"Kring ... kring ... kring"
Terdengar alarm berbunyi di sebuah kamar kost yang membangunkan seorang pemuda dari tidurnya. Tangannya langsung meraih ponselnya yang berada tak jauh darinya, bermaksud mematikan alarm yang berdering di ponsel miliknya.
"Sudah pagi, sebaiknya aku harus siap-siap," ucap pemuda tersebut yang langsung bangun dari tempat tidurnya. Dengan langkah cepat, dia langsung mengambil handuknya dan bergegas menuju kamar mandi.
Hari senin jam enam pagi di jalanan ibu kota sudah cukup ramai. Terlihat kendaraan pribadi dan kendaraan umum berlalu lalang berlomba dengan kemacetan jalan raya. Para pekerja kantoran dan pabrik sudah mulai keluar rumah menuju tempat kerjanya masing-masing.
Devano masih bersiap-siap membenahi penampilannya. Dia merapikan kemejanya dan menyisir rambutnya di depan cermin di kamar kost miliknya.
"Hari pertama masuk kantor tidak boleh terlambat. Lebih baik datang lebih awal, gak masalah walau satu jam lebih awal nyampe kantor," batin Devano yang memandang dirinya dari pantulan cermin.
Setelah di rasa penampilannya sempurna, Devano langsung meraih ponselnya dan membuka aplikasi ojol. Sebenarnya dia bisa saja menaiki bus untuk mengantarnya ke tempat kerja layaknya pekerja kantor lainnya, tapi menurutnya naik ojek akan lebih cepat sampai di kantornya di bandingkan menggunakan bus atau taksi.
Dia sudah mencoba menaiki bus 3 hari yang lalu saat pertama kali datang ke tempat kostnya, perlu sekitar 20 menit untuk sampai ke tempat kerjanya kalau jalanan lancar.
Devano pun berjalan keluar setelah semuanya di rasa selesai dan dia menunggu ojek di luar pagar rumah kostnya.
"Huft ... masih jam 06:25. Apa aku terlalu pagi? Tapi gak apa-apalah sudah terlanjur pesan ojek," lirih Devano sembari melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Eh, Devan. Pagi-pagi mau kemana?" tanya Bu Mita dengan ramah dan merupakan pemilik rumah kost.
"Devan mau ke tempat kerja, Bu. Ini lagi nungguin ojek," jawab Devan.
"Oh, jadi ingat anak ibu yang merantau di luar daerah," ucap Bu Mita yang merindukan anaknya yang berada di luar daerah untuk melanjutkan studi.
"Baiklah, Ibu permisi dulu. Mau jemur pakaian di depan!" ucap Bu Mita yang langsung pergi setelah di balas dengan anggukan kepala oleh Devan.
Beberapa menit kemudian, ojek pun datang dan langsung membawa Devano menyusuri keramaian jalan pusat ibu kota.
Jalanan tampak lebih padat dari hari biasanya, mungkin karena hari ini adalah hari senin, hari pertama mengawali aktivitas setelah hari libur dalam satu pekan.
Ojek pun terus melaju menuju titik lokasi yang di beritahukan oleh Devano. "Pak, gedungnya yang sebelah kiri itu yah, nanti muter di depan sana!" kata Devano.
"Iya Mas," sahut Pak ojek yang di sertai dengan anggukan kepala.
Sudah terlihat tulisan "Arkana Group" di atas gedung yang paling tinggi. "Akhirnya nyampe juga!" ucap Devano menatap kagum gedung yang ada di depannya.
Dia tidak percaya bahwa ia akan berkerja di perusahaan besar yang cukup punya nama di ibu kota. Lalu Devano mengeluarkan uang 50 ribu rupiah dari dalam saku celananya. "Ini, Pak. Ambil aja kembaliannya."
"Terima kasih banyak, Mas. Semoga Tuhan membalas perbuatan baiknya," kata bang ojek. "Hmm ... syukurlah. Banyak sekali lebihnya, lumayan," gumamnya.
