NovelToon NovelToon

Love You Forever

Chapter 1

Di sebuah ruangan apartemen Tokyohive terdengar suara gadis yang sedang berteriak. Gedung itu berada di lantai tiga sehingga tidak begitu jelas terdengar dari bawah. Gerimis yang turun diikuti angin yang berhembus semakin menyamarkan suara itu.

Gadis itu berusaha menjauh, "Apa yang kau inginkan dariku?" dia takut jika pria yang sedang di hadapannya akan melakukan hal-hal tidak senonoh padanya.

"Aku menginginkan dirimu!" bentak pria itu.

Gadis itu mundur beberapa langkah lagi hingga tersandar pada dinding. Dia menangis dan terus memohon agar pria itu melepaskannya.

"Tenanglah, aku tidak akan menyentuhmu. Ini sudah larut mengapa kau berkeliaran di luar sendirian?"

Pria itu segera menjauh darinya, dia duduk di sofa ruang tamu sembari minum sekaleng soda yang baru saja di ambilnya dari lemari pendingin.

Chika menggeleng dengan cepat, "A-aku tidak bisa mengatakannya padamu!" jawab Chika dengan terbata-bata.

"Apa ini tentang kekasih mu?" selidik pria itu dengan senyum yang menyeringai.

Gadis itu menyangkal kebenaran yang jelas-jelas sudah diketahui oleh pria di depannya sejak beberapa hari yang lalu. Pria itu merogoh saku celananya lalu mengeluarkan sebuah ponsel yang tak lain adalah ponsel milik Bram.

"K-kau? Mengapa ponsel itu ada padamu?" Chika terkejut kala melihatnya sedang memainkan ponsel di tangannya.

Dia menjawab, "Aku hanya mengamankannya, apa ada yang berharga di dalam ponsel ini?" pria itu berdiri dan meletakkan ponsel di atas meja.

"Berikan ponsel itu padaku!" Chika berdiri dan segera merebut ponsel milik Bram.

Pria itu tersenyum sinis sembari menatap ponsel dengan case berwarna hitam yang sedang dipegang oleh Chika, "Bram si brengsek itu?".

Chika terdiam, mulutnya tak sanggup mengatakan apa yang telah terjadi, hatinya benar-benar pilu mengingat apa yang baru saja terjadi padanya malam ini. Di tengah malam yang dingin, dia masih luntang-lantung di jalanan demi menemukan kekasihnya, Bram. Sebentar lagi, pria itu akan membuat masa depan yang sudah dia rancang dengan baik hancur dengan sia-sia.

"Tinggal lah disini malam ini!" tegas pria bertubuh jangkung itu, dia adalah Leo, teman Chika tapi tak begitu akrab, sehingga Chika sangat sungkan padanya.

"Tapi, aku harus kembali." sela Chika.

"Dengarkan aku! Aku akan mengantarmu besok pagi. Di luar hujan, cuacanya tidak bagus, jangan memaksakan dirimu!"

Chika hanya bergeming. Setelah bergelut dengan dirinya dia mengangguk seraya mengiyakan tawaran Leo. Lantas, pria itu meraih ponselnya. "Apa kau sudah makan? Aku akan memesan makanan." dia sedikit menoleh lalu melihat layar ponselnya kembali.

"B-belum." jawab Chika terbata-bata. Dia malu untuk mengatakan hal itu pada Leo, tapi bunyi dari dalam perutnya tak bisa berbohong.

"Baiklah, bersihkan dirimu! Makanan akan segera tiba." pinta Leo, pria itu berlalu meninggalkan Chika yang masih bergeming memandang punggung pria bertubuh kekar yang kian menghilang dari balik pintu.

*

*

Chika menuju ke kamar mandi. Dia membasuh wajahnya yang terlihat kusam itu, air itu sangat dingin sehingga membuat wajah Chika menjadi segar kembali. Setelah selesai dia mengeringkannya menggunakan tisu dengan cara ditepuk-tepuk.

