NovelToon NovelToon

Sepintas Tentang Mu

Hamil?, Bukan aku pelakunya

Anita atau yang akrab di panggil Nita itu terdiam di atas ranjang tidur miliknya, Pikiranya menerang kejadian malam tadi yang mampu meneteskan buliran air mata yang mengalir diwajahnya.

Tubuhnya terasa gemetar, jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya dan bibirnya yang sudah tidak dapat lagi menceritakan betapa kacaunya hatinya.

"Nita, Apa yang telah kamu lakukan?" teriak Hendra selaku ayah kandungnya.

Saat itu Nita sedang tertidur pulas diatas kasur empuk miliknya harus terpaksa terbangun saat mendengar suara besar milik ayahnya itu.

"Nita tidak melakukan apa apa Yah!" jawab Nita yang kini sudah terduduk diatas ranjangnya dan mulai mengumpulkan kesadaranya perlahan, serta mulai membuka matanya dan menetralkan tubuh dan amarahnya.

"Tidak usah berbohong kamu!"

Hendra dengan kasar menarik tubuh putrinya itu hingga terduduk diatas lantai.

"Nita tidak mengerti maksud Ayah!" balas Nita spontan karena secara tiba tiba saja pria itu memperlakukanya secara tidak layak dan tidak pantas.

"Adikmu sudah menceritakan semuanya pada Ayah!" kekeh Hendra yang masih tidak dapat di mengerti oleh Nita.

"Apa yang Sasa ceritakan pada Ayah?" tanya Nita yang masih dilanda kebingungan. Dia yang baru saja terbangun dan langsung menghadapi masalah seperti ini.

"Munafik kamu!" murka Hendra. Ia menunjuk wajah putrinya itu dengan jari telunjuknya dan menatapnya dengan sangat tajam.

"Aku tidak mengerti maksud Ayah sedari tadi!" jujur Nita yang benar benar tidak mengetahui arah pembicaraan ayahnya itu.

"Kamu bilang kamu tidak menyukai Refan, anak sipembunuh itu, nyatanya diam diam kamu memiliki hubungan spesial di belakang Ayah, sadar Nita, Ibumu meninggal karena Ranton yang tidak bertangung jawab itu!"

"Ayah, Ibu meninggal murni karena kecelakaan dan itu sudah tertulis di takdir ibu dan usia ibu memang segitu, itu sudah ajal Ibu, Ayah!" Nita berusaha memberikan sedikit pengarahan pada pria yang berstatus ayahnya itu.

"Kamu bicara seperti itu karena kamu menyukai si Refan, anak begajulan itu!" teriak Hendra dipuncak amarahnya.

"Ayah, Aku tidak pernah sedikit pun menaruh rasa pada lelaki yang Ayah maksud dan aku juga tidak memiliki hubungan denganya, berhentilah Ayah menuduhku dengan kalimat itu!"

"Kalau kamu tidak memiliki rasa padanya, kenapa kamu membelanya?"

"Karena kematian Ibu adalah takdir Ayah, berhenti menyalahkan Om Ranton, Om Ranton itu orang baik hanya saja anaknya yang berkelakuan seperti preman!" jelas Nita lagi.

"Ayah akan menikahkan mu dengan Refan!"

Berat mulut Hendra untuk mengatakan kalimat itu namun, itu harus segera di ucapkanya. Ia memalingkan wajahnya dari anak sulungnya itu karena itu hal terberat yang akan dilepasnya apalagi ia harus menikahkan putrinya dengan putra seorang pria yang sangat di bencinya.

"Aku tidak pernah menyukai Refan, Ayah!"

"Tidak usah berbohong lagi kamu di hadapan Ayah, Sasa, adikmu sudah menceritakan semuanya pada Ayah, dia bilang Refan sudah melakukan hal senonoh padamu dan Ayah tidak terima akan hal itu, dia berbuat dan dia juga harus bertanggung jawab, jangan seperti papanya itu yang lari dari tanggung jawab begitu saja!"

"Aku tidak pernah di apa apain oleh Refan, Ayah bahkan aku tidak pernah berbicara empat mata denganya!"

"Kamu terlalu munafik!"

Selesai meninggalkan kalimat yang tentu sangat menyakitkan bagi Nita itu, pria kekar itu pergi meninggalkan putri sulungnya.

