...I LOVE U! SUAMI DADAKAN 2...
...(Pangeran Mateen sebagai Angkasa Naufal Ananta)...
...(Nayeon 'TWICE' sebagai Aina Maura)...
...****************...
Mengusir tentara penjajah dari negaramu itu perkara yang mudah, namun yang lebih sulit adalah mengusir cinta yang telah menjajah hatimu.
Demikianlah mungkin kata yang tepat untuk seorang Kapten Angkatan Udara, Angkasa Naufal Ananta; tentara muda yang sukses dan dewasa. Semua orang tahu dan mengakui, dia memang sempurna dan ideal sebagai seorang pria. Apalagi menjadi seorang suami secara fisik!
Angkasa tumbuh menjadi lelaki yang tegas dan dingin, ia bahkan sangat malas berhadapan dengan wanita. Namun dengan karakternya yang rumit itu, ia justru harus menikah dengan seorang gadis cerewet, ceplas-ceplos dan kekanakan bernama Aina Maura; Kekasih dari adik kembarnya, Samudera Ananta.
Pernikahan paksa tersebut terjadi ketika Samudera mengemban tugas penyelamatan sandera di Tongo, dan mewasiatkan agar Angkasa menikahi kekasihnya jika ia tak kembali lagi. Beban yang diemban Angkasa, perasaan duka serta kasih sayangnya pada adik kembarnya itu akhirnya mendorong Angkasa mengucapkan kata nikah di hadapan ayah Aina.
Karakter Aina yang tak cocok bagi Angkasa membuatnya dingin dan mengacuhkan istrinya itu. Tak sehari pun hidupnya merasa tenang dan damai, karena selalu ada perempuan itu di sampingnya. Namun siapa sangka, akibat pertemuan yang terlalu sering bahkan ketika tidak mereka sengaja sekalipun. Mampu menghadirkan perasaan yang tidak biasa di hati Angkasa maupun Aina.
Dan kisah ini, tentu saja, tak akan mampu menggambarkan bagaimana mulusnya kisah percintaan dan rumah tangga mereka. Tapi, setidaknya dapat membuka berbagai kemungkinan bagaimana keindahan rencana Tuhan dalam merancang kisah hidup seseorang. Mengapa bisa dikatakan demikian?
Demikianlah kisah ini bermula, saat Bintang Samudera, adik kembar Angkasa yang harus meninggalkan kekasihnya karena tugas lintas negara. Namun setitik kegusaran Samudera untuk kekasihnya, Aina; gadis polos berusia 20 tahun, mahasiswi tahun kedua di salah satu universitas swasta di kota.
Tak seorangpun paham bagaimana perasaan dilema Samudera saat itu, biasanya ia tak pernah gelisah saat menjalankan tugas dan meninggalkan Aina. Tapi, kali ini---dia merasakan hal lain.
"Berapa lama Kak Sam akan tugas?"
"Tidak lama, cuma latihan saja."
"Sungguh?"
"Iya, janji."
Aina menatap kekasihnya, Samudera dengan memberengut. "Kak Sam sudah janji tidak akan sembarangan beri janji, ingat dulu kakak ngomong 3 hari, 6 bulan kemudian baru pulang."
"Aku----" Samudera tak melanjutkan kata-katanya saat mendapati Aina tersenyum kemudian.
"Aina kan akan menikah dengan Kak Sam kalau sudah lulus kuliah nanti, Aina pasti ngerti. Kakak jawab saja tidak tahu kalau memang tidak tahu."
"Na, jodoh, rezeki dan maut adalah urusan Tuhan. Kakak senang dengar harapan Aina. Kakak pamit ya."
Mengingat profesinya sebagai Tentara Angkatan Laut, Samudera sadar betul bagaimana nyawanya dipertaruhkan untuk tugas dan negara. Saat ia akhirnya harus pergi ke Tongo, menjalankan tugas membebaskan sandera warga negara Indonesia yang ditawan kelompok penjahat di salah satu pulau terpencil, Samudera tahu ini adalah tugas yang terbilang sulit dan cukup mengancam. Kegusaran itu tak hilang sampai ia akhirnya menitipkan wasiat kepada Kakak kembarnya, Angkasa.