Devano hanya tersenyum dan langsung pamit berjalan menuju kantornya, memasuki lobi. Di dalam gedung tersebut masih tampak sepi hanya terlihat satu orang. Bagaimana tidak sepi? Sekarang masih jam 07:05, sementara jam masuk kantor jam 09:00.
Dan sepertinya orang yang di lihat Devano yang berdiri di dekat meja merupakan Security yang sedang bertugas.
Melihat Devano memasuki lobi, Security tersebut langsung menghampirinya. "Selamat pagi, Mas. Maaf mau bertemu dengan siapa?" tanya Security pada pria yang bertubuh tinggi yang berhidung mancung di depannya.
Security tersebut belum mengenali Devano sebagai karyawan baru di sana karena tidak menggunakan id card yang di gunakan oleh karyawan di perusahaan ini.
"Pagi, Pak. Maaf saya pegawai baru di sini, bagian rancang bangunan. Saya di minta masuk untuk bertemu dengan HRD jam 09:00. Saya datang lebih awal agar terhindar dari macetnya jalan raya," jawab Devano.
"Oh ... maaf Mas. Saya tidak mengenali Anda, silahkan langsung ke lantai 12 saja. Sebaiknya mas tunggu di sana, hanya mungkin staf HRD belum ada yang datang," kata Security mengarahkan. "Nanti mas bisa nunggu di ruang tunggu, di sana nanti ada petugas Security yang juga bertugas.
"Terima kasih banyak, Pak. Oh yah, kalau perpustakaan di sebelah mana yah?" tanya Devano.
"Sambil nunggu, lebih baik baca-baca buku dulu. Lumayan bisa dapat ilmu," pikir Devano.
"Di lantai 12 juga, Mas. Setelah keluar dari lift ke arah kanan paling ujung, silahkan!"
"Baik, Pak."
****
Lantai 12
Setelah keluar dari lift, Devano langsung menuju ke arah perpustakaan sesuai dengan arahan dari Security tadi. Terlihat suasana yang sepi dan tidak ada orang.
Tanpa pikir panjang, Devano langsung memilih buku yang ingin dia baca. Dia membaca buku mengenai rancang bangunan yang merupakan bidang yang akan di gelutinya.
Devano suka sekali membaca buku, walaupun di era sekarang informasi mudah di dapatkan di internet. Tapi menurutnya dengan membaca buku, otaknya lebih di tuntut untuk berpikir yang kemudian akan menemukan ide-ide baru.
Setelah beberapa halaman buku di baca, tiba-tiba Devano teringat dengan ibunya yang ada di Surabaya. Lalu Devano pun mengeluarkan ponsel miliknya dari tas, sambil duduk dan meletakkan buku di atas meja.
Dia menelpon ibunya karena merasa rindu setelah beberapa hari tidak bertemu. Sebelumnya Devano tinggal bersama ibunya dan kedua adiknya di Surabaya. Baru tiga hari yang lalu pindah ke Jakarta karena urusan pekerjaan.
"Berdering ...." Tulisan yang tertera di layar ponselnya.
"Halo, Devan. Gimana kabarmu?" tanya ibunya setelah panggilan tersambung.
"Halo, Bu. Devan baik-baik saja," kata Devano bahagia mendengar suara ibunya. "Ibu gimana kabarnya? Sama siapa di rumah?
"Syukurlah, Nak. Ibu baik-baik saja. Ini Ibu lagi sama Diva, dia belum berangkat kuliah. Kamu belum berangkat kerja?" tanya ibunya.
"Devan sudah nyampe di kantor, Bu. Ini lagi nunggu mau ketemu bagian HRD dulu," kata Devano. "Devan kangen sama Ibu, padahal cuma beberapa hari gak ketemu. He ... he ... he ...."
"Ibu juga kangen samamu, Nak."
"Ibu jaga kesehatan yah, jangan lupa di minum obatnya. Devan sudah beritahu Diva untuk beri obat pada Ibu," pesan Devano. Belakangan ini kesehatan ibunya sedikit menurun.