Dada Nita terasa sesak saat kembali mengingat kejadian itu, tega ayahnya sendiri mengatakan kalimat itu padanya. Ucapan kasar seperti itu memang sudah biasa di terima oleh Nita dan hal itu tidak lagi menjadi hal yang paling menyakitkan baginya, sekarang yang menjadi beban fikiranya adalah bagaimana jika benar ia akan di nikahkan oleh pria yang sangat asing baginya karena ia tahu betul watak ayahnya itu, apa yang telah di katakan oleh ayahnya maka akan segara di laksanakan apalagi dengan kondisi pendidikanya yang belum selesai.

"Nit!" sapa Ninda yang merupakan teman sebangkunya. wanita sebayanya itu datang dengan membawa beberapa makanan ringan yang baru saja dibelinya dari kantin dan di letakanya diatas meja.

Lama bersahabat membuat Ninda mengetahui ada sesuatu yang menganjal di fikiran sahabatnya itu tanpa harus di pertanyakan dahulu. Wajah yang tadinya di balut senyum manis kini berubah menjadi wajah sendu saat melihat wajah Nita sahabatnya yang sedari tadi tampak murung dan hanya terdiam.

"Kamu ada masalah apa Nit?" tanya Ninda sembari membuka beberapa cemilan yang baru dibelinya.

"Aku tidak ada masalah apa apa!" balas Nita tersenyum tipis.

"Sudah berapa lama kita berkenalan, mana mungkin aku tidak mengetahui perbedaan sikap mu!" ucap Ninda yang kembali bersikap santai seolah tidak peduli dengan kondisi sahabatnya itu dan sembari memakan makananya.

"Aku tidak apa apa Nin!"

"Woy, Refan balikin makanan gue!"

Dengan gaya premanya Ninda yang sempat duduk di kursinya kini bangkit dan memukul meja dengan cukup keras, kini seluruh pandangan siswa yang berada di kelasnya mengarah padanya.

"Kenapa lu?" tanya pria yang bernama Refan itu kembali menghampiri Ninda dan memakan makanan yang di ambilnya dari Ninda serta melahapnya tanpa rasa bersalah.

"Ehh lu jadi orang jangan belagu ya!"

"Anak orang bisa lu copasin tidak dengan gue!"

Refan yang mendengar ucapan Ninda itu sedikit tertawa merendahkan dan pergi meninggalkan Ninda yang masih dalam keadaan marah.

Pandangan Ninda kini kembali mengarah pada wajah Nita yang tampak lesu dan seperti tidak memiliki gairah hidup. Ada apa dengan sahabatnya ini? pikir Ninda yang mulai tidak tenang dengan ekspresi wajah Nita.

"Kamu kenapa Nit?" tanya Ninda yang kini sudah duduk berhadapan dengan Nita.

"Aku baik!"

"Kamu tidak bisa membohongiku Nit!" ujar Ninda yang kini menatap Nita dengan sangat dalam.

"Bagaimana pendapatmu tentang Refan?" tanya Nita yang mulai memberanikan diri untuk menanyakan tentang sosok pria yang sebelumnya ia sendiri tidak peduli dengan pria itu.

"Aku menanyakan kondisimu bukan malah kamu bertanya tentang pria bejad itu!" balas Ninda yang sedikit kesal dengan pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya itu.

"Kamu jawab dulu pertanyaan ku baru akan ku ceritakan masalah ku!" balas Nita dengan menatap kearah depan dengan tatapan kosong tanpa mengarahkan sedikit pun pandanganya pada  Ninda yang sedari tadi menatapnya dengan tajam.

"Siapa pun wanita yang menikah dengan Refan adalah wanita terbodoh yang pernah aku tahu, siapa yang mau menikah dengan pria bejad seperti dia, hahaha hanya wanita tol*l" ujar Ninda dengan tawa renyah pada akhirnya.

Nita yang mendengar hanya mampu menelan ludahnya, dadanya terasa sesak mendengar penuturan sahabatnya itu karena walaupun ia tidak menyukai pria itu, ayahnya akan tetap menikahkanya dengan Refan hanya karena ucapan tidak benar yang diucapkan oleh adiknya dan ayahnya yang selalu saja lebih percaya pada perkataan dusta adiknya daripada apa yang dikatakanya.

