NovelToon NovelToon

Bloody Throne : The Child Of Prophecy

1. Awal Mula

Hai,namaku Archie.Aku adalah pemuda berambut hitam dengan mata yang berwarna emas.Omong-omong,umurku 15 tahun ini dan seorang manusia biasa,sampai.....

Ups! spoiler.Oke,daripada penasaran mari kita mulai.

Ceritaku dimulai dari mimpiku yang sangat aneh.Saat itu aku duduk disebuah singgasana yang mewah.Aku tidak tahu mengapa aku berada di sana.Ruangan disana terlihat sangat luas,tiang-tiang besar menjulang tinggi.Di tiang itu terdapat sebuah bendera merah bergambarkan pedang dengan sepasang sayap burung dan matahari di belakangnya.Yang lebih mengejutkan,di depanku terdapat sekelompok orang-orang yang sedang membungkuk hormat kepadaku lalu bersorak, "HIDUP SANG RAJA!"

Aku sontak terbangun,apa maksud mimpi itu? Kenapa mimpi itu sangat nyata? Pertanyaan itu melintas dari pikiranku.Kepalaku terasa sangat pusing,mungkin karena aku tidak tidur dengan nyenyak.Sejak kemarin malam aku sedikit susah untuk tidur.Aku takut apa yang akan terjadi pada hari ini.Nanti kalian akan tahu maksudku.

Saat memikirkan hal itu,tiba-tiba pintu kamarku digedor-gedor dengan sangat keras.

"HEI,BANGUN PEMALAS! KAU MAU KITA TERLAMBAT DIHARI PERTAMAMU?"

Mendengarnya membuatku sangat kesal. "Iya iya!" seruku. "Ini aku juga mau siap-siap!"

Aku melihat jam dinding di kamarku.Jam menunjukkan jam setengah lima pagi,waktu yang sangat bagus untuk diteriaki karena masih belum bangun.

Sambil menguap,aku pun segera beranjak dari tempat tidurku dan bergegas untuk bersiap,karena memang ini adalah hari pertamaku dibangku SMA.

Aku segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku yang bau.

Setelah merasa segar,aku segera memakai seragamku yang telah tersedia di almari.Celana abu-abu,kemeja putih dengan rompi berwarna krem,dan tas berwarna biru di pundakku,ini adalah seragam khas dari sekolah baruku.

Jangan pikirkan hal lain.Kali ini kau pasti bisa punya teman.Kuputar gagang pintu bundarku dan keluar dari sana,menuju ke bawah untuk sarapan.

Sedikit info tentang keluargaku.Kami bertiga hanya keluarga yang hidup dengan berkecukupan.Tidak kaya dan juga tidak miskin.Rumah yang kutinggali memang berlantai dua,tapi itu hanyalah rumah peninggalan.Maka dari itu,jangan merasa aneh kalau aku nanti bersikap sedikit norak.

Sesampainya di bawah,aku langsung disambut oleh wanita berambut ikal berwarna hitam.Wanita itu memakai celana jeans biru dan kemeja berwarna putih.

Namanya Luna,dia adalah ibuku atau lebih tepatnya dia adalah ibu asuhku.Yap,ibu asuhku,kalian tidak salah dengar.Aku memang diasuh oleh orang lain.Kata ibuku,aku di temukan di depan pintu rumahnya saat aku masih bayi dan akhirnya aku dirawat oleh ibu asuhku.

Sedih? Kenapa aku harus sedih? Meskipun tidak tahu wajah orang tuaku,aku dirawat baik disini.Yah,Setidaknya orang tua kandunganku tidak lupa memberiku nama.

"Hai Archie,sudah siap dengan hari pertamamu?" ucap ibuku dengan nada kasih sayang.Ibuku memang selalu seperti itu,selalu memberikan kasih sayang padaku. "Sini,mari kita sarapan bersama."

Aku mengangguk lalu duduk di meja makan untuk menyantap sarapanku.

Menu hari ini adalah kesukaanku,roti panggang berwarna cokelat dengan isian telur dan sayuran.Meskipun sederhana,bagiku ini adalah makanan yang mewah.

Aku sangat menikmati makananku,sampai waktu tak terasa sudah menunjukkan jam setengah enam.Aku harus segera berangkat.

Sebenarnya aku mau berlama-lama di sini,tapi tidak bisa.Aku tidak mau sebuah tamparan melayang ke pipiku.

"Aku berangkat dulu ya bu," pamitku kepada ibu. "Nanti ada yang marah kalau tidak segera keluar."

"Hati-hati ya dijalan." balasnya sambil melambaikan tangan. "Buatlah kenangan yang berkesan di hari pertamamu."

