Vroomm!! Vroomm!! Ini sudah ke sekian kalinya Kaivan memainkan gas motor besarnya hingga membuat semua orang melihat ke arahnya dengan tatapan tidak suka karena suara dari motor Kaivan sangat nyaring dan berisik membuat semua orang merasa terganggu.
Tidak perduli dengan pemotor di sekitarnya yang kini sudah memperhatikannya, mata Kaivan yang terlihat dari helm teropongnya terlihat sedang menatap tajam ke arah lampu rambu lalu lintas yang dari tadi tak kunjung berubah warna.
Padahal hari ini dia ada operasi penting yang harus dia lakukan, tapi kalau begini caranya dia akan terlambat sampai di rumah sakit.
Vroomm!! Vroomm... Kaivan terus memainkan gas motornya hingga seorang ibu-ibu yang ada di sebelahnya menatapnya dengan tajam sambil mengomel, entah apa yang di gumamkan ibu-ibu itu tapi Kaivan sama sekali tidak perduli bahkan tidak mendengarnya karena ternyata dia memakai airpods yang sejak tadi menempel di telinganya.
Drrtt,, drrtt... ponsel Kaivan berdering dan dengan segera dia mengangkatnya.
“Dok, apa anda masih lama? Pasien sudah berada di ruang operasi dan siap di berikan obat bius.” Ucap seseorang dari sebrang telfonnya yang sudah bisa di pastikan kalau orang itu adalah perawat yang akan membantu operasi.
“Sebentar lagi saya sampai! Tunggu saya untuk melakukan anestesi.” Jawab Kaivan yang langsung mematikan panggilan telfonnya.
Drrtt... drrttt... Tidak lama kemudian ponsel Kaivan kembali berdering dan dengan segera dia mengangkat telfonnya.
“Saya bilang tunggu saya! Saya akan segera kembali!” tegas Kaivan yang kesal karena terus di hubungi saat dia sedang menyetir.
“Kai, ini gue! Ada yang ngancurin markas kita dan anak-anak curiga kalau semua ini ulah geng naga hitam!” ucap seseorang dari sebrang telfonnya.
“Ga bisa! Gue ada operasi darurat, lo aja yang urus mereka pakai cara kita yang biasanya.” Balas Kaivan.
Seperti tadi, Kaivan langsung mematikan ponselnya dan lampu yang sejak tadi dia tunggu-tunggu pun sudah berubah menjadi hijau.
Tanpa basa-basi lagi Kaivan segera melajukan motornya dengan kecepatan maksimal, dia tidak perduli dengan motor-motor yang ada di sekitarnya yang juga bersiap untuk jalan. Kaivan saat ini sudah seperti Valentino Rossi yang sedang melakukan trek balap.
Dan saat Kaivan mengendarai motornya dengan kecepatan maksimal, tiba-tiba saja dia harus menginjak pedal rem dan juga tangannya menarik rem secara mendadak sambil berkali-kali membunyikan klakson dengan keras karena ada seorang wanita yang tiba-tiba saja berlari menyebrangi jalan.
“Woi gila lo anjrit!” ketus Kaivan dengan kesal.
Mendapat teriakan kasar seperti itu membuat wanita itu, Kiara langsung menghentikan langkahnya dan berdiri diam di depan motor Kaivan seolah sedang menghalangi sang pemilik motor itu untuk pergi.
“Gue harus cepet-cepet tau, jangan bikin orang marah deh lo! Kasar banget jadi cowok!” ketus Kiara.
“Heh! Emang lo pikir di dunia ini cuma lo doang yang harus cepet-cepet hah!?” ketus Kaivan dengan emosi.
“Cepetnya gue tuh beda! Gue harus nyelametin nyawa orang, kalo gue telat gimana hah!?” ucap Kiara sambil bertelak pinggang dan juga memberikan tatapan tajam ke arah Kaivan dengan beraninya.
Kaivan yang hampir tidak bisa menahan emosinya itu mencoba untuk menghela napas panjang berkali-kali berusaha untuk bersabar.
