*Markas pusat bayaran Afrika*
"Kami sudah mendapatkan informasi dari intel jika para teror*s itu akan bergerak untuk melakukan aksi mereka,"
Seorang wanita berbicara dengan suara tegas dan pandangan mengintimidasi dihadapan puluhan prajurit yang sedang duduk.
"Mereka harus mati malam ini!" lanjutnya sembari terus memukul pelan tongkat kayu ketelapak tangannya.
"Kalian pasti mengerti, karena kondisi medan, kita tidak bisa mengerahkan banyak prajurit untuk pengeksekusian misi. Anggota dalam misi ada 3 Squad yang terdiri dari 30 prajurit," ucap wanita itu masih menjelaskan.
"Berapa jumlah musuh kita?" tanya seorang prajurit pria yang duduk di paling depan.
"Masih belum pasti, tapi intel telah menduga jika mereka terdiri dari 300 sampai 600 pasukan," jawab wanita itu sedikit menyeringai.
Wanita itu terus menjelaskan tentang penyerangan yang akan dilakukan malam ini. Sedangkan, terlihat dua orang pria dan wanita yang sedang duduk di kursi paling belakang.
Pria itu terus menggaruk kepalanya dan memasang ekspresi kebingungan. Dia menoleh kearah wanita yang ada disebelahnya.
"What did she say?" tanya nya bingung karena dia tidak bisa berbahasa prancis.
"Tom, Quit" tegur sang wanita pada Tom.
Mereka berbicara cukup pelan, namun walaupun terdengar pelan, itu cukup untuk didengar oleh sang wanita yang sedang menjelaskan misi di depan.
"Perhatikan baik-baik, misi ini bukanlah untuk menguasai wilayah musuh. Jika kekalahan mereka sudah ter-konfirmasi, secepatnya mundur dan tinggalkan medan," jelasnya meski sudah dalam suasana hati yang kesal karena kedua orang tadi malah mengobrol.
"What did she say, Rivera?" lagi-lagi Tom bertanya tanpa mengetahui kondisi saat ini.
"KALIAN!" tegas wanita itu kesal sehingga orang-orang menoleh kearah Rivera dan Tom.
"!"
Pandangan tajam bak elang yang siap menerkam mangsa itu telah mengintimidasi siapapun yang menoleh. Mereka menoleh kembali setelah Rivera sang komandan Squad A, menipiskan mata pada mereka.
"Perhatikan baik-baik," kata wanita itu memperingati Rivera dengan penuh penekanan.
Rivera dengan santainya tersenyum "Silahkan lanjutkan lah,"
"......!!!"
Mereka saling beradu tatapan tajam sampai akhirnya wanita didepan lebih memilih untuk menyerah.
"Biasanya aku akan menghajar habis-habisan siapapun yang bersikap arogan seperti mu. Namun, hari ini adalah hari spesial buat kalian, jadi bersyukurlah," ucapnya memalingkan wajah dari Rivera.
"Baiklah rapat selesai!"
"Baik kapten.."
Matahari sudah mulai terbenam, pasukan Squad A, B dan C sudah mulai bergerak untuk menjalankan misi.
Truk-truk besar digunakan untuk mengangkut pasukan. Truk-truk tersebut berjalan melewati hutan yang gelap.
Setelah melakukan 15 menit perjalanan, truk-truk itu akhirnya berhenti dimasing-masing titik tertentu.
"Mulai dari sini kalian akan melakukan perjalanan, semua turun!"
Ketiga Squad akhirnya turun dari truk untuk melanjutkan perjalanan mereka. Rivera, selaku komandan di Squad A, mengumpulkan para anak buahnya untuk membahas strategi. Dengan dibantu oleh Tom, akhirnya para rekan-rekan terkumpul.
"Periksa senjata kalian dengan teliti, kalian juga boleh merokok. Kita akan melakukan perjalan 10 menit lagi," perintah Rivera.
"Siap komandan!!"
Beberapa dari anggota Squat telah memeriksa senjata dan beberapa lagi sedang menghidupkan rokok mereka.