Aku tersenyum,semoga saja bisa.Aku lalu segera bergegas keluar rumah,menemui seseorang yang sangat menyebalkan.

Kubuka pintu rumahku yang kecoklatan dengan hati-hati.

Di depan sana sudah berdiri seorang gadis yang memiliki paras cantik.Rambutnya panjang berwarna pirang yang digerai sampai punggung.Matanya berwarna hijau zamrud.Lalu di lehernya terdapat sebuah liontin dengan gambar mawar yang menonjol.Gadis itu memakai seragam yang hampir sama denganku-kita memang satu sekolah,tapi bedanya dia memakai rompi berwarna merah.Itu tandanya dia lebih tua dua tahun dariku.

Soalnya dia menoleh. "LAMA!" bentaknya. "Kau tahu kan ini hari apa,kau mau terkenal karena telat dihari pertama?"

"Tentu saja tidak mau," komentarku sambil memakai sepatu. "Tapi apa harus menggedor kamarku jam setengah 5 pagi.Bahkan ayam saja belum bangun di jam segitu."

"Ini itu untuk kedisiplinan!"

"Iya iya wahai Illona putri bermuka dua."

"Apa katamu?!"

"Tidak,tidak apa-apa." elakku sambil menggeleng.

Namanya Illona,sama sepertiku dia diasuh di rumah ini.Lima tahun yang lalu,aku menemukannya di hutan,menangis sendirian sambil menyembunyikan wajahnya di lututnya.Saat aku bertanya mengapa dia menangis,dia hanya menjawab kalau dia kehilangan keluarganya.Aku sedikit mengerti bagaimana perasaanya,maka dari itu aku tidak tega jika meninggalkannya sendirian di hutan yang gelap dan lengang.

Waktu aku berniat membawanya ke kantor polisi,dia menolak,tangisannya menjadi semakin kencang.Karena aku merasa aku jadi membawanya kembali ke rumah.Dan seperti yang kuduga,ibuku sangat terkejut saat melihat membawa seorang anak perempuan pulang ke rumah.Dia bahkan menuduhku melakukan penculikan.

Entah apa yang dipikiran Illona,tapi dia suka sekali menjahiliku.Seperti hari ini,dia menggedor-gedor pintuku hanya dengan alasan "Untuk kedisiplinan." Itu sudah pasti bohong,aku jamin.

Akan tetapi,yang paling menjengkelkan darinya,dia lebih tinggi dariku.Tinggi Illona adalah 165 cm sedangkan aku hanya 160 cm.Meskipun hanya beda 5 cm,harga diriku sebagai lelaki tercoreng.Padahal,waktu kami masih kecil aku lebih tinggi darinya,meskipun hanya satu senti,tapi aku lebih tinggi darinya.

Kami segera berangkat ke Halte bus terdekat untuk menunggu bus umum.Sebagai siswa yang hidup pas-pasan,aku memilih untuk menaiki bus umum,itu karena bagiku harganya murah,dan jujur saja aku itu agak pelit.Aku melakukan hal itu dikarenakan aku tidak mau merepotkan ibuku lagi.

Setelah menunggu selama 5 menit,bus itu akhirnya datang.Aku dan Illona langsung masuk ke bus itu,untungnya sekolah masuk jam 8 pagi,jadi saat itu keadaan sekitar masih sangat sepi,tidak ada desak-desakan.

Kami membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai di Sekolah.Dan selama lima belas menit itu juga aku harus mendengarkan ocehan Illona tentang sekolah baruku.

Aku sama sekali tidak memperhatikan ocehannya.Lebih baik melihat-lihat jalan raya daripada mendengar ceramah tidak bermutu ya itu.

Aku mendengus,kota ini memang termasuk kota maju,gedung-gedung bertingkat tinggi merajalela,kendaraan pribadi yang lalu lalang juga sudah hal umum disini.Dan jujur saja,bagiku hal ini membuatku agak kesal,apalagi di kota ini pohon hijau sangat sedikit sekali.Sebagai gantinya,aku harus melihat asap-asap kendaraan yang membuatku sakit mata.Selalu ada harga yang harus dibayar dibalik sesuatu.

Setelah lima belas menit yang penuh dengan asap,bus ini akhirnya berhenti di sebuah tempat yang sangat luas dengan gedung berbentuk bundar di tengah-tengahnya.Luasnya mungkin dua kali lapangan sepak bola.

Melihat hal itu,aku dan Illona pun turun dari bus.Benar,tempat yang luasnya dua kali lapangan sepak bola itu adalah sekolahku.

