NovelToon NovelToon

Perjodohan Paksa Dengan Crush

Bab 1 Berita Perjodohan

Suara dentingan alat makan diatas piring begitu nyaring terdengar.

Malam ini keluarga Wardana sedang makan bersama. 

"Ayah mau jodohkan kamu dengan anak teman ayah," ucap laki-laki dengan sedikit rambut putih diantara hitam rambut lurusnya. 

Aliza Wardana yang merupakan anak terakhir dari Reno Wardana dan Nita Ayu Wardana itu menghentikan kegiatan makannya lalu menatap sang bunda yang berada di seberangnya yang terhalang oleh meja makan.

Namun, Nita hanya mengangguk sebagai balasan jika memang putrinya akan dijodohkan.

"Aku nggak salah dengar, Yah?" tanya Aliza masih tidak percaya menatap Reno serius.

"Nggak. Kamu nggak salah dengar. Ayah dan bunda sudah mempunyai rencana untuk menjodohkan kamu," jelas Reno lalu melanjutkan kegiatan makannya yang sempat terhenti.

"Iya, Al. Kamu sudah cukup umur buat menikah. Ayah dan Bunda ingin melihat kamu segera menikah dan segera mempunyai momongan." Nita tersenyum diakhir kalimatnya seakan memiliki isyarat yang tak bisa dijelaskan.

Reno sudah memikirkan ini matang-matang putri bungsunya pasti tidak akan menolak. Karna dia tau betul jika anaknya ini selalu menurut dengan dirinya.

Apalagi Aliza anak terakhir.

Dengan perlahan Aliza meletakan sendok dan garpunya. Entahlah, tiba-tiba moodnya menjadi buruk. Sudah tidak ada selera makan.

"Siapa yang akan dijodohkan dengan Aliza, Yah?" Gadis dengan rambut panjangnya yang indah itu memberanikan diri untuk bertanya. Sebenarnya dirinya takut jika laki-laki yang akan jodohkan itu jauh dari ekspektasinya.

"Nanti kamu juga tau kalo sudah bertemu," jawab Reno menatap anak bungsunya itu.

"Besok malam kita akan bertemu dengan mereka. Membicarakan tentang perjodohan ini," lanjutnya.

"Besok malam?"

"Iya sayang. Besok kamu harus dandan yang cantik," sahut Nita dengan senyum tulus dan bahagia seorang ibu.

Aliza ingin sekali menolak tapi dirinya juga bingung bagaimana caranya?

Sejauh ini dirinya selalu menurut dan hampir tidak pernah membantah orang tuanya.

Namun, kali ini rasanya dia ingin sekali menolak. Karna Aliza juga masih ingin fokus dengan karirnya.

Walaupun hanya seorang owner toko roti tapi dirinya bangga. Dia memiliki rencana untuk perkembangan tokonya. Aliza ingin membuka cabang toko roti.

"Apa aku boleh berpendapat, Ayah?" tanya Aliza hati-hati takut jika nanti akan membuat ayahnya marah.

Reno mengangguk. "Boleh."

"Jujur aku belum mau menikah, Yah. Aku pengen fokus dulu sama toko roti yang sudah aku bangun susah payah sampai sekarang. Aku juga ingin menikah dengan orang pilihan ku sendiri, Yah," ucap Aliza meneguk ludahnya susah payah.

"Kalo udah menikah kamu tetep bisa fokus sama toko roti mu itu dan masalah orang pilihan kamu atau orang pilihan ayah dan ibu itu nggak ada bedanya. Tunggu saja besok ya. Ayah yakin kamu pasti mau menerima perjodohan ini." Reno segera beranjak karna dirinya sudah selesai makan disusul dengan Nita.

Sebenarnya Reno dan Nita hanya memberi ruang untuk putrinya.

"Orang pilihan ayah dan bunda nggak ada bedanya sama pilihan kamu." 

suara itu terus berputar dikepala Eliza.