"Iya, Devan. Kamu juga jaga kesehatan di sana. Jangan sampai lupa makan, ibu akan mendoakan terus supaya kerjamu lancar," ucap ibunya.
"Iya, Bu. Sudah dulu yah Bu, sepertinya karyawan lain sudah mulai pada datang. Salam buat Diva dan Kevin yah Bu."
"Iya, Nak."
Lalu Devano keluar dari ruang perpustakaan menuju ruang HRD. Terlihat pegawai kantor sudah mulai berdatangan dan saling menegur sapa. Sepertinya di lantai 12 ini ada beberapa bagian divisi yang berbeda.
Devano pun berjalan menuju ruangan bertuliskan HRD. Setelah masuk dia menghampiri meja resepsionis dan terlihat wanita muda dengan penampilan rapi sedang bertugas.
"Selamat pagi, Mbak." Sapa Devano yang berdiri di depan meja resepsionis.
"Selamat pagi. Oh iya, ini pak Devano yah? Selamat datang, Pak. Tadi pak pak Ridwan menghubungi saya bahwa beliau masih di perjalanan menuju kantor."
Lalu wanita itu mengantar Devano ke ruang tamu yang tidak terlalu jauh dari pintu masuk HRD. "Silahkan duduk pak Devan. Oh iya, sebelumnya perkenalkan saya Dhea sekretaris pak Ridwan," ucap Dhea memperkenalkan dirinya.
"Maaf saya memanggil dengan sebutan pak Devan karena di sini semua pegawai di panggil dengan sebutan bapa ibu."
"Oh gak apa-apa bu Dhea. Saya paham kok, ini kan lingkungan kerja," ujar Devano sambil tersenyum.
"Sebenarnya cocoknya di panggil mas Devano. Kan masih muda, cakep lagi. Lihat hidungnya mancung banget, bikin jantung berdebar aja ketika melihatnya," batin Dhea memandangi Devano.
"Pak, Devan. Maaf saya tinggal dulu sebentar."
"Silahkan Bu Dhea."
Dhea pun berjalan meninggalkan Devano sendirian. Saat akan duduk di meja kerjanya, tiba-tiba terlihat pak Ridwan sudah tiba di kantor.
"Selamat pagi Pak," sapa Dhea. "Sesuai dengan perintah Bapak, pak Devano sudah saya arahkan di ruang tamu."
"Baik, siapkan draft kontrak kerjanya dan ajak masuk ke ruangan saya," titah pak Ridwan.
"Baik, Pak."
Tak butuh waktu yang lama, Devano sudah tiba di ruangan pak Ridwan. "Silahkan duduk pak, Devan."
"Terima kasih Pak," sahut Devano.
"Baik, sebelumnya selamat bergabung di perusahaan ini. Saya harap Pak Devan bisa memberikan yang terbaik untuk perusahaan ini," kata pak Ridwan.
"Baik Pak Devan, sekarang kita membahas-" kata pak Ridwan terpotong saat suara ponselnya berdering, dia langsung meraih ponselnya yang berada di atas meja.
"Sebentar yah Pak Devan, pak Presdir telfon."
"Silahkan Pak," sahut Devano tersenyum.
...~ Bersambung ~...
Melihat pak Ridwan menerima panggilan, Devano berusaha duduk tenang. Entah kenapa jantungnya jadi berdetak lebih kencang, sekarang kan bukan wawancara lagi, dia sudah di terima bekerja di perusahaan ini.
Devano berusaha tidak memperhatikan percakapan pak Ridwan yang menerima telfon dari Presdir perusahaan ini. Kepalanya menunduk sambil memain-mainkan pulpen di tangannya.
"Baik pak, nanti saya sampaikan kepada semua kepala divisi. Hati-hati di jalan yah pak, semoga semuanya berjalan lancar," kata pak Ridwan yang mengakhiri pembicaraan melalui sambungan telepon.
Setelah telponnya di letakkan kembali di atas meja, lalu pak Ridwan melihat Devano yang duduk di hadapannya. "Maaf Pak Devan, pembicaraan kita jadi terpotong. Barusan pak Presdir ngabarin tidak masuk kantor hari ini karena beliau ada urusan ke negara tetangga."