***

Selamat datang! Di SMA Bintang Kejora,sekolah tergengsi sekota dan tempat dimana aku akan mengukir kenangan indah... Kukira begitu.Tapi pikiranku salah,salah total.

Aku merasa kesepian.Teman-temanku tidak ada yang mau mendekatiku.Mereka malah membicarakanku di belakang,terutama laki-laki.Padahal,kami baru pertama kali bertemu.

Terlalu indah untuk hari pertama sekolahku,tapi aku tau pelaku yang membuat kondisiku sekarang seperti ini.

"Hai Archie." Illona memanggil dari luar kelas.Dia lalu memasuki kelasku dengan bergaya.Semua mata tertuju padanya. "Bagaimana hari pertamamu?"

"Sangat indah." jawabku sambil memelototinya. "Lihat! mereka semua menjauhiku."

Dia malah tersenyum bangga. "Kau tidak perlu berterimakasih kepada bunga sekolah." ucapnya menyombongkan diri sendiri.

Yap,dia penyebabnya.Kalian pasti bertanya-tanya,bagaimana bisa dia menjadi bunga sekolah.Oke,akan kuberi tahu,dia bisa menjadi bunga sekolah yang pasti karena parasnya yang cantik,apalagi rambut dan matanya yang indah.Prestasi akademik dan olahraga selalu di atas-meskipun akademiknya di bawahku.Selalu terlihat ramah ke semua orang,guru-guru,murid-murid,bahkan sampai penjaga sekolah.

Kalian tidak salah dengar,sikapnya memang sangat baik disini,tapi selalu menjengkelkan padaku.Maka dari itu aku memanggilnya putri bermuka dua.

Seperti yang kukatakan tadi,dia penyebab aku dikucilkan.Kalian bayangkan saja,bagaimana rasanya berjalan dengan wanita yang populer di sekolah dari gerbang depan sampai kelas.Entah siapa yang melihat hal itu-ditambah disebarkannya pula.

Padahal,aku berangkat pagi bertujuan agar tidak dilihat jalan bersama dengan Illona,aku tidak mau kejadian waktu SMP terulang kembali (sebenarnya aku dipaksa,tapi sesekali keren tidak papa kan?).

Kalian pasti berpikir itu mengagumkan.Aku tidak menyalah kalian,karena aku tahu kalian tidak akan pernah mengalaminya.Tapi bagiku tidak!

Aku merasakan orang-orang menatapku dengan tatapan cemburu dan berniat merajamku dengan batu yang sangat panas.

Ini mengapa kemarin malam aku sangat susah tidur.

KRING KRING

bel berbunyi menandakan istirahat telah berakhir.Aku menyuruh Illona untuk segera kembali ke kelasnya.Aku tidak mau diganggu disaat pelajaran favoritku akan dimulai,yaitu Matematika.

Kalian pasti bingung mengapa aku sangat menyukai Matematika.Alasannya sederhana,karena aku suka misteri.

Aku mulai menekuni Matematika mulai dari SMP.Hal ini dikarenakan saat itu aku kesepian,tidak punya teman,mereka menjahuiku.Untuk alasannya tentu saja Illona.Mereka selalu cemburu saat Illona dekat-dekat denganku.

Tapi untungnya dengan Matematika jugalah aku mendapatkan beasiswa untuk masuk ke sekolah mahal ini.Aku memenangkan lomba matematika dan hadiahnya beasiswa sekolah ini.

Tidak terasa jam sekolah sudah berakhir,mungkin karena hari pertama sekolah.Aku langsung berkemas-kemas dan mencari Illona untuk pulang bersama.

Perasaanku sangat tidak nyaman saat melewati lorong sekolah.Para pria melihatku dengan tatapan benci,dan wanita membicaranku.Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa seonggok kotoran bisa dekat dengan berlian-yang tentu saja seonggok sampahnya aku dan berliannya Illona.

Tapi aku tidak menghiraukannya,aku lebih memilih mencari Illona daripada meladeni grup lambe turah itu (aku sudah terbiasa).

Akhirnya,setelah keliling kesana-kemari mencari-mencari-sambil mendengar ocehan lambe turah itu,aku menemukannya di belakang sekolah.

Aku ingin menghampirinya,tapi kuurungkan niatku,karena dia sedang membicarakan sesuatu dengan seorang pria yang tidak pernah kulihat.Pria itu memiliki rambut berwarna hitam dan mata merah.Kaos hitam dengan tulisan : HAI AKU TAMPAN,lalu celana berwarna abu-abu yang menurutku agak kebesaran,di jari tengah tangan kanannya melingkar sebuah cincin perak dengan gambar tengkorak yang menonjol di atasnya.

"Apakah itu benar,mereka sudah datang?"