"Apa maksudnya?" gumam Eliza menatap langit-langit rumahnya.

Gadis itu segera mengambil handphone nya diatas nakas lalu mengetikan sesuatu untuk dikirim ke sahabatnya. Ya, satu-satunya teman yang selalu ada untuk Aliza. 

Baru sedetik dirinya mengirimkan pesan, layar handphone Aliza sudah berubah memunculkan tombol merah dan hijau. Dengan segera Aliza menekan tombol hijau.

"Halo?" suara itu berasal dari sebrang.

"Aliza. Halo?"

"Iya, Halo."

"Lo beneran mau dijodohin?" tanya Melia pada sahabatnya.

"Iya, Mel. Gue nggak pengen dijodohin. Gue pengen nangis rasanya," ungkap Aliza seraya menutup setengah wajahnya dengan tangan kirinya.

Lelah sekali rasanya. Batinnya seakan ditekan perlahan dengan pasti.

Dia ingin menolak tapi tidak bisa. Rasanya Aliza ingin berteriak sekarang juga.

Mengadu pada semesta kenapa hidupnya seperti ini?

Sedari kecil dirinya hampir tidak pernah membangkang pada orang tuanya. Aliza terkenal dengan anak yang sangat penurut.

Namun, sekarang kenapa jalan hidupnya seakan membuat Aliza untuk tidak mematuhi kedua orang tuanya.

"Terus gimana? Lo tolak perjodohannya?" tanya Melia penasaran. 

Dia tahu betul tentang watak sahabatnya itu. 

"Gue nggak bisa nolak," jawab Aliza dengan air mata yang mulai meluncur membahasi pipinya.

Nah, benar kan dugaan Melia. Aliza pasti tidak bisa menolak.

"Eh, lo nangis ya?" Melia yang mendengar isakan kecil milik Aliza itu sudah bisa dipastikan sebenarnya. Selain jadi anak yang penurut Aliza juga sangat gampang menangis.

Ya, hanya terdengar isak tangis yang semakin terdengar jelas. 

"Nangis aja. Nggak bakal gue matiin teleponnya. Tapi jangan salahin gue kalo gue ketiduran."

Tak ada balasan dari Aliza. Gadis itu terus menangis sampai rasanya air mata sudah kering hingga gadis itu terlelap masih dengan air mata yang mambanjiri pipinya.

"Halo? Aliza. Za?" tanya Melia yang ternyata masih belum tidur. Sebenarnya dirinya sengaja membuka media sosial yang lain demi menemani Aliza yang sedang bersedih.

"Lah? Tidur beneran nih anak?" 

"Bukannya gue yang tidur duluan malah dia," kesal Melia. Bagaimana tidak kesal kalo udah ditemenin dari nol gini malah ditinggal tidur? 

Maksudnya ditemani pas lagi sedih. Eh malah ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.

***

"Aliza sayang! Udah siap?" teriak Nita dari bawah. Sepasang suami istri itu sudah siap dengan pakaian yang begitu rapi.

Malam ini adalah malam dimana mereka akan bertemu dengan keluarga calon menantunya yang tak lain adalah sahabat Reno sedari mereka masih SMA.

"Sebentar, Mah." Aliza bingung dengan pakaian apa yang harus dirinya pakai malam ini. Jujur saja Aliza sangat malas untuk makan malam tapi apalah dayanya.

Mana bisa dirinya menolak. Ya, itu adalah salah satu kelemahan Aliza.

Akhirnya dengan gaun berwarna merah maroon itu Aliza turun menemui kedua orangtuanya.

"Cantiknya anak, Mamah," puji Nita seraya mengelus pipi mulus dan putih milik putrinya itu.

"Anak Papah juga dong." Reno menatap Aliza dengan senyum yang begitu bahagia. Melihat putrinya yang begitu anggun dan elegan malam ini.