Kemudian mulai mengaplikasikan tahapan demi tahapan Skincare. Beberapa menit kemudian bel berbunyi, terdengar samar-samar Leo sedang berbicara dengan seseorang, lalu menutup pintu kembali.

"Makanan sudah tiba, kemari lah! Makan selagi hangat." Chika segera menghampiri Leo yang sudah menunggunya di meja makan.

"Makanlah, makan dengan baik ! Aku akan keluar sebentar." Leo mengambil jaketnya yang tergantung di tiang dekat pintu masuk.

"Mengapa tidak makan bersama saja?" tanya Chika.

"Aku ada urusan di bawah, tidak akan lama." Leo segera pergi dan mengunci pintu dari luar, untuk berjaga-jaga jika Bram menyuruh anak buahnya untuk menjemput paksa Chika ketika dia sedang keluar.

...****************...

"Tuan, berikan ponselnya padaku !" Bram berlutut di depan Leo dengan pandangan ke bawah, dia tak berani melihat wajah Leo.

"Apakah ponsel ini terlalu berharga untukmu?" Leo dengan senyum menyeringai menjauh dari Bram.

"Itu adalah ponsel satu-satunya milikku." Jawab Bram dengan suara rendah, seakan-akan menunjukkan rasa takutnya pada Leo.

Ayah Bram adalah pegawai di Xu's Company, perusahaan yang saat ini sedang dikelola oleh Leo. Itu sebabnya Bram takut pada Leo, sewaktu-waktu ia bisa saja memecat Ayahnya. Dia tak mau karir Ayahnya terancam, di jaman yang sekarang sangat sulit mencari pekerjaan. Ayah Bram merintis karirnya dari nol hingga bertahun-tahun lamanya baru bisa menjadi seperti sekarang.

"Benarkah? Bukankah ada sesuatu yang menarik di dalam ponsel ini?"

Bram menggelengkan kepalanya sembari meyakinkan Leo. "Tidak, hanya ponsel biasa Tuan"

"Kau begitu gegabah Bram!" timpal Leo.

Bram mendongakkan kepalanya melihat wajah Leo. "Apa maksudmu Tuan?" Bram sungguh tidak menyangka jika masalahnya dengan pacarnya, Chika ternyata justru berujung ikut melibatkan Bos Ayahnya.

"Dasar brengsek!" teriak Leo, pria itu sungguh sedang menahan amarahnya yang hampir meledak.

Leo melayangkan pukulan di wajah Bram, hingga membuat Bram jatuh tersungkur ke tanah. "Tuan, ampuni aku!! Kumohon, itu hanya ponsel biasa Tuan, tidak ada apa-apa di dalamnya." Bram memohon-mohon pada Leo.

Dengan bersikeras Bram mengatakan bahwa tak ada hal yang dia sembunyikan di ponsel itu. Dia tak tahu jika Leo sudah mengetahuinya, Leo menyaksikan semuanya dengan mata kepalanya sendiri saat dimana Bram melakukan kekerasan pada Chika. Dia membuat gadis itu seperti anjing yang kelaparan meminta sepotong tulang untuk sekedar mengganjal perut kosong.

"Kalau begitu kenapa kau begitu menginginkan ponsel ini hah?" bentak Leo.

"Aku berkata jujur padamu Tuan." tutur Bram yang sedang memegangi wajahnya.

"Dasar pembohong!" Tendangan Leo kembali mendarat tepat di wajah Bram yang membuat bibir Bram terluka dan mengeluarkan darah merah segar.

"Aku sudah melihatnya Bram! Apakah kau tahu? Aku mencintai Chika sebelum kau bertemu dengannya, aku pikir kau benar-benar memperlakukannya dengan baik. Kau sungguh pria tidak tahu malu!" Leo benar-benar marah. Emosi sudah tak tertahankan, darah Leo sudah terlanjur mendidih.

"Ampun, Tuan. Ampuni aku! Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi!" rengek Bram seperti anak kecil yang memohon sesuatu pada Ibunya.