Kata Illona sambil cemas.Wajahnya terlihat sangat serius. "Bukankah ini terlalu cepat?."

"Saya juga berpikir begitu." kata pria itu sambil menyilang kan kedua tangan. "Anda tau sendiri,mereka sudah kehabisan waktu.Salah satu dari mereka akan kemari untuk mencuri batu yang anda bawa.Selain itu... Saya tidak tahu ini benar atau tidak,tapi mereka juga berniat untuk membunuh anak yang bernama Archie."

"Apa?! Tapi kenapa?"

Pria itu menggeleng. "Mereka hanya bilang kalau dia akan membahayakan sang Maharaja."

"Maharaja?!" Illona mengernyitkan dahinya sambil memegangi liontin mawar yang menggantung di lehernya. "Aku tidak boleh menyerahkannya,dan aku tidak mau mereka membunuh Archie.Hugo,cari lebih banyak informasi tentang hal itu!"

Pria itu mengangguk. "Kalau begitu,saya akan mengumpulkan info lebih lanjut." tubuh pria itu tiba-tiba tercerai berai menjadi sekumpulan burung gagak.Para burung gagak itu lalu terbang berpencar di langit.

Makhluk apa itu? Bagaimana-Tidak,bukan itu yang harus kukhawatirkan.Salah satu dari mereka akan kemari untuk membunuhku,apa maksudnya? Siapa yang akan membunuhku? Dan siapa Maharaja ini? Aku ingin menanyakan hal itu pada Illona,tapi aku mengurungkan niatku itu.Karena aku tau dia pasti tidak akan menjawab.

Aku segera berlari dan meninggalkan Illona di sana,tubuhku menggigil saat memikirkan itu.Aku terus berlari tanpa memikirkan hal yang tidak perlu.Yang ada dipikiranku hanyalah seseorang mengincar nyawaku dan itu membuatku sangat ketakutan.

Aku bisa saja berpikir itu bohong,namun aku dengan mudah bisa menyangkalnya.Alasannya satu,wajah Illona sangat serius waktu itu.Jika Illona serius maka itu adalah hal yang benar-benar berbahaya dan kemungkinan bisa saja terjadi.

Terkadang aku menabrak seseorang,namun aku mengabikannya dan terus berlari.

Sampai akhirnya aku kelelahan.Disaat bersamaan,aku melihat sebuah cafe di seberang jalan.Aku memutuskan untuk istirahat sebentar dan menenangkan diri di cafe itu.Aku tidak mau terlalu memikirkan kejadian barusan.

Aku memesan cappucino dingin lalu duduk di samping jendela,sambil tetap mencoba menepis pemikiran tersebut.

Suasana hari itu panas,orang-orang berlalu lalang.Untungnya di Cafe saat itu sedang sepi,jadi bagiku tidak sepanas di luar.Malahan,aku merasa sangat dingin.Keringat dingin menetes di leherku,tanganku gemetaran,sampai-sampai minuman yang kuangkat hampir tergelincir dari genggamanku.

Aku melirik ke jendela.Di seberang jalan terlihat seorang pria misterius yang sedang menundukkan kepalanya.Dia memakai celana kulit,kemeja,dasi,dan jas blazer panjang dihari yang panas.Bagiku sangat aneh,orang gila mana yang mau memakai setelan seperti itu di hari seperti ini.

Aku terus menatap pria itu,dia terus berdiri di sana,tidak bergerak.Sampai akhirnya dia mengangkat wajahnya dan menatap sinis ke arahku.

Aku berusaha agar tidak memperhatikan pria itu,tapi tidak bisa.Instingku mengatakan bahwa pria itu berbahaya.Tiba-tiba pria itu menghilang dari pandanganku setelah sebuah bus melintas di jalanan.Merasa sudah tidak aman,aku memutuskan untuk segera pergi dari Cafe itu,meninggalkan uang dan segelas capuccino yang belum kuminum seteguk pun.

Dengan tergesa-gesa,aku membuka pintu Cafe dan segera berbaur dengan kerumunan orang-orang agar tidak bisa ditemukan.Kulirik kanan,kiri,pria itu tidak nampak batang hidungnya.Setelah kurasa sudah aman,aku keluar dari kerumunan dan masuk gang yang sepi.Saat itu aku lega karena merasa sudah aman,tapi itu kesalahan besar.

Di dalam gang yang gelap,aku mematung.Di balik gelapnya gang,terlihat seorang pria bersandar ketembok dengan pisau menari ditanganya.Itu adalah pria barusan.

"Hai,anak ramalan." pria itu berjalan ke arahku sambil tetap memainkan pisaunya.