"Ayo kita berangkat!" ajak Reno lalu berjalan mendahului mereka.

"Kamu nanti harus senyum ya. Senyum yang manis." Nita memperingati agar putrinya bisa menjaga diri. Menerapkan sopan santun. Walau sebenarnya Nita juga tau putrinya tidak ingin pergi malam ini untuk bertemu dengan calon yang akan dijodohkan dengannya.

"Senyum dong!" ucap Nita ketika melihat wajah putrinya masih memberenggut.

Aliza langsung tersenyum walau sebentar.

"Nah, gitu dong. Cantik banget kalo senyum," ungkap Nita lalu berjalan menyusul suaminya.

Aliza ingin sekali kabur saja malam ini.

Dirinya punya pilihan atas hidupnya bukan? Kenapa harus selalu orang tuanya yang mengatur bahkan untuk pasangan hidup pun dia tidak diberi kesempatan untuk memilih.

Rasa sesak dalam dada itu terus membuat Aliza menahan tangisnya. Sepanjang perjalanan Aliza hanya diam tanpa memperdulikan pertanyaan dari orangtuanya.

Bab 2 Makan Malam

"Ya ampun. Kita sudah lama ya nggak ketemu?" ucap seorang wanita paruh baya yang menyambut mereka yang baru saja datang.

"Kamu apa kabar?" tanya wanita itu lagi seraya bersalam pada Nita.

"Aku baik, Ma. Kamu apa kabarnya?" tanya Nita balik.

"Aku juga baik. Eh, ayo duduk!" Ema mengajak calon besannya itu untuk duduk.

"Eh, ini Aliza?" tanya Ema menatap Aliza dengan sorot binarnya.

Nita mengangguk. "Iya."

"Udah besar ya. Udah gadis. Terakhir kita ketemu itu kamu masih kuliah deh," ungkap Ema seraya memegang lengan Aliza.

Jangan ditanya bagaimana reaksi Aliza sekarang? Kata syok mungkin bisa mendeskripsikan wajah gadis itu sekarang.

Aliza mengangguk seraya tersenyum.

"Iya, Tante."

"Kamu cantik banget." Ema memuji dengan begitu tulus. Tak bisa dipungkiri jika memang Aliza malam ini sangat cantik bak putri kerajaan.

Aliza tersenyum. "Makasih, Tante."

"Eh, kok Tante? Panggil bunda aja. Kan nanti kamu juga bakalan manggil bunda. Buat latihan biar nggak kaget nantinya," ungkap Ema mengajak Aliza untuk duduk disebelah Nita.

Aliza susah payah menelan ludahnya.

Apa? Bunda? Bagaimana bisa memanggil Bunda? Maksudnya bagaimana?

Dirinya sudah mengenal Ema itu sedari dia duduk dibangku SMA.

Ya, Aliza juga tau anak dari wanita paruh baya itu siapa. Atau jangan-jangan? Yang akan dijodohkan dengan dirinya itu ….

"Mana Arsen?" tanya Ema pada Ravli, suaminya yang baru saja datang bersama Reno sahabat karib suaminya.

Ravli Jaya dan Ema Jaya adalah sepasang suami istri yang sudah menjadi sahabat dari orang tua Aliza.

Arsen? Nama itu … tidak asing ditelinga Aliza. Nama yang selalu membuatnya berdebar kala bertemu, nama yang selalu membuatnya berbunga-bunga.

Bahkan sekedar mendengar namanya seperti sekarang pun getaran itu masih. Masih sama seperti dulu.

Ada apa ini? Apakah takdir akan mempertemukannya? Apakah takdir akan menyatukannya dalam ikatan yang halal?

"Baru dateng. Bentar lagi juga kesini," ucap Ravli lalu mengajak Reno untuk duduk.

Tak lama seorang pria dengan jas hitam melekat padanya berjalan kearah meja yang sudah ada orang tuanya dan ya ada tiga orang yang mengalihakan fokusnya. Terutama gadis bergaun maroon.

