NovelToon NovelToon

ARKANA

Anak Baru

Percayakah kamu pada kalimat 'Jatuh cinta pada pandangan pertama?'. Memang terdengar aneh tapi aku mengalaminya saat ini.

Aku jatuh cinta, pada pandangan pertama. Benar-benar pertama kali bertemu.

Awalnya aku tidak pernah percaya bahwa cinta pada pandangan pertama itu ada dan aku tidak mengira bahwa hal itu akan terjadi padaku. 

Cerita-cerita seperti itu biasanya hanya ada di drama Korea ataupun FTV. Tapi aku merasa hal itu terjadi padaku, jantungku berdebar saat melihatnya dan yang paling parah adalah aku menjadi gagu ketika dia menatapku.

Dia, Arkana, memikat ku dalam senyumnya.

Matanya yang menatap penuh keangkuhan, alisnya yang entah bagaimana berada di sana untuk menambah kesan menawan di wajahnya, coklat gelap di matanya menatap berkeliling ruangan kelas dengan tajam, tidak ada kesan ramah di sana. Matanya sempat bertatap sebentar denganku. Jantungku berdebar tidak karuan untuk pertama kalinya.

Lalu tersungging sedikit senyum di bibirnya saat dia memperkenalkan diri. 

" Halo semua, namaku Arkana Samudera Wijaya. Panggil saja aku Kana", dia berkata sambil menatapku tanpa malu-malu. 

Dan aku berani bersumpah, dia mengedipkan sebelah matanya padaku sebelum berjalan ke arah bangku kosong yang ditunjuk guru.

Aku jatuh hati.

***

" Eh, anak baru itu boleh juga ya. Tapi dengar-dengar katanya dia itu pindah kesini karena sering tawuran di sekolah lamanya di Jakarta ", kata Inka sahabatku. 

Aku yang sibuk mengunyah cilok tidak peduli dengan ocehan Inka. Sebenarnya aku juga terpesona pada Kana, tapi ogah mengakui.

" Apaan sih, kamu dapat gosip dari mana?", aku menyela. 

" Dari si Doni. Liat dia cepat banget kan akrabnya sama anak laki-laki di kelas kita. Memang sepertinya dia anak yang baik dan populer ",puji Inka sambil terus melihat Kana yang sedang asik bercanda gurau dengan teman laki-laki di kelasku.

Tidak sadar aku ikut melihat ke arah Kana. Memang benar, Kana sangat cepat akrab dengan anak-anak kelasku. Ini baru dua hari dan dia sudah masuk ke geng mereka. 

Dasar anak laki-laki, hanya taunya ngumpul-ngumpul. Giliran piket kelas pada kabur semua. Aku mulai ngedumel di dalam hati.

Tapi di lihat-lihat Kana memang sangat menawan, tawanya seperti magnet menarik ku untuk terus melihatnya, aku terhipnotis sesaat.

Tiba-tiba Kana berbalik dan tatapan kami bertemu. Dia tersenyum manis ke arahku dan aku yang kaget gelagapan, menjadi gagu dalam sepersekian detik, setelah itu langsung melengos tanpa sadar.

Jantungku berdebar tak karuan, meloncat ke sana kemari tanpa henti.

' Astaga manis banget senyumnya, gak kuat', batinku meronta.

" Kenapa lo? Grusa grusu kayak maling ketangkap ", tegur Inka.

" Hah, gpp kok", aku ngeles.

Sial, dia cakep banget sih! Aku memaki di dalam hati.

***

Namaku Lawani biasanya di panggil Awan. Aku adalah seorang siswi yang cukup teladan di SMA Garuda Bogor Jawa Barat.

Walaupun bukan juara 1 kelas tapi aku termasuk anak yang cukup pintar dan tekun dalam belajar. Aku adalah anak yang mandiri dan tidak neko neko dalam pergaulan. Temanku mungkin bisa di hitung dengan jari, bukan karena aku tidak pandai bergaul dan berbicara. Tapi karena memang aku anaknya lebih suka di rumah daripada keramaian.

Soal percintaan ? Aku belum pernah pacaran. Tapi pernah di ghosting. Memang sedih, tapi itu cepat terlupakan dan aku tidak pernah memikirkan hal seperti itu berlarut-larut. Karena bagiku belajar adalah nomor satu.