"Hari ini kau akan mendapatkan balasannya Bram!" Leo mendengus dan semakin geram pada Bram yang tak merasa bersalah sama sekali.

Bram yang malang! Akibat pukulan dan tendangan dari Leo tadi membuatnya tidak bisa bergerak, matanya berkaca-kaca seakan memohon belas kasihan dari Leo. Akan tetapi, Leo sudah terbakar api amarah.

"Tinggalkan Chika ! Berikan dia padaku, sudah saatnya aku memilikinya Bram. Sudah cukup bagiku selama ini melihat gadisku diperlakukan tidak baik oleh dirimu! Jangan pernah kau mengganggunya lagi, jika kau melanggar perintahku, bukan hanya pekerjaanmu yang hilang, tapi nyawamu juga akan ku hilangkan. Dan keluarga mu juga akan menerima imbasnya!" ancam Leo.

Dengan kekuasaannya yang saat ini, pria berusia 23 tahun itu bisa saja melakukan apa pun untuk membuat semua anggota keluarga Bram menderita. Bisa dipastikan bahwa mereka akan menderita daripada orang-orang yang sudah menderita.

"Baik tuan, aku tidak akan mengganggunya lagi." Leo meninggalkan Bram yang sedang terbaring menahan sakit, dia sudah sangat muak mendengar janji palsu orang-orang seperti Bram. Bukan hanya sekali, pria itu sudah bertemu dengan banyak orang yang seringkali mengingkari janji. Leo tahu betul bagaimana tabiat Bram sejak dulu.

...****************...

Leo kembali ke apartemennya. Nampak di meja makan Chika masih tetap duduk menatap makanan yang ada didepannya, tak sedikitpun kantong plastik itu terbuka dan masih dalam posisi yang sama sebelum ditinggalkan Leo tadi.

"Kenapa kau belum makan? Bukankah aku menyuruhmu untuk makan?" Leo menarik kursi lalu duduk seraya menatap mata Chika.

"A-aku menunggumu, kau lama sekali." Chika menghindari kontak mata dengan pria yang sedang duduk tepat di depannya.

"Seperti inikah rasanya ditunggu oleh seseorang yang sangat kita cintai?"

"Oh. Kalau begitu mari makan bersama saja!" dengan segera, Leo mengisi piring Chika dengan dua sekop nasi dan juga beberapa potong ayam goreng, Chika tersenyum manis yang membuat jantung Leo berdegup kencang. "Aah.. Dia manis sekali."

"Kenapa kau memesan begitu banyak makanan?" tanya Chika setelah makanan di mulutnya habis.

"Ini semua untukmu! Makan yang banyak." sahut Leo dan tetap mengunyah makanannya.

"Terima kasih untuk bantuanmu malam ini, kelak aku akan mentraktir mu kembali." Chika menghentikan makannya sejenak untuk mengucapkan terima kasih kepada pria yang telah sudi membantunya.

"Tidak perlu! Aku melakukannya dengan senang hati." Apapun bisa Leo lakukan demi orang yang dia cintai.

Chika melayangkan pandangannya ke arah sudut ruangan, "Apa kau sering meminum kopi di malam hari?".

Leo melihat gelas kopi bekas minumnya yang belum sempat dia bersihkan. "Benar, aku harus menyelesaikan pekerjaanku, itu sebabnya aku harus minum kopi agar tidak tertidur." terangnya.

"Begadang tidak baik untuk kesehatanmu, apakah kau sudah bekerja?. Sontak pertanyaan itu membuat Leo sedikit terkejut. Pasalnya Chika memang tidak tahu jika Leo sudah bekerja.

"Ehmm-" Leo mendehem. "Maksudku, mengerjakan tugas dari kampus! Ya, tugas mata kuliah." jawab Leo berkelit.

"Begitu ya?" Chika hanya manggut-manggut mendengar jawaban Leo.

Leo menenggak air minum, "Habiskan makananmu!" Chika hanya mengangguk lalu tersenyum, Leo memperhatikan Chika yang sedang makan dengan lahap, dia begitu senang melihat pemandangan itu.

