Aura kemarahan begitu terlihat jelas diwajah wanita cantik tersebut. Dia akan membalas semua orang yang telah menyakiti dirinya.
"Aku akan balas mereka semua! Tidak akan aku ampuni mereka! Satu persatu harus merasakan semua pembalasan dariku!!" teriak Ellen yang menatap dengan tajam. Dibola matanya seakan terlihat ada api amarah yang berkobar.
Ellen bersumpah akan membalas mereka dan tidak akan melepaskan mereka semua.
***
"Hiks. Hiks."
Suara tangisan seorang gadis muda bernama Ellen Maxwell. Ellen gadis yang muda, cantik, dan dari keluarga terpandang. Namun sayangnya, nasib Ellen begitu malang. Ellen sedang meringkuk di sebuah loteng atas rumahnya. Dia sedang menangis meratapi hidupnya.
Ellen tidak tahu, bagaimana bisa hidupnya sekarang begitu sengsara. Di rumah selalu diperlakukan buruk oleh ibu tirinya, sedangkan di kampus juga diperlakukan buruk bahkan dikucilkan oleh kakak tirinya yang satu kampus dengan Ellen.
"Dia kan sodara tirimu!" ucap seorang teman Kinara.
"Dia? Dia hanya babu di rumah! Jangan ada yang berteman dengan dirinya!" Kinara menghasut semua orang agar tidak ada yang mau berteman dengan Ellen.
"Hah? Babu?! Wah. Pantas saja berbeda sekali penampilan kalian berdua." Beberapa teman tidak menyangka, karena ucapan Kinara mereka pun memandang rendah kepada Ellen.
"Karena itu jangan ada diantara kalian berteman dengan dirinya. Perlakuan saja dia seperti babu. kucilkan saja dia. Buat apa berteman dengan seorang babu!" Kinara mencemooh. Mereka semua tertawa riang membicarakan Ellen. Malahan Kinara membicarakan yang buruk-buruk tentang Ellen kepada semua orang di kampus agar tidak ada yang dekat dan berteman dengan Kinara.
"Jelas dong. Mana mau kami berteman dengan dia! Bagaimana orang rendah seperti dia bisa masuk ke kampus elit kita. menyebalkan!" ucap yang lainnya juga.
"Maka perlakuan saja dia dengan buruk di kampus," ucap Kinara mempengaruhi yang lain. Ellen yang tidak sengaja mendengar merasa sedih. semenjak perkataan pertama kali itu yang dilakukan Kinara maka setelah itu tidak ada yang baik di kampus untuk Ellen. Namun begitu Ellen tetap berusaha tetap kuliah dan mengabaikan perlakuan buruk mereka.
Di rumah Ellen dibuat seperti babu. Padahal dirinya bukan babu, tetapi ibu tiri dan kakak tirinya selalu memperlakukan dirinya sebagai babu, sedangkan rumah tersebut adalah peninggalan dari kedua orang tua Ellen. Paul Maxwell dan Tania Maxwell adalah orang tua kandung Ellen. Mereka berdua sudah meninggal dunia.
Awalnya hanya mamanya yang meninggal sewaktu Ellen di tingkat SMP. Kemudian dua tahun kemudian saat Ellen akan lulus SMP, papa Ellen menikahi Kelly Rowland yang kini kemudian menjadi ibu tiri Ellen. Kelly saat menikah dengan papa Ellen, sudah memiliki seorang putri bernama Kinara Rowland. Gadis yang lebih tua setahun dari Ellen, maka itu dia menjadi kakak tiri Ellen.
Semasa papa Ellen hidup, ibu tiri begitu baik. Kemudian setahun setelah menikah dengan papa Ellen, Paul Maxwell pun meninggal dunia. Semenjak saat itu semua hal jatuh ke tangan mama tiri Ellen. Baik itu harta ataupun kekuasaan.
Namun ibu tiri dan kakak tiri Ellen begitu boros. Saat itu Ellen sudah tingkat SMA. Semenjak papa Ellen meninggal, sifat ibu tiri dan kakak tiri begitu berubah drastis. Mereka selalu kasar dan semena-mena kepada Ellen.
