"Aku ora opo-opo. Aku kuat! Bajingan koyok ngono kuwi ora pantes di tangisi! Iyo opo ora!!!" ucap Rose dengan lantang, dan penuh emosi, kemudian menatap kedua temannya yang duduk di dekatnya secara bergatian.
Hendra dan Agus mengangguk saja, menyetujui ucapan temannya yang baru saja patah hati karena di selingkuhi pacarnya.
Namun beberapa detik kemudian terdengar isak tangis dari bibir Rose, "Hiks ... Hiks ... tapi atiku loro." Rose berkata sambil menepuk dadanya berulang kali.
Hendra dan Agus dengan kompak menoleh menatap lekat pada Rose yang mengalami perubahan emosi yang sangat cepat.
"Sabar, Rose ... sabar." Hendra yang duduk di sebelah Rose menenangkan temannya itu sambil makan kuaci.
BRAKKKK!!
"WEDUS!!!" umpat Rose sambil menggebrak meja, membuat kedua temannya sampai terlonjak kaget.
“Aku mau pulang saja!” ucap Rose seraya beranjak berdiri, mengambil tasnya dan menyelempangkanya ke pundak.
“Udah nggak sakit hati?” tanya Hendra.
“Diem!” jawab Rose ketus.
“Mau dianterin pulang nggak?” Agus bertanya sambil memaasukkan satu kuaci ke dalam mulutnya.
“Nggak usah! Aku bisa pulang sendiri, aku ‘kan cewek strong!” jawab Rose dengan penuh semangat, lalu menepuk dada sambil berjalan mundur, keluar dari kontrakan Hendra—temannya.
“Hati-Hati Rose, kalau ada apa-apa kabari kami!” sahut Agus ketika Rose sudah keluar dari kontrakannya.
HUH!
Agus dan Hendra mengambil nafas dalam, dan mengelus dada, ketika Rose sudah tidak terlihat.
“Akhirnya itu bocah pergi juga. Serem kalau lagi ngamuk,” ucap Hendra sambil menyibakkan gordeng bendera, menatap ke arah luar ketika mendengar suara motor di geber berulang kali dan pelakunya adalah Rose.
“Maklumin saja, Hen. Teman kita satu itu lagi patah hati,” ucap Agus ketika ikut melihat Rose menggeber motor di luar kontrakan Hendra.
“Berisik, nggak enak sama tetangga,” balas Hendra, sambil menutup kembali gordeng jendelanya, saat Rose sudah melajukan motor, menjauh dari kontrakannya. Setelah itu, Agus pun segera berpamitan pulang karena ingin mengatarkan ibunya ke pasar.
*
*
Di jalan raya sambil mengendarai motor matic-nya, Rose masih saja mengoceh dan terus mengumpati kekasihnya yang ketahuan selingkuh.
Gadis cantik berdarah jawa, dan keturunan Korea itu sakit hati karena pria yang di sayanginya selama ini telah mengkhianati cintanya. Padahal mereka sudah berpacaran satu tahun lebih.
“Dasar cowok nggak tahu diri! Brengsek! umpat Rose sangat emosi.
Rose adalah gadis cantik yang baru berusia 20 tahun. Dia gadis yang ceria, baik, dan penuh semangat, tapi sedikit bar-bar. Rose, Hendra dan Agus adalah teman perjuangan dari sejak zaman SMK. Saat ini ketiga orang itu bekerja di salah satu bengkel mobil menjadi montir.
Karena sedang kesal, Rose mengendarai motornya dengan kecepatan penuh. Tiba-tiba dia mengerem mendadak saat ada kucing berwarna putih menyebrang jalan dengan santainya.
BRAK!
Motor yang di kendarai Rose oleng dan ambruk ke atas jalanan beraspal.
“Aduh!!! Kucing kurang ajar!!!” kesal Rose sambil meringis kesakitan saat kakinya tertimpa body motornya.
