NovelToon NovelToon

Gadis Pilihan

Dukaku

JGEEEERRR! JGEEEERRR!

Gemuruh yang menggelegar, petir yang menyambar, kilat seakan membelah langit, suara angin yang bergaduh, hujan menumpahkan isinya. Seolah menjadi saksi peristiwa malam ini. Seorang wanita berada di ruangan operasi, masih di bawah pengaruh obat bius.

"Aku tidak mau tau, pisahkan Ibu dan Anaknya. Ingat jangan meninggalkan jejak!" Wanita berpakaian jaket kulit hitam, celana hitam menggunakan helm full face memberikan tas berisikan banyak uang, kepada dua orang petugas berbaju medis.

"Baik, serahkan semuanya kepada kami." Salah seorang pria mengambil tas itu. Setelah wanita itu pergi, dia dan teman wanitanya mengintip isi dalam tas.

"Gila, dollar semua. Kita kaya." Pria itu seperti orang gila kegirangan.

"Bagaimana dengan Ibu dan Anaknya?" Temannya merasa gelisah.

"Itu urusanmu, terserah kamu, aku mau membagi pendapatan kita." Pria itu bersiul pergi.

Wanita berbaju medis masuk kembali ke ruangan dimana Ibu yang masih belum sadarkan diri dan dua anak yang diperkirakan sudah tak bernyawa berada.

"Apa salah wanita ini, kenapa ada orang tega memisahkan mereka." Lirihnya.

Tiba-tiba, salah seorang anak wanita itu bergerak, wanita berbaju medis mendekati dan mencek keadaan bayi itu. Ternyata bayi itu masih hidup. Naluri seorang wanitanya keluar, dengan cepat dimasukkannya bayi itu kedalam sebuah kotak yang terdapat di dalam ruangan. Bagaimanapun caranya anak itu harus hidup.

"Maaf nak, aku tidak bisa menyelamatkan Ibu dan saudaramu. Aku harap kamu bisa bertahan hidup." Wanita berbaju medis keluar dari ruang operasi. Dia berlari keluar klinik menuju mobilnya. Beruntung teman prianya masih terlena dengan dollar hingga tidak menyadari kepergiannya.

Sampailah dia di sebuah pemukiman dimana ada sebuah gubuk tua. Ditaruhnya kotak yang berisi anak itu di depannya. Perlahan dia pergi menjauh. Rasa tidak tega menghinggapi. Wanita berbaju medis kembali, mengintip dari kejauhan apa yang akan terjadi.

Seorang wanita muda cantik dengan sepeda tuanya berhenti di depan gubuk itu. Dia memandang sebuah kotak yang mengeluarkan suara. Perlahan dia dekati, ada pergerakan kecil di dalamnya, samar-samar terdengar suara tangisan, suara itu makin nyata. Dia memberanikan diri membuka kotak itu.

Seorang bayi kecil mungil, menangis di dalamnya.

"Ooooeeeee....Ooooeeee." Tangisnya makin lama makin memecah kesunyian malam.

Tetangga yang mendengar penasaran dan berhamburan keluar mencari sumber tangisan. Wanita berbaju medis itu juga ikut bergabung dengan para tetangga untuk mengetahui apa yang selanjutnya akan terjadi.

"Bayi siapa Alina?" tanya tetangganya.

Wanita yang bernama Alina memberikan isyarat dengan mengangkat bahu dan mengeluarkan kertas dan pulpen dari dalam tasnya, kemudian dia menulis sesuatu "Aku menemukannya di depan rumahku."

"Alahhhhh, jangan bohong kamu, ini anak kamu kan!" salah seorang Ibu-ibu menatap sinis ke arahnya.

Alina memberikan isyarat dengan menggerakkan kedua telapak tangannya dengan cepat.

"Hey jeng, jangan suka fitnah orang. Mana mungkin Alina punya anak, dia belum pernah hamil." Kata Ibu yang lainnya.