“Minggir sekarang juga atau gue tabrak lo!” ketus Kaivan.
“Dasar cowok galak!” ketus Kiara yang langsung berlari meninggalkan Kaivan begitu saja.
Lagi-lagi wanita cantik itu hampir saja tertabrak oleh pengendara lain, untung saja Kiara masih sehat walafiat dan tidak sampai terjatuh yang mengakibatkan tubuhnya lecet.
Kaivan yang melihat kejadian itu hanya bisa tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
“Dasar cewek gila..” gumam Kaivan pelan lalu dia kembali melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Setelah beberapa menit berkendara melewati para pengendara lain layaknya di sirkuit balap, akhirnya motor gede Kaivan tiba di halaman luas Mahen Hospital. Rumah sakit milik papanya yang menjadi tempatnya bekerja selama beberapa tahun ini.
Kaivan memarkirkan motor gedenya di halaman parkir, dia melepaskan helm sambil beranjak turun dari motornya. Kaivan menggantungkan helmnya di alah satu spion, lalu membenarkan rambutnya yang berwarna coklat keemasan sambil menjilat bibirnya yang kering membuat orang-orang yang kebetulan lewat langsung histeris di dalam hati karena ketampanan dan karisma dokter tampan itu.
Ya, di rumah sakit itu Kaivan di juluki dokter tampan oleh para pasiennya, tentu saja Kaivan tidak tahu tentang panggilan yang di sematkan oleh para pasiennya itu untuknya karena tidak ada yang berani untuk mengatakan hal itu langsung kepada Kaivan.
“Aw!!” teriak seseorang yang membuat Kaivan menoleh ke asal suara.
Teriakan cempreng dari gadis berambut panjang yang di ikat satu itu berhasil membuat perhatian Kaivan teralihkan, wanita itu saat ini sedang berjongkok layaknya katak karena hampir saja dia di tabrak oleh mobil yang ada di depannya.
Kaivan mengerutkan kening sambil melihat ke arah wanita itu dari jauh karena Kaivan merasa tidak asing dengannya. Namun beberapa saat kemudian Kaivan memilih untuk tidak memperdulikan wanita itu dan melanjutkan kegiatannya.
Kaivan membuka tas punggungnya, dia membuka jaket kulitnya dan menggantinya dengan jubah putih yang ada di dalam tasnya membuat aura Kaivan semakin terpampang nyata.
Kaivan langsung berjalan masuk ke dalam rumah sakit, laki-laki dengan tubuh tinggi semampai itu berjalan dengan santai menyusuri lobby rumah sakit. Tak ada senyuman di wajahnya, tatapan mata yang tajam serta wajah judesnya tidak pernah gagal membuat orang-orang takut ketika berbicara dengan dokter tampan yang satu ini.
Tetapi hal itu tidak menjadi penghalang bagi banyak kaum hawa untuk mengagumi Kaivan secara gila-gilaan, hanya saja mereka tidak berani mengungkapkan perasaan mereka secara terang-terangan karena mereka semua masih sayang dengan nyawa mereka.
Selama ini, sudah puluhan kali dokter dan perawat yang berpapasan dengan Kaivan menyapanya dengan senyuman ramah dan anggukan kecil, namun tidak satu pun dari mereka yang mendapatkan balasan dari Kaivan.
Dokter tampan berdarah dingin itu sama sekali tidak mau menarik bibirnya sedikit saja ke atas, kecuali dokter yang lebih senior darinya, Kaivan tetap mengangguk sedikit untuk menyapa namun tetap tidak senyum yang dia lontarkan.
Kaivan juga tidak kalah kejamnya kepada pasien yang di rawatnya, dia sering kali memarahi para pasien yang bandel atau membantah dirinya.
Tapi beruntung ia masih punya hati untuk melayani para pasien dengan baik meski tidak ada senyuman di wajahnya, ada banyak juga pasien wanita yang rela di marahi selama bisa melihat wajah tampan Kaivan.