"Aku tahu, kau belum makan seharian itulah sebabnya aku memesan begitu banyak makanan. Aku tidak akan membiarkanmu menderita lagi, aku akan menjagamu Chika!".

"Aku selesai!" ucap Chika, dia beranjak dari duduknya untuk membersihkan piring bekas makannya.

Leo ikut berdiri, "Gadis pintar, biarkan aku yang membersihkannya!".

"Aku memang selalu melakukannya di rumah!" timpal Chika, dia merebut kembali piring di tangan Leo.

"Tidak perlu!" tegas pria itu menahan tangan Chika yang hendak kembali menyentuh bekas makanan.

Chika menatap wajah Leo dan melepaskan tangannya perlahan-lahan. Lalu pria itu bergegas membawa piring kotor di tangannya menuju ke arah wastafel.

Chapter 2

"Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu." tegas Leo, pria yang baru saja keluar dari kamarnya membuyarkan lamunan Chika.

Chika menoleh pada sumber suara yang berasal dari belakangnya. Gadis itu begitu penasaran dan langsung menanyakan apa maksud perkataan Leo barusan. Sembari membenarkan posisinya, Chika terus menatap wajah Leo.

"Sebentar! Aku akan kembali lagi nanti." Leo beranjak lalu menyetel lagu romansa dari instrumen piano di ponselnya, setelah selesai ia kembali duduk.

"Ada apa dengannya? Mengapa tiba-tiba memutar lagu seperti ini?" Chika berbicara dalam benaknya.

"Aku sudah tahu semuanya!" ujar Leo, dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Gleg!

Chika terkejut! Dia menelan ludahnya sendiri, seakan mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Leo padanya. Sontak ia gugup dan tak membuat gerakan apa pun, bukankah akan sangat memalukan jika orang lain tahu tentang hal itu?

"Apa dia sudah melihatnya?" Chika menghela napas panjang.

"Dengarkan aku! Sebenarnya video itu sudah dihapuskan. Ponselnya sudah aku musnahkan di bawah tadi, kau tidak perlu khawatir lagi! Tidak akan ada yang tahu tentang ini, Bram belum mengirimkannya pada siapa pun." terang Leo.

"Lalu, apakah kau sudah melihatnya?".

Chika akan merasa malu jika Leo juga sudah melihatnya. Meskipun itu tidak begitu vulgar tetap saja Chika takut orang-orang akan melihat dirinya di dalam video itu.

"Tidak! Mendengarkan suaranya saja sudah membuatku terbakar." jawab Leo.

"Syukurlah! Jika dia tidak melihatnya. Aku harap video itu sudah benar-benar hilang dan takkan bisa diakses oleh siapa pun lagi."

"Chika!" panggil Leo dengan lembut, gadis itu segera menoleh kepada orang yang baru saja memanggil namanya.

"Ada apa?" balasnya

"AKU MENCINTAIMU," ungkap Leo. "Mungkin ini bukanlah waktu yang tepat tapi aku harus mengatakannya sekarang." lanjutnya.

Gadis itu terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh temannya itu. Dia bahkan tidak pernah tahu jika Leo menaruh perasaan padanya. Dan sekarang dia sedang memiliki pacar, Bram.

"Bagaimana? Aku tidak mengerti." tanya Chika dengan lembut, Leo hanya tersenyum dan kembali mengulangi perkataannya pada gadis pujaan hatinya itu.

"Aku mencintaimu sudah sangat lama," ujar Leo dengan setengah percaya diri. "Itu sebabnya, aku harus mengatakannya padamu sekarang." sambungnya.

"Sejak kapan? Aku sungguh tidak pernah mengetahuinya." sela Chika yang semakin kebingungan.

Leo tersenyum, seolah-olah bayangan masa lalu, masa dimana menjadi awal pertemuan mereka menghampirinya. "Sejak kita bertemu di sekolah menengah pertama."

"Lalu kenapa aku tidak mengetahuinya sama sekali? Saat itu aku dan kau juga sangat akrab bukan?" imbuh gadis berambut panjang kecoklatan itu.