"Gak apa-apa, Pak."
Lalu pak Ridwan mengambil berkas yang berada di atas meja yang sebelumnya di taruh oleh sekretarisnya bu Dhea.
"Baik, sekarang kita mulai membahas kontrak kerja pak Devano. Ini draft kontrak kerjanya, silahkan pak Devan baca dan pelajari," ucap pak Ridwan yang memberikan berkas laporan mengenai kontrak kerja.
Devano hanya menganggukkan kepala sembari fokus membaca laporan berisi draft kontrak kerjanya. Sambil menunggu Devano membaca kontrak kerjanya, pak Ridwan berjalan keluar ruangan menuju sekretarisnya.
Pak Ridwan menyampaikan pesan dari Presdirnya pada sekretarisnya dan beberapa kepala divisi lainnya.
Di sisi lain, Devano masih fokus bergelut dengan laporan yang ada di depannya. Di sana tercantum waktu kontrak kerja selama satu tahun, bila kinerja bagus bisa di angkat menjadi pegawai tetap. Tapi bila kinerja tidak sesuai dengan standar, kontrak kerjanya bisa tidak di perpanjang.
Tercantum juga beberapa aturan kerja, hak dan kewajiban pegawai, aturan jam kerja dan sebagainya.
"Eh, di sini tercantum bila kinerjanya bagus maka akan mendapat bonus sebagai penghargaan. Wah, lumayan juga bonusnya, jadi tambah semangat nih," batin Devano.
Di halaman berikutnya, tercantum juga beberapa tunjangan seperti tunjangan makan, transport, dan sebagainya. "Wah, senang bisa di terima di perusahaan ini. Ya Tuhan bukalah pintu rejeki bagi hamba-Mu ini," doa Devano dalam hati.
Sepulang dari kantor, Devano ingin memberitahu ibunya. Ibunya pasti senang senang mendengarnya. Mungkin mulai bulan depan Devano bisa mengirimkan uang ke ibunya untuk biaya kuliah adiknya Diva dan uang sekolah untuk adiknya Kevin.
Devano sangat bersyukur ternyata profesi arsitek sudah di hargai dengan layak. "Ah, andaikan negara ini bisa menghargai setiap profesi dengan layak sesuai dengan beban dan resiko pekerjaannya," batin Devano.
Seketika lamunannya menjadi buyar ketika mendengar suara langkah kaki pak Ridwan memasuki ruangan.
"Maaf pak Devan menunggu lama, tadi saya mau menyampaikan pesan pak Presdir pada beberapa kepala divisi," ungkap pak Ridwan yang kembali duduk berhadapan dengan Devano.
"Gak apa-apa, Pak. Oh yah, saya sudah mempelajarinya Pak dan saya memutuskan akan mengikuti kontrak kerja ini. Saya langsung tanda tangan saja, di sini yah Pak?" tanya Devano dengan pulpen di tangannya.
"Ya di situ yang ada materainya, dan satu lagi pak Devan bisa tanda tangan yang tidak ada materainya. Nanti yang tidak ada materainya silahkan di bawa pak Devan," ucap pak Ridwan.
"Baik pak Devan, selamat bergabung di Arkana Group. Semoga Anda bisa bekerja dengan baik dan juga memberikan yang terbaik untuk perusahaan ini," ucap pak Ridwan mengulurkan tangannya mengajak bersalaman dengan Devano.
"Terima kasih banyak pak Ridwan. Saya akan bekerja maksimal sesuai kemampuan saya, mohon arahan dan bimbingannya Pak," sahut Devano sambil menyambut uluran tangan pak Ridwan.
"Tadinya saya ingin memperkenalkan pak Devano kepada pak Presdir, tapi sayang beliau tidak datang hari ini. Tapi kalau beliau ada di kantor nanti, pak Devan pasti saya kenalkan," kata pak Ridwan sambil berdiri mempersilahkan Devano.