Dan hari ini sekolah kami, khususnya kelasku kedatangan seorang siswa baru. Siswa pria pindahan dari Jakarta. Siswa yang akan membuatku menjadi berdebar-debar dan mengalami rasanya kupu-kupu berterbangan di dalam perut.

Ketampanannya cukup menarik perhatian kaum hawa di sekolahku. Parasnya yang tampan, postur atletis dan sikapnya yang cool membuat siapa saja langsung mendambakannya, bahkan kakak kelas. Belum lagi tinggi badannya yang menjulang menambah nilai plus soal penampilannya.

Semua terpesona termasuk aku. Saat dia tanpa sengaja menatap mataku, rasanya seperti duniaku berputar dan pusat duniaku ada padanya. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama dan aku tidak mengakuinya.

Kisah cinta yang membawaku dalam kehidupan baru yang menarik dan penuh dengan warna warni. 

Perasaaan cinta yang datang menerpaku untuk pertama kali membawaku dalam sensasi rasa bahagia, rasa sedih, kecewa dan kemarahan. Semuanya akan aku rasakan.

Inilah kisahku. Kisahku dan Kana, cinta pertamaku di SMA.

***

" Duileee. . . Geulis pisan kamu hari ini", puji Inka saat melihatku muncul di gerbang sekolah dan akan menghampirinya.

Aku tersenyum mendengar perkataannya. " Makasih loh. Ada apa ni pagi-pagi udah muji ?!", aku berkata curiga. Mataku sedikit menyipit ke arahnya.

Inka mengandeng satu tanganku dan bergelayut manja di sana. " Keur salinan PR Fisika enya¹", katanya sambil senyum-senyum.

" Emm.... Sudah aku duga. Iyaa boleh. Kamu ya, tadi malam dari mana? Kok PR gak di kerjain", aku mengomel padanya.

Yang di omelin malah cengar cengir kayak kuda. " Pokoknya aku sibuk banget", jawab Inka asal.

"Dangdutan ya kamu?", tebakku.

" Iss... Engak ya. Enak aja kamu. Yuk ah nanti telat", kata Inka sambil menyeret ku ke arah lapangan yang sudah di penuhi murid satu sekolah untuk apel pagi.

Kami berbaris di rombongan 2IPA1 dan Inka berdiri di depanku. Aku menyampirkan tali tas di bahuku, cahaya matahari lumayan cerah menyinari wajah semua siswa siswi tanpa malu-malu.

Lalu seseorang berdiri menjulang di sampingku, menutupi matahari yang dengan terik menyinari wajahku. Aku mendongak menatap ke arah siswa itu.

Kana berdiri di sana sambil menatap lurus ke arah podium. Wajahnya tampak bersinar secerah matahari pagi ini. Tas ransel berwarna hijau sage tersampir di bahunya.

Aku terus menatapnya seolah terhipnotis, tidak menyangka sepagi ini bisa melihat ciptaan Tuhan yang luar biasa ini. Penyakit gagu dan rasa terpesona kambuh saat Kana muncul di dekatku, ini sering terjadi dan sepertinya tidak bisa di obati. Karena aku terus menatapnya tanpa malu, dia langsung berbalik dan balas menatapku.

" Ada air liur netes itu", katanya pelan sambil menunjuk ke arah bibirnya sendiri.

Aku yang kaget langsung membersihkan mulutku tapi tidak ada apa-apa di sana. Aku melihat ada sedikit senyum di sudut bibir Kana karena reaksi spontan ku

Sial !Aku di kerjain makiku di dalam hati.

Aku lalu menatap ke arah podium tanpa menengok ke arah Kana lagi.

" Nama?", bisiknya lagi pelan.

Aku menengok sedikit padanya lalu melihat ke belakangku. Takut Kana mengerjai ku lagi.

" Kamu. Nama?", Kana menatap lurus ke arahku.

" Awan ", jawabku singkat.

Kana mengangguk lalu tersenyum dan menatap lurus ke arah podium lagi.

Bisa-bisanya dia gak tau nama teman sekelasnya. Dasar anak aneh. Aku mengomel di dalam hati.

Tiba-tiba suara Kana terdengar lagi seperti bisikan yang membuatku berpikir.

"Kamu jenis awan apa?", Kana bertanya serius dalam bisikan.

Setelah berpikir sejenak, aku yang sudah tau sedang di kerjain masih menanggapi dengan serius pertanyaan Kana. Memang dasarnya terpesona, apapun pertanyaan Kana saat ini aku pasti akan menjawab.

