alat kelamin. Tubuhnya baik-baik saja, tidak ada tanda-tanda penyiksaan sama sekali. Hanya alat kelaminnya yang sudah terpotong.

Ini sudah kejadian yang kesekian kali, setiap satu bulan sekali, pasti ada hal mengerihkan ini terjadi.

"Gas, lagi-lagi mayat tanpa alat kelamin. Siapa yang tega berbuat begini ya," gumam Kang Asep.

Bagas menggeleng pelan, dia begitu ngerih melihat kejadian ini. Mayat itu masih baru, mungkin kejadiannya baru malam tadi. Malam Jum'at Kliwon.

"Setelah ini pasti akan ada lagi hantu yang berkeliaran, itu pasti arwah mereka yang gentayangan," ucap Kang Asep kembali.

"Jangan ngomong gitu lah, Kang. Pamali," ujar Bagas

"Beneran kok, kampung kita jadi kampung terkutuk karena masalah ini. Bahkan sekarang, kampung kita udah angker. Banyak warga yang pindah karena ketakutan," ungkap Kang Asep.

Bagas langsung mengusap tengkuknya yang meremang.

"Semuanya kayak kebetulan sekali dengan hilangnya Adik kamu waktu itu. Setelah dia kembali, teror alat kelamin itu terjadi dan arwah mulai gentayangan dimana-mana."

Deg

Flashback off

Orang Bunian

Pagi ini seperti biasa Bagas sudah berada di kilang pagi untuk bekerja. Dia sedang mengumpulkan gabah-gabah kedalam karung besar bersama kang Asep.

"Tadi malam ngerasa ngerih gak, Gas?" tanya Kang Asep.

"Ngerih kenapa kang?" tanya Bagas. Dia mencoba untuk tetap tenang, meski sekarang jantungnya sudah berdebar dengan kencang. Lagi-lagi cerita horor yang diceritakan oleh Kang Asep. Sama seperti wajahnya yang memang sudah seram.

"Tetangga ku yang ikut bantu mengebumikan jenazah korban alat kelamin itu langsung demam. Katanya, dia sepulang dari kuburan langsung didatangi sama orang itu," ungkap Kang Asep.

Bagas langsung meraba tengkuknya yang mulai meremang.

"Akang, ih. Pagi-pagi udah cerita hantu. Serem tahu Kang." Bagas sedikit menjauh dari Kang Asep sambil memindahkan karungnya yang sudah penuh. Begitu pula dengan Kang Asep.

"Ck, aku serius. Kayaknya kita para lelaki memang harus hati-hati," ucap Kang Asep. Dia sedikit mendekatkan dirinya pada Bagas dan berbisik disana, "Ini kayaknya bukan kerjaan orang jahat, tapi dedemit," ucapnya.

Seketika saja bulu kuduk Bagas semakin berdiri. Dia meringis memandang wajah Kang Asep yang nampak serius. "Dedemit?" gumam Bagas.

Kang Asep langsung mengangguk dengan cepat, "desa Air Hitam sudah di cap sebagai desa terkutuk. Sudah beberapa orang pintar yang coba mengungkap kasus ini, tapi sampai sekarang gak ada yang berhasil. Malah mereka yang pada gak kuat," ungkap Kang Asep. Dia berbicara dengan sedikit berbisik sambil menoleh kesana dan kemari. Padahal disana sedang tidak ada orang, hanya mereka berdua.

"Akang tahu dari mana?" tanya Bagas.

Kang Asep langsung menempelkan jari telunjuknya di bibir. "Jangan kuat-kuat, aku dengar dari mertuaku, dia punya teman yang juga mau coba ungkap kasus ini. Tapi malah temannya itu yang ... Mati."

Deg

Jantung Bagas serasa berhenti berdetak mendengar itu. Kenapa semakin lama cerita ini semakin mengerihkan. Siapa yang sebenarnya sudah berbuat seperti ini? Dan yang membuat Bagas heran adalah kenapa kejadian ini terjadi di desa mereka? Desa yang dulunya aman dan damai kini malah berubah menjadi desa angker dan terkutuk.