"Sudah Ibu-ibu kasian bayinya." Salah seorang Ibu mengangkat bayi itu dan menemukan sepucuk surat dan sebuah gelang.

Surat itu berbunyi :

Tolong jaga dan rawat bayi ini. Dia adalah

anak yang akan membawa keberuntungan bagi kalian. Pakaikan lah gelang ini, hanya ini yang dia punya dalam hidupnya.

Wanita berbaju medis bingung sejak kapan dia memasukkan surat dan gelang ke dalam kotak. Setelah melihat semua dia pun perlahan meninggalkan tempat itu.

"Ibu-ibu ini bukti anak ini bukan anak Alina. Siapa yang bersedia merawat bayi ini?" tanya Ibu itu.

Tidak ada yang menjawab, Alina mengangkat tangannya. Dan menulis di kertas, "Biar saya yang merawatnya."

"Baiklah Alina, kami serahkan Anak ini kepadamu. Untuk keperluan yang lain jika ada yang ingin menyumbangkan sesuatu untuk bayi ini silakan Ibu-ibu memberikannya ke Alina."

Sementara itu, wanita berbaju medis kembali ke klinik dimana di sana masih ada seorang wanita dengan anaknya.

"Dari mana saja kamu? Ayo kita pergi dari kota ini atau kalo perlu kita pergi ke luar negeri." Teman prianya membawa koper besar bersiap untuk pergi.

"Sebentar aku masih ada keperluan, tunggulah di luar." Dengan cepat dia mengambil ponsel wanita yang tidak sadarkan diri itu, dia aktifkan ponselnya dan sebuah panggilan telepon masuk.

"Sayang kamu dimana?" suara seorang pria.

"Maaf Istri Anda dalam kondisi kritis, cepatlah datang ke lokasi yang saya kirim." Panggilan dimatikan, lokasi dikirim.

Dengan langkah seribu dia masuk kedalam mobil dan kabur bersama teman prianya.

Maafkan aku mba, aku tidak berdaya, aku cuma melakukan perintah, tapi aku berhasil membawa anakmu di tempat yang aman, batinnya.

Raungan sirine ambulans dan mobil polisi memecah keheningan malam. Mereka tiba di sebuah klinik persalinan. Satu-satu ruangan mereka masuki.

Dan mereka menemukan seorang Ibu dan Anaknya yang terbaring di atas tempat tidur.

"Arumi, sayang, sadarlah." Alvan menatap bayi yang ada di samping Arumi.

"Dok, tolong bayi kami."

Dokter dan perawat memeriksa kondisi si bayi. "Maaf Pak Alvan, kita datang terlambat."

"Bagaimana Istri saya Dok?" Alvan tampak tegang.

"Istri Anda masih di bawah pengaruh obat bius. Tidak masalah, Istri anda ditangani dengan baik dan orang yang berpengalaman." Kata Dokter.

Arumi membuka mata, dan memegang perutnya.

"Kak Alvan, anak kita." Arumi mencoba bangun, tapi merasakan perih di perutnya.

"Sayang, ini bayi kita." Alvan mengangkat bayinya.

"Kenapa bayi kita diam Kak?" Arumi merasakan keanehan terhadap bayinya.

"Sayang, tabahkan hatimu, bayi kita telah tiada." Alvan menangis.

"Anakku, anak Mama." Arumi mencium bayi mungilnya. Ditatapnya penuh cinta, buah hati yang selama ini ada dalam kandungannya. Kini hadir di dunia, tapi tak sempat melihatnya.

"Bu Arumi, kemungkinan bayi ibu mengalami Asfiksia, ini terjadi ketika bayi tidak menerima oksigen yang cukup saat lahir, yang berpotensi menyebabkan kesulitan bernapas." Kata Dokter.

"Relakan dia sayang, Allah lebih menyayanginya." Alvan berlinang air mata mengecup kening Arumi dan Anaknya.