"Sa, Aina itu gadis yang lucu kan?" Samudera tertawa pendek seraya merapikan isi ranselnya. Sementara Angkasa hanya menyimak dengan datar.
"Dia itu gadis yang ceria, manja tapi dia bisa berpikir dewasa dan memiliki rasa simpatik yang besar. Dia juga senang mengguyon dan cerewet, akan tetapi, semua itu tidak lantas menjadikan dia bidadari dungu yang menarik hanya karena pinggul dan kaki yang mulus. Kehadirannya bisa sebagai pelipur lara bagi setiap makhluk datar dan kosong, sebagai penghibur bagi dunia yang kejam dan tenggelam dalam ratapan pendiam. Sangat cocok dengan karakter mu."
"Maksudmu apa?"
"Sa, kalau aku tidak kembali dalam waktu 2 hari sejak operasi di Tongo selesai. Atau paling lambat, 7 hari sejak ada kabar tentang operasi ini. Bisakah kamu menikahi Aina untukku?"
Tak seorangpun paham di mana letak Tuhan mengatur dan menciptakan, kekhawatiran Samudera sungguh terjadi. Ia tak kembali lagi, bahkan sejak operasi penyelamatan yang dilakukan timnya selesai. Hanya Samudera yang hilang tak ada kabar, mati kah? atau masih hidup kah? Tak ada seorang pun yang tahu.
Dan Angkasa, hanya menyimpan wasiat serta rasa sakit itu sendirian. Layaknya firasat seorang saudara kembar, Angkasa masih meyakini adiknya itu masih ada di dunia ini. Sementara Aina, hanya tahu Samudera masih menjalankan tugas.
Meski begitu, Angkasa bukanlah sosok yang sempurna. Dia memiliki kelemahan permanen yang tak bisa mengesampingkan wasiat dan kata-kata terakhir saudara kembarnya. Kelemahan itu akhirnya terbuka, saat ayah Aina kritis di rumah sakit.
"Aina tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, selain Papa. Kalau Papa meninggal, siapa yang akan menikahkan Aina?"
"Papa, jangan bicara begitu. Papa cuma sakit biasa, dokter tadi sudah periksa." Aina, menangis di punggung tangan ayahnya yang mulai pucat. "Papa tidak boleh tinggalkan Aina---"
"Papa, mau lihat Aina menikah. Biar Papa yang menikahkan Aina sekarang. Tolong nak, Papa tidak akan tenang kalau tinggalkan Aina sendirian. Aina harus menikah sekarang."
"Ya sudah Papa jangan pergi sekarang! Soalnya Kak Sam masih tugas, jauh! tidak tahu kapan pulang."
Aina, memang gadis muda yang keras kepala. Tapi semua orang pun akan paham, bagaimana kuatnya dia. Ibunya meninggal saat melahirkannya, hidup sebagai anak gadis semata wayang dengan ayah yang sudah renta. Hanyalah Samudera, cinta pertama sekaligus terakhir tempatnya mendapatkan kelengkapan dari kasih sayang.
Dengan segala tekanan yang datang, Angkasa tahu, siapa pun mampu ia taklukan dengan jiwa dan pikirannya yang tak kenal lelah mengembara, kecuali kondisi saat ini telah menekan perasaannya, rasa melankolia yang mengudara dalam pusaran dua sayap: Wasiat Samudera dan Keinginan ayah Aina yang sedang sekarat.
"Saya akan menikahi Aina, sekarang!" Sahutnya.
Cinta dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu persoalan paling kuno di dunia. Lebih dari itu semua, ia adalah lambang dari kemujuran manusia; rasanya tidak ada kebahagiaan dan keberuntungan di masa muda melebihi kebahagiaan seorang pencinta. Demikianlah, akhirnya tanggung jawab tentang Aina berpindah ke pundak Angkasa.
Angkasa memang tak selembut Samudera. Tapi, sejak pernikahan terpaksa itu berlangsung, dia telah menjadi laki-laki paling penting dalam hidup Aina, bila dibandingkan dengan Angkasa, pikiran, perasaan, perilaku dan cita-cita Aina jauh lebih sederhana. "Kamu adalah cermin yang pernah kulihat sebelumnya. Kamu memiliki dunia yang selama ini ku pikir berada di orang lain."