Sementara Rivera, dia sedang duduk dan bersandar disebuah pohon besar sembari mengelap sebuah dagger.
Tap tap tap
Langkah kaki terdengar sedang mendekat kearah Rivera. Rivera melirik dari ujung matanya lalu kembali fokus pada dagger nya.
"Komandan, semua senjata sudah diperiksa," ucap Kuro melaporkan pemeriksaan pada Rivera.
"Baguslah. Aktifkan sistem kalian, karena kita akan kembali melakukan perjalanan," titah Rivera.
"Oui komandan!!"
Para Squad A bersiap-siap untuk menghidupkan sistem mereka. Begitu juga Rivera, dia bersiap untuk menghidupkan sistem miliknya.
"!"
...⚠ Sistem terhenti ⚠...
"!"
...⚠ Sistem terhenti ⚠...
...⚠ Sistem terhenti ⚠...
"Komandan, sistemnya terhenti," Kuro terlihat panik karena tiba-tiba saja sistem terhenti dengan paksa.
Rivera menatap gelang sistem itu dengan cukup lama.
"Commander, the system has crashed"
"Mother fucke*!"
"Komandan..."
"DIAMLAH!"
"!"
Para pasukan Squad A terdiam dan melupakan rasa panik mereka. Mereka memperhatikan komandan mereka dengan fokus.
"SIAPA KITA?!" tanya Rivera dengan tegas.
"SIAP, SQUAT A KOMANDAN!!" jawab mereka serempak.
"Kita bukanlah manusia biasa. Kita dilatih dengan keras bagai seorang monster demi bisa menghadapi situasi seperti ini. Tanpa sistem pun bukan berarti kita tidak bisa melawan mereka," tegas Rivera.
Para Squad A terdiam dan menunduk malu. Rivera menatap kearah Tom yang masih tetap mengangkat dagunya dan memandang kearah Rivera.
"You believe in yourself right Tom?" tanya Rivera.
"Hahaha, of course, Commander!!" jawab Tom penuh percaya diri.
"SIAPKAN NYALI KALIAN!"
"OUI KOMANDAN!!"
Dipimpin oleh Rivera, Squad A mulai bergerak untuk menuju kewilayah musuh. Rivera terlihat begitu fokus sembari terus mengamati keadaan sekitar.
"Kenapa terasa begitu sepi? Aku tidak bisa melihat keberadaan para Squad lainnya," pikir Rivera.
*Ting
Dentingan notif dari ponsel Rivera memecah keheningan...
Rivera mencoba untuk memeriksa notif itu tanpa mengurangi kewaspadaannya sedikitpun.
[Kapten Squat C : Medan kosong, kita dibohongi. Segera pergi!! Squad B adalah dalang yang sebenarnya!!!]
"!"
"Aster..." geram Rivera menggenggam erat ponselnya. Giginya bahkan berderit karena rasa kesalnya sudah mulai memuncak.
"Pasukan, kita kembali secepatnya!" titah Rivera.
"Tapi komandan kita..
"Jangan membantah!! Kita sedang...
*DOR
"AKHHHH"
"Bajingan, kita disergap,"
*DOOR
Kuro terjatuh dan mati ditempat setelah seseorang membidik kepalanya menggunakan senjata api.
"KURO..."
"What the ****..."
Rivera menggenggam Jari-jemari nya dengan erat sembari melihat Kuro yang sudah tidak bernyawa lagi.
"SEMUANYA, MENDEKAT KEMARI!!"
"TOM, COME HERE!!"
Tom segera berlari kearah Rivera dan anggota lainnya yang kini sudah dalam perlindungan Rivera.
"Tidak akan kubiarkan kalian menyentuh teman-teman ku, bajingan!!"
*Dor
Peluru terus menghujami Squad A tanpa henti. Rivera terlihat kewalahan karena harus banyak sekali mengeluarkan mana sebagai pertahanan mereka.