"Maafkan Mama Nak, karena kau tidak lama di dunia." Arumi pasrah melepas kepergian anaknya.

"Maaf Bu Arumi, bisa anda ceritakan bagaimana Anda ada di sini, dan siapa yang menolong Anda dalam proses persalinan?" tanya Pak Polisi.

"Setelah keluar dari rumah makan, saya berencana menunggu suami saya di taman. Tiba-tiba saya merasakan mulas, seorang wanita datang menolong saya setelah itu saya tidak ingat apa-apa." Arumi cerita.

"Bisa Anda sebutkan ciri-ciri orang yang menolong Anda?"

"Wanita berjaket dan celana hitam, tinggi, menggunakan helm, saya tidak bisa melihat wajahnya."

"Terima kasih." Pak polisi meninggalkan ruangan.

"Kak Alvan, maafkan aku, anak kita Kak ...." Isak Arumi.

"Tenang sayang, ikhlaskan." Alvan semakin erat memeluk istri dan mencium Bayi mereka.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Talita Diculik

Alina seorang gadis remaja berusia 19 tahun, lulusan SMA. Berwajah cantik diturunkan dari Ibunya, bertubuh mungil, rambut panjang berombak, baik hati. Ayahnya dulu bekerja di salah satu perusahaan swasta menjabat sebagai seorang Manajer. Ibunya membuka bisnis rumah makan.

Tapi sayang perusahaan Ayahnya mengalami kebangkrutan, bisnis Ibunya pun mengalami penurunan. Mereka akhirnya menjual aset dan rumah mereka untuk membayar hutang. Mereka meninggalkan kehidupan kota dan pergi ke kampung. Hiduplah mereka di gubuk yang ditempati Alina sekarang.

Setahun yang lalu Ibu, Ayah, Adik dan dirinya mendapatkan kecelakaan ketika sedang pulang ke kampung halaman Ayahnya. Bis yang mereka tumpangi oleng karena salah satu ban bis itu meledak dan terjatuh ke dalam jurang. Banyak korban jiwa termasuk Ibu, Ayah dan juga Adiknya.

Alina selamat tapi setelah kejadian dia tidak bisa bicara. Hanya sepeda dan gubuk tua yang ditinggalkan orang tuanya. Untuk keperluan hidup Alina bekerja serabutan, dan tidak sedikit para tetangga yang ada rejeki lebih memberikan bantuan kepadanya.

Malam itu setelah pulang kerja dari rumah Bu Janeeta, Alina melihat kotak di depan rumahnya. Setelah dibuka ternyata seorang Bayi mungil ada di dalamnya. Alina memutuskan merawat bayi itu, karena Alina merasakan ikatan batin dengan sang bayi. Mungkin karena mereka sama-sama hidup di dunia ini sendirian.

Bu Janeeta mendengar cerita Alina mengasuh seorang bayi yang dibuang dari tetangganya. Ingin membuktikan kebenaran cerita, Bu Janeeta dengan motornya pergi menuju rumah Alina.

"Assalamualaikum, Alina ini Ibu Nak." Bu Janeeta mengetok rumah Alina.

Alina berlari menuju pintu depan, dengan menggendong bayi Alina membuka pintu.

"Alina ini bayi siapa?" Bu Janeeta menatap bayi mungil itu dengan tatapan penuh cinta, wajahnya sangat cantik, kulitnya putih, seperti anak keturunan campuran.

Alina menarik tangan Bu Janeeta ke dalam rumah, dan mempersilakan Bu Janeeta duduk di atas tikar rumahnya.

"Sini biar Ibu gendong." Bu Janeeta mengambil bayi dari tangan Alina.

Alina masuk ke dalam dan membawakan segelas air putih untuk Bu Janeeta. Alina menulis sesuatu, "Maaf Bu, cuman air putih yang saya punya."