Sedangkan kucing yang di maksud berjalan santai tanpa merasa bersalah sama sekali.
“Woy, tanggung jawab kucing!” seru Rose pada kucing imut dan menggemaskan itu.
“Mbak, gak apa-apa?” tanya seorang pria yang membantu membangunkan Rose. Dan beberapa pengendara lainnya menegakkan motornya yang ambruk.
“Kayaknya kaki kananku patah.” Rose meringis sambil berdiri dengan satu kakinya.
“Saya antar ke rumah sakit terdekat, Mbak. Biar segera di tangani,” ucap pria tersebut.
“Boleh, Mas, kalau nggak merepotkan,” ucap Rose, tentu tidak menolak bantuan tersebut karena kakinya benar-benar sangat sakit.
Akhirnya Rose, di bantu beberapa pengendara lainnya ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit, Rose sangat berterima kasih pada 4 orang yang sudah menolongnya itu. Rose berada di UGD menjalani pemeriksaan. Karena kondisi kakinya mulai membengkak, dia segera di rujuk ke dokter spesialis ortopedi.
“Syukurlah cuma retak,” ucap Rose seraya mengusap wajah dengan kedua tangannya.
Dokter wanita yang baru memeriksa kakinya tersenyum simpul ketika mendengar ucapan Rose. Karena baru pertama kali ini dia mendengar pasien yang mengalami retak kaki malah bersyukur.
“Kenapa dokter malah senyum-senyum? Heran ya kenapa aku bersyukur?” tanya Rose, dan diangguki oleh dokter tersebut.
“Iya, karena baru kali ini mendengar pasien bersyukur karena kakinya retak. Biasanya pasien saya akan mengalami syok dan juga menangis histeris. Tapi, Mbak beda,” jelas dokter tersebut yang sudah selesai memasang gips di kaki kanan Rose.
"He he he. Jelas aku senang, karena kakiku hanya retak jadi masa penyembuhannya nggak akan lama." jawab Rose sambil tersenyum, dan tiba-tiba meringis dan menjerit kesakitan saat tanpa sengaja mengangkat kakinya yang terluka.
"Penyembuhannya minimal 6 minggu, jadi usahakan jangan melakukan aktifitas berlebihan. Dan sering kontrol seminggu sekali. Oke!" jelas dokter sambil menahan tawa saat melihat wajah cengo gadis tersebut.
"Hah? Aku kira penyembuhannya cuma 2 minggu doang. Kalau gini aku mau nangis saja, huaaaaa." Rose menangis histeris di ruangan dokter tersebut, membuat perawat dan dokter yang ada di sana menahan tawa sampai hidung mereka kembang kempis.
*
*
"Sial banget nasibku!" keluh Rose sambil berjalan menggunakan dua tongkat yang terselip di sela kedua ketiaknya. Rose berjalan menuju apotek di rumah sakit tersebut untuk menebus obatnya. Dia duduk di ruang tunggu setelah menyerahkan resep obat kepada apoteker. Sambil duduk menunggu obatnya, Rose menghubungi dua temannya agar segera datang ke rumah sakit untuk membantunya.
Saat sedang menjelaskan kronologi kecelakaan pada dua temannya melalui sambungan telepon grub WA, Rose di kejutkan oleh gadis kecil yang tiba-tiba berlari kearahnya, memeluknya dengan sangat erat memanggilnya dengan sebutan 'Mommy'.
"Mommy," ucap gadis kecil itu dengan lirih.
"Eh! Maaf, adek kecil, aku bukan Mommy-mu," jelas Rose lembut, sambil melepaskan pelukan gadis kecil itu.
"Tapi wajahmu sangat mirip dengan Mommy-ku," jawab gadis kecil sambil mendongak menatap wanita cantik itu dengan lekat, dan penuh kerinduan.