Aku mencoba kabur tapi tidak bisa,kakiku terlalu berat dan tanganku gemetar,keringat dingin menetes dari leherku.Ingin aku berbicara sesuatu,tapi mulutku tidak bisa kubuka.Rasanya seperti ada yang mengelem kedua bibirku.

"Kau seharusnya bisa kabur dariku jika kau tetap berbaur dengan kerumunan." dia berhenti memainkan pisaunya dan mengacungkan pisaunya kepadaku. "Namun kau malah masuk ke gang sepi," dia melihat ke sekitar. "Ini tempat yang pas untuk pembunuhan."

Aku tetap tidak dapat berbicara,mulutku tetap terasa kaku.

"Bicaralah!" tuntutnya. "Oh,kau ketakutan.Baiklah,baiklah,aku akan mulai pestanya sekarang." dia menerjang ke arahku.Pisaunya yang tajam sudah siap menghujam perutku.

Meskipun ketakutan,tapi tubuhku masih bisa menghindari serangannya.Tubuhku dengan cepat memutar ke samping lalu menjegal kaki pria itu.Dengan sekejap pria itu tersungkur.

Harapku begitu.Tapi pria itu malah menjadikan tanganya tumpuan badan dan memutar tubuhnya yang membuat aku terkena tendangannya.Tendangan itu mengenai kepalaku dan membuatku tersungkur di tanah.

Kepalaku pusing dan mataku berkunang-kunang.Aku mencoba bangkit tapi tidak bisa.

Pria itu mulai mendekatiku,dia mengangkat pisaunya untuk siap-siap membunuhku.Sebelum menghujamkan pisaunya,dia berteriak. "Demi sang raja!"

Seketika semua gelap gulita dan aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.

...~Archie~...

..."Tidak ada yang bisa lari dari takdir yang telah ditentukan.Meskipun kau seorang penguasa sekalipun."...

Terlihat Nyata

Apa ini?! Apa yang terjadi?! Aku melihat pembunuh itu sudah terjatuh,terkapar tidak berdaya.Di tubuhnya terdapat luka darah yang amat dalam.Pandanganku sedikit buram,ini terlihat seperti mimpi,tapi perasaanku mengatakan kalau ini adalah hal yang nyata.Aku bisa merasakan kesiur angin yang melewati tubuhku,suara orang-orang yang sedang berjalan kaki,dan terik matahari yang menyinari sedikit bagian tubuhku.

Tiba-tiba tanganku terangkat.Aku mencoba menurunkannya kembali,tapi tanganku menolak,rasanya seperti tubuh ini bukan punyaku dan aku hanyalah orang ketiga yang menonton kejadian tersebut.Tanganku menjentikkan jarinya,seketika tubuh pembunuh itu terbakar oleh api yang amat hebat.Sekitar menjadi panas dan sedikit redup.Bersamaan dengan itu,kepalaku menoleh.Pandanganku menatap ke arah cermin yang tergeletak tidak jauh dari sana.

Astaga! Itu memang benar-benar aku,tapi ada yang berbeda.Beberapa helai rambutku memutih,mataku berwarna merah pekat,pupil yang seharusnya bulat menjadi berbentuk pipih seperti pupil seekor reptil,dan tatapannya terlihat dingin.Aku dapat merasakan amarah,kesedihan,dan penyesalan dari tatapan itu.

Tiba-tiba aku terhempas oleh sesuatu.Dan sekarang tempatku telah berganti.Yang semula adalah gang,sekarang.....aku tidak tahu tepatnya,tapi tempat ini terlihat sedikit gelap dan dingin.Aku menatap sekitar,mataku sedikit membelalak.Di sana terdapat sebuah kuil yang hancur.Puing-puing bangunan terlihat berserakan di mana-mana.Dan di tengah-tengah reruntuhan kuil itu terlihat ikan-ikan yang berenang,ikan-ikan itu terlihat seperti mengelilingi sesuatu.Ternyata ini lautan,tapi mengapa aku bisa bernafas?

"Buka!" aku mendengar suara dari balik ikan-ikan tersebut.Suaranya sedikit serak,namun terdengar lembut.

Seketika ikan-ikan menjauh,mereka berenang kesana-kemari hingga membentuk dua baris.Mereka seakan membukakan jalan untukku.

Sebuah kuil berdiri di sana,kuil itu masih terlihat utuh.Kuil berbentuk lingkaran dengan celah di sampingnya,atap yang berbentuk setengah lingkaran,dan enam pilar berantai yang mengelilinginya,rantai-rantai itu masuk ke kuil melalui celah-celah yang tersedia.

Aku menganga,ini terlihat sangat luar biasa,rasanya seperti dibawa kembali ke abad pertengahan.