Kaivan terus melangkahkan kakinya menuju ruangan khusus yang biasanya di gunakan untuk mempersiapkan diri sebelum masuk ke ruang operasi, sambil melihat jam yang melingkar di tangannya, Kaivan melepaskan snelli putih yang ia kenakan lalu menyimpannya bersama dengan jam tangannya di sebuah loker kecil, tidak lupa juga Kaivan mengganti bajunya dengan pakaian khusus untuk ruang operasi.
Saat ini Kaivan sudah siap lengkap dengan penutup kepala dan masker, dia segera mencuci tangannya menggunakan sabun khusus dan air mengalir sebelum masuk ke dalam ruang operasi. Setelah selesai mencuci tangannya dan memastikannya bersih, Kaivan segera berjalan masuk ke dalam ruang operasi.~~~~
Kaivan terus melangkahkan kakinya menuju ruangan khusus yang biasanya di gunakan untuk mempersiapkan diri sebelum masuk ke ruang operasi, sambil melihat jam yang melingkar di tangannya, Kaivan melepaskan snelli putih yang ia kenakan lalu menyimpannya bersama dengan jam tangannya di sebuah loker kecil, tidak lupa juga Kaivan mengganti bajunya dengan pakaian khusus untuk ruang operasi.
Saat ini Kaivan sudah siap lengkap dengan penutup kepala dan masker, dia segera mencuci tangannya menggunakan sabun khusus dan air mengalir sebelum masuk ke dalam ruang operasi. Setelah selesai mencuci tangannya dan memastikannya bersih, Kaivan segera berjalan masuk ke dalam ruang operasi.
***
Suasana cukup menegangkan saat Kaivan masuk ke dalam sana. Beberapa suster yang tadinya berbincang riang, kini langsung terdiam seribu kata saat dokter tampan berdarah dingin itu menatap ke arah mereka dengan tatapan sinis.
“Kenapa kelihatannya kalian belum siap? Bukannya tadi ada yang telfon saya kalau kondisi pasien sudah harus segera di operasi? Kenapa kalian masih bercanda?” tanya Kaivan dengan ketus.
“Kalau masih ada yang bercanda silahkan keluar! Saya engga mau orang ga engga serius kerja sama saya!” ketus Kaivan.
Dari empat orang suster dan satu dokter anestesi di dalam ruangan operasi semuanya diam, tidak ada yang berani menjawab perkataan Kaivan. Jangankan untuk menjawab, bergerak sedikit pun saja mereka tidak berani sangking gugupnya.
Semua hanya diam mematung dengan kepala menunduk, mereka enggan menatap mata Kaivan yang kini sedang memancarkan sinar lasernya.
“Kata-kata sadis yang keluar dari mulut dokter Kai selalu menusuk sampai ke jantung, untung ganteng, kalo engga mah udah gue suntik mati!” batin dokter anestesi, Tika.
Seluruh penghuni rumah sakit baik perawat maupun dokter seperti sudah maklum dengan sifat seorang Kaivan Hilbert Mahendra, manusia terkejam di muka bumi ini. Mereka memilih untuk tidak mencari masalah dengan si dokter berdarah dingin itu karena para dokter dan perawat di rumah sakit itu masih waras dan tidak ingin mati konyol.
Melihat semua orang di dalam ruang operasi hanya diam saja membuat Kaivan mendengus kesal namun pelan.
“Ya sudah, mari kita mulai operasinya. Namun sebelum itu mari kita berdoa lebih du--”
Sreeett.... “Maaf, maaf saya terlambat ya?”
Belum sempat Kai menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba saja pintu ruang operasi terbuka dan terdengar suara cempreng seorang wanita yang seketika mengisi suasana tegang di dalam ruang operasi.
Kai menoleh ke arah sumber suara dan menajamkan pandangannya pada seorang wanita cantik yang berpakaian operasi lengkap yang baru saja masuk dan memotong pembicaraannya tadi.
“Siapa?” tanya Kai dengan nada ketus karena menahan emosi.
