Viona Rastavaro.
Gadis malang yang hidup dalam tekanan ibu tirinya sejak kepergian ayahnya 10th yang lalu. Ibu kandungnya meninggal saat dirinya berusia 7th. Sejak saat itulah ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang bernama Tari.
Namun lagi-lagi nasib buruk kembali datang karna saat dirinya tepat berusia 12th, ayahnya pun meninggal kerana mendadak terkena serangan jantung. Sejak saat itulah kehidupannya mulai berubah. Ibu tirinya tak lagi menyayanginya dan selalu saja memperlakukan dirinya dengan tidak manusiawi. Tak jarang ia disekap dan tidur didalam gudang yang begitu pengap dan sempit hanya karena kesalahan kecil yang ia lakukan saat itu.
Suatu hari ibu tirinya yang bernama Tari itu hendak menjual dirinya pada salah seorang lelaki yang selama ini terkenal sering bergonta ganti wanita setiap malamnya.
"Cepat ganti pakaianmu sebentar lagi asisten Tuan William akan menjemputmu!" ucap ibu tirinya seraya melemparkan sebuah dress pada wajah Viona.
"Aku tidak mau bu, tolong jangan lakukan ini padaku." ucap Viona meminta belas kasih dari ibu tirinya dan berharap ada sedikit rasa iba terhadap dirinya.
Namun semua itu sama sekali tak Viona dapatkan. Hanya cacian dan hinaan yang selalu saja terlontar dari mulut ibu tirinya yang pedas itu.
"Jangan coba coba membantahku! Pilihanmu hanya dua, menyerahkan dirimu pada Tuan William atau Subroto si tua bangka itu?" ucap ibu tirinya dengan tatapan bengisnya.
Pilihan macam apa ini? Pikirnya. Tidak ada pilihan yang lebih baik karena keduanya sama-sama menjerumuskan pada lubang penderitaan.
Aku tidak mau, tolong jangan begini bu," rintihnya lagi.
"Jika kau tidak mau, maka jangan salahkan kau jika tanah yang terdapat makam kedua orang tuamu itu aku jual! Dan kau tidak akan bis lagi melihat makam itu di sana!" itulah senjata terakhirnya yang mampu membuat anak tirinya itu meneueuti keinginan dan perintahnya selama ini.
Kini wanita itu hanya bisa pasrah. Perlahan dia memakai pakaian yang baru saja dilemparkan oleh ibu tirinya itu.
Alexander Williamsyah
Seorang lelaki sukses yang hidupnya dikelilingi para wanita cantik yang selalu menghangatkan ranjangnya disetiap malamnya. Lelaki itu bahkan tak segan akan mencampakan lawan mainnya jika dirasa tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Tak jarang seorang wanita keluar dari dalam ruangan pribadinya itu keluar keadaan menangis dan sangat menyedihkan.
Viona datang bersama Kevin dalam ketakutan. Dia berharap apa yang dirinya sampaikan pada Kevin itu akan menjadi pertimbangan William. Viona ingin ada ikatan pernikahan sebelum dirinya terjamah. Dia tidak mau melakukan hubungan terlarang itu sebelum ada pernikahan meskipun secara sirih.
Ternyata begitu dirinya tiba William telah menyiapkan segalanya. Tak ada orang luar yang tahu akan pernikahan itu, pernikahan itu hanya dihadiri oleh Kevin, Maya istri dari Kevin dan seluruh pelayan rumah utama yang akan menjadi saksi pernikahan mereka dan seorang kyai yang akan menikahkan mereka secara agama.
Setelah ijab qobul selesai tanpa aba-aba, William menarik Viona begitu saja kedalam kamarnya. Tanpa mempedulikan orang-orang yang masih berada di sana. Namun bagi Kevin itu sudah biasa. Memang seperti itulah sikap Seorang William. Tapi satu hal yang membuat Kevin heran itu dengan permintaan yang gadis yang minta dinikahi secara mendadak itu.
Awalnya Kevin berpikir jika semua itu sangat mustahil akan dikabulkan oleh William. Tapi nyatanya setibanya mereka di rumah utama ternyata William sudah mempersiapkan semuanya. Kevin sedang berusaha mencari jawaban atas pertanyaannya itu.