"Sial! Mana ku terbatas karena sistem telah dihentikan dengan paksa. Aku tidak bisa bertahan cukup lama lagi," benak Rivera.
"Commander, are you okay?" tanya Tom mulai khawatir melihat Rivera yang terlalu banyak mengeluarkan mana.
"I'm fine, and you?"
"Same"
Squad A memandangi komandan mereka dengan sendu. Mereka merasa tidak berguna sama sekali karena satu-satu nya orang yang bisa memakai mana tanpa sistem adalah Rivera seorang.
"Sialan para cecunguk ini. Mereka menggunakan peluru mana yang bisa merusak pertahanan dinding mana ku. A, aku sudah mencapai batas ku saat ini." benak Rivera.
"Maafkan aku teman-teman, sepertinya aku tidak akan bisa menahan ini lagi," ucap Rivera sangat merasa bersalah kepada anggota Squadnya.
"Tidak apa-apa Komandan. Kau sudah terlalu banyak berjuang untuk kami, jadi berhentilah," ucap Clara.
"Kalau aku berhenti, kita semua akan mati," ucap Rivera.
"Sebenarnya aku takut mati, tapi jika mati bersama kalian aku jadi tidak takut lagi," kekeh Demian.
"Yahhh setidaknya..." sahut Clara lagi.
Rivera terdiam. Dia terus merutuki dirinya sendiri karena telah menjadi komandan yang tidak berguna bagi anak buahnya.
"Maaf karena aku telah gagal," gumam Rivera.
"Komandan tidak gagal, kita tidak kalah. Kita selalu menjadi pemenangnya meski kita mati sekali pun," sahut Antonio.
"Terima kasih karena sudah mempercayaiku sejauh ini..." Rivera tersenyum dan terus mengeluarkan sisa-sisa mana terakhirnya.
"Actually I don't understand what you mean, but it looks like the Commander in Chief can't take it anymore," Kuro terus memandangi Rivera.
(Sebenarnya aku tidak tahu apa maksud kalian, tapi kelihatannya komandan tidak bisa bertahan lama lagi)
"I mean, we'll be dead any minute, Kuro. Are you ready," jawab Rivera terkekeh.
(Maksudku, kita akan mati sebentar lagi, Kuro. Apakah kau siap?)
"Of Course!!"
*DOOR
"TEMAN-TEMAN, SIAPKAN SENJATA KALIAN. WALAUPUN MATI, SETIDAKNYA KITA MATI DENGAN TERHORMAT!"
"OUI KOMANDAN!!"
"SERANG...
*DOR
*DOOR
Mereka terus menembak kearah para musuh. Hampir semua dari mereka yang akhirnya tumbang dan tak bisa bertahan lagi.
Tersisalah Rivera dan Tom yang masih bertahan walau sudah di hujani oleh peluru.
"Damn! " lirih Tom mulai tumbang dengan tubuh bersimbah darah.
Rivera memandang Tom dengan sedih. Sampai akhirnya dia melempar senjata api yang ada ditangannya itu.
"SIALAN! MAJU KALI PARA KEROCO! " pekik Rivera berlari dengan sisa-sisa tenaga sambil menggenggam daggernya.
*Slashhh
Rivera berlari kearah para prajurit bayangan yang sedang menembaki diri nya. Dengan sorot mata yang dipenuhi oleh rasa amarah, Rivera menebas leher sang prajurit bayangan sehingga kepala prajurit bayangan itu melayang dan terjatuh ditanah.
"Sialan! Menyerah lah jalan*" pekik salah satu dari mereka.
*Dor
*Dor
"Aku.. aku tidak akan menyerah... aku akan membunuh kalian semua!!" ucap Rivera lirih dan diakhiri dengan pekikan.
*Dor
"Aku... tidak akan mati... dengan mudah, kan"
*Bruk
Rivera tersungkur ditanah dengan tubuh bersimbah darah. Matanya yang basah itu masih tetap terbuka dengan gigih.
"Aku tidak akan memaafkan kalian semua! Tidak akan." lirihnya dan pada akhirnya Rivera resmi menghembuskan nafas terakhir.