“Halo, saya Kiara.” Ucap Kiara lalu dia menjeda perkataannya untuk mengatur napasnya yang terengah-engah karena habis berlari tadi.
“Saya dokter yang baru di pindahkan dari Mahen hospital cabang Beijing. Dan hari ini saya akan mendampingi dokter Kaivan.” Jelas Kiara. Walaupun wanita itu memakai masker, namun senyuman lebar Kiara masih bisa terlihat dengan jelas dari sorot matanya yang menyipit.
Kaivan mengerutkan keningnya sambil menatap tajam ke arah Kiara.
“Saya nggak minta dokter lain untuk mendampingi saya hari ini!” ketus Kaivan.
“Oh, jadi ini yang namanya dokter Kaivan? Hai dok, saya di minta dokter Hilbert buat dampingin dokter hari ini.” Ucap Kiara dengan ceria.
“Ternyata dokter ganteng juga ya! Eh, ganteng banget malahan.” Seru Kiara yang membuat Kaivan kesal.
“Jangan bercanda!” bentak Kaivan yang membuat Kiara terkejut, bahkan senyuman cantik yang tadinya merekah lebar seketika menghilang dalam sekejap.
“Galak banget sih! Dasar dokter galak!” batin Kiara dengan wajah cemberut menatap Kaivan.
Karena tidak mau membuang waktu, Kaivan langsung melangkah menuju meja operasi tanpa memperdulikan Kiara lagi. Toh dia juga tidak mengenal dokter wanita asing yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang operasi.
Kaivan pun mulai mengoperasi pasien yang ada di hadapannya dengan serius dan fokus. Sementara Kaivan sibuk dengan pasien yang ada di atas meja operasi, Kiara hanya berdiri di dekat pintu masuk sambil cemberut kesal.
Kaivan yang melihat Kiara yang tampak tidak berguna itu sekarang kembali memandang wanita itu dengan tatapan tajam.
“Heh kamu!” panggil Kaivan dengan nada membentak.
“Ngapain berdiri di situ kayak patung? Katanya kamu mau mendampingi saya, sini!” perintah Kaivan.
Tentu saja hal itu membuat Kiara langsung menoleh ke arah Kaivan dengan tatapan tidak percaya.
“Ini beneran?” tanya Kiara yang langsung berlari menghampiri Kaivan dan berdiri di sampingnya.
“Hai dokter Kai.” Sapa Kiara dengan ceria.
Sedangkan yang di sapa hanya diam tanpa ada niatan untuk menjawab sapaan menyebalkan itu. Kaivan melirik Kiara lewat ujung matanya dengan tajam.
“Saya paling nggak suka sama orang yang mengganggu ketenangan saya. Jadi kalau kamu sampai cerewet apa lagi mengganggu, akan saya lempar kamu dari rooftop rumah sakit!” ancam Kaivan dengan nada yang begitu mengerikan.
Untuk kesekian kalinya, tidak ada satu pun yang berani mengeluarkan suara termasuk Kiara. Perempuan itu bahkan tidak mau menatap Kaivan lagi, dia hanya menundukkan kepala menatap lantai ruang operasi yang dingin sambil mengumpat di dalam hati.
“Ganteng doang, tapi galaknya ga ketulungan!” Kiara akhirnya bergumam dengan suara yang kecil sangking kesalnya.
“Apa kamu bilang!?” tanya Kaivan yang ternyata mendengar gumaman Kiara.
“Apaan? Aku ga bilang apa-apa tuh! Kamu denger bisikan setan ya? Ih serem...” ucap Kiara dengan nada yang menyebalkan.
Lagi-lagi Kaivan hanya bisa menghela napas berat, dia tidak ingin tambah naik darah karena kelakuan manusia menyebalkan di sampingnya ini dan akhirnya operasi pun di lanjutkan.
“Dasar dokter galak!” batin Kiara dari dalam hati. Mana berani Kiara mengatakan hal semacam itu secara langsung, bisa-bisa dia beneran di lempar dari rooftop oleh Kaivan.