Apa yang harus dilakukanya sekarang? membantah atau mengikuti perintah Ayahnya.

Dia menyukai adik ku

"Ada apa kamu menanyakan itu? jangan bilang kamu menyukai pria aneh buruan setiap kiler itu!" tanya sekalian tuduh Ninda pada Nita.

"Aku tidak menyukainya!" balas Nita seadanya.

"Lalu kenapa kamu menanyakan? tumben sekali!"

"Aku hanya ingin tahu pendapatmu!"

"Tapi jangan sampai ya kamu menyukainya!" ujar Ninda yang kali ini nada bicaranya sangat terdengar serius.

"Hm!" singkat Nita yang sudah tidak tahu harus mengatakan apa.

"Pertanyaan ku tadi belum kamu jawab, kamu kenapa?" tanya Ninda kembali.

"Aku tidak papa hanya saja semalam aku begadang dan sekarang aku kurang tidur!" bohong Nita.

"Aku tidak percaya dengan ucapanmu!"

"Itu terserahmu." balas Nita yang langsung meninggalkan Ninda yang masih dikursinya.

Bruukkkkkk.

Nita menyempatkan pandanganya mengarah pada orang yang sempat di tabraknya dan seketika ia langsung tertunduk takut sekaligus malu pada orang yang berada di depan itu apalagi ketika orang itu menatapnya dengan sangat intens.

"Hai!" sapanya pada Nita dengan tangan kiri yang memegang ujung pintu dan menaikan sebelah alisnyaa pada Nita, ibarat seorang pria yang sedang mengoda gebetanya.

"Iy.. iya!" jawab Nita gugup tanpa berani memandang wajah orang itu.

"Gue titip salam sama adek loh, Sasa!" ujar orang yang tak lain adalah Refan, orang yang akan di jodohkan denganya itu.

Seketika pandangan Nita langsung tertuju pada pria itu, apa Refan menyukai adiknya?. Orang yang menjadi dalang dari permasalahan ini.

"Apa yang sudah kamu ceritakan pada Sasa tentang ku?" tanya Nita berusaha untuk memberanikan dirinya untuk menanyakan hal itu.

"Aku belum pernah berbicara pada Sasa!"

"Pasti Sasa sudah semakin cantik!"

"Aku serius Refan!"

"Kamu serius mendukung ku mendekati adikmu, Sasa?"

"Susah bicara denganmu!" ujar Nita pada akhirnya dan memilih untuk meninggalkan Refan dan berjalan menuju perpustakaan untuk menenangkan fikiranya.

Saat ini Nita sudah terduduk di salah satu kursi yang ada di dalam perpustakaan yang menjadi salah satu fasilitas di sekolahnya dengan buku yang sudah berhadapan dengan wajahnya namun, tidak dengan fikirannya yang sudah melayang entah kemana.

"Apa yang sudah Sasa katakan pada ayah hingga ayah ingin menjodohkan ku dengan anak dari seorang yang paling ayah benci?" pikir Nita.

"Lalu, kenapa Refan bilang belum pernah berbicara dengan Sasa? Siapa yang harus ku percaya?".

Nita bersama fikiranya mulai merasa kacau dan tidak karuan bukan hanya soal perasaan tetapi mimpi mimpi yang sudah di bangunya sejak lama juga harus kandas dan hancur jika ia benar benar akan menikah dengan Refan atas fitnah yang adiknya itu tunjukan padanya.

Mimpinya menjadi seorang jurnalistik yang handal dan profesional harus kandas hanya karena sebuah ucapan yang tidak betul sama sekali adanya.

Sempat terbayang di fikiranya dahulu, ia harus berangkat pagi dan berlari cepat hanya untuk mendapatkan sebuah berita yang akan di siarkanya di televisi, tentu menyenangkan bukan? berlari setiap harinya akan membuat tubuhnya semakin sehat dan tidak perlu melakukan diet apa pun untuk menciptakan tubuh rampingnya.

Mengingat sekilas tentang impianya itu membuat buliran bening kembali menetes di wajah chubinya, Nita benar benar tidak bisa membayangkan bagaimana nanti hari harinya jika ia sudah menikah apalagi di usianya yang di terbilang masih sangat mudah bahkan pendidikan SMAnya saja belum selesai walau hanya tinggal beberapa bulan, lalu bagaimana jika nanti ia harus menghadapi kerasnya rumah tangga yang belum terbayangkannya.