*DOR
.....
.....
.....
*Nit
*Nit
*Nit
..........
"Mereka sudah mati, misi selesai,"
....
"Tinggalkan medan!"
.....
...⚠ Sistem terdeteksi ⚠...
.......
...⚠ Sistem memproses ⚠...
...⚠ Sistem telah aktif ⚠...
.........
...⚠ Ply ⚠...
^^^To be Continued_^^^
"Akhhhhhh"
Suasana terlihat begitu menegangkan. Darah dimana-mana, senjata berserakan dan bahkan menancap di tubuh mayat yang bergelempangan.
Terlihat para goblin bertubuh pendek dan bewarna hijau sedang menyerang sekumpulan orang-orang yang sedang melakukan perjalanan mereka.
Para anak kecil dan bahkan wanita-wanita hamil sedang berlindung di dalam kereta. Mereka terus menangis dan saling berpelukan karena takut sebentar lagi ajal akan menjemput mereka.
"LINDUNGI ANAK-ANAK DAN WANITA. YANG TERLUKA SEGERA BAWA KETEMPAT YANG AMAN!!" seorang pria gagah berotot berteriak pada para pria yang sedang berjuang melawan para goblin.
Para goblin terus berdatangan dan selalu saja bergerombol. Mereka datang dengan pedang-pedang tajam yang terlihat seperti peninggalan orang-orang yang pernah mereka bunuh.
Pria gagah itu bahkan sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa karena senjata yang mereka miliki begitu minim. Berbeda dengan para goblin itu, jadi kondisi tidak menguntungkan untuk mereka.
"Monster-monster jelek... matilah kalian!!"
Disaat para pria sedang berjuang untuk melawan para goblin, terlihat dua orang, anak perempuan dan wanita dewasa yang sedang berada didalam kereta. Wanita dewasa itu terus memeluk sang anak perempuan yang sudah dalam kondisi yang benar-benar pucat.
Wanita itu terus menangis untuk anak perempuan tersebut. Dia terus memanggil "Tuan putri, bangunlah" namun sang anak tidak kunjung tersadar.
*Deg
*Deg
*Deg
Detak jantung anak perempuan itu tiba-tiba berdetak dengan cepat. Tubuh yang awalnya tidak berkeringat, tiba-tiba saja mengeluarkan keringat.
Sang wanita menyadari perubahan kondisi tubuh anak perempuan tersebut. Dan hal itu justru semakin membuatnya panik karena anak perempuan itu terlihat kesusahan untuk bernapas.
"Tuan putri, jangan membuat nanny takut! Tuan putri...." teriak wanita itu panik.
Tangannya bergetar, mata nya melotot. Dia tidak tahu harus melakukan apa agar sang anak perempuan tidak merasa kesakitan lagi.
"Akhhh aku sungguh tidak berguna!!"
Anak perempuan itu mengalami kejang-kejang, matanya terus terpejam.
"Tuan putri, jangan seperti ini. Nanny tidak akan mampu melihat kondisi putri seperti ini," lirih wanita itu sambil menangis tersedu-sedu.
*Tubb
"!"
Kereta terguncang seperti baru saja menerima hantaman keras dari luar. Tubuh keduanya terpanting kesamping sehingga kepala sang wanita terhantam kedinding kereta.
"Ugh..."
Wanita itu kembali melihat kearah anak perempuan yang sedang dia peluk. Dia tersenyum lega saat melihat anak perempuan itu telah berhenti kejang-kejang.
*Duk
"Ugh... "
Mereka terombang ambing kekiri dan kekanan. Keadaan menjadi semakin genting karena wanita itu sudah kehilangan tenaga untuk sekedar mempertahankan posisinya.
"Tuan putri, tidak akan Nanny biarkan tuan putri lepas dari pelukan Nanny. Kita akan baik-baik saja tuan putri, karena kereta ini sudah berlapiskan mana pelindung. Tuan putri akan baik-baik saja!" lirih wanita itu lemas dan secara perlahan mulai menutup matanya.