"Semua ini ada hubungannya dengan makhluk halus yang membawa adikmu, Gas."

Ucapan Kang Asep kembali membuat Bagas tertegun. Dia memandang Kang Asep yang masih terlihat serius. Lelaki bertubuh kurus kering dan berkulit hitam ini seperti tahu semuanya. Apalagi dengan mimik wajahnya itu.

"Bang Bagas!" Tiba-tiba seruan seorang gadis membuat Bagas terkejut, dia langsung menoleh kearah pintu dan melihat seorang gadis berdiri disana dengan keranjang sayurnya.

"Ada apa, Neng?" tanya Bagas yang langsung berjalan kearah keluar mendekat kearah gadis itu. Gadis cantik primadona desa. Anak dari pemilik kilang padi tempat Bagas bekerja.

"Anterin Seruni kepasar, Seruni mau belanja," ujarnya sedikit manja.

"Oh, yauda, mari," jawab Bagas dengan cepat.

Seruni tersenyum manis, dia langsung pergi duluan menuju motor yang terparkir disana. Sementara Bagas kembali menoleh kearah Kang Asep yang kini sudah fokus pada pekerjaannya dan anehnya dia tidak ada memandangnya sama sekali.

Ah, kenapa semuanya terlihat begitu menyeramkan sekarang.

Seperti biasa, Bagas akan menjadi ojek untuk Seruni pergi kemana-mana, apalagi Pak Bandi Ayah Seruni sudah mempercayakan Bagas untuk menjaga putrinya. Jadi kemanapun Seruni pergi, pasti Bagas akan selalu ikut.

"Pelan-pelan, Neng," ujar Bagas saat Seruni mulai naik keatas motor. Dia duduk miring dan langsung merangkul pinggang Bagas saat lelaki itu mulai melajukan motornya.

"Tadi malam Seruni gak bisa tidur bang," adu Seruni.

Bagas yang sedang fokus pada jalanan berbatu didepannya sedikit menoleh kearah Seruni. "Gak bisa tidur kenapa?" tanya Bagas.

"Seruni mimpikan Abang, mana mimpinya serem banget lagi," jawab Seruni.

Bagas mengernyit, "mimpi saya?" tanyanya.

Seruni langsung mengangguk cepat. "Iya, Seruni mimpi ngelihat Abang ada diantara orang-orang aneh." Seruni menjawab sembari mendekatkan wajahnya di telinga Bagas, hingga rasa hangat itu terasa meraba tengkuk Bagas yang mulai meremang.

"Orang-orang aneh gimana maksudnya, Neng?" tanya Bagas. Perasaannya semakin tidak nyaman sekarang.

"Orang aneh, tapi bukan manusia. Abang tahukan sejenis makhluk bunian, makhluk yang nggak nampak. Nah, Seruni lihat Abang lagi sama mereka," jawab Seruni.

Lagi-lagi Bagas meringis mendengar itu. "Itukan cuma mimpi, Neng. Bunga tidur," ucap Bagas.

"Iya, tapi entah kenapa rasanya kayak beneran, Bang," jawab Seruni.

Bagas terdiam, sepanjang jalan menuju kepasar dia tidak ada berbicara sama sekali. begitu pula dengan Seruni. Entah kenapa semuanya terasa aneh.

Misteri mengerihkan di desa Air Hitam, adik Bagas yang aneh, dan juga mimpi Seruni. Kenapa Bagas merasa jika semua itu saling bersangkutan?

Bukankah Ayu hilang karena dibawa mahluk halus itu? Dan tadi Seruni bermimpi jika Bagas berkumpul dengan mereka. Apa jangan-jangan yang di rumahnya bukan Ayu yang sebenarnya? Apa jangan-jangan itu makhluk yang menjelma sebagai adiknya?

"Bang." Tepukan di bahu Bagas membuat lelaki itu terkesiap kaget. Bahkan motor yang dia bawa sedikit oleng membuat Seruni langsung berpegangan dengan kuat.

"Aduh, bang. Kenapa sih? Kok melamun, entar kita jatuh Lo," ucap Seruni sedikit kesal.