"Alhamdulillah juga ini Nak, jangan repot. Alina, Ibu dengar ada yang menaruh bayi ini di depan rumahmu?" tanya Bu Janeeta.

Alina menganggukkan kepala.

"Bagaimana kalo malam ini kamu nginap di rumah Ibu. Biar kita sama-sama merawat bayi ini. Ibu takut kamu belum pengalaman mengurus bayi. Sedikit-sedikit Ibu akan mengajarimu merawat bayi, bagaimana?" Bu Janeeta menawarkan bantuan.

Alina menuliskan sesuatu, "Maaf Bu, saya tidak mau merepotkan."

"Tidak apa-apa sayang, lagian kamu pasti repot merawat bayi sendirian. Siapa yang jaga dia selagi kamu kerja. Mulai besok kamu bisa kerja di rumah Ibu sambil jaga bayi. Kamu sekarang siap-siap, mulai malam ini kamu tinggal di rumah Ibu."

Alina mengatupkan kedua tangannya, dan membungkukkan badannya, berterima kasih kepada Bu Janeeta. Dia pun menyiapkan keperluannya untuk menginap di rumah Bu Janeeta.

Berkat kebaikan hati Bu Janeeta, Alina dan bayi kecilnya tinggal di belakang rumah Bu Janeeta. Kamar kosong yang dulunya gudang disulap menjadi sebuah kamar yang layak huni, di dalamnya juga sudah disediakan kamar mandi dan juga WC. Alina sangat bersyukur, kamar ini lebih besar dari gubuk yang selama ini dia tinggali. Tidak henti-hentinya Alina mengucapkan syukur, rejeki yang dia dapatkan setelah bertemu dengan si bayi.

Tetangga-tetangga juga banyak yang peduli, bayi itu seolah menghipnotis mereka untuk menyayangi dan berlaku baik terhadapnya, mereka membelikan perlengkapan bayi, susu dan juga popok. Dan anehnya semua yang memberikan sumbangan pasti akan mendapatkan balasan rejeki di keesokan harinya.

Warung makan Bu Janeeta laris manis tidak pernah sepi pelanggan, begitu juga dengan Ibu-ibu yang lain.

"Tak terasa sudah 40 hari kalian di sini. Ibu mau mengadakan akikah dan tasmiyah untuk si bayi. Sudah disiapkan nama untuknya?" tanya Bu Janeeta.

"Talita Falisha." Jawab Alina.

"Alina, kamu bisa bicara." Bu Janeeta kaget pertama kali mendengar suara Alina.

Alina terkejut tak percaya dan mengulang kalimatnya, "Talita Falisha." Alina membuka mulut memegang dagunya merasakan lidahnya tidak lagi kaku. "Alhamdulillah, Bu aku bisa bicara."

Bu Janeeta memeluk Alina. "Ternyata memang benar, anak ini membawa keberuntungan untuk kita semua."

"Terima kasih Talita, Mama akan selalu menjagamu." Alina mencium gemes Talita yang tertidur pulas dalam gendongannya.

"Ayo bantu Ibu ke depan sebentar." Bu Janeeta keluar mendahului dari kamar Alina.

"Mama tinggal sebentar ya sayang, Talita bobo cantik." Alina meninggalkan Talita di dalam box bayi.

Sekelebat bayangan hitam mondar mandir di depan kamar Alina. Aroma harum bayi yang kuat menariknya untuk mendatangi. Beberapa kali mencoba masuk tapi selalu gagal, diterobosnya dengan paksa bayangan itu terpental seperti ada dinding besar yang menghalangi.

"Anak ini mempunyai kekuatan yang besar, jika aku dapat mempengaruhinya aku akan berkuasa." Bayangan itu seolah enggan beranjak dari kamar Alina.

"Pergilah kau!"

"Siapa kau, tunjukkan dirimu?" Bayangan itu mencari sumber suara.