"Nanny akan... me... lindungi... putri...
Kata-kata terakhirnya terucap sebelum dia benar-benar kehilangan kesadarannya. Meski telah kehilangan kesadaran, dia masih tetap memeluk anak perempuan itu dengan erat, seolah itu adalah bagian dari alam bawah sadarnya.
Kini, mereka berdua masing-masing tidak sadarkan diri di dalam kereta yang sedang terombang-ambing itu.
*Deg
*Deg
...⚠ Sistem terdeteksi ⚠...
...⚠ Sistem memproses data ⚠...
..............
...⚠ Sistem telah aktif ⚠...
...[Tekan ok untuk mengaktifkan sistem]...
...[Ok]...
...⚠ Anda telah terhubung dengan sistem ⚠...
Mata anak itu terbuka dengan lebar dan segera bangun untuk mengamati keadaan disekitarnya.
"Apa...
*Duk
"Ugh..!!"
Kereta kembali terguncang sehingga menyebabkan tubuh anak itu terpental kesamping.
"Bajingan...!!"
"Siapa yang telah main-main dengan ku...!" kesal anak perempuan itu menggeram.
...[Anda mendapatkan misi]...
...[Kalahkan goblin dalam waktu 15 menit!!]...
...[Anda akan mendapatkan hadiah rahasia jika menyelesaikan misi]...
Dia bangun dan kemudian mulai memperhatikan sekitar. Netranya terus bergerak untuk mencari sesuatu yang berguna di dalam kereta itu.
"!"
Dia bergerak menuju pintu kereta yang masih tertutup dengan rapat. Tidak lupa pula dia melirik kearah wanita yang sedang pingsan di lantai kereta.
"Huhhh dia mengingatkan ku pada Kuro," kesal nya dan tanpa berlama-lama dia segera menendang pintu sehingga pintu terbuka menghantam goblin yang sedang berdiri dibelakangnya.
*BRUKKK
"Kalian itu hanya sekumpulan semut bagi ku!!" maki anak perempuan itu tersenyum sinis dan kemudian berlari dan tidak lupa meraih sebuah pedang yang menancap di tubuh seorang mayat.
"MATILAH...!!!"
*SLASHHHHH
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
*Flashback on
Disebuah ruang hampa berlatar putih tampak terlihat begitu suram. Dibawahnya terlihat sebuah genangan air dangkal yang terlihat begitu tenang.
Diruangan itulah, terlihat tubuh Rivera sedang tergeletak di genangan air tersebut.
*Ting
Rivera Membuka matanya. Hal yang pertama kali dilihat olehnya adalah sebuah langit putih tanpa latar lain yang mencampuri. Rivera segera tersadar pada kondisi yang sangat mencurigakan itu.
Dia bangun dan kemudian melihat kesekitarnya.
"Apakah aku sudah berada di akhirat?" monolog Rivera bertanya-tanya.
"Tapi kenapa hanya aku yang disini? Para anak buah ku kemana? Ahh sialan, apakah hanya aku yang mati?!"
Netra tajam nya bergerak kesegala sudut tempat hampa itu.
"Tidak. Ini bukan akhirat! Dimana aku sekarang," gumam Rivera.
...[Welcome]...
Rivera menoleh kearah kiri setelah mendengar suara misterius sedang menyapanya.
"!"
"Sistem?" gumam Rivera.
Mata menyelidik itu terus memperhatikan sebuah Status window yang nampak menunjukkan sebuah tulisan "Play" bewarna biru.
Rivera pun perlahan melangkah ke dekat status window itu.
"Sistem, kau mengikuti ku sampai kemari?" tanya Rivera.
[Aku tidak paham maksud mu, Nona. Kiryu baru disini, karena tiba-tiba saja tercipta]
Rivera terkejut mendengar jawaban sistem misterius tersebut. Dia terdiam sembari berpikir dan mencoba untuk mengerti situasi ini.