Aliza yang ditatap begitu serius langsung menundukkan kepalanya. Ada rasa malu sekaligus senang bercampur menjadi satu.

"Akhirnya anak Bunda dateng," ucap Ema yang membuat dada Aliza semakin berdebar tak karuan.

"Sini duduk!" perintah Ema untuk duduk disampingnya yang bersebrangan dengan Aliza.

Akhirnya gadis dengan gaun berwarna maroon itu mendongak. Tatap mereka bertemu. Wajah yang selalu dirinya rindukan kini tepat berada didepannya.

Mata yang begitu tajam menatap Aliza membuat gadis itu tersenyum sebentar seraya mengangguk lalu memalingkan wajah. Entahlah, rasanya tatapan itu seakan menunjukan ketidak sukaan padanya.

Berbeda dengan waktu dirinya masih SMA atau kuliah dulu.

"Sekarang kita makan dulu baru kita bahas perjodohan ini," ucap Ravli memandang kedua insan yang akan dijodohkan itu.

***

"Lo terima perjodohan ini?" tanya pria berjas hitam yang sudah berada disampingnya.

Arsen Kusuma Jaya, pria dengan tinggi badan yang jauh berbeda dengan Aliza.

Sosok yang sudah membuatnya jatuh cinta sejatuh-jatuhnya.

Dia merupakan CEO dan pewaris perusahaan orangtuanya yang sudah mulai menua karena umur.

Sedari dirinya duduk dibangku SMA Aliza sudah menyukai Arsen. Hingga gadis itu masuk kuliah pun rasa itu masih sama.

Senyumnya selalu menjadi candu setiap saat, sifat ramah yang tertanam dalam diri pria itu membuat Aliza semakin menyukai Arsen.

Bahkan saat kuliah Aliza meminta untuk satu kampus dengan Arsen. Walaupun beda jurusan setidaknya dia tetap bisa memandang pujaan hatinya setiap hari walau hanya sedetik sekalipun.

Namun, setelah Arsen lulus kuliah Aliza sudah tidak pernah lagi bertemu dengan pria itu. Lalu sekarang apa? Semesta seakan mempertemukan dengan tiba-tiba.

"Gue nggak bisa nolak, Kak." ungkap Aliza menoleh menatap Arsen yang tengah menatapnya dengan serius.

"Kenapa nggak bisa nolak?" tanya Arsen menahan amarahnya karena dia ingin gadis disampingnya ini menolak. Sama dengan dirinya. Arsen pikir jika mereka sama-sama menolak perjodohan ini maka perjodohan konyol ini akan dibatalkan.

Aliza menatap langit yang penuh bintang dengan bulan yang begitu bersinar dengan terangnya. Ya, malam ini mereka izin ingin berbicara empat mata dengan keluarga setelah makan malam.

Mereka memilih balkon restoran sebagai tempat untuk membicarakan hal penting ini.

Tatapan Arsen masih terfokus pada Aliza.

Hidung yang mancung dengan bibir tipis dan mata yang begitu indah itu membuat Arsen terlena beberapa saat.

"Cantik," batinnya.

"Gue nggak bisa, Kak." Aliza masih menatap langit tak menoleh sedikitpun pada Arsen.

"Lo bisa nolak. Kita harus sama-sama menolak agar orang tua kita batalin perjodohan gila ini," ucap Arsen penuh penekanan diakhir kalimatnya.

Aliza tersenyum getir mendengar ucapan Arsen. Sebegitu tidak diinginkan dirinya dalam hidup pria ini?

Ah, iya Aliza lupa jika Arsen masih menjalin hubungan dengan pacarnya yang bernama Risa Elmira.

Mereka menjalani hubungan sejak SMA hingga sekarang. Cukup lama bukan?

"Gue tetep nggak bisa, Kak," putus Aliza.