Cahaya terang menyilaukan mata, dari sana keluar sesosok Wanita berpakaian bak seorang Ratu Bangsawan.

"Jangan kau ganggu anak yang tidak berdosa, pergilah!" Wanita itu dengan lembut menatap bayangan hitam itu.

"Baiklah, aku akan pergi." Tak sanggup dengan tatapan lembutnya, bayangan hitam itu menghilang.

Ratu itu perlahan mendekati box bayi, "Talita, nama yang sangat cantik, seperti hati dan wajahmu. Sungguh beruntung kau mewarisi hati Mama, dan wajah Papamu." Wanita itu mengayunkan telunjuknya dan seberkas sinar masuk ke dalam gelang Talita.

"Kelak gelang ini akan membantumu. Dan gelang ini tidak akan pernah hilang darimu. Sayang, kita akan bertemu kembali." Wanita itu mengecup kening Talita, perlahan menghilang di balik cahaya nan terang.

TAP! TAP! TAP!

"Sssttt, pelan-pelan. Ini kamarnya." Seorang pria berpakaian ala ninja dan temannya mengintip dari jendela.

"Mana bayinya?" temannya celingak-celinguk.

"Pintunya tidak dikunci, ayo bungkus bayinya."

Kedua pria ala ninja itu mengendap-ngendap keluar dari rumah Bu Janeeta. Membawa Talita yang terlelap.

Alina kembali ke kamar membawa banyak keperluan Talita pemberian dari tetangga. Matanya terbuka lebar, dahinya berkerut tatkala melihat pintu kamar yang menganga. Berlari Alina ke box bayi, dicarinya Talita ke seluruh kamar.

"Talita sayang, dimana kau Nak? Ta...lita, tolonggggggg!" Alina berteriak histeris.

"Alina ada apa?" Bu Janeeta dan dua orang asistennya berlari ke kamar Alina.

"Talita, Talita hilang Bu!" Alina menunjuk ke box bayi

"Astaghfirullah, baru sebentar kita tinggal. Kemana kamu Talita?" Bu Janeeta panik. Mereka keluar rumah memberitahu warga atas hilangnya Talita.

Seluruh warga Kampung Rambutan yang sangat menyayangi Talita saling bantu mencari keberadaannya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Papa Talita

Di sebuah rumah kayu, yang dipenuhi dengan benda-benda mistis, aroma kemenyan yang khas menusuk indra penciuman, tidak sedikit terlihat bayangan-bayangan hitam dan suara astral, di sana lah Talita si bayi kecil saat ini berada. Rumah yang terpencil terpisah dari pemukiman warga, diduga sering dipakai untuk praktek perdukunan.

"Ini Mbah bayinya." Pria ala ninja menyerahkan Talita ke tangan seorang dukun.

"Benar, dia mempunyai kekuatan yang luar biasa." Mbah dukun melihat cahaya yang mengelilingi tubuh Talita.

"Bagaimana Mbah, bisakah dagangan saya laris seperti Bu Janeeta?" tanya Bu Leli pemilik warung makan yang menganggap Bu Janeeta saingannya.

"Bisa." Mbah dukun meletakkan Talita di lantai. Dibakarnya kemenyan, diambilnya air putih, dipercikannya ke tubuh Talita, komat kamit membaca mantra.

"Ooooeeee, Ooooooeee." Talita menangis.

Sesosok makhluk astral keluar dari asap kemenyan.

"Wahai Jin penguasa kegelapan, ini ada persembahan. Berikanlah kami kekayaan." Dukun memejamkan mata dan mengangkat kedua tangannya.

Makhluk astral itu mengelilingi Talita, seolah-olah mengintai mangsanya. Tangis Talita semakin kencang, makhluk astral itu dengan garang menyerang Talita. Tapi sosok itu terpental. Rumah Mbah dukun bergetar hebat bak terjadi gempa bumi.

"Mbah apa yang terjadi?" tanya Bu Leli.