"Selamat datang di kerajaanku,Archie." sesuatu menyambutku dari dalam kuil di depanku.Suaranya terdengar serak,namun terdengar lembut,seperti sebelumnya.

"Siapa kau? Bagaimana kau tahu namaku?" aku memberanikan diri untuk bertanya.

Makhluk itu terkekeh. "Tentu saja aku tahu.Kau adalah aku dan aku adalah kau,sederhana."

Kau adalah aku dan aku adalah kau,kata-kata itu menggema di telingaku,seakan itu mempunyai maksud yang sangat penting.

Aku mengernyit. "Apa maksudmu?"

"Maksudku—" ucapannya tiba-tiba terhenti. "Waktu sudah habis,kau harus segera keluar dari sini!"

"Apa?! Tungg—" arus air menjadi kencang.Aku mengangkat tangan,mencoba untuk bertahan.Arus air terasa sangat kuat,seakan hendak mengusirku dari sini.

Aku sudah tidak kuat.Badanku terhempas menjauh.Padanganku semakin lama semakin gelap,hingga....

Plak!

Mataku mengerjap-ngerjap.Sinar matahari sedikit menyinari wajahku.

Plak!

Ouch! Pipiku terasa sakit dan sedikit panas.Aku melirik ke samping,ternyata ada Illona.Dia sedang mengangkat tangannya,apa yang dia lakukan? Tangannya mulai meluncur dan....

Plak!

"AAAAAAARRGGH." aku terbangun,pipiku terasa sangat sakit. "Apa yang kau lakukan,Illona?!"

Dia malah menghela nafas. "Akhirnya kau bangun,aku sangat khawatir tahu?"

"Khawatir? Menamparku kau sebut khawatir?" ucapku sambil mengelus-elus pipi.Aku berani jamin sekarang pipiku sangat merah.

Illona mengangkat kedua bahunya,dia sama sekali tidak merasa bersalah. "Soalnya kau tidak bangun-bangun,jadi aku tidak punya pilihan lain.Lagian,mengapa kau malah tiduran sendiri di sini? Kau punya kamar kan."

Sendiri?! Aku menghadap ke belakang.Di sana tidak ada apa-apa.Seharusnya di sana ada mayat seseorang,di mana dia? Mimpi tadi melintas dalam kepalaku,saat tanganku menjentikkan jarinya sendiri dan api membakar pembunuh itu.Apa jangan-jangan mimpi itu nyata?

"Ada apa?"

Aku menggeleng. "Tidak,tidak papa." aku tidak boleh memberitahunya tentang ini.

Dia memandangku dengan skeptis. "Beneran?"

Aku mengangguk.

"Baiklah kalau begitu." dia berdiri. "Ayo pulang,di sini menyesakkan."

Aku mengangguk setuju.Matahari menjadi terik,jalanan mulai dipenuhi kendaraan pribadi,dan klakson kendaraan mulai memekakkan telinga ku.Bagaimana orang-orang nyaman dengan keadaan seperti ini?

Kami berjalan berdampingan di trotoar.Semua mata menatap ke arah kami—tepatnya ke arah Illona,terutama laki-laki,mereka terkagum-kagum dengan kecantikannya.Jika saja sikapnya sama cantiknya dengan wajahnya,aku bisa saja terkagum-kagum,bahkan bisa saja jatuh cinta.

"Kenapa kau meninggalkanku?" setelah lima menit berdiam,Illona akhirnya bertanya. "Biasanya kan kita akan pulang bersama."

"Soalnya tadi kau sedang berbicara dengan seseorang.Memang dia siapa?" aku menoleh menatapnya dengan penuh tanya.

Illona terkejut. "Kau mendengar percakapan kami?"

"Tidak." aku berbohong. "Omong-omong,bagaimana bisa pria itu berubah menjadi gagak?"

Dia mengangguk-angguk. "Itu trik sulap.Dia memang pesulap yang handal."

Jelas sekali kalau dia berbohong,tapi aku tidak punya pilihan lain selain berpura-pura bodoh.Apapun yang dia sembunyikan,itu pasti berkaitan denganku.Siapa yang berniat membunuhku? apa yang diinginkan orang itu? Yang pasti orang itu sudah mulai bergerak,buktinya pembunuhan barusan,tapi semoga saja itu yang terakhir.

Namun,aku salah,pembunuhan tadi hanyalah peringatan kecil yang ditujukan untukku.

Kehangatan Keluarga

Kami akhirnya sampai di rumah setelah lima belas perjalananan yang melelahkan.Maksud melelahkan di sini bukan karena jaraknya—aku sudah biasa berjalan jauh—tapi karena hawanya yang sangat panas,itu membuat tubuhku penuh dengan keringat.