"Ellen, cepat cuci piring! Ellen, cepat masak! Ellen, cepat bersihkan rumah ini!" teriak Kelly, ibu tiri Ellen.
"Ellen, cuci pakaian sekarang!! Ellen, dimana makananku! Ellen, dimana sepatuku!" teriak Kinara pula.
Mereka memperlakukan Ellen dengan buruk. Bahkan untuk uang saku jajan saja Ellen tidak diberikan. Padahal warisan dari orang tua Ellen begitu banyak. Namun dihamburkan oleh ibu tiri dan kakak tirinya, tanpa mengingat Ellen dan tidak memberikan bagian Ellen. Ellen terpaksa harus menjalani masa SMA dengan sangat sederhana. Syukur saja biaya sekolah Ellen sudah diurus papanya sebelum meninggal agar selesai sampai perguruan tinggi, jadi untuk biaya sekolah Ellen tidak perlu cemas.
Di rumah Ellen tidak bisa leluasa dan santai, padahal itu rumah dia sendiri, dikarenakan ibu tiri yang selalu memberikan pekerjaan pembantu kepada Ellen. Padahal ada dua pembantu, tetapi Kelly selalu meminta Ellen mengerjakan banyak hal. Sampai dia memecat dua pembantu tersebut, dan memberikan semua tugas kepada Ellen.
Ellen hanya bisa pasrah menerima. Dia menurut saja, karena kalau tidak, dia akan diusir dari rumahnya. Kadang kala Ellen akan dihukum tidak makan di rumah, karena itu dia menerima semua perlakuan tersebut.
Tahun berganti tahun. Beberapa tahun kemudian, Ellen sudah mulai dewasa. Dia kini sudah kuliah. Namun nasib Ellen masih sama saja seperti dahulu. Mau di rumah dan di kampus sama saja. Di rumah ibu tiri jahat kepada Ellen dan di kampus kakak tirinya yang memperlakukan dia buruk.
Di kampus, Kinara membuat Ellen dikucilkan, sehingga tidak ada yang mau dekat ataupun berteman dengan Ellen. Ellen yang malang pun hanya sendiri tanpa punya seorang teman.
Hari itu, tepat hari kematian kedua orang tua Ellen. Seperti biasanya Ellen mau mendatangi kuburan kedua orang tuanya. Namun dia disibukkan banyak tugas rumah yang diberikan oleh sang ibu tiri. Padahal dia mau permisi izin pergi sebentar, tetapi dipersulit. Dari pagi tugas rumah terus diberikan oleh Kelly. Hingga ke sore hari barulah semua pekerjaan selesai. Ellen dengan langkah lelah barulah pergi ke tempat kuburan orang tuanya berada.
Malam hari Ellen baru pulang. Namun hal mengejutkan telah dia terima. Semua barang kenangan dari almarhum papa dan mama Ellen telah dibuang Kinara kemudian dia bakar di halaman belakang. Hati Ellen begitu hancur menyaksikan semua itu. Dia menangis dan memohon. Namun Kinara tidak peduli. Bahkan Kelly membiarkan hal tersebut.
Selama ini semua barang tersebut berada di gudang. Namun kini telah berpindah ke belakang rumah dan dibakar di halaman belakang rumah. Air mata Ellen bercucuran menyaksikan hal tersebut. Kinara dan Kelly hanya tertawa menyaksikan Ellen menangis. Kemudian mereka berdua pergi.
Bahkan Ellen sempat di dorong Kelly kemudian ditendang-tendang oleh Kinara. Ellen terkulai lemas di tanah. Usai puas menyiksa Ellen, Kinara dan Kelly pun pergi meninggalkan Ellen sendiri.