"Aku Awan Cumulus ", jawabku serius.

Kana tidak memberikan reaksi apapun. Aku hanya meliriknya sedikit lalu kembali fokus ke arah podium.

Suara hatiku bergemuruh pertanyaan macam apa itu. Aku juga main jawab aja. Awan kamu itu mau saja di kerjain anak baru.Terpesona sih terpesona, tapi jangan jadi oneng juga dong aku memaki diriku sendiri di dalam hati.

Saat Apel pagi selesai, aku melihat Kana meninggalkan lapangan tanpa menoleh lagi ke arahku. Seolah-olah tidak pernah ada pembicaraan yang terjadi di antara kami.

Ada sedikit rasa kecewa yang menyelinap di hatiku tapi langsung ku tepis dengan cepat. Mungkin Kana lagi kurang kerjaan dan bosan dengan apel pagi ini batinku.

Tidak mungkin dia akan mengajakku terus berbincang, namanya orang ganteng bebas dia mau lakukan apa saja. Bahkan hanya sekedar mengobrol.

Aku tau aku harus melupakan interaksi kami dan aku juga harus tau bahwa percakapan kami tidak istimewa. Hanya sekedar iseng.

Karena apa? Karena bahkan Kana tidak tau namaku padahal kami sekelas. Hah... Untung ganteng makiku.

***

¹. Bagi salinan PR Fisikanya ya.

Kelebihan Rusa

Sejak perkenalan diri yang singkat dan aneh di lapangan itu, aku mengira Kana tidak akan berinteraksi denganku lagi.

Dugaan ku tentu saja salah. Kana selalu memanggil namaku di setiap ada kesempatan. Seolah-olah kami adalah teman lama yang baru bertemu.

Kana yang terhitung tinggi menjulang duduk di bangku paling belakang kelas. Tanpa malu-malu memanggil namaku pagi ini dengan suaranya yang berat.

"Awan .... Ke kantin yuk", panggilnya setelah melemparkan kertas putih yang di gulung berbentuk bola ke arah tempat sampah di pojok kelas paling sudut, lemparan itu masuk dengan tepat tanpa meleset sedikitpun.

" Gak ", aku menjawab tanpa menengok. Tentu saja aku menolak, Kana mengajak ku dengan cara yang jauh dari kata bersahabat dan aku belum siap berada dengan jarak yang sangat dekat dengannya. Aku takut jantungku akan melompat keluar dari dalam, karena pesona Kana.

Kana yang merasa dan belum pernah di tolak langsung datang menghampiriku. Tanpa aba-aba Kana menarik tanganku, menyeret ku menuju kantin sekolah. Inka yang sedang mengobrol denganku sampai melongo. Aku juga ikut terbengong dan tanpa sadar menurut saja saat di paksa.

" Eh teman aing mau di bawa ke mana?", teriak Inka spontan.

" Pinjem bentar ya, mau ke kantin", Kana menjawab cuek.

Aku yang melongo hanya bisa mengikuti langkah panjang Kana ke arah kantin. Penyakit gagu mulai menyerang, debaran jantungku mulai bertambah cepat karena tangan hangat Kana menggenggam tanganku.

' Aduh. . .Kana. . . Kalau kayak gini terus aku bisa kena serangan jantung', batinku.

Saat sudah di luar kelas aku tersadar dari penyakit sialan itu dan langsung melepas genggaman tangan Kana padaku. Kami spontan berhenti berjalan.

" Kamu kan bisa ke kantin sendiri", kataku padanya.

" Aku gak tau jalan ke kantin. Aku anak baru di sini", kata Kana santai. Padahal Kana sudah nongkrong di kantin sejak hari pertama masuk ke sekolah ini.

" Ck...kemarin aku liat kamu di sana", bantahku. Aku benar-benar melihat Kana di sana, nongkrong bersama gengnya.

Kana menelengkan kepalanya menatapku yang keras kepala. " Kamu tidak mau temani aku ke kantin?", tanya Kana sambil menatap tajam padaku.

Aku merasakan ada sedikit intimidasi di tatapan matanya.

" Tidak", jawabku pasti. Entah mengapa merasakan intimidasinya membuatku ingin melawan.