"Baik Pak!" sahut Devano sambil berdiri mengikuti pak Ridwan keluar ruangan.
"Syukurlah, kontrak kerja sudah saya tanda tangani. Semoga semuanya berjalan dengan lancar," batin Devano.
Mereka pun sampai di depan meja sekretaris, pak Ridwan meminta Dhea mengantar Devano ke ruangan kerjanya. "Bu Dhea, tolong antarkan pak Devan ke ruangannya. Nanti langsung ketemu dengan pak Niko, sebelumnya saya sudah memberitahu beliau."
"Baik, Pak. Mari pak Devan!" ajak Dhea.
Devano mulai berjalan mengikuti Dhea masuk ke dalam lift. "Ruangan pak Devan ada di lantai 15. Ruangan Presdir juga di lantai 15," jelas Dhea.
"Iya bu Dhea."
Tak berselang lama, pintu lift terbuka dan Dhea langsung mempersilahkan Devano keluar lift terlebih dahulu. Mereka pun berjalan menuju ruangan divisi projek.
Perusahaan Arkana Group bergerak di bidang kontraktor pembangunan jalan dan gedung. Devano sendiri berada di bagian rancang bangunan. Itu posisi Devano yang di jelaskan oleh pak Niko saat wawancara dua hari yang lalu.
Pak Niko adalah kepala divisi bagian projek, atasan tertinggi Devano di divisi tersebut. Tidak terasa sampailah mereka di depan ruangan pak Niko. "Permisi Pak!" kata Dhea mengetuk pintu.
"Yah, silahkan masuk bu Dhea."
"Selamat pagi Pak. Kedatangan saya ini untuk mengantar pak Devan, karena beliau sudah mulai bekerja di perusahaan ini. Tadi di ruangan pak Ridwan, pak Devan sudah tanda tangan kontrak kerja," ungkap Dhea dengan sopan.
"Oh baiklah, silahkan duduk pak Devan," sambut pak Niko.
"Saya permisi dulu, Pak. Semangat kerjanya pak Devan," kata Dhea tersenyum ke arah Devano.
Devano langsung menyambut baik dukungan yang di berikan oleh Dhea padanya. Sebetulnya Devano merasa gak enakan mendengar sebutan pak Devan, apalagi di panggil Pak oleh orang yang lebih tua seperti pak Ridwan dan pak Niko.
Tapi, Devano berusaha menerimanya dan beradaptasi dengan hal tersebut. Mungkin budaya di perusahaan seperti itu, karena sudah banyak senior.
Setelah Dhea keluar ruangan, pak Niko langsung mempersilahkan Devano duduk. "Selamat bergabung yah pak Devan. Semoga dengan kehadiran pak Devan dapat menambah kekuatan baru di perusahaan ini untuk menyelesaikan proyek-proyek."
"Terima kasih banyak, Pak. Mohon arahan dan bimbingannya," jawab Devano dengan sedikit gugup. Entah kenapa suasana gugup menyelimutinya, mungkin karena dia berada di posisi bagian penting di perusahaan ini.
"Gak usah gugup pak Devan, santai saja. Saya tidak mau pegawai yang bekerja di bawah saya dalam keadaan tertekan. Jadi, bila ada keluhan dan merasa tidak nyaman langsung konsultasi dengan saya," kata pak Niko. "Pokoknya saat bekerja harus happy biar hasilnya baik dan memuaskan."
"Baik Pak."
Pak Niko memang di kenal sebagai kepala divisi yang ramah, baik, dan juga humoris. Cocok untuk tubuhnya yang tidak terlalu tinggi dengan perutnya yang sedikit buncit.
Usianya sekitar 45-50 tahun dan tentunya sudah sangat berpengalaman dalam bidang kontraktor bagian rancang bangunan.
"Dari lamaran pekerjaan pak Devan, saya percaya dengan pengalaman pak Devan yang pernah mengikuti beberapa proyek," ucap pak Niko.
Devano memang pernah ikut beberapa proyek pembangunan perumahan dalam program magang saat kuliah di tahun terakhir dan setelah dia lulus kuliah.