"Ha ha ha, wajahku memang pasaran. Tapi, aku bukan Mommy-mu." Rose tertawa menanggapinya.
"Kalau begitu menikah saja dengan Daddy-ku." Gadis itu berkata dengan segala kepolosannya, kemudian memeluk Rose lagi dengan sangat erat.
Rose menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana bisa dia di suruh menikah ayah gadis kecil ini yang sama sekali tidak dikenalnya.
"Dasar bocah! Nanti aku menjadi pelakor dong," gumam Rose tidak menanggapi serius ucapan gadis kecil itu.
Tidak berselang lama ada seorang wanita berlari tergopoh-gopoh ke arah Rose. "Nona Mika! Akhirnya saya menemukan Nona kecil," ucap seorang wanita memakai baju babysitter terlihat panik dan nafasnya senin kamis karena mencari anak majikannya yang kabur dari ruang rawat rumah sakit.
"Aku nggak mau kembali ke ruangan itu! Aku mau sama Mommy saja!!!" teriak Mika sambil menangis histeris dan menyembunyikan wajahnya ke dada Rose.
"Maafkan Nona Mika. Mbak," ucap babysitter tersebut tidak enak hati, karena anak asuhnya memeluk wanita asing dan lebih parahnya memanggilnya dengan sebutan Mommy.
"Nggak apa-apa. Tapi, tolong segera angkat dia, kakiku sakit," pinta Rose sambil meringis karena salah satu kakinya yang terluka tersenggol gadis kecil itu.
"Nona Mika, sama suster, yuk. Kasian kakak ini kakinya sakit," ucapnya membujuk Mika yang masih nemplok pada Rose.
"Ini bukan kakak, tapi Mommy!" Gadis berusia 6 tahun itu kembali menangis histeris di pelukan Rose.
"Ya ampun! Kenapa aku mendadak menjadi Mommy?" keluh Rose dalam hati.
****
Selamat datang pembaca solehot dan baik hati. Dan selamat datang untuk pembaca baru Emak Gesrek. Jangan lupa kasih like, subcribe dan kasih dukungan lainnya ya, terima kasih banyak. Love kalian sekebun cabenya Pak Lurah 😘
“Dasar bodoh! Menjaga anak kecil saja tidak becus!!!” umpat seorang pria tampan dan gagah pada dua bodyguard yang berjaga di depan ruang rawat putrinya. Bagaimana dia tidak mengamuk jika mendapati putrinya tidak berada di dalam kamar rawat, sedangkan putri kesayangannya itu harus mendapatkan perawatan intensif karena penyakit yang dideritanya.
“Maafkan kami, Tuan,” ucap dua bodyguard tersebut secara bersamaan.
“Cari putriku sampai dapat! Jika putriku terluka atau kalian tidak menemukannya, maka bersiaplah kalian berdua akan kehilangan kepala kalian!!!” ancam pria tersebut terdengar sangat mengerikan dan tidak main-main.
Dua bodyguard tersebut memegang leher mereka seraya menelan ludahnya dengan kasar, kemudian mereka berdua segera berlari dan berpencar mencari keberadaan anak boss mereka di seluruh rumah sakit tersebut.
Arkan William, pria dingin yang berusia 30 tahun itu dulunya adalah pria yang hangat dan murah senyum, akan tetapi setelah kepergian istrinya untuk selamanya, pria tersebut menutup diri, menjadi sangat dingin, dan tidak mudah tersentuh oleh wanita manapun.
Arkan melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya, dia menghela nafas panjang sambil memasuki kamar putrinya lalu meletakkan mainan kesukaan putrinya di atas meja. Kemudian, bergegas keluar dari ruangan tersebut untuk mencari keberadaan putrinya yang kabur dari ruang rawat.
Sudah satu minggu lebih putrinya berada rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif karena putrinya menderita congenital heart disease atau penyakit jantung bawaan dari lahir.
