Di sebuah sekolah menengah atas bernama Sekolah
Menengah Atas Bunga Mawar, kegiatan sehari-hari berjalan seperti biasa.
Ruangan-ruangan dipenuhi dengan murid-murid yang rajin belajar dan gurunya yang
berdedikasi. Di antara gurunya, ada seorang perempuan muda bernama Mia, usianya
baru saja menginjak 23 tahun. Mia adalah seorang guru baru yang penuh semangat
dan antusiasme.
Hari itu, Mia sedang duduk di ruang guru, mengevaluasi
beberapa tugas dari murid-muridnya. Saat melirik keluar jendela, dia melihat
seorang murid laki-laki yang duduk di sebuah bangku di depan lapangan. Murid
tersebut adalah Farhan, seorang siswa kelas 1 SMA. Ada sesuatu yang berbeda
tentangnya yang membuatnya menarik perhatian Mia.
Farhan terlihat seperti anak yang sedang tenggelam
dalam pikirannya sendiri. Matanya terfokus pada bukunya, namun Mia melihat
ekspresi yang sedikit lelah di wajahnya. Mia belum pernah benar-benar
memperhatikan muridnya dengan begitu intens sebelumnya, tetapi ada perasaan
aneh yang tumbuh di dalam hatinya.
Keesokan harinya, Mia masuk ke kelas Farhan untuk
mengajar. Sebagai guru komputer, Mia merasa senang bisa berbagi pengetahuannya
dengan para muridnya. Ketika mengajar, matanya tidak sengaja bertemu dengan
mata Farhan. Dia tersenyum kecil, dan Farhan dengan sopan membalas senyuman
itu.
Pada saat istirahat, Mia melihat Farhan duduk
sendirian di bangku taman sekolah. Dia memutuskan untuk mendekatinya.
"Hai, Farhan. Bolehkah aku duduk di sini?" tanyanya ramah.
Farhan mengangguk dan tersenyum. "Tentu, Bu
Mia."
Mereka pun duduk bersama di bawah pohon rindang. Mia
bertanya-tanya apa yang mungkin sedang dipikirkan oleh Farhan. "Apa yang
kamu baca?" tanya Mia sambil menunjuk buku di pangkuan Farhan.
Farhan mengangkat bukunya ke atas. "Ini novel
fiksi ilmiah. Saya suka membaca genre ini."
Mia tertarik. "Oh, begitu? Saya juga suka
membaca. Apa judulnya?"
Mereka pun terlibat dalam percakapan yang semakin
dalam. Mia mulai memahami lebih banyak tentang kepribadian Farhan. Dia
mengetahui bahwa Farhan memiliki minat yang kuat dalam ilmu pengetahuan dan
seni. Meskipun sering terlihat seperti anak yang malas, ternyata di balik itu
ada tekad dan semangat yang luar biasa.
Pertemuan-pertemuan singkat seperti ini menjadi
rutinitas bagi Mia dan Farhan. Mereka sering berbicara tentang buku, film, dan
impian mereka. Meskipun usia dan posisi mereka berbeda, Mia merasa bahwa dia
bisa belajar banyak dari perspektif segar yang dimiliki Farhan.
Suatu hari, saat Mia sedang memberikan penjelasan di
kelas, dia melihat Farhan mengernyitkan kening, seolah-olah dia bingung dengan
materi yang diajarkan. Setelah pelajaran selesai, Mia mendekati Farhan.
"Apakah ada yang tidak kamu mengerti, Farhan? Aku bisa membantu."
Farhan menatapnya dengan rasa terkejut.
"Benarkah, Bu? Saya tidak ingin merepotkan."
Mia tersenyum lembut. "Tidak merepotkan sama
sekali. Aku di sini untuk membantu murid-muridku meraih potensi terbaik
mereka."
Dari situlah, Mia mulai memberikan bimbingan tambahan
kepada Farhan setelah jam pelajaran. Mereka bertemu di perpustakaan atau di
taman sekolah, membahas materi pelajaran dan membantu Farhan memahaminya dengan
lebih baik.
Seiring berjalannya waktu, ikatan di antara Mia dan Farhan
semakin kuat. Mia merasa bahwa ada sesuatu yang istimewa dalam hubungan mereka,
sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan guru dan murid. Dan tanpa disadari,
perasaan itu pun tumbuh di hati Mia.
Namun, pertanyaan besar muncul dalam pikiran Mia.
Bisakah cinta tumbuh di antara seorang guru dan murid? Bagaimana Mia akan
menghadapinya? Apakah perasaannya akan menghancurkan hubungan mereka yang
begitu berarti?