Kana mengangguk paham dengan jawabanku. Lalu dia meraih sebelah tanganku dalam genggaman nya dan seperti mengintimidasi dia bersabda.

"Pulang sekolah temani aku pergi. Tidak ada penolakan titik ", kata Kana dingin tanpa menanyakan pendapatku mau atau tidak. Sepertinya dia juga tidak akan peduli jika aku menjawab tidak mau.

Pernyataannya membuatku terdiam tidak berkutik. Seperti terhipnotis aku tidak menjawab apa-apa. Hanya menatap matanya yang tajam namun mempesona itu.

"Jangan kabur", kata Kana lagi lalu melepaskan genggaman tangannya padaku dan berjalan kembali ke kelas. Meninggalkanku yang bengong tidak sadar akan situasi yang sedang terjadi.

***

Sepulang sekolah Kana sudah menungguku dengan motornya. Padahal saat menjelang pulang di kelas tadi, dia terlihat cuek dan seperti sudah lupa akan niatnya padaku.

Tapi sekarang dengan santainya dia duduk di atas motornya di dekat gerbang sekolah menungguku. Di tangannya ada helm lain, yang dia siapkan mungkin untukku.

Kana langsung menarik tanganku saat aku lewat di dekatnya. " Ayo, aku sudah menunggumu dari tadi", katanya sedikit kesal karena aku mengulur waktu terlalu lama. Aku memang sempat berbincang dulu dengan teman sekelas ku tadi.

" Mau ke mana?", Inka menatap tajam ke arahku seolah menuduh ' kamu kok gak cerita ke aku'.

Aku menggeleng cepat ke arah Inka seolah menolak tuduhan itu. " Aku di paksa", kata itu meluncur pelan keluar dari mulutku tapi bisa di dengar jelas oleh Inka, terbukti dari matanya yang melotot ke arah Kana meminta penjelasan.

" Inka yang baik hati, aku pergi dulu ya sama sahabat kamu. Soalnya ada keperluan mendesak", Kana menarik ku menjauh dari Inka.

Inka menatap Kana curiga tapi langsung di balas dengan senyum paling manis dari Kana. Inka seketika itu juga luluh, langsung tersenyum mengiyakan.

" Oke, tapi cepat di bawa pulang ya... Anaknya gak biasa pergi-pergi sama anak cowok", Inka menjelaskan.

" Iyaa, tenang aku adalah cowok pertama dan terakhir", jawab Kana.

Aku melotot ke arahnya, mereka berbicara seolah Inka adalah ibuku dan Kana sedang meminta ijin.

" Hmm... Baik- baik sama temanku. Jangan di buat nangis", Inka menatap Kana penuh ancaman.

" Okee siap", Kana menjawab setuju sambil tersenyum manis. Setelah itu Inka meninggalkan kami tanpa mendengar pernyataan setuju atau tidak keluar dari mulutku.

Waaah, sial ! Mereka bersekongkol...makiku di dalam hati.

"Sudah beres. Ayo berangkat", Kana memakaikan helm ke kepalaku tapi senyum manis yang tadi hilang di wajahnya berganti dengan tatapan penuh intimidasi.

" Aku kan belum bilang iya", Aku mencoba melawan.

Kana yang sudah duduk di atas motornya langsung berbalik menatapku.

" Mau naik sendiri atau aku bantu naik?", nada Kana penuh ancaman.

Mendengar itu aku langsung cepat-cepat naik ke atas motornya. Takut Kana melakukan yang tidak-tidak.

" Peluk yang kuat. Awas jatuh", kata Kana memberi peringatan. Tapi aku ogah melakukannya, aku hanya memegang ujung jaketnya agar bisa bertahan di atas motor itu.

Lalu dengan motornya kami membelah langit kota Bogor yang masih tampak cerah di sore hari ini.

***

" Ngapain kita ke sini?", aku menatap Arkana yang sedang fokus melihat rusa yang berlalu lalang di balik pagar kebun raya Bogor.

" Tentu saja untuk melihat rusa. Masa ketemu presiden", jawab Kana cuek sambil terus menatap seekor rusa yang juga menatapnya dari balik pagar.

" Ck. . . ", aku mendengus malas. Lalu duduk di kursi dekat situ.

Jujur saja aku bosan melihat rusa ini setiap kali lewat area Kebun Raya Bogor. Walaupun aku tidak turun dari mobil dan menatap lekat-lekat si rusa seperti yang di lakukan Kana sekarang.