Setiap waktunya ia harus melayani dan menatap wajah Refan, lelaki yang selalu menjadi teman sekelasnya walau sekelas namun jarang sekali Nita berkomunikasi panjang denganya, paling hanya membahas tentang tugas itupun hanya di lakukanya di sekolah.

Dadanya mulai terasa sesak memikirkan itu semua, impianya harus hancur dan ia juga harus meninggalkan sesosok lelaki yang hampir empat tahun ini di agung agungkanya secara diam diam tanpa sepengetahuan orangnya.

"Selamat tinggal Afdhal, pria terbaiku!"

Ucapan lirih itu sempat terucapkan dari bibir Nita dengan sendirinya.

Brughhhh.

Nita mengarahkan pandanganya pada sumber suara dan melihat seorang anak perempuan yang bisa di tebaknya adalah adik kelasnya. Nita menghampiri orang itu dan membantu gadis yang memiliki tubuh lebih tinggi darinya itu memunguti buku buku yang sempat terjatuh di atas lantai.

"Terima kasih Kak!" ujarnya saat Nita memberikan tumpukan buku yang sudah di kumpulkanya pada gadis itu.

"Sama-sama!" balas Nita yang hendak meninggalkan adik kelasnya itu.

"Kak!" panggilnya lagi. Nita menoleh kearah sumber suara dan menghentikan langkahnya serta kembali menghampiri adik imut yang baru di temuinya.

"Aku boleh kenalan sama Kakak?" tanyanya sedikit ragu dengan kepala yang menunduk takut Nita akan menolak tawaranya.

"Saya Anita" ujar Nita sembari mengulurkan tanganya pada gadis itu.

"Saya Widya Kak!" balas gadis itu pula dengan penuh antusias dan semangat yang membara.

"Kamu kelas berapa?" tanya Nita pula yang tentu raut wajah adik kelasnya itu memunculkan keakrabanya di hatinya sepertinya gadis yang di temuinya ini gadis baik baik dan terlihat sangat sopan.

"Saya kelas X IPA 3 Kak!" jawabnya tersenyum tipis.

"Yasudah kamu belajar dengan baik ya!" ujar Nita lagi dengan mengelus pundak Widya dengan lembut.

Widya menatap kepergian Nita dengan senyuman tipis yang menebar di bibir ranumnya. Kakak kelas yang ditemuinya kali ini benar benar sangat baik dan tidak memperlakukan adik kelasnya dengan sesuka hati bahkan ia juga merasa kalau Nita adalah orang yang sangat rama walau pada orang yang baru di kenalnya.

"Sampai jumpa lain waktu Kak!" gumam Widya yang kemudian kembali melanjutkan aktivitas sebelumnya.

Bel berbunyi pertanda kegiatan belajar juga harus segera di mulai bukanya berjalan menuju kelas Nita malah memilih untuk mendatangi kantin dan memesan makanan, ini sungguh tidak biasa, Ada apa denganya?"

Sembari menunggu pesananya datang, Nita memakan kerupuk yang memang sudah terhidang di atas meja kantin itu dengan di balut saus yang sangat banyak dan cabe yang juga tidak kalah pedas.

"Tumben Nit datang kekantin di saat jam pelajaran" tegur sekaligus sapa Ridhu yang mengantar makanan padanya.

"Lagi badmood buat belajar!" balas Nita acuh yang masih memakan kerupuk miliknya tanpa memperdulikan kehadiran Ridhu yang sudah duduk di hadapanya.

"Tuh makanan loh di makan!" ujarnya.

Tanpa membalas perkataan Ridhu yang merupakan anak dari pemilik kantin sekaligus orang yang menjadi teman baiknya itu. Nita memakan makananya dengan lahan seperti orang yang sedang sangat kelaparaan. Nita lakukan itu untuk meluapkan seluruh amarahnya pada makanan yang ada di hadapanya itu karena tak ada seorang pun yang dapat di jadikanya tempat menumpahkan isi hatinya saat ini.

"Lapar banget loh?" tanya Ridhu yang melihat Nita tidak seperti biasanya, biasanya gadis itu selalu makan dengan santai dan selalu berkata makanan tuh dinikmati, jika ada seorang yang selalu menyuruhnya cepat ketika makan, dan kini ia malah berubah secara drastis.