Bagas jadi salah tingkah sekarang. "Duh, neng. Maaf. Saya gak sengaja," ucapnya sembari menghentikan motornya di pinggir jalan. Mereka telah tiba di pasar kecil desa Air Hitam.

"Kepikiran kata-kata Seruni tadi ya bang?" tanya Seruni sambil turun dari atas motor.

"Nggak kok, Neng. Yauda saya tunggu disini aja ya," ucap Bagas.

Seruni mengangguk pelan, matanya mengedar memandang pasar itu. Namun sedetik kemudian dia sedikit mengernyit. "Kok sepi banget ya," gumamnya.

Bagas juga ikut memandang pasar itu, pasar yang biasanya ramai orang-orang yang berjualan dan berbelanja, kini hanya ada beberapa saja. Bahkan terkesan lengang.

"Iya ya, neng. Kok sepi, apa hari libur?" tanya Bagas pula.

Seruni langsung memandang Bagas dengan wajahnya yang tiba-tiba berubah datar. "Mana ada hari libur pasar pagi begini, biasa juga ramai. Yasudah, Seruni belanja dulu," Seruni berucap sambil melangkah pergi meninggalkan Bagas sendiri disana. Bahkan hanya dia sendiri di tempat itu. Tempat yang biasa ramai dengan parkiran motor dan pengunjung, tapi sekarang malah sepi. Hanya ada penjual dan pembeli beberapa orang saja.

Tapi ... Tunggu dulu. Bagas langsung menajamkan pandangan matanya saat memandangi keadaan sekitar yang tiba-tiba berubah aneh.

"Kenapa mata mereka gak ada?" gumam Bagas seorang diri. Bahkan dia langsung melompat turun dari motor dan memandang orang-orang yang ada di pasar itu dengan lekat.

Setelah di perhatikan baik-baik, mereka tidak memiliki bola mata. Hanya berdiri tegak tanpa bergerak sedikitpun. Wajah mereka pucat Pasih, bagai zombie yang tak lagi memiliki darah.

Bahkan Bagas baru sadar jika disini, bukan lagi bau amis ikan, melainkan bau air Danur.

Bagas langsung menelan salivanya yang berat, dadanya berdenyut ngilu, tubuhnya panas dingin bahkan kakinya mulai bergetar dengan hebat sekarang. Gigi Bagas menggeletak dengan kuat menahan rasa takut yang sudah menjalar ke seluruh tubuh.

Dia langsung menoleh kearah Seruni, "Neng Seruni!" Bagas berteriak sambil berlari kearah Seruni yang sudah berjalan kearah pasar. Dia berlari dengan cepat dan menjangkau lengan gadis itu. Namun tiba-tiba, mata Bagas langsung melebar sempurna saat Seruni berbalik dan tersenyum memandangnya.

"Aaaarggg!" Bagas berteriak dengan kencang saat melihat jika Seruni juga sama seperti mereka.

Tersesat Di Hutan Angker

Tangan Bagas begitu gemetar membawa motor menjauh dari pasar hantu itu. Bibirnya bahkan sudah pucat dan terus bergetar dengan gigi yang sudah menggeletak sejak tadi. Stang motor sudah oleng kesana dan kemari, namun sama sekali Bagas tidak ingin menoleh kebelakang.

Dadanya bergemuruh hebat, badannya panas dingin serasa ingin demam. Keringat dingin juga sudah mengucur deras ditubuhnya. Bagas benar-benar tidak habis fikir kenapa dia bisa sampai di pasar hantu. Atau para hantu itu yang membawa Bagas kesana. Dan ... Kenapa Seruni juga bisa menjadi hantu?

Ini benar-benar gila, Bagas sama sekali tidak mengerti. Dia hanya ingin pergi jauh dari sana, ya pergi yang jauh.

Namun, "Aaarggh!" Bagas berteriak kencang sembari menghentikan motornya. Wajahnya yang pucat menoleh ke segala arah.

"Ke ... kenapa aku masih disini terus. Kenapa malah di hutan ini?" gumamnya seorang diri.