Kana terus memperhatikan para rusa itu tanpa berkedip, seperti seorang anak yang baru pertama kali melihat hewan bertanduk.

Karena bosan, aku berdiri dan menghampiri Kana. Ikut melihat ke arah para rusa berusaha mencari keunikan apa dari rusa itu yang terlihat oleh Kana tapi tidak terlihat olehku. Alhasil aku tidak menemukan apapun selain rusa itu makan rumput.

" Emang di Jakarta gak ada rusa?", tanyaku tiba-tiba memecah kesunyian di antara kami.

" Tidak... dan aku tidak pernah pergi ke kebun binatang", Kana berterus terang.

Aku menatap Kana bingung. " Serius? Tapi setidaknya kamu pernah lihat di TV", kataku lagi.

Kana memalingkan wajahnya ke arahku. " Tentu saja aku melihatnya di TV. Tapi aku ingin melihat mereka langsung", lalu tersenyum penuh arti.

" Apa istimewanya melihat rusa", cibirku.

Kana tersenyum " Tentu saja spesial. Aku suka melihat tanduknya, totol di badannya sangat unik dan wajah mereka lucu. Itu spesial", Kana mengakhiri pidatonya.

Mendengar itu aku berpaling dan menatap sekumpulan rusa di dekat pagar itu. Benar saja aku baru memperhatikan wajah para rusa itu memang menggemaskan, beberapa di antara mereka memiliki tanduk yang tinggi, totol putih di badannya seolah seseorang melukis di sana tadi malam dan suaranya sangat menggemaskan. Aku baru memperhatikan rusa dengan detail sore ini.

" Kamu tau kelebihan rusa yang lain?", tanya Kana lagi padaku.

Aku menggeleng pelan, jujur saja aku tidak tau dan tidak pernah mencari tau.

" Mereka memiliki indera penciuman yang mampu menangkap bau predator dari jarak jauh dan rusa jantan selalu mengawasi rusa betina dengan ketat", kata Kana. " Mereka posesif dan protektif ", lanjutnya dalam sebuah bisikan.

Aku menatap Kana tidak paham dengan maksud dari perkataannya. Kana tersenyum penuh arti lalu berbalik menatap rusa itu, setelah itu dia mengambil tas dan menyampirkan nya di bahu.

" Ayo makan, aku lapar", katanya.

" Ya aku juga lapar", aku menyahut jujur.

" Mau makan apa?", tanya Kana.

" Terserah ", jawabku acuh tak acuh.

" Aku tidak tau warung terserah itu ada di mana", jawab Kana santai tapi menyebalkan.

Aku menatap Kana kesal. " Ck... Ya udah Hamburger, fast food ", jawabku sambil memakai helm.

" Okee, sip", dia menjawab dengan senyum di sudut bibirnya.

****

Paus Biru

Setelah hari melihat rusa apakah aku dan Kana menjadi akrab? jawabannya tidak. Kami tidak akan bisa akrab semudah itu. Itu semua bukan karena aku yang menolak, tetapi sifat Kana yang tidak bisa di tebak.

Besoknya dia terlihat dingin bin cuek seperti biasanya dan aku berusaha tidak peduli.  Hanya saja kadang aku sedikit terpesona pada auranya. Siapa yang bisa menolak senyumnya di pagi hari? Siapa yang bisa menolak panggilan suaranya yang berat dan dingin? Walaupun aku terintimidasi tapi aku tidak bisa berbohong, kadang aku berharap dia lebih sering memanggilku.

Saat pergi bersamanya aku menyadari bahwa dia cukup berbeda, tidak seperti saat di kelas. Kepribadiannya sedikit hangat, lembut dan murah senyum. Hanya saja terkadang aku tidak bisa menebak arti senyumannya. Apakah dia bahagia atau memang senyum adalah sebuah kebiasaan baginya. Aku benar-benar penasaran pada Kana.

“ Kamana kamari?¹”, Inka bertanya padaku dengan bahasa sunda. 

“ Ningali Kijang di kebon raya Bogor”², jawabku sambil terus menulis di buku. 

“ Gelo, aneh pisan³. Aku kira kamu di ajak kencan”, Inka menatap aneh ke arah Kana yang sedang tertawa bersama komplotannya di kursi belakang. 