"Sialan, anak ini mengalahkan Jin hitamku." Mbah dukun marah.

"Terus bagaimana Mbah?" Bu Leli panik.

"Ini semua salahmu, kenapa kamu membawa anak itu kesini!" Kata Mbah dukun.

"Karena ini syarat yang paling mudah." Bu Leli ketakutan.

"Mbah ayo keluar dari rumah ini, rumah ini mau roboh." Dua pria ala ninja berlari keluar rumah disusul Bu Leli dan Mbah dukun.

Gelang Talita mengeluarkan cahaya membentuk sebuah lingkaran besar, pelindung Talita dari reruntuhan bangunan rumah dukun.

Tangis Talita semakin nyaring terdengar. Dari jauh sebuah mobil tiba-tiba berhenti.

"Kenapa berhenti Riz?"

"Gak tau Pak Rafi, sebentar saya cek dulu mobilnya." Rizky Asisten Rafi keluar dari mobil.

Rafi memandang ke arah luar, masih jauh perjalanan menuju kampung Ibunya. Dan pandangan Rafi tertuju pada cahaya yang begitu terang di ujung sana.

"Rizky coba kamu lihat cahaya apa di sana?" tunjuk Rafi.

Rizky menoleh ke arah yang ditunjuk Rafi.

"Lampu sorot, gak mungkin kan ada konser di kampung ini."

"Ayo kita lihat." Rafi berjalan ke arah cahaya.

"Mobilnya?" tanya Rizky.

"Sudah, ayo!" Rafi menarik paksa tangan Rizky.

Mereka melewati jalan kecil yang hanya bisa dilewati sebuah motor. Jalan yang begitu sepi, pohon bambu berjejer rapi, kiri kanan tampak pohon beringin yang akarnya menggantung lebat. Samar-samar terdengar suara tangisan. Mereka berhenti.

"Pak Rafi, a..da su...ara tangisan. Kita balik yuk." Rizky berbalik hendak lari tapi baju bagian belakangnya ditarik Rafi.

"Balik bearti dipecat!" Rafi melototkan matanya.

"Tapi Pak saya takut ketemu setan." Rizky ketakutan tubuhnya bergetar.

"Setannya yang takut ketemu kamu, sudah ayo jalan." Rafi mendorong tubuh Rizky untuk berjalan di depan.

"Pak tangisannya semakin dekat." Rizky berhenti, kakinya seolah mati langkah.

Rafi mengikuti cahaya, tangisan itu semakin jelas terdengar.

"Riz, itu tangisan bayi, siapa yang tega meninggalkan bayi di dalam rumah tak berpenghuni ini." Rafi dengan berani masuk ke dalam rumah yang isinya sudah porak poranda.

CRACCCKKK!

Rizky menginjak sesuatu. "Teng...korakkkkkk!" teriak Rizky.

"Ooooeeee...Ooooeee...Oooooeee." Talita seolah menunjukkan keberadaannya.

Rafi mencari suara, dan di dalam cahaya ada seorang bayi menangis. Rafi reflek menggendong Talita tidak lama kemudian Talita tenang.

"Apa ini bayi hasil penculikan? Kenapa rumah ini seperti habis kena gempa bumi." Rafi memperhatikan kondisi rumah itu.

"Pak Rafi, tolong saya. Ada tengkorak." Rizky gemetar sambil menunjuk ke arah kakinya.

"Permisi, kami tidak sengaja kemari menolong bayi ini. Maafkan kami." Rafi dan Talita keluar rumah meninggalkan Rizky.

"Pakkkkkk tungguuuuuuu!" Rizky perlahan mengangkat kakinya dan lari secepat kilat.

"Pap pa, Pap pa, Papapapa." Celoteh Talita.

"Anak cantik, cari Papanya ya, Om bingung mau ngantar kamu kemana?" Kata Rafi.

"Mau dibawa kemana ne anak Bos?" tanya Rizky.