Malam semakin larut. Ellen masih diluar. Kini kobaran api sudah hilang berganti dengan abu, arang, dan debu saja. Ellen menatap sedih. Dia kemudian berjalan dengan langkah terseok menuju kamarnya. Di kamar yang sebenarnya tidak layak. Kamarnya berada di atas loteng. Disanalah Ellen berbaring dan meringkuk. Ada sebuah foto keluarga yang dia simpan dibalik bantalnya. Foto papa, mama dan Ellen sewaktu dahulu diambil. Kini hanya itu yang tersisa yang Ellen miliki untuk mengenang kedua orang tuanya.
Ellen memeluk foto tersebut. Dia kemudian menangis.
"Aku merindukanmu, Papa, Mama!" isak tangis Ellen sambil memeluk foto tersebut.
Hari ini Ellen bahkan lupa makan. Sekarang sudah sangat larut malam. Dia belum makan dari tadi. Tubuhnya sakit karena perlakuan Kinara dan Kelly tadi. Hatinya pun sakit mengingat kejadian barusan. Sekarang pandangan dirinya seakan kabur karena belum makan apapun. Kepala Ellen juga mulai terasa sakit. Perutnya terasa perih.
Dalam suasana tersebut sebuah pemikiran terlintas di kepala Ellen. Dia mau menyusul papa dan mamanya saja. Ya. Mungkin kematian lebih baik untuk dirinya. Hidup juga hanya menderita. Jadi lebih baik dia mati saja menyusul papa dan mamanya.
"Tidak!! Aku tidak mau menderita lagi!!!" teriak Ellen di malam hari yang dimana semua sudah terlelap. Dia saja sudah kelelahan karena menangis sepanjang hari ini.
"Aku akan menyusul kalian, Pa, Ma!"
Ellen kemudian berdiri. Dia bersiap membuat tali gantungan. Dia akan segera mengakhiri hidupnya. Setelah selesai membuat tali gantungan, Ellen naik dan mau gantung diri. Dia memasukkan kepalanya. Namun sayangnya, tali pun putus.
Ellen jatuh dan masih hidup. Dia jatuh dengan keras dan menabrak barang-barang yang ada disekitar loteng. Semua berantakan. Dia berusaha bangun dan berdiri. Kemudian Ellen melihat sebuah kalung cantik yang berkilau. Ellen mendekati kalung tersebut.
"Aku masih hidup!" Ellen memegang lehernya. Dia agak kesakitan. "Itu apa? Kalung?"
Ellen memunguti kalung tersebut. Dia menatap kalung yang cantik dan berkilau tersebut.
"Cantik," ucap Ellen.
Seketika Ellen lupa dengan apa yang menimpa dirinya dan lupa akan niat dirinya untuk bunuh diri.
Kalung tersebut bercahaya. Bahkan cahaya begitu menyilaukan mata. Cahaya semakin besar dan membuat Ellen tidak bisa melihat. Cahaya menyinari seluruh ruangan dan tubuh Ellen.
Ellen memejamkan kedua matanya. Begitu dia membuka mata semua hal masih sama dan dia masih di tempat yang sama.
"Apa yang terjadi barusan?" tanya Ellen sendirian.
Namun kemudian keajaiban terjadi. Sebuah sistem merubah hidup Ellen. Dia bahkan menjawab perkataan Ellen. Hanya Ellen yang bisa mendengar suara sistem tersebut.
"Selamat Nona Ellen. Anda kini terpilih sebuah sistem. Hidup Anda akan berubah menjadi lebih baik," ucap sistem tersebut. Ellen terkejut mendengar suara tersebut.
"Hah! Siapa itu?"
Bersambung.
Kalung tersebut memiliki sebuah sistem. Saat Ellen memegangnya ternyata sistem di kalung tersebut pun aktif. Ellen terkejut mendengar suara yang menjawabnya. Dia melihat sekeliling.
"Siapa itu yang berbicara?" tanya Ellen menatap sekeliling.
"Ini aku, Nona. Kalung yang Anda pegang," ucap Kalung tersebut dengan simbol bunga lily yang ada di kalung tersebut.