"Terima kasih atas kepercayaannya, Pak."
"Ngomong-ngomong, pak Devan belum menikah kan, alias masih single kan?" tanya pak Niko yang membuat Devano tersentak kaget dalam hatinya.
"Kenapa pak Niko menanyakan hal ini pada saya?" pikir Devano sebelum menjawab pertanyaan pak Niko.
"Oh iya, Pak. Saya masih sendiri alias masih single Pak, hehehe."
"Syukurlah pak Devan, kalau masih single bisa leluasa untuk lembur dan gak ada yang telfon nanya jam berapa pulang. Ha ... ha ... ha ..." kata pak Niko sambil tertawa.
"Hehehe, iya Pak. Saya siap kalau harus kerja lembur demi mencapai target," jawab Devano sambil tersenyum.
"Dari gaya bicara pak Devan, saya percaya bahwa pak Devan sudah paham dengan tugasnya. Tapi, jika ada belum di mengerti jangan sungkan untuk bertanya," ungkap pak Niko. "Nanti timnya di pimpin oleh pak Emir. Kalian satu tim dalam menangani satu proyek."
"Selain punya beberapa divisi yang berbeda, ternyata di setiap divisi masih di bagi beberapa tim," batin Devano mencerna ucapan pak Niko.
"Baiklah, saya antar ke ruangan pak Emir sekaligus ruangan kerja baru pak Devano." Pak Niko beranjak dari tempat duduknya dan mengajak Devano keluar ruangan.
Sesampainya di sebuah ruangan, tampak jendela kaca yang gordennya sengaja di buka. Terlihat view menghadap jalan utama dengan gedung-gedung pencakar langit. Saat melihat ke bawah tampak jalanan pusat ibu kota di penuhi oleh beberapa kendaraan yang berlalu lalang.
Pemandangan dari lantai 15 ini lumayan bagus menghilangkan kejenuhan apalagi saat pikiran lagi buntu dan butuh asupan ide. Ruangan pun di lengkapi dengan fasilitas lengkap. Walau hari ini cuaca sedikit panas, tapi ruangan tetap terasa dingin karena adanya AC.
"Hmm ... nyaman sekali di ruangan ini. Bisa betah berlama-lama di sini," batin Devano yang merasa nyaman dengan ruangan kerja barunya.
...~ Bersambung ~...
Terlihat di ruangan tersebut ada seorang pria yang sedang sibuk mengotak-atik komputer. Usianya kisaran 27-29 tahun, postur tubuh yang tidak terlalu tinggi dan sepertinya sudah lama bekerja di perusahaan ini.
"Pagi pak Emir," sapa pak Niko pada pria tersebut yang sedang duduk sambil memegang mouse dan terlihat pria tersebut serius memperhatikan gambar di layar monitor.
"Eh, pak Niko bikin kaget aja. Selamat pagi, apa kabar pak Bos?" ucap Emir sambil menoleh ke arah pak Niko dan Devano.
"Sehat Pak," jawab pak Niko. "Kelihatannya pak Emir sangat sibuk hingga kedatangan kami membuat pak Emir kaget," kata pak Niko sambil menepuk pelan pundak Emir.
"Aku cuma pura-pura kaget, biar kelihatan dramatis Pak," kata Emir dengan nada canda. Walaupun sebenarnya dia memang kaget melihat kedatangan pak Niko dan Devano.
"Sepertinya mereka berteman baik," batin Devano yang melihat dua atasannya memiliki hubungan dekat layaknya teman.
"Gimana proposal proyek baru, sudah selesai? Targetnya minggu depan kita sudah turun ke lapangan," kata pak Niko.
"Dikit lagi pak Bos, nih saya sedang kerjakan. Semoga dua hari ke depan proposalnya selesai," jawab Emir.
"Ternyata di sini ngobrol santai juga tidak seperti yang di bayangkan saat ruangan HRD. Di sini mereka berbincang layaknya teman seumuran. Mungkin karena pak Niko bawaannya santai dan humoris," pikir Devano.