Aku segera membuka pintu rumah.Rumah terlihat lengang.Di jam segini ibu memang belum akan pulang.Dia akan pulang sekitar jam empat sampai jam lima sore hari.Aku langsung merebahkan tubuhku ke sofa.Semua rasa penatku seketika menghilang,seakan terserap oleh empuknya sofa.

"Archie! Cuci kakimu dulu!" seru Illona yang berjalan melewatiku.

Aku mendengus,mengalihkan pandanganku darinya.Melihatku yang malas seperti koala,Illona malah melemparkan tas tepat ke mukaku.

Kusingkarkan tasnya dari mukaku,mataku melotot,menatapnya kesal. "Itu sakit tahu!"

"Cuci kakimu dulu,koala!"

"Nanti saja,aku sedang tidak mood melakukannya." aku kembali mengalihkan pandanganku,kembali bermalas-malasan.

"Oh...kau tidak mau ya?" Illona berjalan jinjit,jari tangannya menari-menari bersiap untuk menggelitikiku. "Rasakan!"

Aku mencoba untuk kabur,tapi Illona dengan cepat sudah mengunci badanku,membuatku tidak bisa bergerak.Jari-jarinya lihai menggelitik tubuhku,apalagi bagian ketiak ku,itu bagian yang paling sensitif.Tawaku memenuhi satu ruangan,badanku lemas,dan air mata mulai menitih di sudut mataku.Siapapun tolong!

"Bagaimana? Masih tidak mau?" Illona menghentikan gelitikannya,wajahnya menyeringai,dan jari-jarinya tetap menari-nari. "Aku masih bisa melanjutkannya kalau kau bersikeras."

Aku menyeka air mataku,nafasku tidak karuan. "Baiklah....hentikan....aku akan basuh kaki sekarang...."

"Pilihan yang bijak." Illona pun pergi ke kebelakang,meninggalkanku yang sedang terengah-engah.

Setelah nafasku kembali normal,aku tanpa banyak tingkah langsung pergi ke kamar mandi untuk membasuh kaki.Inilah alasan mengapa aku tidak mau membuatnya kesal,dia sama sekali tidak tanggung-tanggung kalau menghukum.Jika saja aku tahu kalau perbuatanku tadi membuatnya kesal,aku pasti langsung beranjak dan melakukannya.

****************

Malam pun tiba.Aku sekarang sedang di dapur,menyiapkan makan malam kami.Untuk Illona dan ibu,mereka sedang menunggu di meja makan.

Apa? Mengapa aku yang memasak? Ya itu karena memang biasanya aku lah yang bertugas untuk menyiapkan makan siang dan makan malam.Bukannya sombong,tapi masakanku itu yang paling enak dibandingkan dengan Illona.Aku tidak bilang masakannya tidak enak,mungkin lebih ke terlalu banyak bumbu,terkadang terlalu asin,atau bahkan tidak terasa sama sekali (Jangan bilang Illona tentang ini.Aku tidak mau harus tidur di luar.Biarkan ini menjadi rahasia kita,oke?).

Alasan lainnya,karena ibuku selalu pulang sore,dia pasti merasa capek.Maka dari itu,ibu hanya menyiapkan sarapan untuk kami,sedangkan aku lah yang menyiapkan makan siang dan malam.Sekarang sudah jelas kan?

"Hari ini menu kita adalah nasi goreng." aku menyuguhkan tiga piring nasi goreng ke meja makan. "Ternyata masih ada sisa nasi tadi siang,jadi aku buat saja nasi goreng,takut mubazir."

Kami bertiga menyantap makanan masing-masing.Di depanku ibu dengan lahap menyantap makanan yang kumasak.Melihat seseorang memakan makananku dengan lahap,itu membuatku sangat senang.Makanan yang dimasak dengan kerja keras disantap dengan lahap oleh orang lain,itu adalah hadiah yang berarti bagiku.

"Masakanmu selalu memuaskan Archie." ibu memujiku sambil tetap melahap nasi goreng miliknya.

Aku tersenyum,merasa bahagia dengan pujiannya,tapi ada saja yang membuatku kesal.

"Begitukah,bagiku ini biasa-biasa saja." komentar Illona,padahal dia juga memakan masakanku dengan lahap.

Entah kenapa komentarnya selalu membuatku kesal.Karena itu,untuk meluapkan kekesalanku,aku mengambil piringnya kembali.

"Tunggu,Archie? Kenapa punyaku diambil?" keluhnya.