"Itu karena kau sudah bersama dengan orang lain. Selain itu aku tidak ingin hubungan pertemanan kita kandas hanya karena satu perasaan." ucap Leo.

"Itulah sebabnya aku tidak pernah mengungkapkan perasaanku padamu." lanjutnya.

"Leo?" panggil Chika dengan suara yang agak serak.

Terdengar helaan napas panjang nan berat dari Leo. Ia menyandarkan kepalanya di sofa yang sedang ia duduki. "Lalu setiap kali aku berusaha mengungkapkan perasaanku padamu, ada saja yang selalu mengganggu." pria itu tertawa kecil.

"Leo, m-maafkan aku!" Dengan suara terbata-bata Chika meminta maaf atas ketidaktahuannya mengenai perasaan Leo.

"Tahukah kau? Aku tidak pernah memiliki hubungan dengan siapa pun, aku selalu menunggumu. Dan hari ini akhirnya aku bisa mengungkapkan perasaan yang sudah bertahun-tahun aku pendam sendiri."

Chika diam dan bergeming, dia tidak tahu apa yang harus ia katakan pada Leo. Apakah harus menerima perasaan itu dan memulai hubungan baru dengannya atau tetap melanjutkan hubungan yang sebelumnya dengan Bram?

Namun, Bram adalah orang yang kasar dan toxic. Chika tak ingin lagi berhubungan dengan pria itu. Setelah apa yang Bram lakukan hari ini padanya membuatnya begitu membenci Bram.

Tapi di satu sisi, Chika juga takut jika Bram akan terus mengganggunya. Orang itu selalu saja mencari masalah dengan Chika bahkan tanpa segan mengancam Chika dengan berbagai macam ancaman hingga terpaksa menuruti perintahnya.

Sementara Leo, pria itu sudah menunggunya dalam waktu yang lama. Apakah tidak seharusnya ia menerima perasaan itu. Gadis itu selalu bermimpi untuk dicintai oleh pria tulus. Apakah ini adalah jawaban dari semua doa-doanya?

"Will you be my girlfriend?".

Leo bertekuk lutut dihadapan Chika dengan memegang box yang berisi sebuah kalung ditangannya. Kalung itu sudah dia pesan 2 tahun yang lalu dengan niat untuk mengutarakan perasaannya pada Chika.

Degg!

Chika terkejut begitu mendengar hal itu, dia berdebat dengan dirinya sendiri. Bagaimana dia harus menghadapi situasi ini sekarang? Baginya hal ini terjadi begitu tiba-tiba.

Namun, dia juga tak ingin mematahkan hati Leo. Pria itu sangat baik padanya tapi apakah dengan baik bisa menjamin bahwa Leo akan terus mencintainya sampai akhir atau bahkan hanya memanfaatkan dirinya seperti yang dilakukan Bram padanya.

"Aku sudah siap mendengarkan jawaban darimu. Apa pun itu akan aku terima dengan lapang dada, Ikuti kata hatimu dan segera berikan aku jawaban!" pinta Leo dengan nada lembut namun sedikit tegas.

Dengan mantap Chika menjawab, "Yes, I will." Bibir gadis itu tersungging sembari menatap wajah Leo. Dia berharap pilihannya tidak akan salah lagi.

"Are you serious?".

Leo begitu antusias mendengar jawaban Chika tapi perasaan tak percaya juga terukir jelas di wajahnya. Dia tak menyangka jika hari ini benar-benar terjadi, wanita yang selama ini dia idam-idamkan akhirnya menerimanya.

"Leo, kau adalah orang baik, jika hari ini aku belum mencintaimu maka besok aku akan belajar mencintai dan menerima dirimu sepenuhnya."

Leo sangat terharu lantas pria itu langsung memeluk Chika dengan erat. "Aku sudah lama menantikan hal ini." bisiknya pada Chika yang kini sudah resmi menjadi kekasihnya, Chika hanya membalas dengan senyuman.