Jujur dirinya juga tidak bisa menolak perjodohan ini karena orang tuanya.

Namun, disisi lain dia tidak ingin melihat orang yang dia cintai menjadi menderita gara-gara menikah dengannya tapi disisi lain juga Aliza tidak bisa membohongi dirinya sendiri jika ikatan halal bersama orang yang dicintai itu menjadi harapan terbesarnya.

"Arghhh!" Arsen mengacak rambutnya frustasi.

Aliza memejamkan matanya ketika mendengar Arsen berteriak.

Dalam hatinya dia ingin sekali mengatakan "Aku cinta kamu."

Cukup diam itu menurut Aliza yang terbaik. Dia tidak siap untuk menerima apa yang akan kemungkinan terjadi setelah dirinya jujur perihal perasaannya.

Bahkan sebelum Aliza mengungkapkan pun sebenarnya gadis itu sudah tau jawabannya apa.

Jadi, untuk apa mengungkapkan jika tidak melakukan hal itupun dia sudah tau jawabannya.

"Gue nggak akan terima perjodohan gila ini bagaimana pun caranya!" tekad Arsen yang sudah mulai tenang.

Arsen berjalan sedikit menjauh dari Aliza.

Pria itu bergelut dengan pikirannya sendiri bagaimana caranya agar perjodohan ini batal.

Setelah beberapa menit Arsen menghampiri Aliza lagi yang masih ditempat yang sama.

"Aliza. Lo tau kalo gue udah ada pacar. Ada hati yang harus gue jaga, gue pengen nikah sama orang yang gue sayangi," ungkap Arsen mengajak Aliza berbincang lebih serius.

Aliza kini menatap Arsen dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.

"Iya gue tau kok, Kak."

Entahlah, rasanya sakit sekali ketika mendengar kalimat terakhir dari Arsen.

Memang Aliza harus sadar diri jika dirinya bukan perempuan yang menjadi tujuan akhir dari pria dihapadannya ini.

"Gue harap lo mau memahami ini dan setuju. Gue mau kita nikah kontrak selama setahun. Setelah itu kita akan bercerai dan melanjutkan kehidupan kita masing-masing," ucap Arsen memandang Aliza penuh harap.

"Gue juga nggak mau lo nikah sama gue cuma karena terpaksa. Gue juga takut kalo lo nanti bakalan nggak bahagia. Lo bakalan banyak sedihnya. Gue nggak bisa jamin lo bakalan hidup bahagia bareng gue." Arsen mentap Aliza dengan begitu serius.

Arsen takut jika setelah menikah dia tidak bisa membahagiakan Aliza. Karena sebagai suami dia bertanggung jawab penuh atas Aliza. Dia takut jika hubungannya dengan Risa masih berjalan akan menambah rumit kehidupannya.

"Gue …."

Bab 3 Pernikahan Kontrak?

"Gue butuh waktu buat jawab pertanyaan lo, Kak," balas Aliza.

"Oke, gue tunggu sampai besok," ucap Arsen.

"Gue harap lo benar pikirin ini matang-matang. Cuma itu jalan satu-satunya agar perjodohan ini tetap berjalan walau hanya sementara. Setidaknya orang tua kita akan tau jika diantara kita tidak ada kecocokan sama sekali setelah menjalin hubungan pernikahan," imbuhnya.

Aliza ingin sekali membantah. Bukankah mereka belum pernah mengenal lebih dekat? Kenapa tidak dicoba terlebih dahulu. Siapa tau mereka memang ada ketertarikan maupun kecocokan.

Kenapa sudah mengambil keputusan diawal sebelum mencoba?

Aliza diam tanpa berminat untuk menjawab. 

"Lo dengerin gue nggak sih?" kesal Arsen yang tak mendapatkan respon dari gadis didepannya ini.

Aliza mengangguk menatap Arsen. "Gue dengar. Gue usahain besok gue udah bisa ambil keputusannya."