"Katanya ini tidak enak,aku tidak mau lidahmu jadi mati rasa karena masakanku,nanti aku yang repot.Maka dari itu,makanan ini akan kumakan.Dan kau,silahkan buat sendiri menurut selera lidahmu itu "

"Jangan!" seru Illona. "Maksudku,masakanmu enak seperti biasa."

"Sudahlah,Archie.Kakakmu hanya bercanda." ucap ibuku,melerai pertengkaran kami. "Yang lebih penting,bagaimana sekolahmu hari ini?"

Melihat celah yang terbuka,Illona langsung menyambar makananannya kembali. "Sekolah hari ini menyenangkan kok Bu." dia menyeringai lebar lalu melanjutkan melahap makanannya.

"Bagimu." celetukku.

"Memang ada apa?" tanya ibuku penasaran.

Dengan enggan,aku mulai menceritakan semuanya.Mulai dari awal sampai akhir.Aku sengaja menyembunyikan tentang pembunuhan yang kualami,aku tidak mau seisi rumah khawatir.Dan untung saja,Illona sama sekali tidak menimpali tentang aku yang tidur sendirian di gang sepi—dia masih sibuk menghabiskan makanannya.Jika dia membicarakan tentang itu,aku takut akan membuat segala sesuatu menjadi rumit.

"Lagi?!" ibu memandangku tidak percaya. "Jadi,kamu tidak punya teman lagi? dan semua itu disebabkan oleh Illona?"

Aku mengangguk pelan.

Ibuku menghela nafas. "Tidak papa,ibu tidak mempermasalahkan hal itu.Malahan,kamu harus bersyukur."

Aku mengangkat sebelah alisku. "Bersyukur?"

"Sekarang kamu menjadi tahu,mana yang ingin berteman denganmu secara tulus,dan mana yang ingin berteman denganmu hanya untuk memanfaatkanmu."

Aku menggeleng. "Aku masih tidak paham,Bu...."

Ibuku tersenyum hangat. "Jika ada orang yang ingin berteman denganmu secara tulus,maka orang itu pasti akan menghampirimu,meskipun kamu memiliki rumor yang paling jelek sekalipun.Berbeda dengan orang yang ingin memanfaatkanmu.Pertama-tama,orang itu pasti akan menjauhimu.Hingga besoknya,orang itu akan mendekatimu,mengajakmu bermainlah,inilah-itulah,macam-macam,namun dengan tujuan untuk memanfaatkanmu.Ingat kata-kata ibu,pasti besok akan terjadi."

Apa benar kata-kata ibu? Jika begitu,bukankah semua orang di Sekolah ingin memanfaatkan ku? Dilihat dari reaksi tadi siang....kebanyakan memang seperti orang yang akan memanfaatkan ku.Ya ampun....kenapa hidupku seperti ini?

"Maka dari itu...." tangan Illona berjalan-jalan menuju piringku. "Kau harusnya berterimakasih padaku."

Aku memukul tangannya. "Apa yang ingin kau lakukan?"

"Aku masih lapar Archie," ucapnya sambil mengelus-elus tangannya yang merah. "Bau masakanmu menggelitik hidungku."

"Katamu tadi masakanku biasa saja." gerutuku.

"Hm? Kenapa kau lagi-lagi membahas itu?"

Aku lebih memilih diam saja dan menyantap makananku,daripada harus meladeni orang cerewet ini.

Illona menyeringai lebar. "Archie,apa jangan-jangan kau marah?"

"Hah?! Kenapa aku marah?" ucapku sambil tetap menyendok makananku.

"Utututututu...." Illona mencubit kedua pipiku,membuat pipiku melebar seperti karet. "Ya ampun,Archie yang selalu diam menjadi pemarah.Lihat wajahmu,seperti tomat."

Aku mengerang sambil mencoba melepaskan cubitannya,tapi cubitannya malah menjadi kuat.Aku melirik ke arah ibu,mencari pertolongan.Tapi apa yang dilakukan ibuku? Benar,dia malah tertawa sambil tetap menyendok makanan di depan meja.

Seperti itulah ibuku,dia selalu melihat pertengkaran kami sebagai hiburan.Disaat aku dan Illona bertengkar,disitulah pertunjukkan dimulai.Bahkan,bagi ibu pertengkaran kami lebih menyenangkan daripada melihat pertunjukan di TV.Aku juga tidak akan marah,karena sejujurnya aku tidak terganggu dengan ibu yang tertawa,aku hanya terganggu dengan sikap Illona yang selalu menjahiliku.Mungkin ini yang dinamakan kehangatan keluarga,kami terlihat akrab dan tertawa bersama.

Namun sayang,kehangatan ini akan segera hancur setelah kejadian itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!