"Jangan pernah berpikir saya mencintai kamu, saya menikahi kamu hanya karena wasiat Samudera, adik kembar saya. Juga keinginan mendiang ayahmu."
Dengan segala persoalan yang datang, Angkasa hidup dengan memikul tanggung jawab sebagai seorang suami dadakan untuk kekasih dari adik kembarnya, seorang gadis yang berbanding terbalik dengan karakternya sendiri. Sungguh suatu usaha yang tidak mudah, banyak pengorbanan yang ia lakukan untuk keputusan itu.
Cerita ini berisi runtutan kisah tentang seorang tentara yang tegas dan kejam ketika menjadi suami dadakan untuk gadis polos dan kekanak-kanakan.
...****************...
Assalamu'alaikum ini author 🙋
Selamat datang di Markas Besar, cabang Angkasa. Hari ini Kak Asa sudah nongol xixi, ternyata kalau sudah besar si bocil kembar ganteng dan manly sekali ya kakak kakak 🤧☝
Selamat membaca, semoga kalian menikmati kisahnya yak 🥳. Jangan lupa tekan jempol di likenya, absennn yukkkk!!!
Aina melirik kekasihnya dan tersenyum. Mereka sedang merayakan ulang tahun pertama Samudera sejak menjadi kekasih Aina, dan Aina bersyukur pria yang 8 tahun lebih tua darinya itu kini telah menjadi pasangannya sejak satu tahun terakhir.
Gadis itu ingat betul bagaimana ia bertemu dengan Samudera. Saat itu, ia masih menginjak bangku Sekolah Dasar, dia dikucilkan dan mendapat perlakuan tak mengenakan teman-temannya. Namun saat itu, lelaki tinggi membantunya, mengusir anak-anak nakal itu dan mengantarnya pulang ke rumah. Genggaman tangan yang hangat, juga tatapan mata yang tajam dan membara; Aina telah jatuh cinta pada pria yang ia ketahui adalah Samudera.
Dan sejak saat itu, Samudera adalah cinta pertama dan terakhir bagi Aina.
"Selamat Ulang Tahun, Na. Apa permintaan kamu?"
"Kak Sam dan Papa selalu sehat, panjang umur, dan Aina bisa cepat lulus terus menikah dengan Kak Sam."
Tetapi Samudera, hanya bisa tersenyum tipis. Lama rasanya bagi Sam untuk meminang Aina, namun memang waktu belum tepat, apalagi Aina masih menjadi mahasiswi baru di Universitas.
Samudera tertawa pelan. "Seharusnya kamu mendoakan dirimu sendiri untuk wish tahun ini. Kamu juga harus pikirkan dulu belajar, soal menikah masih jauh di depan."
"Pokoknya tidak masalah! karena Aina selalu cinta dengan Kak Sam! Cuma Kak Sam yang boleh jadi suaminya Aina."
"Kakak bakal aamiin kan doa Aina. Tapi cuma Tuhan yang bisa atur jodoh, rezeki dan maut seseorang." Tiba-tiba Sam terdiam, napasnya menjadi berat terutama bila harus mengingat, pertemuan ini mungkin bisa jadi perayaan ulang tahun pertama sekaligus terakhir ia rayakan bersama Aina. Samudera, harus memimpin operasi pembebasan sandera di negara Kongo. Sebagai tentara---Samudera tahu bagaimana ancaman yang datang.
"Kakak mau pergi berapa lama?" Aina langsung menyela sesaat kemudian, seakan ia telah tahu apa yang tersirat saat Samudera mulai berkata demikian.
"Tidak lama, cuma latihan saja."
"Sungguh?"
"Iya, janji."
Aina menatap kekasihnya, Samudera dengan memberengut. "Kak Sam sudah janji tidak akan sembarangan beri janji, ingat dulu kakak ngomong 3 hari, 6 bulan kemudian baru pulang."
"Aku----" Samudera tak melanjutkan kata-katanya saat mendapati Aina tersenyum kemudian.
"Aina kan akan menikah dengan Kak Sam kalau sudah lulus kuliah nanti, Aina pasti ngerti. Kakak jawab saja tidak tahu kalau memang tidak tahu."