"Mulai hari ini.. Kau adalah gadisku! Apa pun yang terjadi denganmu sudah menjadi bagian dari tanggungjawab ku." Leo memegang kedua tangan Chika lalu memberikan ciuman mesra dipunggung tangan gadis itu .

Kemudian Pria itu memasangkan kalung di leher sang kekasih, dia sedikit kesulitan memasang pengait di belakang. Tiba-tiba tangannya gemetar kala melihat leher Chika yang putih nan bersih saat ia menyampirkan rambutnya ke samping kanan lehernya.

Setelah berhasil dipasangkan nampak kalung itu sangat cantik di leher Chika, terlihat sangat serasi dan sempurna. Kalung yang didesain khusus dengan warna silver gold yang dipadukan dengan satu butir berlian bernilai tinggi yang dipesan oleh Leo spesial untuk Chika.

"Aku sungguh tidak tahu apa seleramu tapi mereka membantuku untuk menemukan yang sangat cocok untukmu." Leo tersenyum dan menatap mata Chika. Seperti biasa gadis itu akan langsung memalingkan wajahnya ketika Leo menatapnya.

Ia tak suka dipandang seperti itu oleh lawan jenis, pipinya memerah. Ya! Dia sedang tersipu malu sekarang. Melihat hal itu Leo mencubit pipinya dengan gemas, mata sipit pria itu hilang saat dia tertawa geli.

"Bisakah kau tidak melihatku seperti itu?" pintanya dengan suara yang lirih.

"Kenapa? Kau tidak menyukainya? Kau selalu saja menghindari tatapanku." celetuk Leo.

"Apa aku terlihat seperti pencuri sehingga kau menatapku seperti itu?" Chika mencibirkan bibirnya.

Sontak Leo memegang dagu sang kekasih dan menahannya agar Chika menatap wajahnya. "Apakah aku terlihat begitu menakutkan?" bisik Leo kepada Chika.

Dengan cepat Chika mendorong tubuh Leo agar menjauh darinya, sedangkan Leo, dia tertawa dan merasa sangat puas mengerjai kekasihnya itu.

Chapter 3

Di suatu pagi di sebuah kampus, sepasang kekasih yang baru saja memulai kehidupan romansa-nya turun dari motor. Nampak seorang pria di sampingnya menggenggam tangannya dengan erat.

Pemandangan itu menyita perhatian orang-orang yang juga baru tiba, termasuk Cindy, sahabat perempuan Leo satu-satunya. "Leo sedang bersama siapa?" gumam Cindy.

"Tunggu aku pulang, jangan pergi dengan siapa pun tanpa sepengetahuan ku!" ucap Leo memperingatkan kekasihnya.

Chika mengangguk, "Baiklah, aku akan menurut padamu."

Leo mendaratkan ciuman mesra di atas kening Chika dan memeluk gadis itu dengan penuh kasih sayang, "Aku mencintaimu."

"Ehmm, aku akan pergi sekarang!" timpal Chika, dia berlalu meninggalkan Leo yang masih berdiri disana menatap dirinya.

Cindy yang menyaksikan pemandangan sepasang kekasih baru itu langsung menghampiri Leo, "Selamat pagi! Ngomong-ngomong siapa gadis itu?" selidik Cindy.

"Ohh.. Dia pacarku!" tegas Leo,

Sontak, Cindy terkejut. Bagaimana tidak? Pria yang dia cintai ternyata sudah milik orang lain. Selain itu, Leo juga sahabatnya tidak memberitahu dirinya jika sedang dekat dengan siapa. Namun tiba-tiba membawa kabar sudah berpacaran.

"Ada apa?" Leo mengibaskan tangannya di depan wajah Cindy yang bergeming sejak mendengar perkataan darinya.

"T-tidak ! Aku hanya sedikit terkejut." Cindy berusaha agar terlihat baik-baik saja, meskipun hatinya sedang sakit dan terbakar api cemburu.