"Oke. Gue tunggu besok. Sekarang gue anter lo pulang! Ini udah malem," ucap Arsen menatap jam dipergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Gue bisa diamuk entar sama bokap lo, bawa anak gadisnya pulang larut malem," ucap Arsen lalu berdiri.

"Bokap gue udah percaya sama lo, Kak. Makanya beliau jodohin kita," balas Aliza asal.

"Lo jago juga ngelawak." Arsen menatap Aliza yang berjalan mendahuluinya.

***

Diperjalanan pulang hanya keheningan yang menyelimuti mereka.

Aliza yang sibuk dengan pikirannya sendiri, sedangkan Arsen serius mengemudi.

"Oh ya. Gue dengar dari Bunda lo punya toko roti." Arsen membuka suara ditengah ricuhnya pikiran Aliza.

"Hah?"

"Ck! Lo ngelamunin apa sih? Udah nggak usah dibawa pusing. Gue nggak bakal minta jawaban kalo emang besok lo belum bisa ambil keputusan." Arsen berusaha menenangkan Aliza.

Bagaimana pun dirinya tidak mau terlalu memaksakan kemauannya pada orang lain sekalipun itu satu-satunya jalan keluarnya.

Menurutnya suatu keputusan itu hanya bisa diambil oleh orang itu sendiri tanpa ada pihak lain yang mendominasi.

"Nih lo minum dulu! Tatapan lo kosong banget gitu." Arsen memberikan sebotol air putih yang sudah dia sediakan di mobilnya jika sewaktu-waktu dirinya haus.

Aliza menerimanya lalu meneguknya beberapa kali. 

"Tenangin diri dulu. Lo istirahat aja malam ini. Nggak usah dipikirin dulu masalah perjodohan kita." Arsen memberi saran.

Dia berusaha memahami bagaimana jika menjadi seorang Aliza. Gadis itu tak berada untuk menolak karena itu adalah perintah orangtuanya.

Sebenarnya Arsen pun sama. Dia juga tidak bisa untuk menolak perjodohan ini.

Keadaan mereka sama.

"Gue nggak papa, Kak. Gue akan ngasih lo jawaban besok. Lo tenang aja," ucap Aliza menatap lurus kedepan.

Arsen mengangguk. "Oke, bagus kalo bisa ngasih jawaban tepat waktu. Gue nggak maksain lo buat setuju sama rencana gue."

***

Pagi ini Aliza sudah siap dengan kemeja biru dipadukan dengan celana cutbray warna hitam.

Gadis itu sengaja keluar kamar setelah kedua orang tuanya sudah berangkat bekerja.

Dia berusaha menyembunyikan mata bengkaknya akibat menangis semalaman.

Dia tidak bisa bertemu Arsen dengan keadaan yang seperti ini.

Rencananya dia akan menemui Arsen sore nanti sepulangnya dari toko.

Ada orderan yang memang harus dia handle sendiri.

"Saya berangkat sendiri aja, Pak," ucap Aliza pada pria paruh baya yang sudah menunggunya didepan mobil.

"Loh? Kenapa, Non?" tanya Pak Mamat selaku sopir pribadi Aliza.

Aliza tersenyum. "Nggak papa, Pak. Saya pengen sendiri aja."

Pak Mamat hanya bisa menuruti putri dari majikannya itu.

Setelah mengemudi selama setengah jam Aliza turun langsung disuguhi mobil berwarna putih diparkiran, mirip dengan mobil yang semalam mengantarnya pulang.

Langkah kaki gadis itu semakin dipercepat sampai di toko dan benar saja. Disana sudah ada Arsen yang sedang memilih roti seraya bertanya dengan karyawannya.

"Biasanya Aliza suka apa ya, Mba?" tanya Arsen pada karyawan yang ada disana.

"Mba Aliza biasanya suka kue rasa strawberry, Pak," jawab wanita yang masih berusia muda itu.