"Na, jodoh, rezeki dan maut adalah urusan Tuhan. Kakak senang dengar harapan Aina." Lagi-lagi Samudera mengulangi kata-katanya.
Aina menggoyangkan jari di depan wajah Samudera. "Ucapan Kak Sam tidak salah, tapi itu buat perasaan Aina jadi gusar. Mungkin karena pelajaran psikologi yang Aina terima di Kampus." Aina mengendikkan bahu. "Kita makan kue nya sekarang yuk?!"
Setelah berpamitan itu, mereka akhirnya dapat bergurau tentang kecenderungan Samudera bersikap serius. Dia selalu bertingkah sebagai anak yang lebih kaku dan merasa tidak cocok dengan penampilan yang eksentrik, tapi sejak bertemu Aina, ia mulai melakukan pengecualian.
Demikianlah 2 hari kemudian, Samudera mulai melakukan persiapan untuk berangkat memimpin pasukan di markas besar. Tetapi kabar operasi penyelamatan Samudera baru-baru ini membawa kakak kembarnya kembali dan datang menghampirinya di sana. Sam, menyambut gembira kesempatan untuk mengobrol, memperkuat kedekatan yang mereka rasakan sejak kecil.
Tiba-tiba Samudera menyenggol rusuk kembarannya dan menunjuk seorang gadis, dokter yang melakukan vaksinasi dijajaran para pasukan Sam yang akan berangkat nanti.
Angkasa mengernyit. "Sudah kubilang, aku belum tertarik dekat dengan perempuan."
"Apa aku harus mengingatkanmu bahwa usiamu sudah 28 tahun? Sampai sekarang masih menutup hati, kamu tidak capek dengar ceramah Mama soal cucu?" Samudera menyisir rambutnya yang hitam, miring ke kanan. Membuat dua saudara kembar itu kini terlihat makin serupa.
"Sudahlah." Jawab Angkasa dingin. Kemudian menyandarkan badannya ke dinding besi tempat penyimpanan senjata. "Ini operasi penyelamatan sandera pertama mu di luar negeri, kamu takut?"
"Lebih baik pulang nama, dari pada gagal di medan tugas." Sam menoleh, lalu tersenyum tipis pada Angkasa. "Aku sekarang malah tidak sabar."
"Tidak sabar kenapa, Sam?" Angkasa membalas senyuman jahil itu.
"Tidak sabar menembaki kepalanya satu-satu, ******* itu."
"Baguslah, kalau begitu." Angkasa menepuk pundak Sam dengan gagah. "Tapi ingat, ini bukan latihan tapi ini tugas operasi. Gunakan amunisi mu dengan hemat, karena jauh dari gudang."
"Kamu tidak berubah, Sa." Samudera tertawa pendek, berseloroh dingin seperti tengah mengejek saudara kembarnya. "Kamu sebenarnya orang yang sangat peduli, tapi sangat pandai menyembunyikan perasaan. Terima kasih, aku pasti ingat pesanmu ini."
Samudera, berkata seolah ia memahami karakter kakaknya, tapi ia sendiri tidak jeli dengan perasaannya sendiri. Sam, dari dasar hatinya menyimpan kegelisahan yang besar. Namun, sebisa mungkin ia bersembunyi dari perasaan itu.
"Sa, Aina itu gadis yang lucu kan?" Samudera tertawa pendek seraya merapikan isi ranselnya. Sementara Angkasa hanya menyimak dengan datar.
"Aku tidak pernah memperhatikannya."
Samudera menghela napas. "Dia itu gadis yang ceria, manja tapi dia bisa berpikir dewasa dan memiliki rasa simpatik yang besar. Dia juga senang mengguyon dan cerewet, akan tetapi, semua itu tidak lantas menjadikan dia bidadari dungu yang menarik hanya karena pinggul dan kaki yang mulus. Kehadirannya bisa sebagai pelipur lara bagi setiap makhluk datar dan kosong, sebagai penghibur bagi dunia yang kejam dan tenggelam dalam ratapan pendiam. Sangat cocok dengan karakter mu--"
Angkasa menyimak kata-kata Samudera sambil mengernyit, ia paham ada maksud terselubung dari perkataan adiknya itu.