Itulah awal dari cerita "My Student is My First
Love." Dalam bab-bab berikutnya, kisah Mia dan Farhan akan terus
berkembang menghadapi tantangan-tantangan dan pertanyaan-pertanyaan sulit
tentang cinta, usia, dan batasan-batasan yang ada dalam hubungan mereka.
Hari-hari terus berlalu di sekolah menengah tempat Mia
mengajar. Semakin lama, perasaan Mia terhadap Farhan semakin kuat dan sulit dia
kendalikan. Setiap kali mereka bertemu di kelas, Mia merasa detak jantungnya
semakin cepat. Meskipun dia menyadari betapa tidak pantasnya perasaannya, dia
tidak dapat menghindar dari kenyataan bahwa cintanya tumbuh lebih dalam setiap
harinya.
Pagi itu, Mia berdiri di depan kelas dengan buku tulis
di tangannya. Dia mencoba sebaik mungkin untuk fokus pada materi pelajaran,
tetapi matanya terus tak sengaja melirik ke arah Farhan. Dia duduk di pojok
kelas, tampaknya tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Namun, kehadirannya
begitu menarik perhatian Mia.
Setelah bel kelas berbunyi, siswa-siswa berhamburan
keluar dari ruangan. Namun, Farhan tetap duduk di tempatnya. Mia merasa hatinya
berdebar kencang ketika dia melihat Farhan mengangkat kepala dan tersenyum
padanya. Meskipun Farhan sering terlihat malas dan cuek di kelas, senyum itu
menunjukkan sisi lain dari dirinya yang jarang terlihat.
Mia mendekati meja Farhan dengan senyuman canggung di
wajahnya. "Ada apa, Farhan?" tanyanya dengan lembut.
Farhan menggaruk kepalanya dengan malu-malu.
"Ehm, bukannya apa-apa, Bu Mia. Saya hanya ingin bertanya tentang tugas komputer
yang ibu berikan tadi."
Meskipun Mia tahu bahwa alasan itu hanya dalih, dia
berusaha untuk tidak menunjukkan bahwa hatinya berdebar hebat. "Tentu,
Farhan. Ayo, kita bicarakan di sini," jawab Mia sambil duduk di dekat Farhan.
Mereka berdua mulai membahas tugas komputer tersebut.
Namun, obrolan mereka meluas dan berubah menjadi percakapan ringan tentang
kehidupan sehari-hari. Mia mengetahui lebih banyak tentang Farhan—tentang
ketertarikannya pada musik, tentang mimpi-mimpinya, dan tentang bagaimana dia
mencoba untuk melihat sisi positif dari setiap situasi sulit yang dia alami.
Mia merasa semakin terpesona dengan kecerdasan dan
kedalaman pikiran Farhan. Setiap kali mereka berbicara, Mia merasa seperti
mereka memiliki ikatan khusus yang sulit dijelaskan. Namun, Mia juga merasa
dilema. Dia adalah seorang guru yang bertanggung jawab terhadap siswa-siswanya,
dan perasaannya terhadap Farhan adalah hal yang tidak pantas dan berbahaya.
Beberapa minggu berlalu, dan perasaan Mia semakin
sulit dikendalikan. Dia mencoba untuk menjaga jarak, tetapi tidak dapat menahan
diri untuk tidak memikirkan Farhan. Dia merasa seperti terjebak dalam perangkap
perasaan yang tidak bisa dia lepaskan.
Suatu hari, Mia memutuskan untuk berbicara dengan seorang
rekan guru yang lebih senior, Ms. Thompson. Dia merasa perlu mendapatkan
pandangan dari seseorang yang lebih berpengalaman. Mia bercerita tentang
perasaannya terhadap Farhan dan bagaimana itu membuatnya merasa kacau.
Ms. Thompson mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu
dia berkata dengan lembut, "Cinta memang bisa tumbuh di tempat-tempat yang
tidak terduga, Mia. Namun, sebagai seorang guru, kita memiliki tanggung jawab
untuk menjaga batas-batas yang jelas. Perasaanmu mungkin adalah hal yang alami,
tetapi kamu harus ingat bahwa kamu ada di posisi otoritas dalam hubungan
ini."
Mendengar kata-kata itu, Mia merasa tersentuh. Dia
tahu bahwa apa yang dikatakan Ms. Thompson benar. Dia tidak ingin mengorbankan
profesionalismenya sebagai seorang guru demi perasaannya. Namun, bagaimana
caranya dia bisa menghilangkan perasaan ini?
Dalam kebingungannya, Mia mulai merenung dan berpikir.
Apa yang harus dia lakukan agar bisa mengatasi perasaannya tanpa mengorbankan
hubungannya dengan Farhan? Dan bagaimana Farhan sebenarnya merasakan tentang
dirinya?