"Dia bukan lagi Medi, si Sistem yang diciptakan pihak prance untuk ku. Lalu, apakah sistem ini tercipta karena kematian ku?"
.....
"Jadi kau memilih ku sebagai pemain sistem mu, begitu?" tanya Rivera.
[Betul sekali, Nona. Kiryu memilih Nona karena Nona adalah pilihan terbaik untuk Kiryu]
"Pilihan terbaik? Kiryu, kau mungkin sudah lupa. Aku sekarang sudah mati,"
[Tenang saja Nona. Dewa yang menciptakan Kiryu sudah menyiapkan sebuah dunia baru untuk di tempati. Nona akan memiliki kesempatan untuk memiliki kehidupan ke dua.]
"!"
Rivera terhentak, matanya melotot begitu mendengar jawaban yang diberikan Kiryu kepadanya.
"Bagaimana bisa. Manusia t, tidak bisa hidup lagi, Kiryu," kata Rivera terbata-bata.
[Tidak. Nona bisa kembali hidup, namun di dunia yang berbeda.]
Rivera kembali terkejut mendengar jawaban tidak masuk di akalnya.
"Baiklah jika kau berkata seperti itu. Tapi, bisakah kau memberi tahu tentang dunia yang akan aku tempati?"
[Aku tidak akan banyak menjelaskannya, jadi dengarlah baik-baik, Nona]
[Dunia yang akan Nona tempati adalah dunia yang sangat berbeda dengan dunia milik Nona.]
[Dunia itu masih menganut sistem kerajaan dan jauh dari kata modern.]
[Dunia yang akan Nona tempati adalah dunia yang mengandalkan kekuatan agar bisa hidup dan dihormati.]
Rivera mengangguk sambil memegang dagu dengan tangan kanannya.
"Kekuatan yang kau maksud itu seperti, Mana kan?" tanya Rivera.
[Benar, Nona]
"Jadi apa peran ku?"
[Nona akan menjadi putri cadangan dari sebuah kerajaan yang bernama Obelion.]
[Nona akan memasuki tubuh putri yang Bodoh, lemah, dungu, jahat...
"Sudah, sudah, sudah! Mau sampai kapan kau menghina karakter yang akan aku pakai!" kesal Rivera.
[Kiryu minta maaf, Nona]
Rivera terdiam, dia memandang status window itu sembari berpikir
"Tidak masalah jika aku memasuki tubuh putri yang lemah dan bodoh. Setidaknya aku bisa memiliki kesempatan untuk hidup lagi, kan." Pikirnya.
"Baiklah, Kiryu. Tolong kerja sama nya ya," kata Rivera sambil tersenyum simpul kearah status window.
[Dengan senang hati, Nona]
...[Sistem aktif]...
^^^To be Continued_^^^
*Flashback off
Sekumpulan goblin yang menyerang berhasil dilumpuhkan oleh Rivera. Para pria yang dari awal berjuang untuk mengalahkan goblin itu hanya bisa menonton sambil terbaring lemas di tanah.
Rivera, yang sedang berdiri dengan memegang pedang besar itu pun menoleh kearah pria berbadan kekar yang sedari awal sudah memimpin perlawanan pada goblin.
Rivera menjatuhkan pedangannya dan kemudian menyeka darah goblin yang menempel di pipi nya itu.
"Terima kasih sudah berjuang bersama. Kau masih bisa bertahan kan?" tanya Rivera kepada pria itu.
Pria itu tertegun. Dia memandangi seorang anak perempuan didepannya yang menggunakan gaun pink pendek dan rambut dikuncir dua sedang menatap nya dengan tatapan layaknya seorang pemimpin.
"Saya baik-baik saja. Tapi, apakah Nona kecil baik-baik saja?" tanya pria itu dengan tatapan tidak percaya.
"Menurut mu?" kata Rivera menyeringai.
"!"
Pria itu terhentak pada pernyataan Rivera.
"Maaf kan saya Nona kecil, saya telah memberi pertanyaan yang bodoh," lirih pria itu menutup mata nya sembari tersenyum kecil.