"Bu..." Bagas mulai menangis, bibirnya gemetar parah. Dan bukan hanya bibirnya saja, melainkan juga tubuhnya.

Bulu kuduk Bagas meremang bahkan berdiri sempurna, hawa dingin sudah menusuk ke tengkuk dan tulang belakangnya membuat Bagas langsung meraba tengkuknya dengan pelan.

Tangannya sungguh bergetar, dia merasa jika dia sudah tidak bisa lagi untuk membawa motor sekarang.

Bagas berharap jika ini hanya mimpi, tapi mimpi apa yang sedari tadi tidak juga selesai. Sudah berkali-kali Bagas mengitari tempat ini, namun lagi-lagi dia malah kembali ke tempat ini. Ke pasar hantu yang sekarang sudah berubah menjadi sebuah hutan.

Ya, Bagas kenal hutan ini. Ini adalah hutan angker tempat Ayu di temukan waktu itu.

"Ya Allah, Bagas tahu Bagas banyak dosa. Tapi tolong, tolong Bagas ya Allah," gumam Bagas dengan suara yang bergetar.

Dia turun dari motor, dan karena begitu takutnya, dia sampai lupa menurunkan standar motor itu hingga membuat dia terjatuh bersama motornya.

"Bu, Bagas takut," gumam Bagas kembali. Dia bahkan merangkak untuk menjauh dari motornya. Percuma dia mencoba pergi, karena bagaimanapun dia tahu jika dia memang tidak akan bisa pergi dari hutan ini.

Bagas mencoba berdiri dengan segenap tenaganya. Dia tidak tahu kenapa dia bisa berada di tempat ini. Padahal hari masih pagi, seharusnya tidak ada hantu kan. Tapi, kenapa Seruni yang membawanya kemari? Apa itu hantu yang menjelma sebagai Seruni?

Apa setelah ini Bagas yang akan menjadi korban hantu pemotong alat kelamin itu?

Bagas langsung menggeleng cepat dengan wajah yang semakin bergetar takut. Tidak mungkin dia yang menjadi korban selanjutnya, karena dari pengalaman yang terjadi di desanya, korban alat kelamin yang terpotong itu hanya terjadi setiap malam Jumat Kliwon setiap bulannya. Dan ini baru beberapa hari dari kejadian kemarin.

Lalu kenapa Bagas bisa berada di hutan ini?

Bagas fokus memandang kedepan, hanya bola matanya saja yang melirik kesegala arah. Sesekali dia meringis dan memejamkan matanya ketika melihat bayangan-bayangan aneh yang tertangkap ekor matanya.

Hutan ini tidak terlalu lebat, tapi tertutup kabut yang tebal. Suasananya juga seperti suasana Maghrib, padahal Bagas yakin jika hari pasti masih siang.

Srak srak

Bagas langsung terlonjak kaget saat mendengar sebuah suara orang berjalan. Dia langsung menoleh kebelakang dengan cepat, namun ... tidak ada orang sama sekali.

"Si ... siapa itu?" gumam Bagas seorang diri.

srak

Lagi, suara di sebalik pohon kembali terdengar membuat Bagas dengan cepat menoleh. Bibirnya kembali bergetar saat dia melihat sepasang mata mengintip dari sana. Mata yang bewarna merah terang dan begitu mengkilat di dalam kegelapan.

Seketika lutut Bagas langsung bergetar kuat, dia memalingkan wajahnya dan ingin menangis lagi sekarang. Ketahuilah, Bagas adalah manusia yang paling penakut di dunia ini, begitu pula dengan yang menulis cerita ini.

"Tolong jangan, aku mau pulang," gumam Bagas dengan suara yang bergetar. Bahkan kakinya juga sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan.

Bagas jatuh terduduk diatas tanah, dia langsung memeluk lututnya sendiri dan menyembunyikan wajahnya di balik lutut.

Bagas bergumam dengan tubuh yang semakin bergetar ketakutan. Dia sungguh ingin pulang, dia benar-benar takut sekarang.