Sementara itu, Mika saat ini masih di ruang tunggu apotek. Gadis kecil itu masih terisak sambil memeluk Rose dengan sangat erat.
“Mbak, tolong bujuk Nona Mika agar mau lepas dari Mbak Rose,” pinta babysitter tersebut pada Rose. Karena dia sangat takut kalau tuannya sudah datang ke rumah sakit tapi tidak menemukan Mika di tempat pasti akan mengamuk.
“Akan aku coba lagi,” jawab Rose, karena sudah berulang kali dia membujuk gadis kecil itu akan tetapi Mika tidak mau melepaskannya.
“Mika, mau kakak antarkan ke ruang rawat?” tanya Rose dangan nada lembut, sembari mengusap punggung gadis kecil itu yang terasa bergetar.
Mika mendongak menatap Rose dengan kedua mata sembabnya, kemudian berkata, “bukan kakak tapi Mommy,” ralat Mika seolah tidak terima kalau wanita yang sedang dia peluk menyebut diri sendiri dengan panggilan ‘kakak’.
Ya ampun, anak siapa sih ini? Nyebelin banget! Rasanya ingin nyubit pipi bapaknya! Geram Rose di dalam hati seraya menghela nafas kasar, kemudian memasang senyuman yang muanisss seperti gula jawa agar Mika tidak lagi cemberut atau menangis lagi.
“Baiklah. Ma-maksudku ... mommy akan mengantarkan ke kamar rawatmu,” ucap Rose dengan terbata, lidahnya terasa kaku dan tidak rela saat menyebut dirinya sendiri dengan sebutan ‘mommy’.
Kawin saja belum, eh sudah jadi mommy saja! Fiks banget hari ini adalah hari tersialku! Kayaknya ibu harus segera ngadain selametan biar sialku ini cepat luntur! Rose terus bergumam di dalam hati, meratapi nasibnya.
Mendengar ucapan Rose, gadis kecil itu kembali mendongak dibarengi dengan senyuman ceria.
Tuh ‘kan, kayaknya ini bocil ngerjain aku deh! Lihat saja wajahnya langsung ceria dan nggak terlihat sedih sama sekali!
Rose mengira kalau Mika hanya berakting belaka, tapi tidak apa-apa, Rose masih bisa sedikit memahami, karena anak kecil biasanya suka main drama untuk mencari perhatian orang di sekitarnya.
*
*
Arkan berjalan ke lobby rumah sakit, mencari keberadaan putrinya, namun nihil dia tidak menemukan keberadaan Mika. Dia mengacak rambutnya dengan kesal dan tiba-tiba otak cerdasnya baru teringat sesuatu.
“Astaga! Kenapa aku begitu bodoh sekali!” Arkan mengumpati dirinya sendiri sambil menepuk jidatnya dengan keras. Kemudian dia mengambil ponsel dari kantong jasnya untuk menghubungi babysitter putrinya. Karena panik dan cemas, dia tidak bisa berpikir jernih, lupa kalau Mika selalu oleh babysitter ke mana pun pergi.
Sambungan telepon sudah terhubung, Arkan segera kembali ke ruang rawat putrinya setelah mendapatkan jawaban dari babysitter tersebut yang mengatakan kalau Mika sudah berada di dalam kamar. Arkan berjalan tergesa menuju lift hingga tanpa sengaja dia menabrak seorang wanita yang berjalan menggunakan dua tongkat.
“Aduh!” pekik wanita tersebut hampir saja dia terjatuh akan tetapi pria yang menabraknya itu segera menahan salah satu tongkatnya.
“Kalau jalan pakai mata!” umpat Arkan tanpa menatap wanita tersebut, kemudian berjalan tergesa menuju lift yang akan membawanya ke lantai 3 di mana ruang rawat putrinya berada.