Rivera mengangkat satu alisnya sembari mengamati keadaan sekitar.
"Sepertinya pria ini tidak tahu status ku selain seorang anak bangsawan berusia 11 tahun. Baguslah, setidaknya aku akan mendapat perlakuan normal. benarkan kiryu?"
[Tapi Nona, kau hanya seorang putri cadangan]
"Diam, kau bajingan"
[Kiryu minta maaf Nona]
Rivera mengurut pelan keningnya dan kemudian kembali mengarahkan pandangan kepada pria yang sedang terbaring itu.
"Apa kau sudah merasa lebih baik? Bangunlah dan bantu aku mengurus ini semua," kata Rivera menekan pinggang sambil mempertegas tatapan.
"B, baik Nona kecil,"
Pria itu pun bangun dengan perlahan. Dia menatap Rivera yang sedang berjalan menuju kearah kereta kuda yang terlihat sedikit lebih mewah dari kereta kereta kuda lainnya.
Pria itu merasa kagum, sambil menatap Rivera cukup lama "Dia pasti adalah seorang anak bangsawan kelas atas. Namun, jika dia adalah anak bangsawan kelas atas, mengapa tidak ada satupun penjaga untuk menjaganya?" pikir pria itu.
Dan tentunya, Rivera pasti menyadari apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu tentangnya.
"Jangan hanya diam di sana. Kumpulkan semua yang masih hidup dan bawa ke tempat yang lebih aman," datar Rivera.
"B, baiklah N, nona," jawab pria itu terbata.
Pria itu dengan segera memeriksa para manusia yang masih bernapas dan tidak bernapas.
Rivera melihat dengan ujung matanya "Cekatan sekali dia," Gumamnya tersenyum simpul.
Setelah berkata seperti itu, dia dengan segera memasuki kereta untuk memeriksa keadaan sang Nanny. Masih tetap sama. Sang Nanny masih tetap tidak sadarkan diri.
Rivera yang sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini pun dengan segera memerika keadaan sang Nanny. Dimulai dari memeriksa pernapasan maupun denyut nadi.
Setelah memeriksa itu semua, Rivera menatap wajah sang Nanny dengan cukup lekat.
"Kiryu, siapa nama orang ini? Apakah dia sangat dekat dengan pemilik tubuh asli?"
[Nama nya Dorothy, Nona. Tapi biasanya pemilik tubuh hanya memanggil nya dengan sebutan Nanny. Dia sangat dekat dengan pemilik tubuh, walaupun pemilik tubuh ini sangat kasar]
"Dorothy, bangunlah. Cepat, Dorothy," desak Rivera bertingkah kekanakan.
"Dorothy, aku sungguh takut," desak Rivera lagi.
[Nona, kau terlihat mirip seperti pemilik tubuh asli]
"Diam kau Kiryu!"
Rivera mengguncang tubuh Dorothy. Dan untungnya, Dorothy mendapat kesadarannya kembali. Mata nya terbuka dengan perlahan dan kemudian keningnya mengkerut karena rasa nyeri yang timbul dari luka dikeningnya.
"P,putri..."lirihnya sangat pelan.
"Iya, ini aku Nanny. Bangunlah, kita harus segera pergi dari sini," kata Rivera masih mendesak.
"!"
"Pu, putri..? Anda sudah sembuh, anda sehat kembali? T, tuan putri..." Dorothy memekik kesenangan dan kemudian memeluk Rivera dengan erat.
"Ugh..." Rivera merasa terjerat dengan pelukan erat milik Dorothy.
"M, maafkan saya Putri. Saya sungguh sangat senang karena putri sudah kembali sehat..." kata Dorothy melepaskan pelukannya.
"Ah tidak masalah. Ayo bangunlah dan kita harus segera pergi dari sini. Disini sudah tidak aman lagi, jadi ayo pergi,"
2 jam berlalu dengan cepat..