Lanjutan cerita bisa menggambarkan bagaimana Mia
mencoba untuk menemukan jalan untuk mengelola perasaannya, bagaimana hubungan
antara Mia dan Farhan berkembang, serta bagaimana mereka berdua menghadapi
konflik dan tantangan yang muncul.
Hari-hari di sekolah terus berlalu dengan cepat. Mia
terus melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan dedikasi tinggi, namun di balik
itu, perasaannya terus berjuang untuk tetap tersembunyi. Terutama, perbedaan
usia dan posisi mereka membuat Mia khawatir jika ada yang akan menyadari
perasaannya terhadap Farhan.
Mia sadar bahwa Farhan adalah siswa istimewa. Meskipun
masa lalunya penuh dengan trauma dan kesulitan, ia memiliki sikap yang positif
dan kemauan untuk belajar yang kuat. Meskipun sering terlihat malas, Farhan
selalu memberikan perhatian penuh saat Mia mengajar di kelasnya. Mia merasa
terharu dengan bagaimana ia tetap menghargainya sebagai gurunya, meskipun ia
tahu bahwa Farhan memiliki kisah yang rumit di baliknya.
Suatu hari, setelah kelas selesai, Mia memutuskan
untuk memberikan waktu ekstra kepada Farhan. Mereka duduk di meja belajar di
sudut ruangan kelas, sementara cahaya senja masuk melalui jendela. Mia
mengambil buku pelajaran komputer dan mulai menjelaskan beberapa konsep yang
sulit. Farhan mendengarkan dengan saksama, sesekali mengangguk sebagai tanda
pemahaman.
"Tahu nggak, Bu Mia? Saya belum pernah merasa ada
yang mau memberikan waktu sebanyak ini untuk saya," ujar Farhan dengan suara
pelan.
Mia tersenyum hangat. "Kamu memiliki potensi
besar, Farhan. Saya melihat semangat belajarmu dan saya ingin membantu kamu
meraih impianmu."
Walaupun Mia mencoba untuk tetap profesional dan
berfokus pada materi yang diajarkan, tetapi perasaannya terus berbicara di
dalam hati. Dia melihat mata Farhan yang tulus dan bahagia, dan itu membuatnya
semakin sulit untuk menyembunyikan perasaannya. Namun, Mia masih berusaha keras
untuk tidak menunjukkan apa pun yang bisa mengungkapkan perasaannya kepada Farhan.
Hari demi hari, Mia dan Farhan semakin dekat. Mereka
sering berbicara tentang hal-hal di luar pelajaran, tentang impian dan harapan
mereka. Mia merasa sangat terhubung dengan jiwa muda Farhan, dan seiring waktu,
dia mulai menyadari bahwa perasaannya tidak dapat dihindari lagi. Namun,
keraguan dan kekhawatiran tetap menghantuinya.
Suatu malam, Mia duduk di meja belajar di kamarnya,
menatap bintang-bintang di langit. Pikirannya melayang kepada Farhan dan
perasaannya yang semakin dalam. Dia memutuskan bahwa dia harus berbicara dengan
seseorang tentang perasaannya, seseorang yang bisa dia percayai.
Keesokan harinya, Mia mengunjungi sahabatnya, Lisa,
seorang guru yang lebih senior di sekolah tersebut. Dia merasa khawatir dan
bingung tentang perasaannya terhadap Farhan.
"Mia, kamu harus mengikuti hatimu," kata
Lisa setelah mendengarkan cerita Mia. "Cinta tidak mengenal batasan usia
atau posisi. Yang penting adalah bagaimana kamu berdua bahagia bersama."
Mendengar kata-kata Lisa, Mia merasa sedikit lega.
Namun, perjuangannya belum berakhir. Dia tahu bahwa langkah selanjutnya adalah
berbicara dengan Farhan, meskipun dia masih ragu bagaimana cara melakukannya
tanpa merusak hubungan guru-murid yang telah mereka bangun.
Kisah perjuangan Mia untuk menyembunyikan perasaannya
dan menjaga hubungan khusus dengan Farhan terus berlanjut. Tantangan besar
menantinya di depan, dan dia harus menemukan cara untuk menghadapinya dengan
bijaksana. Tapi, satu hal yang pasti, perasaan mereka berdua telah menjadi
bagian tak terpisahkan dari kisah yang berkembang di antara mereka.
Bagi Mia, menjaga jarak antara dirinya dan Farhan adalah cara untuk melindungi hatinya. Dan bagi Farhan,Trauma terdalamnya ialah hanya karena wanita yang di sayangnya berkhianat terhadapnya, maka dengan menutup diri dari semua wanita adalah caranya agar terhindar dari sakit hati kembali karena wanita.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!