“Yeh! Kamu kali yang jalan harus pakai mata! Kalau perlu pakai kaca mata kuda biar nggak meleng! Dasar cowok kampret, awas saja kalau ketemu lagi akan aku jadikan kambing guling!” seru wanita cantik itu, tapi sayangnya pria tersebut tidak mendengar umpatannya karena Arkan yang sudah masuk ke dalam lift.
“Untung saja pas mau jatuh tadi sangat aestetik banget! Jadi nggak malu-maluin kalau ada yang lihat,” ucap wanita tersebut terdengar sangat absurd, kemudian melanjutkan langkahnya dengan pelan dan hati-hati.
Sampai di ruang rawat Mika. Arkan langsung memeluk putrinya yang menangis hiteris sambil memanggil mommy-nya.
“Lepaskan aku! Aku mau Mommy!”
“Mika, Sayang. Sama Daddy saja ya.” Hati Arkan sangat sedih mendengar ucapan putrinya, pasalnya sejak lahir putirnya belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.
“Tidak mau! Mau sama Mommy saja. Huaaa ... lepaskan Mika.” Gadis kecil itu terus meronta hingga akhirnya merasakan sesak nafas dan dan sakit di bagian dada. Melihat hal tersebut, babysitter yang ada di sana dengan sigap memanggil tim medis menggunakan tombol darurat yang terletak tidak jauh dari tempat tidur pasien.
Tidak berselang lama, dokter dan beberapa perawat memasuki ruangan tersebut dan segera melakukan pemeriksaan pada gadis kecil itu.
Kedua mata Arkan memerah menahan tangis ketika melihat tubuh kecil putrinya membiru. Beberapa perawat memasangkan peralatan medis di badan Mika. Hati orang tua mana yang tidak hancur melihat gadis sekecil itu mengalami penderitaan seperti itu.
“Anda harus menjaga emosinya. Apa pun yang dia inginkan berikan saja, jangan membuatnya kecewa. Beruntung putri Anda masih bisa di selamatkan,” jelas dokter pada Arkan.
“Baik, dokter,” jawab Arkan seraya mengusap wajahnya dengan gusar, lalu menatap putrinya yang tidak berdaya di atas pembaringan tersebut.
Para tim medis berpamitan setelah memastikan kondisi Mika sudah stabil.
“Tuan, sebenarnya tadi Nona kecil bertemu dengan seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengan mendiang Nyonya,” ucap babysitter dengan suara bergetar menahan tangis, karena sedih dan merasa tidak tega melihat anak asuhnya harus merasakan kesakitan setiap harinya.
“Tidak mungkin!” Arkan tidak mempercayainya.
“Mika mungkin hanya berhalusinasi,” lanjut Arkan.
“Tuan, tapi saya bersung--”
“Diam!” bentak Arkan dengan suara tertahan.
***
Jangan lupa, like, subcribe dan dukungan lainnya
😘
“Makanya jangan sok kuat!” omel Hendra sambil memapah Rose masuk ke dalam mobil Agus.
“Bandel sih!” sahut Agus yang duduk di balik kemudi mobil.
“Namanya juga musibah,” balas Rose sambil meringis ketika dia sudah mendudukkan diri di jok belakang.
“Nggak usah banyak omong!” omel Hendra pada Rose lalu dengan sengaja menyenggol kaki Rose yang terluka.
“Anj*rit!” pekik Rose kesakitan ketika kakinya di senggol oleh teman lucknutnya. “Sakit, bego!” umpat Rose menatap jengkel pada Hendra.
“Emang aku peduli!” balas Hendra lalu menutup pintu belakang, kemudian mendudukkan diri di samping Agus yang mengemudi mobil.
Agus melajukan mobilnya sambil tertawa ketika melihat pertengkaran dua temannya itu. Tapi, sejujurnya mereka berdua sangat mengkhawatirkan kondisi Rose, maka dari itu Hendra dengan sengaja membuat Rose marah agar temannya itu tidak terlalu sedih dan juga tidak memikirkan mantan kekasihnya lagi.