"Kau! Kau sebuah kalung yang berbicara?! Bagaimana bisa?" Tatap Ellen dengan terheran-heran.
"Tentu saja, Nona. Kini Anda tidak perlu takut ditindas lagi. Aku akan membantu Anda menjadi kuat dan berani. Namun begitu akan ada beberapa tugas yang nantinya akan Anda selesaikan, Nona," ucap si kalung.
"Aku Lily. Panggil saja seperti itu. Di diriku ada sebuah sistem dan Nona yang mengaktifkan sistem tersebut." Lanjut kata si kalung tersebut.
"Benarkah ini! Aku tidak gila 'kan?" Ellen takut dia berhalusinasi.
"Ini sungguhan, Nona."
"Panggil saja aku, Ellen," ucap Ellen kepada kalung tersebut.
"Baiklah, Ellen. Aku Lily." Mereka berdua berkenalan.
Ellen tersenyum.
Esok harinya.
Ellen bangun dan segera mandi. Dia mau bersiap ke dapur. Rutinitas biasanya yang dia lakukan adalah membuat sarapan di pagi hari. Namun seakan Ellen lupa tentang kejadian sebelumnya. Dia segera ke dapur setelah selesai mandi dan berpakaian rapi.
Di dapur, Ellen menyiapkan makanan. Nasi goreng dan telur ceplok. Teh panas untuk Kelly dan susu hangat untuk Kinara. Dia sendiri hanya akan makan nanti setelah semua sudah selesai dihidangkan.
Selesai masak dan menghidangkan, Kelly dan Kinara datang ke meja tamu. Mereka duduk dan mulai makan.
"Hanya nasi goreng dan telur! Aku mau yang lain," ucap Kinara. Dia kesal dengan menu makanan yang biasa saja.
"Ellen! Dimana kau?!" tanya Kelly.
Ellen pun segera datang setelah mendengar mama tiri memanggilnya.
"Iya, Ma," jawab Ellen.
"Apa cuma ini sarapan kita?" tanya Kelly dengan mata melotot. Dia melirik sepintas ke makanan kemudian ke arah Ellen.
"Iya, Ma. Kebetulan bahan dapur habis. Jadi hanya ini yang bisa Ellen masak dan hidangkan." Ellen berharap mama tiri tidak marah kepada dirinya. Sesungguhnya bahan-bahan dapur memang sudah habis. Stok uang untuk belanja begitu sedikit diberikan oleh Kelly. Sehingga Ellen juga bingung kalau harus belanja apa dan masak apa. Mereka mau makan enak, tetapi keuangan diharuskan berhemat, sedangkan Kelly dan Kinara begitu suka berbelanja ke mall atau jalan-jalan terus.
"Kau gimana, sih? Belanja bulanan sudah mama kasih masih saja kurang. Nanti belanja lagi!" Bentak Kelly dan Ellen mengangguk.
Akhirnya Kinara dan Kelly pun makan. Setelah mereka puas makan, barulah Ellen membersihkan meja makan. Dia cuci piring kotor, membereskan semuanya dan barulah dia bisa makan.
Selesai semuanya, Ellen bersiap membersihkan seluruh ruangan rumah. Nyapu dan ngepel. Namun kemudian Lily menyapa tuannya.
"Nona! Pagi! Kenapa Anda susah dan harus capek-capek. Aku bisa membantumu, Nona!" Lily mengeluarkan suara tiba-tiba saat Ellen membersihkan ruangan rumah.
Ellen terkejut. Setelah itu, dia baru sadar dan mengingat semuanya. Jadi kejadian malam itu bukan mimpi. Itu memang kenyataan.
"Kau!?" Tatap Ellen ke arah kalung yang saat ini dia kenakan di leher jenjang putih mulusnya.
"Tentu, Nona. Aku Lily. Aku bisa membantu, Nona," ucap Lily.
"Bagaimana caranya?" tanya Ellen keheranan.
"Gampang. Nona cukup diam dan lihat saja."