"Cindy, aku sudah memilihnya sebagai kekasihku, aku mencintainya sudah sangat lama. Aku harap kau bisa menerimanya." terang Leo.

Dia tahu bahwa sahabatnya itu juga mencintai dirinya, "Jangan pernah menyakitinya ! Jika tidak bisa menjadi kekasihku maka setidaknya kau akan tetap menjadi temanku." lanjutnya.

"Apa yang kau pikirkan tentang diriku? Aku mengerti, semoga kalian selalu bahagia."

Mau tidak mau, suka tidak suka, Cindy harus tetap menerimanya. Dia juga tahu bahwa cinta tak bisa dipaksakan.

"Ayo ! Kelas akan dimulai." ajak Leo

Cindy memandangi tubuh Leo yang mulai menjauh dari pandangannya.

"Leo ku sekarang sudah menemukan kebahagiaannya, aku tidak pernah melihatnya seperti ini. Chika, ternyata gadis yang sering dia bicarakan adalah dirimu? Kau beruntung sekali, aku harap kau tidak akan mengecewakan dirinya."

...----------------...

Bel istirahat telah berbunyi, Leo segera bergegas menuju ke kelas Chika. Hari ini adalah awal baginya untuk menjalani kehidupan bersama seorang kekasih.

"Chika!" panggil Leo dari seberang sana.

Gadis dengan rambut coklat terang tergerai itu menoleh ke arah sumber suara yang memanggil namanya, ternyata itu adalah Leo.

"Bagaimana dengan pelajaran mu?" Leo memulai pembicaraan, karena sejak tadi Chika hanya diam bergeming.

"Baik-baik saja. Bagaimana denganmu?". Chika kembali bertanya pada pria di sampingnya.

"Hari ini? Aku bisa melaluinya dengan baik. Ayo makan bersama!" Leo menarik tangan Chika menuju ke kantin kampus.

Leo merangkul pinggang kekasihnya itu, pria yang baru saja memulai kisah percintaannya itu tampak sangat bahagia. Seorang Leo yang dikenal sebagai pria cuek ternyata bisa bucin sekali pada Chika.

Saat makan Leo selalu memandangi wajah Chika, tak henti-hentinya mengucap syukur dalam hati. Tuhan begitu baik telah mempertemukan dia dengan sang kekasih.

"Ada yang aneh dengan wajahku?" Chika mengambil cermin dari sakunya lalu melihat dengan seksama jika ada sesuatu yang singgah di wajahnya itu.

"Tidak ada apa-apa disini! Lalu mengapa kau menatapku seperti itu?" tanya Chika pada Leo.

Leo tersenyum manis dan langsung memegang dagu Chika dengan mesra. "Makhluk seperti apa yang Tuhan kirimkan padaku ini?".

Kemudian Leo mencubit hidung mancung kekasihnya. Nampak pipi Chika memerah, ia tersipu lantas dengan cepat dia menutupi wajahnya.

*

*

Setelah berganti pakaian dan juga makan siang. Chika menuju ke laundry room untuk menggiling beberapa pakaiannya yang sudah kotor. Setelah menyalakan tombol power dia berbalik lalu meraih ponselnya.

Ponsel yang ada di saku celana Leo bergetar, pria itu segera memeriksanya dan melihat notifikasi dari pesan masuk.

"Terima kasih telah memberiku tempat yang layak." tulis Chika dalam pesan.

"Ada apa dengannya?" Leo mengernyitkan keningnya saat membaca pesan dari Chika sembari mencerna artinya.

"Apakah kau baik-baik saja?" Leo segera membalas pesan dari sang kekasih.

"Jangan khawatir! Aku baik-baik saja disini." Chika tersenyum membalas pesan Leo.

"Kau dimana?" Leo penasaran dimana Chika berada.

"Laundry room." balas Chika.

Leo bertanya, "Apa yang sedang kau lakukan disana?".

"Tentu saja mencuci baju-bajuku. Menurutmu apa lagi?". Balas Chika

"Jangan bertindak yang tidak-tidak!".