"Oh iya, saya sampai lupa. Nih kenalkan partner barumu pak Devano, kayaknya cocok deh sama kamu. Kalian sama-sama single alias jomblo, ha ... ha ... ha ... "kata pak Niko memperkenalkan Devano pada Emir.
"Senang bisa satu tim dengan pak Devano. Perkenalkan nama saya Emir," ucap Emir mengulurkan tangannya, bermaksud ingin berjabat tangan.
"Terima kasih pak Emir menerima saya dengan baik di sini," sahut Devano sambil membalas uluran tangan dari Emir.
"Pak Devan, kenalkan Bos di ruangan ini adalah pak Emir. Jangan macam-macam sama dia, jangan bikin dia emosi, saya aja sampe takut kalau dia sedang emosi," canda pak Niko.
"Tapi jangan sungkan untuk bertanya, kalau perlu siapkan pertanyaan dari rumah, dengan senang hati pak Emir akan jawab," kata pak Niko tersenyum melirik Emir di depannya. Sepertinya pak Niko senang bercanda dengan pak Emir.
"Baik Pak," jawab Devano. "Mohon bimbingannya Pak, semoga saya bisa bekerja sama dengan Bapak dalam menjalankan tugas-tugas di sini," ujar Devano pada Emir.
"Baik pak Devan, mari kita belajar sama-sama dalam memberikan yang terbaik untuk perusahaan ini. Saya harap pak Devan bisa betah di sini," sahut Niko. "Beruntunglah kita punya bos yang baik hati dan lucu seperti pak Bos kita ini," kata Emir sambil tersenyum menoleh ke arah pak Niko.
"Hanya di divisi ini kita bisa berbincang dengan santai sambil ketawa-ketawa saat kerja. Di ruangan ini di larang stres, kalau ada yang kelihatan stres dan frustasi saat bekerja, yang stres harus traktir karaoke. Ha ... ha ... ha ... bukan begitu pak Bos?" tanya Emir menoleh pak Niko sambil tertawa renyah.
"Yang ada malah makin stres tuh orangnya," sahut pak Niko sambil tertawa.
Devano pun ikut tertawa mendengar lelucon dari Emir. Sepertinya Devano langsung akrab dengan kedua atasannya, sampai tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12 pertanda jam istirahat.
Pak Niko sudah pergi meninggalkan ruangan kerja yang di tempati Devano dan Emir dan kembali ke ruangan kerjanya. Terlihat Devano sudah menyimpan tasnya di lemari dekat meja kerjanya.
Sebenarnya di dalam ruangan tersebut, bukan hanya ada Devano dan Emir. Ada dua orang lagi staf yang bekerja di ruangan itu, mereka sedang tugas kontrol lapangan.
Devano sudah duduk di meja kerjanya setelah menyimpan tasnya di lemari. Terlihat Emir menghampiri Devano yang kelihatannya sedang sibuk membaca laporan, mungkin Devano sedang membaca ulang draft kontrak kerjanya.
"Bro, kita makan siang dulu yuk. Gue udah lapar banget nih, sudah waktunya istirahat. Lu mau bareng gak ke kantin?" ajak Emir yang berdiri di dekat meja kerja Devano.
"Eh, apa saya salah dengar? Pak Emir ngomongnya lu gue," batin Devano.
"Boleh Pak, kita bareng saja. Saya juga sudah mulai lapar," jawab Devano.
"Bro manggilnya gak usah formal gitulah, sakit nih telinga di panggil "Bapak" terus-terusan. Serasa udah paling tua, padahal masih muda yah kan. He ... he ... he," kata Emir. "Panggil nama aja lebih baik, biar gak tua-tua banget."
"Kalau manggil nama langsung kayaknya gak sopan, saya panggil Bang Emir aja yah. Bang Emir kan senior saya di sini," usul Devano.
"Em ... boleh, boleh. Tapi kalau di depan pak Ridwan atau pas ada perkumpulan alias rapat, lu harus manggil gue pak Emir yah. Nanti saya yang kena."