Ellen pun menurut. Kalung tersebut kembali bercahaya. Namun cahayanya menyinari peralatan sapu dan alat pel lantai. Akhirnya semua benda tersebut bergerak sendiri dan membersihkan semuanya.
Ellen kaget, tetapi dia senang. Akhirnya dia tidak perlu capek mengerjakan semuanya.
Beberapa saat kemudian, semua pekerjaan selesai. Bahkan urusan mencuci pakaian juga dibantu Lily. Ellen sangat bersyukur. Dia menyelesaikan pekerjaan rumah dengan mudah dan tidak lelah.
Kemudian Kelly datang dan meminta Ellen berbelanja keperluan dapur. Ellen pun segera melaksanakan perintah sang mama tiri. Di depan teras rumah, Ellen bertemu Kinara.
"Mau kemana kau?" tanya Kinara yang sibuk bermain ponsel dan duduk di kursi teras rumah. Ada majalah didekat Kinara. Dia sepertinya membaca majalah fashion.
"Mau belanja," jawab Ellen.
"Belikan snack coklat, ya." Kinara meminta belikan coklat. Namun matanya tidak melihat ke arah Ellen. Dia malah sibuk main ponsel.
"Uangnya?" Ellen agak bingung, karena dia hanya memiliki uang pas-pasan untuk belanja dapur.
"Mana aku tahu. Pakai aja uang ditanganmu. Dah sana!" Usir Kinara.
"Tapi, Kin, ini gak ada uang lebih. Cuma ada uang untuk beli bahan dapur," ucap Ellen menjelaskan kepada Kinara. Dia berharap Kinara tidak memaksa.
"Pokoknya belikan. Titik!" Mata Kinara mendelik dan begitu memaksa. Ellen pun diam dan segera pergi.
Ellen berniat mencari taksi, tetapi berpikir takut uang kurang nanti. Akhirnya mencari tukang ojek saja. Ellen pun pergi ke pasar terdekat untuk belanja.
Beberapa saat kemudian, Ellen tiba. Dia turun di dekat sebuah toko. Suara Lily pun terdengar.
"Nona, aku punya tugas misi pertama untuk Nona," ucap Lily kemudian dengan tiba-tiba.
"Hah?! Misi?"
"Iya, Nona. Aku bisa membantumu dan merubah hidupmu. Tapi aku juga punya misi dan tugas yang harus Nona lakukan." Lily menjelaskan perkataannya.
"Tapi aku harus berbelanja. Nanti mama Kelly bisa marah." Ellen beralasan tidak bisa, karena memang waktu tidak pas saja.
"Anda harus mau, Nona. Kita sudah terikat satu sama lain. Tidak bisa terlepas. Jadi Nona pun harus mau dan bisa melakukannya." Lily mengatakan tugas yang pertama harus dilakukan oleh Ellen.
"Tapi, nanti bagaimana?" Ellen masih begitu ragu.
"Tidak perlu cemas, Nona. Jika ada apa-apa, aku akan menjagamu!"
Ellen awalnya begitu ragu. Namun dia akhirnya setuju. Lily menjelaskan kepada Ellen tentang tugas pertamanya. Ellen diminta untuk menemukan anting-anting yang sama persis seperti model kalungnya. Bahkan anting-anting tersebut juga memiliki tanda bunga lily. Sehingga Ellen akan mudah mengenali benda tersebut.
Lily menunjukkan sebuah cahaya yang memperlihatkan sebuah gambar anting-anting. Hanya Ellen yang bisa dengar dan melihatnya. Ellen memperhatikan dengan seksama. Namun dia bingung harus mencari kemana anting-anting tersebut.
Akhirnya Lily menunjuk ke arah sebuah toko perhiasan yang tidak jauh didekat mereka. Ellen pun kesana. Dia masuk ke dalam toko dan melihat banyak perhiasan. Dalam hati Ellen semakin bingung. Kalau sudah ketemu anting-anting tersebut, memang Ellen harus bagaimana?
"Apa benar di toko ini?" tanya Ellen dengan setengah berbisik. Dia takut orang-orang mengira kalau dia gila karena berbicara sendirian.