*

*

Chika segera mengakhiri berkirim pesan dengan Leo, dia mendengar seseorang memanggilnya dari luar. Chika segera membuka pintu, disana sudah berdiri seorang wanita bertubuh bulat yang tak lain adalah penjaga Apato.

"Ada apa Bibi?" tanya Chika dengan tergesa-gesa.

"Nona Cindy, ingin bertemu dengan Anda." jawab wanita itu.

Chika mengirimkan pesan pada Leo, "Cindy disini ! Apa yang harus aku lakukan?".

"Temui dia ! Hati-hati, bicaralah di taman."

"Bibi, katakan padanya tunggu aku di taman ! Aku akan segera kesana." wanita setengah baya itu mengangguk lalu pamit pergi, Chika kembali masuk untuk mengganti pakaiannya.

Sesampainya di bawah, dia segera menyampaikan pesan dari Chika kepada Cindy.

"Di taman? B-baiklah." gadis cantik dengan rambut berwarna hitam itu melangkahkan kakinya menuju ke taman Apato.

15 menit kemudian, Chika turun dan segera menemui Cindy. Dia merasa sangat tidak enak jika membuat orang menunggunya lama. Jika saja pakaiannya tidak kena cipratan air sejak tadi dia sudah menemui Cindy.

"Maaf, sudah membuatmu menunggu lama." kata Chika dari belakang.

Cindy menoleh lalu tersenyum melihat Chika yang datang menghampirinya. "Tidak apa-apa." Cindy sedikit bergeser dan mempersilahkan Chika duduk di sampingnya.

"Ada apa kau kemari?".

Ini adalah pertama kalinya Chika bertemu dengan Cindy secara empat mata. Meskipun mereka belajar di universitas yang sama mereka tidak pernah berpapasan. Chika hanya mendengar tentangnya dari berita-berita orang.

"Besok, Leo akan bertanding basket." ucap Cindy dengan lembut.

Tak disangka ternyata gadis yang dihadapannya begitu jauh berbeda dari apa yang orang-orang katakan. Tutur katanya pun sopan nan lembut.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?".

Chika yang baru saja menjadi kekasih Leo memang belum tahu-menahu tentang Leo sepenuhnya.

"Leo tidak suka minuman berwarna setelah berolahraga, dia selalu minum air putih yang dingin." terang Cindy, "Setelah pertandingan selesai dia akan segera mengganti bajunya. Dia tidak suka baju yang berkeringat." lanjutnya.

"Biasanya, kakinya akan terasa pegal memakai sepatu olahraga dalam waktu yang lama. Bantu dia mengoleskan krim ini." Cindy memberikan salep di tube hijau itu kepada Chika.

Dengan senang hati, Chika menerima pemberian dari Cindy, setelah selesai Cindy langsung pamit kepada Chika. Dia masih memiliki urusan lain yang harus segera diselesaikan hari ini.

...****************...

Gadis bertubuh kurus itu menghempaskan badannya di atas kasur lalu memotret salep pemberian Cindy tadi dan langsung mengirimkannya pada Leo. "Cindy begitu tahu tentang dirimu." Begitulah isi pesan yang ia kirimkan.

"Itu krim yang selalu aku gunakan jika tubuhku terasa pegal. Kau bisa membuangnya jika kau mau! Aku masih memiliki banyak disini." balas Leo dengan emoji broken heart.

"Aku akan membawanya besok, hargailah pemberian sahabatmu."

"Aku patuh padamu. Aku ada urusan mendadak! Sampai jumpa besok sayang." Pesan terakhir dari Leo, Chika meletakkan ponselnya kembali.

Gadis itu menatap langit-langit kamar, dia memikirkan mengapa bisa Leo mengabaikan perasaan orang yang sebaik Cindy. Namun tiba-tiba dia merutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia merelakan Leo untuk Cindy.

"Mengapa aku begitu bodoh! Pria seperti Leo sangatlah jarang lalu setelah aku mendapatkan pria sepertinya aku akan memberikannya pada orang lain begitu saja?".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!