“ Kencan apa, Gak mungkin dia ajak aku kencan. Mungkin kemarin itu dia lagi bosan aja sama hidupnya, makanya aku di ajak liat-liat rusa. Jangan buat gosip ah... ”, aku menjelaskan pada Inka dan berharap gadis di sampingku ini tidak akan menyebarkan gosip ke mana-mana. Aku pasti akan langsung di musuhi satu sekolahan.

Inka mengangguk paham. “ Kamu tau Helmi? anak kelas bahasa”, terang Inka. 

“ Iya, aku tau. Yang terkenal seantero sekolah karena kaya dan cantik itu kan?”, jawabku enteng sambil merapikan semua peralatan tulis di atas meja dan mulai memasukannya satu-satu ke dalan kotak pensil milikku.

“ Cantik dari mana? itu karena makeup saja”, celah Inka sirik. “ Kamu tau gak, ada gosip katanya dia suka banget sama Kana. Dia berusaha dekati Kana tuh dengan segala cara, tapi dicuekin Kana”, Inka berkata sambil tersenyum puas karena si tampan tidak peduli pada Helmi.

Aku mengangguk sok paham dengan gosip itu. “ Lalu?”, aku memberikan reaksi datar. Jujur saja aku tidak terlalu tertarik mendengar gosip-gosip seperti ini.

Karena kadang gosip itu datang hanya dengan 1 kalimat, tapi saat sampai di telinga orang lain gosip itu sudah bisa terangkai menjadi 10 kalimat. Ada bumbu yang di tambahkan di sana dengan kejam.

“ Kalau nanti dia lihat kamu sering pergi dengan Kana pasti langsung emosi dia”, Inka memprediksi. 

Aku tertawa pelan. “ Perginya cuma sekali kemarin buat apa dia emosi”, jawabku santai. 

“ Iya juga sih”, Inka mengangkat bahunya sadar bahwa sahabatnya tidak mau diajak bergosip di siang bolong yang terik ini. 

***

Aku berjalan pulang sekolah sendirian, Inka dijemput pacarnya sepertinya mereka akan pergi jalan-jalan. Aku berhenti dan berdiri dibawah pohon yang cukup rindang, sendirian menunggu angkot yang biasa aku tumpangi lewat. 

Kana dengan motornya berhenti di depanku. Kana seolah menatapku dari balik helm full face nya. Dia lalu menyerahkan helm yang kemarin aku pakai ke arahku tanpa bicara sedikitpun. 

Bukannya mengambil helm itu aku malah menatap ke belakang motornya berharap angkot yang aku tunggu muncul. Karena tidak sabar Kana melepas helmnya sendiri dan ikut melihat ke belakang motornya. 

“ Angkot tidak akan datang, aku suruh mereka jangan datang”, kata Kana serius. 

“ Apaan sih”, aku heran mendengar Kana.

Awalnya aku salah satu yang mengidolakannya. Tetapi setelah merasakan intimidasi yang dilakukannya selama beberapa hari ini, rasanya semua perasaanku luntur dan adanya cuma waspada dan sedikit terpesona. kadang-kadang penyakit gagu itu kambuh.

“ Aku antar”, kata Kana. Bukan ,menawarkan tapi memberikan perintah. 

“ Tidak terima kasih, aku mau naik angkot saja”, kataku saat melihat angkot muncul di ujung sana. 

Kana menatap ke arahku dengan wajah datar saat  aku  langsung masuk ke dalam angkutan umum itu. Aku merasa lega karena bisa terlepas dari Kana tetapi bukan Kana namanya kalau tidak teguh pada perkataannya. 

Kana mengendarai motornya di samping angkot yang aku tumpangi dan meminta sopir untuk berhenti di pinggir jalan. Aku hanya melotot ke arahnya saat dia berbicara dengan sopir angkot itu.

“ Ada apa dek? bahaya seperti itu”, kata si sopir. 

“ Punten⁴ kang. Gadis cantik di belakang itu pacar saya, lagi marah. Saya bayar angkotnya biar dia turun”, jelas Kana tanpa malu. 

“ Oh gitu. Ya udah”, sopir itu langsung pengertian saat Kana menyerahkan selembar uang 10 ribu ke arahnya.

“ Kembaliannya dek”, kata sopir. 

“ Ambil saja kang. Hatur nuhun⁵”, kata Kana lalu berjalan mengitari angkot menungguku keluar dari angkot. 