"Iya, Nona. Disekitar sini ada anting-anting tersebut," jawab Lily. Ellen pun mengitari seluruh ruangan dan melihat keseluruhan. Namun tidak terlihat anting-anting tersebut.
Tepat setelah melihat sekeliling, akhirnya dia melihat anting-anting yang sama persis dengan model kalungnya. Bahkan ada simbol bunga lily.
"Itu dia!" seru Ellen sendirian. Dia senang akhirnya ketemu. Dia harus segera mengambil anting-anting tersebut dan pergi belanja kemudian segera pulang.
"Ayo, Nona! Diambil dan bawa pulang!" Perintah Lily.
"Tapi itu namanya mencuri!"
"Beli saja, Nona."
"Bagaimana? Aku tidak punya uang!" Ellen menggelengkan kepalanya.
"Pakai saja uang yang ada ditangan, Nona," ucap Lily santai begitu saja.
"Mana bisa. Mama bisa marah," ucap Ellen. Dia tidak mau menerima amukan marah sang mama tiri.
"Aku jamin akan aman, Nona. Percaya saja." Lily begitu menyakinkan. Akhirnya Ellen mau. Dia akan membeli anting-anting tersebut.
Ellen berjalan ke arah penjual yang punya toko. Tepat disaat itu seorang pria tampan, begitu berkharisma dan kaya masuk. Dia berjalan ke arah si penjual juga.
Ellen mau membeli anting-anting tersebut. Dia tersenyum melihat anting-anting yang begitu cantik. Ellen menunjuk ke arah anting-anting tersebut.
"Aku mau anting-anting itu!" ucap Ellen bersamaan dengan pria yang baru masuk tadi. Ellen melihat ke arah si pria. Si pria pun menatap ke arah Ellen.
"Siapa wanita ini?" ucap Alex Fernando Johnson menatap lurus ke arah Ellen.
Bersambung.
Ellen dan Alex saling menatap satu sama lain. Mereka berdua menginginkan barang yang sama. Alex tidak tahu kenapa si wanita begitu menginginkan hal tersebut, sedangkan Alex memang mencari benda tersebut kesana kemari. Setelah cukup lama, Alex kemudian mendengar kalau di toko tersebut ditemukan anting-anting yang dia incar. Maka kesanalah Alex dan menginginkan anting-anting tersebut. Dia mau beli dan bawa pulang.
Begitu juga dengan Ellen. Dia mendapatkan misi tersebut untuk mendapatkan anting-anting tersebut. Sepertinya Alex dan Ellen akan memperebutkan anting-anting tersebut.
"Aku menginginkan anting-anting tersebut," ucap Alex. Dia tidak akan semudah itu mengalah. Tidak memberikan anting-anting tersebut.
"Aku yang lihat duluan. Ini untuk aku. Aku mau anting-anting ini, Tuan," ucap Ellen pula kepada Alex.
"Punyaku!"
"Tidak ini punyaku!"
"Aku!"
"Milikku!"
Keduanya malah ribut dan berebut anting-anting tersebut. Sang penjual sampai bingung dan hanya menatap ke arah Ellen dan Alex. Biasanya hal sepele seperti ini tidak akan Alex urusin. Namun kali ini beda. Dia harus mendapatkan anting-anting tersebut. Begitu juga Ellen, dia harus menyelesaikan misi tugas pertama yang diberikan Lily.
"Hei, Tuan! Anda seorang pria. Sebaiknya mengalah sama seorang wanita!" Ellen menatap tajam ke arah Alex. Dia bahkan tidak tahu sama siapa saat ini dia berhadapan.
"Kau yang tidak tahu sedang berurusan dengan siapa, Nona!" Mata Alex begitu tajam seperti elang yang mau memangsa mangsanya.
Kemudian suara Lily terdengar oleh Ellen. Hanya Ellen yang bisa mendengar. Lily memberikan arahan untuk mengalihkan perhatian Alex agar mereka bisa mendapatkan anting-anting tersebut.