"Maksudmu apa?"
Hening, mendadak mulut Samudera terkatup saat Angkasa menyela perkataannya dengan pertanyaan spontan. Tangannya mengepal gagang peralatan tempurnya dengan kuat, Sam, akhirnya memberanikan diri mengungkapkan keinginan itu.
"Sa, kalau aku tidak kembali dalam waktu 2 hari sejak operasi di Kongo selesai. Atau paling lambat, 7 hari sejak ada kabar tentang operasi ini. Bisakah kamu menikahi Aina untukku?"
"Tidak!" Satu kata, singkat. Angkasa menolak mentah-mentah permintaan Sam dengan datar dan blak-blakan.
"Sa, aku kan minta kalau misal aku tak kembali lagi. Kalau aku kembali---"
"Ya sudah itu artinya kamu harus kembali hidup-hidup. Karena menikahi bocah itu bukan tanggung jawabku."
Tapi Samudera hanya menyambut itu dengan tawa kemudian menggendong ranselnya ke punggung. Sam tahu, Angkasa bukan laki-laki yang akan mengabaikan wasiatnya. Dia sudah mengatakannya di atas.
Samudera bergerak ke depan, ke arah pasukannya yang sudah bersiap di ruang depan. Meninggalkan Angkasa tanpa sepatah kata lagi. Hanya sayup-sayup perintah dari suara berat Samudera kepada prajuritnya yang kini masuk di rumah siput telinga Angkasa.
"Tim Hiu bersiap, segala lambang-lambang tentara tanggalkan, semua atribut, merek-merek yang berbau Indonesia jangan lupa dibuang. NPG, jangan lupa di cek, ini misi rahasia jangan sampai ada identitas yang terbawa!"
"Siap!"
Demikianlah, takdir kejam itu sungguh terjadi. Operasi Sandera yang dijalankan Samudera telah selesai tepat dua hari dari waktu yang telah diberikan pemerintah Kongo untuk Tentara Indonesia. Semua sandera berhasil diselamatkan tetapi Sam, tidak kembali bersama prajuritnya...
Benarkah ia sudah gugur? atau masih hidup?
Angkasa, satu-satunya orang yang memahami Sam sebelum kepergiannya, hanya menyimpan wasiat serta rasa sakit itu sendirian. Layaknya firasat seorang saudara kembar, Angkasa masih meyakini adiknya itu masih ada di dunia ini. Sementara Aina, hanya tahu Samudera masih menjalankan tugas.
"Nikahi Aina untukku ya Sa? dia itu sangat berharga untukku. Aku ingin dia bahagia, bahkan jika tak ada aku, aku yakin cuma kamu yang bisa ku percaya membahagiakan dia." Begitu Sam menegaskan, sebelum menghilang di medan tugasnya.
...****************...
Bisa banyangin posisi 3 orang itu gimana? 🥺🤧
tapi yang lebih nyesek author, karna bakal di duain kak Asa 🤧
Sejak kabar Samudera menghilang, Angkasa masih menahan berita itu dari keluarga maupun kekasih adiknya, Aina. Asa masih meyakini bahwa Sam, masih hidup. Dia meneguhkan keyakinan itu dalam hatinya.
Satu minggu setelah itu, Angkasa mendapat kabar kalau ayah kandung Aina kembali masuk rumah sakit karena serangan jantung, dan harus pergi detik itu juga ke rumah sakit untuk mewakili Samudera. Situasi genting demikian, seakan membuat Angkasa tercekik terutama saat ayah Aina, menginginkan kekasih dari Samudera itu menikah saat itu juga.
"Aina tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, selain Papa. Kalau Papa meninggal, siapa yang akan menikahkan Aina?"
"Papa, jangan bicara begitu. Papa cuma sakit biasa, dokter tadi sudah periksa." Aina, menangis di punggung tangan ayahnya yang mulai pucat. "Papa tidak boleh tinggalkan Aina---"
"Papa, mau lihat Aina menikah. Biar Papa yang menikahkan Aina sekarang. Tolong nak, Papa tidak akan tenang kalau tinggalkan Aina sendirian. Aina harus menikah sekarang."