* * *
"Aku sudah menuruti keinginanmu jangan sampai kau membuatku kecewa!" ucapnya dengan tatapan tajamnya yang membuat Viona semakin ketakutan.
"Ba..baik tuan." Viona menjadi gugup dan gagap.
Tanpa banyak bicara William langsung menerkam dengan begitu kasar sehingga membuat Viona terus menjerit tertahan.
"Shitt, ahhh... Kenapa susah sekali masuknya! Ternyata benar yang dikatakan ibunya jika wanita ini masih suci," batin William yang masih terus berusaha menembus area inti milik seorang gadis yang bernama Viona.
"Awwww.. Sakit Tuan, tolong pelan pelan!" jerit seorang gadis yang sedang berada dibawah kungkungan seorang William Syah dan menahan rasa sakit yang teramat karna baru pertama kalinya gadis itu disentuh seorang lelaki. Gadis itu mencengkeram kuat ujung sprei dengan begitu kuat.
Tetesan air mulai berjatuhan bersama dengan rasa sakit yang gadis itu rasakan saat ini.
Sama sekali tidak disangka jika malam ini akan menjadi malam yang paling menyakitkan baginya karna dirinya harus kehilangan kesuciannya ditangan seorang William. Pria yang selama ini dirumorkan selalu bergonta ganti wanita setiap malamnya.
"Sakit sekali Tuan, tolong pelan - pelan," rintihnya lagi.
"Apa kau belum pernah disentuh oleh lelaki?" tanyanya dengan sedikit menatap wajah wanita yang terlihat memilukan itu.
Dan wanita itu hanya menggeleng tanpa keluar sepatah katapun dari mulutnya.
"Good girl, aku menyukai itu! Tidak rugi menukarmu dengan hutang ibumu yang yang tidak sedikit itu!" ucap william dengan seringai puas diwajahnya.
Lelaki itu terus melanjutkan aksinya tanpa peduli jika gdis yang berada dibawah kungkungannya saat ini mulai meneteskan air matanya.
Rasa kesal bercampur puas yang saat ini dirasakan oleh Wiliiam karna dirinya yang juga belum berhasil menembus segel kepemilikan milik gadis itu.
JLEPP....
Pada hentakan yang kesekalinya lelaki itu berhasil membobol pertahanan milik gadis itu.
Malam kali ini benar - benar sesuai dengan keinginannya. Dengan rasa bahagia dan semangat yang menggebu lelaki itu terus melanjutkan aktivitasnya hingga pagi menyapa.
William menjatuhkan dirinya yang sudah terasa lemas karna entah untuk keberapa kalinya lelaki itu mencapai puncak pelepasannya.
Sementara gadis yang kini berada dibawah tubuh kekar dan berotot itu terlihat nampak begitu tidak berdaya bahkan suaranya saja pun tak lagi terdengar.
Dengan segala rasa lelah yang wanita itu rasakan saat ini, bahkan rasa sakit yang teramat pada sekujur tubuhnya terutama area intinya yang juga terasa pedih karna lelaki itu terus menghujamnya tanpa henti.
Wanita itu berusaha beranjak dari pembaringannya namun badannya terasa begitu lemah hanya untuk sekedar mendudukkan tubuhnya dan bersandar.
Ada rasa iba dan tidak tega saat William melihat gadis yang baru saja ia gauli itu nampak tidak bisa bergerak sedikitpun.
"Aku akan panggil pelayan untuk membantumu!" ucap lelaki itu.
Sementara Viona hanya diam dengan perasaan hancur yang tidak bisa ia jabarkan. Kehormatannya telah direnggut oleh seseorang untuk melunasi hutang ibu tirinya.
Merasa miris pada diri sendiri yang nasibnya sangatlah buruk karna harus menyerahkan miliknya yang paling berharga itu demi membayar hutang ibu tirinya.
Setelah kepergian William, gadis bernama Viona itu terus meratapi nasibnya sendiri, menggosok tubuhnya yang terasa kotor dan sangat menjijikan baginya, tatapannya kini kosong nampak menerawang jauh.