"Ellen, cium pria itu sekarang juga. Dapatkan segera anting-anting tersebut!" Perintah Lily.
"Hah! Apa!" Ellen tentu kaget. Dia tertegun.
Alex pikir kalau Ellen sudah menyerah dan tidak menginginkan anting-anting tersebut. Alex segera mau memberikan sebuah card untuk membayar anting-anting tersebut kepada penjual toko. Namun Ellen segera melakukan gerakan refleks. Dia segera meraih bahu Alex. Alex menoleh ke arah Ellen. Saat itulah dengan gerakan tiba-tiba, Ellen langsung mendekati wajah Alex. Cup. Satu kecupan terjadi. Alex terdiam dan tertegun menatap ke arah Ellen dengan situasi masih dikecup Ellen.
"Masa bodoh! Lakukan dan selesaikan sekarang juga!" ucap Ellen dalam hati.
Setelah itu Ellen melepaskan kecupan tersebut. Dia segera membayar ke penjual toko dan mengambil anting-anting tersebut. Selesai itu, Ellen langsung kabur. Begitu dadakan dan spontan, sehingga Alex belum sempat bereaksi dan belum tersadar. Dia masih tertegun untuk mencerna apa yang barusan terjadi.
Sang penjual juga kaget dan hanya bisa manggut-manggut setelah Ellen membayar dan membawa anting-anting tersebut. Kini Ellen sudah pergi menjauh.
Baik Alex dan si penjual sekarang pada terbengong. Mereka saling pandang. Namun Ellen sudah kabur jauh.
"Sialan!" Gerutu Alex pada dirinya sendiri. Si penjual melihat tampang sangar dari Alex. Dia tidak berani berkata apapun.
"Maaf, Tuan. Sudah dibeli oleh Nona yang tadi," ucap si penjual. "Jika Tuan mau, silahkan melihat dan membeli barang yang lain. Anting-anting lain juga masih banyak dan lebih cantik dari yang tadi. Yang tadi stok barang lama dan murah. Ada yang lebih baik dan cantik, Tuan." Si penjual berusaha menawarkan barang lain kepada Alex. Namun bukan itu yang dia cari. Dia hanya menginginkan barang tersebut.
"Sudahlah!" Alex kemudian bergegas pergi. Dia mencoba mencari Ellen diluar. Berharap kalau wanita itu masih ada. Namun sayangnya, Ellen sudah hilang dari pandangan Alex.
Asisten Alex, sekaligus sekretaris dan tangan kanan Alex datang mendekat. Tadinya Jack Davis menunggu di mobil. Namun Alex tidak kunjung keluar. Begitu keluar dari toko, dia melihat wajah masam dari Alex. Terlihat sedang mood yang tidak baik.
Jack mendekati tuannya. "Tuan sudah selesai? Bagaimana, Bos?" tanya Jack, orang kepercayaan dari Alex.
Alex menoleh ke arah Jack. "Hilang!" Raut wajah Alex begitu tidak enak. Dia kemudian berjalan ke arah mobil dan masuk ke dalam. Jack ikut serta. Dia masuk dan duduk di depan untuk sekalian menyetir mobil.
Sebenarnya Jack agak bingung dengan ucapan bosnya. Namun dia hanya bawahan, jadi tidak banyak tanya. Sebagai ganti dari tanda tanya Jack, Alex malah memberi Jack perintah.
"Jack, kau selidiki siapa wanita yang berada di toko saat aku didalam tadi. Cari tau siapa dia, namanya, alamatnya, dan semua tentang wanita itu! Paham!" Perintah Alex kepada Jack.
"Baik, Bos." Jack menganggukkan kepalanya.
Kemudian Jack menghidupkan mesin mobil lalu melajukannya. Mereka pun kemudian pergi.
Di lain sisi, Ellen yang sudah kabur jauh. Kini duduk bersandar lemas. Dia kelelahan. Akhirnya anting-anting dia dapatkan. Ellen tersenyum puas.