Kedatangan Refan

Seperti biasa kini Nita berada di halte bis untuk menunggu angkutan umum yang akan mengantarnya pulang. Siang ini udara terasa begitu panas yang menusuk kedalam ubun ubunya di tambah ia juga harus menunggunya seorang diri.

"Lama banget!" keluh Nita sembari mengusap keningnya yang sudah dibasahi oleh keringat.

Setelah beberapa lama menunggu Nita akhirnya memutuskan untuk mendudukan bokongnya di kursi yang ada di tempat itu dan memainkan ponselnya untuk membuang rasa jenuh yang tengah melandanya karena terlalu lama menunggu.

Beberapa notfikasi mulai bermasukan kedalam handphonenya karena sejak tadi ia baru membuka hondphonenya dan salah satunya ia juga harus membaca pesan singkat yang dikirimkan ayahnya padanya.

"Bawa Refan kerumah!"

Singkat namun penuh makna yang mampu menyayat hati Nita, bagaimana caranya untuk mengajak Refan kerumahnya sedangkan ia sendiri tidak akrab dengan pria itu. Apa yang akan lelaki itu katakan padanya.

Nita menghembuskan nafasnya gusar. Perasaanya benar benar sudah tidak karuan, ayahnya ini benar benar menambah pekerjaanya. Apa yang harus di lakukanya untuk mengajak Refan berkunjung kerumahnya dan apa yang harus di katakanya nanti saat ayahnya sudah mengatakan kalau Refan harus menikahi dirinya.

Tampak dengan jelas raut wajah panik dari gadis itu, berulang kali ia mondar mandir kesana kemari hanya untuk menemukan sebuah ide. Hingga pada akhirnya Nita berusaha untuk memberanikan diri mengambil kontak Refan dari grup kelas dan menghubungi Refan saat itu juga.

Karena menurutnya chat akan membutuhkan waktu yag cukup lama maka Nita memilih untuk menelpon lelaki itu dan meminta pria itu secepat mungkin datang menghampiri ayahnya.

"Ini siapa?" tanya Refan.

Posisi Refan saat ini sudah berada di dalam rumah dan tengah berada di dalam ruang keluarga yang biasa di jadikan tempat berkumpul oleh anggota keluarga lainya dengan di temanin makanan ringan yang ada di tanganya dan sebuah tayangan televisi yang menambah kenikmatan anak muda itu.

"Nih aku Nita!" ucap Nita sedikit gugup.

"Apa tuh?" tanya Refan dengan santai.

"Sasa ingin bicara denganmu,"

"Apa?"

Dengan spontan pria itu langsung berdiri dari sofa yang di dudukinya dan dengan semangat ia mendengarkan setiap ucapan Nita.

Refan memanglah lelaki bandal bahkan yang di kenal banyak orang adalah pria bej*t, Namun ia tetaplah seorang manusia yang membutuhkan cinta dari lawan jenisnya tetapi meski pun begitu Refan adalah tipe lelaki yang sangat sulit untuk membuka hati kepada siapa pun dan ketika ia sudah menemukan pujaan hatinya maka ia akan terus memperjuangkan wanita itu sekali pun wanita itu sudah memiliki kekasih.

Namun Refan juga tidak pernah merebut siapa pun dari lelaki mana pun karena ketika ia menyukai seseorang apa pun ia lakukan untuk membahagiaan orang itu meski pun luka yang akan di gendongnya.

Dan gilanya Refan ketika menyukai wanita yang sudah memiliki pasangan ia tidak akan merebut wanita itu dari lelakinya namun ia akan selalu ada untuk gadis yang di cintainya itu dan untuk memberikan saran pada hubungan wanita itu karena baginya cinta bukanlah perihal memiliki tetapi cinta adalah ketika kita mampu membuat orang yang kita sayangi bahagia walau pun duka baginya.

"Baiklah jika kamu menolaknya!" ujar Nita yang sempat berfikir kalau rencananya akan sia sia belaka.

"Tentu dengan senang hati aku menerimanya!" ujar Refan dengan sangat bahagia.

"Jika memang betul ucapanmu, datanglah kerumah dan temui ayahku, di sana juga sudah ada Sasa yang menunggumu!" bohong Nita.