Akhirnya operasi pun selesai, Kaivan keluar dari ruang operasi lebih dulu dari dokter dan perawat yang lainnya. Setelah Kaivan benar-benar pergi, Kiara baru bisa bernapas lega.
“Selamat datang dokter Kiara, semoga cepat beradaptasi dengan dokter Kaivan ya.” Ucap sang dokter anestesi.
“Ah iya dok, terimakasih ya, mohon bantuannya kalau kedepannya jalanku tidak mulus karena dokter galak itu.” Balas Kiara yang di balas tawa oleh semua orang.
Selesai mengganti pakaian operasinya, Kiara langsung bergegas pergi menuju ruangan kerjanya. Dengan senyuman manis yang terukir di wajah cantiknya, Kiara berjalan dengan perasaan yang bersemangat memasuki ruangan kerjanya.
Seketika itu juga, ia langsung mengerutkan keningnya saat melihat ada dua meja dan dua bangku yang ada di dalam ruangan itu. Ruangan ini seperti di desain untuk dua orang, tapi seingatnya hanya dia yang pindah ke rumah sakit ini.
Kiara mendekat ke salah satu meja kemudian bergumam pelan membaca papan nama yang ada di atas meja itu.
“Kaivan Hilbert Mahendra?” gumam Kiara yang seketika ekspresi wajahnya berubah melotot dan terkejut.
“What!? Aku satu ruangan sama dokter galak itu?! Nooo!!” teriak Kiara yang seketika lemas dan terduduk di kursi.
“Siapa yang dokter galak?” tanya seseorang dari belakang Kiara.
Seketika Kiara semakin melotot bahkan mungkin matanya hampir keluar dari tempatnya, ia segera berdiri kembali dan menoleh ke arah pintu masuk.
“D-dokter Kaivan?!” ucap Kiara sambil menutup mulutnya sendiri.
Kaivan yang tadinya bersandar di depan pintu sambil melipat kedua tangan di depan dada, kini berjalan mendekati Kiara secara perlahan seperti sedang menyaksikan adegan slow motion di dalam pandangan Kiara.
“D-dokter mau ngapain?” tanya Kiara dengan gelagapan sambil kakinya ikut melangkah mundur setiap kali Kaivan melangkah maju.
“What!? Aku satu ruangan sama dokter galak itu?! Nooo!!” teriak Kiara yang seketika lemas dan terduduk di kursi.
“Siapa yang dokter galak?” tanya seseorang dari belakang Kiara membuat wanita cantik itu terlonjak kaget.
Seketika Kiara semakin melotot bahkan mungkin matanya hampir keluar dari tempatnya, ia segera berdiri kembali dan menoleh ke arah pintu masuk.
“D-dokter Kaivan?!” ucap Kiara sambil menutup mulutnya sendiri.
Kaivan yang tadinya bersandar di depan pintu sambil melipat kedua tangan di depan dada, kini berjalan mendekati Kiara secara perlahan seperti sedang menyaksikan adegan slow motion di dalam pandangan Kiara.
“D-dokter mau ngapain?” tanya Kiara dengan gelagapan sambil kakinya ikut melangkah mundur setiap kali Kaivan melangkah maju.
***
Sampai akhirnya Kiara sudah tersudut di dinding ruangan sehingga dia tidak bisa mundur lagi, tubuhnya seketika kaku serta keringat yang mulai mengucur dari pelipisnya. Jantungnya saat ini juga mulai berdegup kencang tidak karuan.
Saat ini Kaivan sudah berdiri tepat di hadapan Kiara dengan jarak yang sangat dekat, mungkin hanya beberapa centi saja. Laki-laki itu saat ini sedang menajamkan mata kepada Kiara, lalu mendekatkan wajahnya secara perlahan sampai Kiara bisa merasakan hembusan napas Kaivan yang saat ini sedang menerpa wajahnya.