"Siap Bang," jawab Devano.
Lalu mereka berdua berjalan menuju lift. Tampak beberapa karyawan yang lain juga keluar dari ruangan menuju lift. Tidak lupa mereka saling mengajak satu sama lain untuk menjaga kekompakan.
"Wah, para pegawai di sini menganggap satu sama lain seperti keluarga mereka sendiri," batin Devano yang berdecak kagum.
Terlihat para pegawai berbondong-bondong berjalan menuju lift. Rupanya waktu istirahat benar-benar di manfaatkan untuk keperluan pribadi mereka terutama mengisi perut.
Devano dan Emir sudah berada di dalam lift. Di dalam lift tersebut terisi 10 orang. Seorang karyawan perempuan yang berada di samping Emir bertanya padanya, "Partner baru yah Pak Emir?"
"Iya nih, kenalkan partner baru gue. Kami kelihatan mirip kan?" jawab Emir dengan pedenya.
"Iya, mirip kok dengan pak Emir," jawab perempuan itu sambil terus melirik ke arah Devano.
Seketika para karyawan perempuan lainnya melihat ke arah Devano. Melihat dirinya menjadi pusat perhatian, Devano hanya tersenyum membalas tatapan demi tatapan yang tertuju padanya.
"Hmm, ganteng nih ... senyumannya manis banget. Udah kayak artis-artis Korea aja." Itulah yang ada di pikiran 6 karyawan perempuan di dalam lift tersebut.
Pintu lift pun terbuka lebar, lalu mereka pun keluar dari lift di lantai 7 menuju kantin.
"Wah ... kantinnya ternyata besar juga yah dan kelihatan ramai sekali," batin Devano memperhatikan suasana kantin yang ramai di penuhi oleh para pegawai yang bekerja di perusahaan ini.
Kantin di sini mirip food court di mall, lebih dari 20 stand yang menyajikan aneka makanan dan minuman yang tentu saja harus mengikuti standar kebersihan yang di tentukan oleh perusahaan.
Terlihat beraneka ragam makanan dan minuman tersedia lengkap di kantin tersebut. Jadi karyawan yang merasa lapar dan haus tidak perlu keluar kantor untuk sekedar mengisi perut mereka yang keroncongan.
"Bang, toilet di mana yah?" tanya Devano yang ingin buang air kecil setelah berdecak kagum memperhatikan suasana kantin.
"Oh, toiletnya di sana paling ujung sebelah kanan," kata Emir memberi petunjuk. "Gue langsung pesan makan yah. Di tempat sana, gue tunggu di situ!" tambah Emir sambil menunjuk tempat.
"Oke Bang, selesai dari toilet saya langsung nyusul. Terima kasih yah Bang." Devano langsung bergegas pergi menuju toilet.
"Gue kagum banget sama tuh anak, etika dan moralnya masih terjaga. Orang tuanya pasti mendidiknya dengan baik," ucap Emir bermonolog sambil memandang punggung Devano yang perlahan menjauh.
Setelah hampir lima menit, Devano langsung kembali menuju kantin. Suasana kantin terlihat tambah ramai oleh karyawan yang bekerja di perusahaan ini.
Bahkan ada beberapa karyawan yang lain masih mencari-cari tempat duduk. Tak terkecuali dengan Devano yang juga sedang mencari-cari seniornya Emir.
"Tadi katanya di tempat sana, tapi gak kelihatan. Apa sudah selesai makanannya yah? Apa saya terlalu lama di toilet?" Pertanyaan yang melintas di pikiran Devano.
Devano pun kembali mencari keberadaan seniornya Emir dan akhirnya menemukannya. "Oh itu dia, lagi ngobrol sama perempuan." Devano langsung berjalan ke arah Emir.
Entah siapa perempuan cantik yang sedang bersama Emir, Devano tidak tahu. Perempuan berkulit putih dengan mata yang indah, membuat siapa saja pria yang melihatnya menjadi tertarik. Namun, pandangan Devano hanya berfokus pada seniornya Emir.
...~ Bersambung ~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!