"Ya sudah Papa jangan pergi sekarang! Soalnya Kak Sam masih tugas, jauh! tidak tahu kapan pulang."
Aina, memang gadis muda yang keras kepala. Tapi semua orang pun akan paham, bagaimana kuatnya dia. Ibunya meninggal saat melahirkannya, hidup sebagai anak gadis semata wayang dengan ayah yang sudah renta. Hanyalah Samudera, cinta pertama sekaligus terakhir tempatnya mendapatkan kelengkapan dari kasih sayang.
Angkasa menganggap keadaan ini tak ada sangkut paut dengannya, tetapi ia tak mampu mengesampingkan Samudera dan kenyataan bahwa; 'Aina adalah wanita terakhir yang dicintai adik kembarnya'.
Dengan segala tekanan yang datang, Angkasa tahu, siapa pun mampu ia taklukan dengan jiwa dan pikirannya yang tak kenal lelah mengembara, kecuali kondisi saat ini telah menekan perasaannya, rasa melankolia yang mengudara dalam pusaran dua sayap: Wasiat Samudera dan Keinginan ayah Aina yang sedang sekarat.
Sambil menghela napas berat dan mengepalkan tangannya kuat, Angkasa akhirnya bersuara dari belakang; "Saya akan menikahi Aina, sekarang!" Sahutnya.
"Hah? Kamu ngomong apa sih?" Ujar Aina selagi melotot pada Angkasa di belakang.
"Saya akan menikahi dia." Asa mengulangi, tetapi bukan menjawab Aina, melainkan pada ayah gadis itu.
"Kamu kembaran Sam---" Ryan, ayah Aina menaikkan tangannya seolah ingin menggapai Angkasa. Kemudian mengalihkan pandangan pada Aina kembali, "Na, Papa minta maaf. Aina menikah sekarang dengan kembarannya Sam ya?! Papa mau nikahkan Aina sebelum Papa pergi---"
Aina mengerjapkan mata. Tatapannya terpusat pada Papa Ryan seolah ayahnya itu sudah tidak waras, meskipun ia tahu yang sebenarnya. Ayahnya, sudah sekarat sekarang.
"Tapi Kak Sam---" Aina berkata pelan, dadanya mulai merasa sesak dengan banyaknya aturan dan kehendak ayahnya yang harus dipatuhi.
Akhirnya, kelang 1 jam kemudian. Semua persiapan nikah dadakan telah rampung, setelah Aina akhirnya mengangguk paksa untuk itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Aina Maura dengan mas kawin tersebut, tunai!"
Angkasa menjawab jabatan tangan penghulu dengan lantang, di hadapan ayah Aina, mereka resmi menikah.
Cinta dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu persoalan paling kuno di dunia. Lebih dari itu semua, ia adalah lambang dari kemujuran manusia; rasanya tidak ada kebahagiaan dan keberuntungan di masa muda melebihi kebahagiaan seorang pencinta. Demikianlah, akhirnya tanggung jawab tentang Aina berpindah ke pundak Angkasa.
Angkasa memang tak selembut Samudera. Itulah yang paling tidak terlihat, setelah mereka hidup bersama pasca kepergian ayah Aina, dan Angkasa membawa Aina ke rumah dinasnya.
"Kak Asa dan Aina memang sudah menikah, tapi Aina mohon---" Aina membuka obrolan canggung di kamar.
Asa menatapnya tajam dengan ekspresi datar. "Jangan pernah berpikir saya mencintai kamu, apalagi mau menyentuh kamu. Saya menikahi kamu itu hanya karena wasiat Samudera, adik kembar saya. Juga keinginan mendiang ayahmu."
"Wasiat? maksud Kak Asa apa?"
"Entahlah. Aku mau mandi," ujar Angkasa yang langsung menghindar begitu ada kesempatan.
Tanpa canggung sedikitpun, Angkasa langsung menanggalkan kausnya dengan cekatan sebelum berangkat ke kamar mandi. Mengeluarkan pandangan sensual pada bagian tubuhnya yang sempurna, berotot dengan kulit kecoklatan. Memang badan seorang tentara.