Aku dengan berat hati keluar dari angkot karena malu dengan tatapan penumpang lain ke arahku, tatapan tajam ibu-ibu di dekat pintu seolah-olah berkata ‘ anak jaman sekarang bukannya sekolah malah pacaran’.

Saat berdiri di samping Kana aku menghela nafas kesal. “ Kamu ngapain sih kayak tadi. Malu tau”, aku mengomel. 

Kana tersenyum. “ Aku mau antar kamu pulang, kan sudah aku bilang tadi. Kamu mau pulang sama aku atau aku berhentikan semua angkot yang kamu naik?”, ancam Kana. 

Aku cemberut menatapnya, dari yang ku dengar Kana adalah orang keras kepala dan melakukan apa yang dia katakan. Jadi lebih baik aku menurut daripada malu seperti tadi. 

“ Ya udah, sini helmnya”, aku mengulurkan tanganku. 

Kana tersenyum lalu memakaikan helm ke kepalaku dengan lembut. “ Pintar, aku suka kalau menurut seperti ini”, bisiknya sambil mengaitkan helmku dan terdengar bunyi klik pelan. 

isss… kalau badanmu kecil pasti sudah aku lawan makiku didalam hati. 

Lalu aku naik ke atas motornya dan Kana membawaku ke suatu tempat lagi, bukan langsung pulang ke rumah. 

***

Aku menatap tulang belulang paus biru yang di susun menyerupai aslinya. Panjangnya mencapai 27 meter. Aku cukup terpesona sampai lupa menutup mulutku yang melebar karena heran.

Kana membawaku ke museum Zoologi kota Bogor. Jujur saja aku tidak pernah masuk ke tempat ini, hari ini adalah yang pertama. Padahal aku sudah cukup lama tinggal di Bogor.

Entah kenapa Kana selalu membawaku ke tempat yang menurutku membosankan tapi ternyata begitu menarik setelah di datangi.

Kana menyenggol lenganku pelan. " Mau sampai kapan kamu pelototi paus biru itu?", tanya Kana.

" Ha? Ya..aku hanya heran", aku yang kaget langsung menurunkan mataku dari tulang belulang itu. Kelihatan banget aku begitu norak.

" Kamu tau gak kalau paus biru itu gak punya gigi?", Kana bertanya padaku.

Dahiku mengernyit heran. " Masa sih, dia kan gede banget. Masa gak punya gigi. Kalau makan hewan lain gimana?", aku tidak percaya.

Kana tersenyum. " Paus ini menang gede doang, giginya gak ada. Paus biru itu hanya punya Balen atau serabut yang fungsinya menyaring makanan",Kana menjelaskan dengan sabar.

Aku menatap lagi ke arah paus biru besar itu. Seperti sedang berpikir. Jujur saja aku tidak tertarik pada hewan-hewan seperti ini, jadi aku tidak pernah mencari tau.

" Paus ini makanannya hanya udang. Jadi bukan makan ikan hiu atau ikan nemo", kata Kana seperti bercanda.

" Kamu tau darimana?", tanyaku bego.

Kana menatapku seolah-olah aku hidup di jaman Megalitikum. "Ck.... Baca", katanya singkat tapi menusuk jantungku.

Aku merenggut sinis. Setelah itu kami berjalan mengitari semua ruangan. Melihat berbagai jenis hewan yang di awetkan dan di pajang di sana.

Beberapa kali Kana menjelaskan tentang ini itu kepadaku. Dia mengetahui banyak hal tentang dunia hewan. Dari sini aku tau bahwa Kana begitu menyukai alam dan hewan.

" Kamu kan suka hewan. Jadi kamu vegetarian dong? ", aku bertanya penasaran pada Kana saat kami berjalan menuju parkiran motor.

Mendengar pertanyaanku yang aneh membuat Kana tertawa terbahak-bahak. Sampai air matanya sedikit keluar.

Aku yang kesal karena di tertawakan langsung cemberut. " Kenapa ketawa sih. Kan aku nanya", aku mengomel.

" Ya, sorry sorry", Kana menjawab di sela tawanya. "Awan. Kamu lupa ya? kemarin kan aku makan ayam fast food sama kamu?", Kana menjawab pertanyaanku sambil menahan sisa tawanya.

Aku berpikir lagi lalu menjawab tanpa sadar. " Oh iya ya", kataku polos dan membuat Kana tertawa lagi.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!