“Sialan kalian berdua!” Rose lagi-lagi mengumpati kedua temannya itu.
“Biar kami sialan, tapi cuma kami doang yang peduli sama kamu,” ledek Agus pada Rose yang cemberut.
“Nah, benar banget yang omongin Agus, kalau cuma kita berdua yang peduli sama kamu,” sahut Hendra sambil tertawa pelan.
“Jangan gede kepala kalian! Masih ada yang peduli sama aku, selain kalian!” Rose berkata dengan nada jengkel.
“Siapa?” tanya Hendra dan Agus bersamaan, menoleh ke belakang sesaat, menatap Rose yang duduk di jok belakang sambil memegangi kakinya yang sakit.
“Ibuku dong!” jawab Rose.
“Ya juga sih. Tapi. Bude ‘kan ada di Jawa, jadi tetap kami berdua yang menjadi pemenangnya,” sahut Hendra dengan penuh bangga, lalu diangguki oleh Agus bertanda setuju dengan pernyataannya.
“Terserah kalian deh! Eh, Btw, kalian nggak ngasih kabar sama Ibu ‘kan?” tanya Rose penasaran.
“Nggak, maksudnya kami belum sempat mengabari ibu kamu,” jawab Agus.
“Syukurlah, kalau bisa kalian nggak usah ngasih tahu ibu, aku takut kalau beliau cemas,” jelas Rose pada kedua temannya.
“Iya, tapi ada syaratnya,” sahut Hendra menoleh ke belakang, melayangkan senyuman penuh arti.
“Apa? Nggak usah ngajuin syarat macam-macam!” sungut Rose, menatap waspada.
“Syaratnya gampang kok, jangan galau lagi dan segera lupakan wedus gembel itu!” jawab Hendra sambil mengepalkan kedua tangannya di udara.
“Wedus gembel? Sopo kuwi?” tanya Rose dengan tatapan heran.
“Mantan pacarmu yang kayak celana sobek itu!” sahut Agus jadi geram kalau mengingat pria yang sudah menyakiti teman baiknya.
“Walah! Ada-ada saja julukan yang kalian kasih pada bajingan itu ... tapi julukan itu memang pantas banget buat dia, wedus gembel, celana sobek ... ha ha ha.” Rose tertawa terbahak sambil bertepuk tangan dengan sangat senang.
“Akhirnya kamu bisa ketawa, Rose,” ucap Hendra dan Agus bersamaan, lalu keduanya itu ikut tertawa.
“Ish! Kalian ini selalu bisa bikin aku bengek.” Rose tertawa sambil mengetuk kepala kedua temannya dengan tongkatnya secara bergantian.
TUK ... TUK
“ROSE!!!” teriak Hendra dan Agus bebarengan sambil mengusap kepala mereka lantaran sakit di ketuk dengan ujung tongkat Rose.
“Ha ha ha ... bercuandyaaa ... bercuandyaa ...,” balas Rose dengan gaya lebay, mengikuti konten yang sedang viral di media sosial.
*
*
Sementara itu, di salah satu kamar rumah sakit. Arkan menatap putrinya yang terlelap di atas tempat tidur pasien dengan bantuan alat medis yang menempel di tubuh kecilnya.
“Apakah kamu bisa melihat putri kita, Sayang. Dia menderita, dia rapuh dan dia sangat merindukanmu,” ucap Arkan di dalam hati, sambil mengingat mendiang istri tercintanya yang meninggal setelah melahirkan Mika ke dunia.
“Begitu pun denganku yang juga sangat rapuh dan sangat merindukanmu,” lanjutnya masih berkata di dalam hati, seraya mengusap salah satu sudut matanya yang basah.
Masih teringat dengan jelas di benaknya, saat dia menemani istrinya di ruang persalinan beberapa tahun yang lalu. Arkan menyaksikan sendiri perjuangan istrinya melahirkan putrinya hingga merenggang nyawa.