Melihat hal itu yang bisa di lakukan Kiara hanyalah memejamkan kedua matanya sambil melantunkan doa di dalam hati dengan harapan dirinya tidak akan terkena serangan jantung akibat ulah cowok galak di depannya itu.
Wajah Kaivan terus mendekat ke telinga Kiara lalu berbisik dengan lirih.
“Gue cuma mau bilang, lo jangan berani macam-macam sama gue, atau...”
“Atau? Atau apa?” tanya Kiara yang penasaran dengan ucapan Kaivan yang menggantung.
“Atau lo gue bunuh!” ketus Kaivan yang membuat Kiara melotot.
Setelah mendengar ucapan Kaivan yang menyeramkan itu membuat Kiara langsung mendorong tubuh Kaivan agar menjauh darinya.
“Kamu gila ya?! Ih serem banget sih!” ketus Kiara.
“Kalo menurut lo gue serem, yaudah silahkan keluar dari sini.” Ucap Kaivan.
“Tapi ini ruangan aku juga! Jangan seenaknya nyuruh orang keluar dong!” ketus Kiara yang tidak terima jika dia harus keluar dari ruangannya.
“Siapa juga mau satu ruangan sama cewek gila kayak lo!” ketus Kaivan.
“A-apa kamu bilang?!” ketus Kiara yang semakin kesal dengan kata-kata yang di lontarkan oleh Kaivan.
“Mending sekarang lo samperin atasan lo dan minta dia buat pindahin ruangan lo sekarang juga.” Tegas Kaivan.
“Dih, bilang aja sana sendiri! Atasan aku kan papa anda sendiri dokter Kaivan yang terhormat.” Ucap Kiara dengan tatapan tajam.
Kaivan semakin kesal karena Kiara terus membalas semua ucapannya tanpa rasa takut sedikitpun, laki-laki tampan itu pun menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan kedua matanya untuk menahan emosinya.
“Lo jangan banyak...”
“Kai, Kia, hai..” sapa seorang laki-laki paruh baya yang masuk ke dalam ruangan Kai dan Kia memotong perkataan Kaivan tadi.
“Papa?” gumam Kaivan.
Berbeda dengan Kaivan, Kiara malah tersenyum lalu menunduk untuk memberi salam kepada laki-laki itu.
“Dokter Hilbert.” Sapa Kiara.
“Gimana Kia? Kamu suka kerja di sini?” tanya Hilbert sambil tersenyum lembut.
Mendengar pertanyaan Hilbert membuat Kiara melirik sekilas ke arah Kaivan lalu kembali mengalihkan pandangannya pada Hilbert.
“Iya dok, suka kok.” Balas Kiara dengan senyum manisnya.
“Tapi jawaban saya tadi gak serius gara-gara anak dokter yang galak itu!” batin Kiara.
Hilbert tersenyum lalu menganggukkan kepala.
“Bagus deh kalo gitu, saya seneng dengernya.” Ucap Hilbert.
“Sebenernya dia siapa sih pa? kok tiba-tiba dia dateng ke sini?” tanya Kaivan.
“Dia Kiara, anaknya om Gio temen deket papa. Kia awalnya kerja di rumah sakit cabang kita di Beijing, tapi karena om Gio kangen banget sama anaknya, jadi Kia pulang ke Indonesia, dan sekarang dia akan bekerja di sini.” Jelas Hilbert.
“Ya tapi kenapa harus di ruangan aku? Masih banyak ruangan lain di sini yang kos..” Kaivan ucapannya terhenti seketika karena Hilbert.
“Karena papa mau kalian menjadi lebih dekat lagi dan bisa berteman baik. Makanya papa satuin kalian jadi kalian harus akur dan jangan bertengkar ya?” ucap Hilbert.
“Dih? Mana bisa aku akur sama dokter galak ini!” lagi-lagi Kiara membatin di dalam hatinya.
“Kiara, kalau kamu membutuhkan sesuatu kamu bisa bilang sama saya ya, nanti biar saya atur semuanya biar kamu juga nyaman kerja di sini, oke?” Ucap Hilbert.