"Syukurlah. Aku mendapatkan anting-anting ini." Ellen tersenyum.
Lily pun bersuara, "Selamat, Ellen. Kau telah berhasil. Aku akan memberikan kekuatan kepadamu. Sehingga siapapun tidak akan ada yang bisa menindasmu lagi," ucap Lily.
"Benarkah! Kau serius, Lily!" Ellen memegang kalung yang dia kenakkan dan disembunyikan dibalik pakaiannya.
"Tentu saja. Setiap misi yang kau lakukan akan ku berikan reward. Bukankah aku baik. Hehehe." Lily membanggakan dirinya.
Kemudian cahaya bersinar terang. Menerangi seluruh tubuh Ellen. Setelah itu, Ellen merasakan tubuhnya terasa begitu berbeda. Dia merasakan begitu banyak power. Sepertinya benar. Lily memberikan kekuatan kepada diri Ellen. Ellen tersenyum senang, dengan ini tidak ada lagi yang bisa menyiksa dan menindas dirinya dengan sembarangan.
"Terima kasih, Lily!"
"Sama-sama, Ellen."
Namun kemudian Ellen sadar akan sesuatu. Belanja yang harus dia beli malah sudah dipakai semua uangnya. Bukan hanya tidak bisa beli pesan yang diminta oleh Kinara, tetapi juga tidak dapat membeli belanja yang disuruh oleh Kelly, ibu tirinya.
Saat memikirkan hal tersebut, Ellen baru menyadari kesalahannya.
"Gawat! Aku lupa dengan belanja dapur. Lalu permintaan Kinara bagaimana? Waduh, mama Kelly bisa marah ini!" Ellen jadi mondar-mandir sendirian. Dia jadi bingung dan tidak tahu harus bagaimana.
Semua uang sudah Ellen pakai untuk membeli anting-anting tadi. Bagaimana dia harus mengganti uang yang sudah dia pakai. Ellen jadi kebingungan.
"Bagaimana ini?!" Ellen terlihat panik. Namun kemudian suara Lily terdengar.
"Jangan risau, Ellen. Kau pulang saja."
"Lalu bahan belanja yang tidak jadi dibeli bagaimana? Uangnya sudah ku pakai semua tadi untuk anting-anting ini. Lalu anting-anting ini mau diapain?" Tatap Ellen ke arah kalung dan anting-anting yang saat ini ditangannya juga.
"Sementara kau simpan baik-baik saja anting-anting ini. Untuk belanja dapur, kau tenang saja. Di rumah nanti pasti sudah beres." Lily menenangkan Ellen yang masih kebingungan.
Akhirnya Ellen menurut. Dia kemudian pulang. Beberapa saat kemudian Ellen sampai di rumah. Begitu dia pulang, Ellen begitu heran karena semua belanja dapur telah ada di dapur. Kata Kelly ada seseorang mengirimkan semua bahan dapur ini. Bahkan semua cukup untuk tiga bulan. Mereka tidak perlu repot lagi.
Ellen terheran-heran. Bagaimana bisa?
Namun kemudian Kelly bertanya, bagaimana bisa semua bahan diantar begitu banyak sedangkan uang yang diberikan tidak begitu banyak kepada Ellen. Akhirnya Ellen beralasan dia dapat diskon banyak dan kebetulan lagi promo.
Setelah itu Ellen masuk ke kamarnya. Di dalam kamar Ellen masih terheran-heran. Bagaimana bisa, ya? Lily yang menyadari segera menjawab Ellen.
"Kau pasti bingung, ya? Bagaimana bisa begitu, ya?" Suara Lily terdengar oleh Ellen.
"Iya. Kok bisa?" Tatap Ellen ke arah kalungnya.
"Itu karena pria tadi."
"Pria?" Ellen masih bingung.
"Iya. Tugas berikutnya adalah kau cari tau pria tadi dan dekati dia. Coba masuk ke dalam rumahnya," ucap Lily kemudian dan membuat Ellen terperangah.
"Hah! What!"
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!