"Ayah mu?"

"Iya,"

"Bukanya ayahmu sangat membenci papaku?"

"Sudahlah datang dan temui ia hanya ingin melihat keseriusan mu!"

"Benarkah ucapan mu ini?"

"Apakah aku pernah berbohong?"

"Baiklah aku akan segera datang kerumah mu dan menemui mertua ku!"

Dengan penuh antusias dan semangat yang penuh. Refan segera menganti pakaianya dengan pakaian yang lebih rapi dan menyemprotkan tubuhnya dengan parfum, selesai itu Refan segera berjalan menuju garasi motornya dan mengenderainya menuju rumah Nita.

Sedangkan Nita ia masih binggung harus pulang naik kendaraan apa karena sejak tadi tidak ada satu angkutan umum yang lewat.

Dan betul saja ucapan Nita tadi sesampainya Refan di dalam rumah besar milik keluarga Nita, ia sudah mendapati Sasa yang masih terduduk di teras rumah dengan celana pendek sepaha, lengan yang hanya menutup separuh dari tanganya itu dan tangan yang di sibukan memainkan ponselnya.

"Hai Sa!" sapa Refan pada Sasa. Sasa justru menatapnya dengan jijik padahal jarang sekali Refan bersikap sopan dan manis pada orang lain kecuali kepada orang tuanya.

"Kamu ingin bicara dengan ku?" tanya Refan dengan lembut.

Sasa menghembus nafasnya pelan dan menatap Refan dengan malas, Ia memperhatikan seluruh penampilan lelaki itu mulai dari atas hingga bawah, terlihat perfect dan sangat rapi, jika saja ada wanita yang baru mengenalnya dan tidak mengetahui sifat asli lelaki ini tentu akan langsung menaruh hati pada Refan, tapi tidak halnya dengan Sasa.

Sasa menatapnya dengan ketidaktertarikan sedikit pun, ia bangkit dari kursi santai yang di dudukinya dan hendak meninggalkan Refan tanpa meninggalkan sepenggal kata.

"Sa, aku kesini disuruh Nita katanya ada yang ingin ayah bicarakan padaku?" ucap Refan sebelum Sasa meninggalkan lebih jauh lagi. Mendengar ucapan Refan, Sasa segera menghentikan langkahnya dan kembali menghampiri pria itu.

"Ternyata Nita juga cerdik, ia melibatkan ku di permasalahanya dengan ayah tapi tidak masalah aku akan membantu masalahmu Nit!" gumam Sasa dengan senyum licik dibibirnya.

"Apakah kamu mencintaiku?" tanya Sasa berusaha bersikap manis pada Refan.

"Tentu dan aku yakin kamu sudah tau itu sejak lama namun kamu selalu saja menolak ku!"

"Kamu ingin aku menerimamu?" tanya Sasa dengan nada mengoda.

"Tentu, Apa itu pasti akan ku lakukan?"

"Yakin kamu akan melakukanya untuk ku?" tanya Sasa lagi yang kini sudah melipat kedua tanganya dan di letakanya di bagian dadanya.

"Yakin dan aku akan melakukan apa pun untukmu!"

"Aku ingin kamu menikahi Nita, kakak ku!"

"Hah? gila kamu mana mungkin aku menikahi kakak dari gadis yang aku sayangi!"

"Apa kamu tidak ingin aku di cemoh dan dihina orang lain?" tanya Sasa yang kini memasang eajah sendunya.

"Apa hubunganya jika aku menikah dengan kakak mu dan kamu akan di cemoh?" binggung Refan.

"Kak Nita sudah mengandung sejak empat minggu yang lalu bagaimana jika orang orang mengetahui hal itu tentu ayah dan aku akan sangat di pojokan, bukan? Apakah kamu tega melihat hal itu terjadi padaku?"

"Tetapi setahuku Nita itu anak baik, mana mungkin dia melakukan hal menjijikan itu!"

"Zaman sekarang wajah adalah topeng untuk memanipulasi orang lain"

"Ayah belum mengetahui hal ini dan aku harap kamu mengaku pada ayah bahwa kamu adalah palaku dari kejadian ini!"

"Bagaimana aku akan mengakui sesuatu yang bukan karena aku?" ujar Refan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!