Seketika itu pula, Aina menyemburkan minumannya. "Kak Asa!"
Sial! Aina menggerutu dalam hati sambil menutupi mulut dan hidungnya, setelah tersedak susu. Bisa-bisanya punya badan sebagus itu!
"Kenapa?"
Dengan wajah berantakan, Aina kembali mengatur napas. Bagaimanapun, ia tidak benar-benar pernah tahu dampak menikahi seorang Angkasa. Ia belum pernah tertarik spontan pada laki-laki lain, apalagi cuma karena otot. Tidak sedalam rasa kagumnya pada Sam.
"Maksudnya apa buka-buka pakaian begitu? Aina masih punya pendirian ya Kak. Kak Asa tidak boleh sembarangan buka-bukaan seperti itu lagi!"
"Oh," Angkasa menjawabnya singkat. "Kamu akan terbiasa juga nanti," lanjutnya sambil tersenyum puas.
Tiba-tiba Aina tertegun saat kata-kata Angkasa membuatnya berpikir jauh. Ia tidak pernah berpikir sedewasa ini, tapi Angkasa nampaknya memberi pelajaran awal yang cukup bagus untuknya dalam dunia pernikahan.
Sinting, gumam Aina dalam hati. Kesadarannya masih belum kembali, masih tersembunyi baik dibalik ekspresi cengo nya sekarang.
"Boleh juga." Sahut Angkasa, sehingga kemudian Aina menepuk pipinya agar sadar dari khayalan.
"Boleh apa?"
"Lupakan, pekerjaanku masih banyak. Aku mau mandi sekarang."
"Nanti dulu." Aina meraih salah satu lengan Angkasa, membuat jemarinya merasakan sensasi maut begitu menggenggam lengan besar berotot itu, seakan ia tengah bernostalgia. Seperti tak asing, seperti pernah menyentuhnya. "Aina punya satu permintaan lagi sebelum Kak Asa mandi,"
Angkasa menyisir rambutnya dengan jemari, membuat rambutnya mekar berantakan, namun aura tampannya semakin berkibar. Dia menatap Aina dingin, "Permintaan apa?"
"Tolong jangan buka baju sembarangan," jawabnya memelas sambil memalingkan muka. "Saat kita berduaan."
"Kenapa? Merasa mengkhianati Sam sekarang?"
Sementara itu Aina yang merasa kesal karena Angkasa menyinggung soal Sam, langsung mengepalkan tangannya kuat ke dada Angkasa. "Jangan pernah bawa-bawa soal Kak Sam! Kita sudah terlanjur menikah."
"Kalau begitu perkataanku tidak salah."
"Kak Asa!" Aina memekik dengan mata memerah, sejak menikah di belakang Sam, ia memang tak bisa memungkiri apa yang dikatakan Angkasa. Suaminya itu benar adanya.
Ketegangan itulah yang menarik perasaan Angkasa. Wasiat Sam, benar-benar menyiksanya. Namun ia tetap berharap keputusannya ini bukanlah sebuah kesalahan fatal. Dia tahu, bukan hanya dia yang bersedih, semua ini terjadi karena rasa cinta Sam pada Aina, dan rasa sayang Angkasa pada kembarannya.
"Singkirkan tanganmu Aina, lalu cium aku sekarang." Tuntut Angkasa, dengan wajah dingin. "Kalau memang tidak merasa mengkhianati Sam, dan menganggap pernikahan ini, maka cium aku sekarang!"
Aina menenggak ludahnya sendiri dengan kasar. Mengapa harapan di hari ulang tahunnya waktu itu, malah jadi kacau balau. Mengapa dia malah menikahi laki-laki dingin tanpa sensasi perasaan seperti Angkasa?
Sementara Aina Menunduk, Angkasa tetap berdiri tegap seperti tiang listrik. Meski tengah mendesak Aina, Angkasa masih terus berharap pada semesta; Sam, kembalilah. Aku tahu kamu masih hidup. Katanya dalam hati.
Dan dengan segala persoalan yang datang, Angkasa hidup dengan memikul tanggung jawab sebagai seorang suami dadakan untuk kekasih dari adik kembarnya, seorang gadis yang berbanding terbalik dengan karakternya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!