Rivera, Dorothy dan pria berbadan kekar itu duduk bersama disebuah tempat yang agak lapang dan terdapat sedikit pohon. Mereka berdua menatap kearah Rivera dengan tatapan bertanya-tanya.
"Ada apa?" tanya Rivera.
"M, maafkan saya pu, ah maksud saya nona. Nanny hanya terkejut setelah mendengar penjelasan dari tuan ini tentang aksi nona melawan para goblin," ujar Dorothy.
Rivera tersenyum simpul "Tidak. Jangan terkejut pada aksi ku, Nanny. Kau kan tahu jika aku adalah putri kerajaan Obelion. Aku memiliki sedikit darah naga, jadi wajar saja aku bisa mengalahkan mereka dalam kondisi terdesak,"
"!"
Pria yang sedang duduk disebelah Rivera mendadak terhentak dan melotot. Dia melihat kearah Dorothy seakan menuntut jawaban.
Dorothy yang sedang dipandang seperti itu hanya bisa melihat Rivera dengan tatapan tidak berani.
"Kiryu, kenapa Dorothy menatap ku seperti itu?"
[Mungkin saja dia sedang takut pada Nona.]
"Kenapa? Emangnya aku menggigit?!"
[Apa nona lupa? Pemilik tubuh asli adalah orang yang kasar dan juga pemarah.]
Rivera menghela napas panjang dan kemudian mengalihkan pandangan kearah pria yang ada disampingnya.
"Tolong jangan beri tahu siapa pun, mengerti?!" kata Rivera mengingatkan.
Pria itu kembali tersentak. Secara mendadak dia bersujud kepada Rivera sambil mengatakan.
"Mohon maaf atas sikap lancang dari rakyat rendahan ini, yang mulia. Hamba pantas mati karena berani bersikap berani kepada tuan putri," pekiknya dengan tubuh bergetar.
Rivera mengangkat satu alisnya "Bangunlah. Jangan bertindak terlalu berlebihan!"
"T, tapi yang mulia..."
"........"
Pria itu bangun dari sujudnya lalu mulai duduk kembali disamping Rivera.
"Anu... yang mulia. Bagaimana bisa anda sampai kemari? Disini bukanlah wilayah aman untuk yang mulia," tanya pria itu keheranan.
Rivera terdiam. Dirinya menatap kearah Dorothy seakan sedang mencari sebuah jawaban.
"Aku juga tidak tahu. Apa tujuan anak sebelas tahun berpergian kewilayah berbahaya ini?"
Karena tidak ada jawaban dari Rivera. Dorothy secara inisiatif menjawab pertanyaan dari pria tersebut.
"Kami hendak melakukan perjalanan kearah Obelion timur," jawab Dorothy.
"!"
"B, bagaimana bisa...? Wilayah Obelion timur adalah sarang para witch. Tuan putri, tidak aman bagi yang mulia berpergian kesana tanpa pengawalan dari para penjaga!" kata pria itu terkejut.
"Sarang Witch?" Rivera tak kalah terkejutnya saat mendengar fakta tersebut.
"Kami tidak memiliki pilihan lain, selain pergi kewilayah Obelion timur," kata Dorothy dengan senyum kecutnya.
"Tidak, tidak, tidak! Bagaimana bisa kita pergi kesana? Kusir saja kita tidak punya," sambar Rivera menunjuk kearah kereta.
Dorothy memandang kearah kereta kuda itu sambil membuat ekspresi sedih.
"Kita tidak memiliki pilihan lain, Tuan putri," ucapnya menunduk sedih.
Rivera menghela napas "Kiryu. Bagaimana cara menghadapi para witch itu?"
[Tenang saja Nona. Kiryu ada bersama Nona, jadi para Witch bukanlah hambatan]
"Para Witch sangat berbeda dengan goblin. Aku mungkin saja bisa dengan mudah mengalahkan goblin, tapi tidak dengan Witch."
[Percayalah pada Kiryu, Nona]
Rivera tersenyum mengembang.
"Ok. Kita akan pergi kearah Obelion Timur!!"
^^^To be Continued_^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!