Perasaan hancur, sedih dan merasa kehilangan masih dia rasakan sampai saat ini. Kenapa dunia begitu tidak adil kepadanya? Kehilangan orang yang paling di cintai adalah hal yang terberat dalam hidup. Sejak saat itu, dunia Arkan menjadi gelap, tidak mempunyai warna lagi, namun masih ada setitik cahaya yang menerangi dan cahaya itu berasal dari Mika putri kesayangannya.
Terdengar isak tangis dari bibir Arkan. Pria itu menunduk sembari menangkup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Lihat aku, bertahan dari rapuh. Tetap merindu di ruang waktu, walau kamu tidak datang untukku,” batin Arkan di sela isak tangisnya yang terdengar sangat memilukan.
Jadi, menangis tak harus diartikan sebagai kelemahan. Dalam hal ini, justru lebih baik membiarkan air mata mengalir daripada tertahan. Pelepasan emosi akan membuat perasaan lebih baik. Menangis merupakan satu-satunya cara kedua mata berbicara ketika mulutmu tidak dapat menjelaskan betapa hancur dan rapuhnya hati.
Arkan menghentikan tangisnya saat merasakan usapan lembut di pundaknya. Dia segera menghapus air matanya.
“Sudah cukup kamu larut dalam kesedihan,” ucap wanita paruh baya dengan nada lembut.
“Kini saatnya kamu bangkit dari rasa keterpurukan dan kesedihan. Mika sangat membutuhkanmu,” lanjutnya seraya beralih mengusap pucuk kepala putranya dengan penuh kasih sayang.
“Aku merasa berat, dan tidak sanggup,” jawab Arkan pada ibunya.
“Ar, sudah berapa kali Mama bilang kalau kamu harus bisa demi Mika!” tegas wanita paruh baya itu yang bernama Allegra.
Namun Arkan menanggapi dengan gelengan kepala berulang kali, bertanda kalau dia belum bisa bangkit dan melupakan mendiang istrinya.
Allegra menghela nafas panjang, kemudian mendekati cucunya yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidur pasien.
“Sus Riri bilang kalau Mika tadi bertemu dengan wanita yang sangat mirip dengan mendiang istrimu, Ar. Apakah itu benar?” tanya Allegra seraya menundukkan setengah badannya, mengecup pipi cucunya.
“Aku tidak tahu,” jawab Arkan sembari menaikkan kedua pundaknya secara bersamaan.
“Mika juga menangis karena menyangka kalau wanita tersebut adalah Mommy-nya. Ar, kenapa kamu tidak mencoba mencari tahu tentang wanita itu? Siapa tahu dengan kehadirannya, bisa membuat kesehatan Mike jadi membaik,” ucap Allegra memberikan saran, tapi sarannya itu langsung di tolak mentah-mentah oleh putranya.
“Kamu memang keras kepala! Dan tidak memikirkan kesehatan putrimu!! Mika sudah menjalani operasi jantung beberapa bulan yang lalu, seharusnya kesehatannya sudah membaik, tapi kamu bisa lihat sendiri kalau Mika masih sering drop, karena dia selalu merasa sedih dan tertekan karena tidak ada Mommy di sampingnya. Kamu harus pikirkan itu, Ar!” tegas Allegra pada putranya yang sangat keras kepala itu.
“Ma, bisakah Mama tidak mencampuri urusanku lagi?!” ucap Arkan dengan nada datar.
“Untuk kali ini tidak bisa! Mama akan melakukan yang terbaik untuk Mika. Mama akan mencari tahu tentang wanita itu!” balas Allegra dengan nada kesal.
Arkan membuang nafas kasar, ketika mendengar jawaban ibunya.
***
Bestie, oh bestie ... jangan lupa like, vote, dan kasih dukungan lainnya. Lophe you fulll 😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!