Rafi mengambil ponsel dalam sakunya.

"Assalamualaikum Bu, ini Rafi masih dalam perjalanan. Rafi nemu Anak di sebuah rumah kosong di kampung sebelah. Rafi bingung ini Anak, Rafi bawa kemana? Baik Bu, Assalamualaikum." Rafi menyudahi panggilan teleponnya.

"Gimana Bos, apa kita tinggal bayi ini di sini?" tanya Rizky.

"Tinggal gundulmu!" PLAAKK! Rafi memukul pundak Rizky. "Dasar tidak berprikemanusiaan, ayo jalan!"

Rizky menstarter mobil, "Alhamdulillah mobilnya normal kembali, gooooo." Rizky melajukan mobil.

Setengah jam kemudian.

"Ada apa ini?" Rafi melihat keluar mobil banyak warga berhamburan keluar. Tak jauh Rafi melihat Ibunya berada di tengah warga. Rafi menurunkan kaca mobil.

"Ibu mau kemana?"

Ibu Rafi melihat ke dalam mobil dan melihat siapa yang di gendong Rafi. "Talita, Talita, Talita sudah ketemu."

Para warga mengerumuni mobil Rafi.

Rafi keluar dari mobilnya.

"Ibu ada apa?" Rafi memandangi warga sekitarnya.

"Alhamdulillah Nak, kamu membantu kami. Dimana kamu menemukannya?" Bu Janeeta mengambil Talita dari gendongan Rafi.

"Di rumah kosong kampung sebelah Bu." Jawab Rafi.

"Ooooeee...Oooeeee." Talita menangis.

"Sini Bu biar Rafi yang menggendong." Rafi mengambil kembali Talita.

Talita seakan tidak mau berpisah dengan Rafi.

"Talitaaaaaa." Alina mengambil Talita dari gendongan Rafi dan lagi-lagi Talita menangis.

"Maaf biarkan saya yang menggendongnya." Rafi kembali menggendong Talita.

Bu Janeeta, Alina dan juga warga melihat keanehan itu.

"Pap pa, Pap pa, Papapapa." Celoteh Talita.

"Bu Janeet, jangan-jangan Talita suka sama anak Ibu." Kata tetangga Bu Janeeta.

"Iya Bu, mungkin Talita mencari seorang Ayah, selama ini kan dia di asuh Ibu angkatnya." Kata Ibu yang lain.

Bu Janeeta memandangi Alina dan Rafi.

"Ibu-ibu, Bapak-bapak, terima kasih banyak telah bersedia membantu kami mencari Talita, sekarang Talita sudah ketemu. Biarkan Talita kami bawa untuk beristirahat." Bu Janeeta dan juga Alina berpamitan kepada warga.

"Ayo Bu, kita pulang." Rafi mengajak Bu Janeeta dan Alina masuk ke dalam mobilnya menuju rumah Bu Janeeta.

Akhirnya mereka sampai di rumah Bu Janeeta. Mereka berkumpul di ruang keluarga.

"Maaf, biar Talita sama saya, biar Abang istirahat." Alina mau mengendong Talita lagi-lagi Talita membuat tangisan.

"Tidak apa, mungkin Talita suka digendong saya." Rafi dengan lembut membelai pipi imut Talita.

Bu Janeeta tersenyum melihat Alina dan anaknya Rafi.

"Rafi kenalkan ini Alina, Ibu angkat Talita. Talita anak yatim piatu, dia yang menemukan Talita di depan rumahnya. Dan dia yang merawat Talita. Alina sekarang tinggal di belakang rumah kita." Bu Janeeta berharap semoga setelah perkenalan ini ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua.

Ibu sangat menyayangi Alina dan juga Talita. Semoga saja di hatimu masih ada tempat kosong untuk di isi Alina. Pengganti Istrimu yang pengkhianat cinta, Bu Janeeta bicara dalam hati.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!