Sesekali aroma-aroma aneh tercium di hidungnya. Seperti aroma busuk, aroma masakan, dan entah aroma apalagi.

Bagas tahu dan pernah mendengar jika seseorang berada di hutan dan mencium aroma sesuatu, pasti ada makhluk halus yang menghuni hutan ini.

Dan, itu memang benar adanya. Walaupun Bagas orang awam, tapi dia sudah tahu jika di hutan ini banyak penghuninya. Sebab, dia bisa tiba disini saja pasti karena panggilan dari mereka.

Sebisa mungkin Bagas tidak ingin merasakan aroma-aroma yang mengganggu penciuman nya itu, karena kata ibunya jika berada di situasi seperti ini Bagas harus tetap ingat dan sadar. Tapi, bagaimana mungkin dia bisa fokus, jika sekarang saja dia sudah begitu ketakutan. Hingga samar-samar Bagas bisa mendengar suara langkah kaki mendekat kearahnya.

"Ya Allah, ya Allah, Allohuma bariklana, ya Allah tolong," gumam Bagas seorang diri. Bahkan entah apa saja yang dia ucapkan. Seketika hafalan doa dan ayat-ayat kursi yang dia ingat langsung buyar berantakan.

Tubuh Bagar bergetar hebat seiring dengan langkah kaki seseorang yang semakin mendekat.

Puk

"aaahh.... ampun, ampun. Tolong jangan apa-apakan saya. Saya mohon! Jangan tolong!" teriak Bagas bagai cacing yang kepanasan.

"Hei, jangan berisik. Ayo pergi dari sini," suara lembut seorang wanita membuat Bagas terkesiap. Dia mengintip dari balik tangan yang menutupi wajahnya.

Dan bisa Bagas lihat, seorang wanita cantik berpakaian hitam berdiri di depannya sekarang.

Bukannya senang, namun Bagas seperti ingin menangis. "Kamu, kamu pasti hantu," tuding Bagas.

Namun, wanita itu langsung berdecak kesal dan dengan cepat menarik tangan Bagas dengan kuat. Bagas langsung berdiri tergesa, namun dia segera menjauh dari wanita cantik itu. Wanita cantik berambut panjang dan berbibir merah. Harum tubuhnya seperti aroma melati yang begitu segar.

Bagas langsung menggeleng pelan saat dia malah terbuai dengan aroma tubuh wanita ini.

"Ka, kamu siapa?" tanya Bagas.

Wanita itu tidak menjawab, dia kembali menarik tangan Bagas dan menggiringnya pergi dari sana. Namun, Bagas memberontak membuat langkah mereka terhenti.

"Kamu mau bawa aku kemana?" tanya Bagas.

Wanita itu melebarkan matanya sekilas, "jangan berisik. Kamu sedang di incar. Kamu mau keluar dari sini atau tidak?" tanya wanita itu.

Bagas langsung mengangguk dengan cepat.

"Jika begitu ikut aku, dan jangan banyak bertanya," ujar wanita itu yang kembali menarik tangan Bagas. Bahkan sekarang dia membawa Bagas berlari dari sana.

"Hei, kita mau kemana?" tanya Bagas yang malah kembali bertanya. Namun, wanita itu tidak menjawab. Dia terus saja berlari membawa Bagas, berlari satu arah tanpa berbelok kemanapun.

Hawa dingin yang begitu menggigit membuat Bagas kembali merinding, apalagi wanita ini yang berlari tanpa lelah. Bagas bahkan sudah hampir kehabisan nafas.

Aroma aneh dan busuk kembali menguar, bahkan suara-suara seperti nyanyian dan juga tertawaan panjang yang tiada henti mulai terdengar. Suasana di hutan ini semakin terasa mencekam. Tapi entah kenapa langkah kaki Bagas malah terus mengikuti wanita ini.

"Itu suara apa?" tanya Bagas dengan nafas yang tersengal hebat.

"Cepatlah, kita harus pergi sebelum mereka menemukan kita," ujar wanita itu.

"Mereka siapa?" tanya Bagas.

"Orang-orang yang akan menjadikanmu tawanan mereka,"

Deg

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!