"Ya udah tolong bungkusin satu ya yang rasa strawberry!" Arsen lalu berbalik badan setelah mendapatkan anggukan dari karyawan itu.

Alangkah terkejutnya Arsen, sekarang sudah ada Aliza yang berada didepannya.

Arsen tersenyum. "Sejak kapan disini?"

"Barusan dateng," bales Aliza.

Jujur Aliza sedikit terkejut mendengar perbincangan antara Arsen dan karyawannya.

Untuk apa memesankan kue kesukaannya?

Padahal dirinya bisa memakan sepuasnya karna toko roti ini miliknya.

"Gue tadi pesenin kue kesukaan lo. Katanya lo suka strawberry ya?" 

Aliza mengangguk. "Sebenernya lo nggak perlu pesenin gue kue, Kak. Toko ini kan punya gue."

"Iya gue tau. Tapi ini kan pemberian dari gue," ucap Arsen setelah membayar kue pesanannya.

"Dimakan ya walaupun lo udah biasa makan!" Arsen memberikan kue yang sudah rapi didalam kotak pada gadis berkemeja biru itu.

"Gue pamit ya. Nanti kabari gue kalo lo udah punya keputusannya." Arsen berjalan keluar toko setelah mendapat anggukan singkat dari Aliza.

Bahkan gadis itu belum sempat mengatakan terima kasih. Lidahnya sangat kelu, seakan belum percaya dengan apa yang dilakukan Arsen.

Debaran jantungnya semakin menggila, tangannya keringat dingin.

Entah kenapa selalu seperti itu kala dia bersama Arsen.

Rasa kagum itu membuat Aliza menaruh harapan semakin tinggi.

"Gue harap kita punya kesempatan untuk bersama walau sebentar karena kita tidak ditakdirkan sebagai sepasang kekasih."

***

"Sebelumya gue minta maaf, Kak. Gue nggak bisa terima perjodohan kontrak itu." Aliza langsung mengatakan apa yang sudah dirinya pikiran matang-matang semalaman hingga membuatnya harus begadang dengan air mata yang menjadi saksi.

Malam ini mereka bertemu kembali di restoran yang sama saat mereka makan malam bersama keluarga.

Arsen yang mendengar itu hanya mengangguk. "Terus mau lo gimana?"

Jujur Arsen juga bingung jika Aliza tidak menyetujui rencananya.

"Kenapa nggak kita coba dulu, setelah menikah kita akan tau kita cocok atau tidak. Nah, kalau memang kita tidak berjodoh nggak papa kita bisa berpisah tanpa harus ada perjanjian pernikahan kontrak," tutur Aliza.

"Kalau kita berjodoh?" tanya Arsen menatap Aliza serius.

Arsen hanya ingin mendengar respon dari Aliza. Entahalah, seperti ada yang mengganjal. Melihat sorot mata gadis di depannya ini seperti ada yang berbeda, tapi dirinya tidak tau. 

"Kita akan melanjutkan pernikahan ini," balas Aliza serius.

Ya, itu adalah harapannya. 

"Gimana dengan pacar gue?" 

Aliza menghela napas berat. "Itu terserah lo mau lanjutin hubungan kalian atau putus. Gue nggak mau akan nyuruh lo mutusin Risa."

"Lo nggak keberatan kalo gue masih ngelanjutin hubungan gue?" tanya Arsen hati-hati.

Aliza menggeleng mantap. "Nggak."

Bohong sekali jika dia tidak keberatan. Bagaimana bisa dirinya menikah dengan orang yang masih menjalin hubungan dengan wanita lain?

Itu amat menyakitkan.

Tapi kali ini dirinya harus kuat menerima segala resikonya.

"Oke. Gue akan tetap lanjutin," putus Arsen mantap seraya menatap Aliza serius.

Ada sesuatu yang terlihat mengganjal dimata gadis itu seperti tidak terima dengan keputusan Arsen.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!