“Iya dok, terimakasih banyak ya.” Balas Kiara sambil tersenyum manis dan mengangguk.
“Ya udah kalau begitu saya permisi dulu ya.” Ucap Hilbert berpamitan sambil memberikan senyuman sebagai sapaan terakhir sebelum akhirnya dia berjalan keluar dari ruangan Kai dan Kia.
Setelah Hilbert hilang dari pandangan, Kiara juga ikut berjalan ke arah pintu dan mau membuka pintu ruangannya namun belum sempat Kiara membuka pintu, Kaivan memanggilnya.
“Heh! Mau ke mana lo?” tanya Kaivan dengan nada ketus.
Kiara memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah Kaivan lalu memasang wajah meledek ke arah Kaivan.
“Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya? Kepo amat jadi orang!” ketus Kiara.
“Gue kan cuma nanya!” balas Kaivan.
Melihat ekspresi wajah Kaivan yang mulai kesal membuat Kiara semakin senang, dia langsung bersandar ke pintu yang tertutup itu sambil kedua tangannya di silangkan di depan dadanya.
“Kamu udah lama ya jadi manusia galak dok?” tanya Kiara dengan songong.
“Apa pentingnya pertanyaan lo itu?” tanya Kaivan.
“Ya kan aku cuma tanya, sewot banget.” Balas Kiara dengan nada yang ngegas.
“Udah galak, mesum lagi!” ejek Kiara dengan entengnya.
Kesal, marah, tentu saja itu yang di rasakan Kaivan saat ini, kedua tangan laki-laki itu mengepal sambil menahan emosi.
“Siapa yang lo bilang mesum?!” tnya Kaivan.
“Dokter lah!” Jawab Kiara dengan entengnya.
“Atas dasar apa kamu nuduh saya kayak gitu?!”
“Tadi dokter deketin muka dokter ke saya cuma buat ngomong hal yang enggak penting kan? Jangan-jangan ada alasan lain lagi!” Ucap Kiara.
“Heh, lo kalo ngomong di filter dulu! Jangan asal ngomo...” ucapan Kaivan terpotong lagi ketika pintu ruangannya terbuka secara tiba-tiba.
Kiara yang awalnya bersandar di pintu, kini malah terjepit di antara pintu dan dinding membuat Kaivan terkejut bukan main.
“Woy Kai! Ke kantin yuk, gue laper nih!” teriak seorang laki-laki bersnelli putih masuk ke dalam ruangan Kai dan Kia dengan senyuman cerah di wajahnya, sangat berbanding terbalik dengan ekspresi wajah Kaivan.
Arhan, adalah satu-satunya dokter di rumah sakit itu yang dengan beraninya mengakui kalau dirinya adalah sahabat sehidup sematinya Kaivan.
“Lo kenapa masuk ga ketuk pintu dulu sih?!” ucap Kaivan mengomeli Arhan.
“Lah biasanya juga kan gue ga pernah ketuk pintu Kai.” Balas Arhan.
Kaivan tidak mengatakan apa-apa lagi, dia langsung berdiri lalu berjalan ke arah Kiara yang masih terjepit di belakang pintu.
“Oh My GOD! Kok bisa ada orang?” ucap Arhan yang terkejut melihat Kiara yang ada di belakang pintu.
Sambil menghembuskan napas berat, Kaivan langsung menarik paksa Kiara membuat wanita bertubuh mungil itu langsung terjun bebas ke dalam pelukan Kaivan.
Tubuh Kiara langsung menegang karena dekapan itu, Kiara menelan salvilanya dengan susah payah, namun dia masih mematung di tempatnya.
“M-makasih!” ucap Kiara namun tubuhnya masih belum rela melepaskan pelukan ini.
Kalimat yang di keluarkan Kiara sangat terbata-bata akibat rasa gugupnya, kalau di pikir-pikir, dada bidang Kaivan yang bidang dan lebar itu cukup mengagumkan juga, Kiara Jadi salah tingkah sendiri saat merasakannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!