Tapi itu lebih baik karena setidaknya dia tidak harus melayani lelaki tua yang saat itu ibunya tawarkan saat dirinya menolak untuk menyerahkan dirinya pada seorang William.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu itu mengembalikan kesadaran Viona dari lamunannya.
"Maaf nona, tuan menyuruh saya untuk membantu nona membersihkan diri," ucap pelayan tersebut, sementara Viona hanya mengangguk lemah.
Dengan dipapah pelayan Viona berjalan menuju kemar mandi dan membersihkan diri dengan air hangat dan aroma wewangian yang begitu harum semerbak pada indra penciumannya dan mengembalikan moodnya.
Tiga puluh menit sudah Viona berendam, rasa pegel dan sakit itupun terasa sedikit berkurang. Kini dirinya telah keluar dari kamar mandi.
"Urus dan layani dia!" titahnya kemudian pada pelayan yang masih berada dikamarnya.
Setelahnya lelaki itu bergegas pergi tanpa mengatakan apapun pada Viona yang kini terduduk di sebuah sofa panjang didalam kamar itu.
Derita yang sesuangguhnya baru akan dimulai pagi ini! Ucap Viona dalam hati
"Bagaimana rasanya, beneran masih v kan?" tanya asisten sekaligus teman dari William yang bernama Kevin.
Saat ini William sudah berada di kantornya bersama asisten pribadinya.
"Ya seperti yang kau lihat gambaran diraut wajahku!" sahutnya dengan raut wajah bahagianya.
"Akhirnya aku terbebas dari tugas yang sangat menyiksaku. Kau tidak akan pernah tahu betapa lelahnya aku yang setiap malam harus mencarikan seoarang wanita hanya untuk diperiksa apakah dia masih perawan atau tidak?" ucap Kevin dengan wajah kesalnya.
"Itu sudah jadi deritamu, jika saja kau dulu tidak menutupi keburukan Sonia, aku tidak akan pernah menikahinya," ujar William penuh sesal.
"Sorry bro, aku tidak pernah bermaksud menutupi semua itu, hanya saja....,"
BRAAAAKKKKKKK
Seorang wanita masuk kedalam ruangan itu penuh dengan rasa kesal dan amarah yang begitu menggebu.
Kedua lelaki itu hanya menatap malas pada wanita yang kini berjalan mendekati sofa tempat kedua lelaki itu sedang terduduk.
"Ada apa datang kemari?" tanya Willi dengan raut datarnya.
"Kau masih bertanya ada apa! Ini sudah tanggal berapa? Dan kau tidak juga mentransfer uang bulananku!" ucapnya dengan kesal.
"Oh, hanya soal itu. Kevin akan segera mentransfernya!" ucap William seraya menoleh pada Kevin.
"Wil, aku mohon pulanglah kerumah sebentar saja, Justin terus menanyakanmu. Sudah hampir 3 bulan kamu tidak datang ke rumah," ucap wanita itu seraya memohon.
"Aku sedang sibuk Viona, tolong beri pengertian pada Justin," elak William.
"Kenapa kamu jadi seperti ini Wil, kamu boleh tidak peduli padaku tapi tolong jangan pernah mengabaikan Justin, dia masih sangat membutuhkan kasih sayangmu Wil,"
"Sudah aku bilang, aku sedang sibuk! Apa kau tuli?! sekarang tolong keluar dari ruanganku!" sentak William.
"Will, kenapa kamu jadi seperti ini? Apa kamu tidak inget dengan janjimu pada Justin, kamu bilang kamu akan selalu ada saat Justin menginginkanmu! Apa kamu lupakan itu willi?" ucap Sonia yang selalu saja menggunakan nama Justin untuk meluluhkan hati seorang Willi.
Karna Sonia tahu Willi sangat menyanyangi Justin.
Willi selalu luluh saat Sonia menyebut nama Justin. Namun kali ini Willi benar benar tidak peduli meski Sonia telah berulang kali menyebut nama anaknya.
"Cepat keluar dari ruangan ini Sonia sebelum aku sendiri yang akan menyeretmu!" ucapan Willi kali ini benar - benar penuh dengan amarah.
"Tidak Wil, aku tidak akan keluar sebelum kamu berjanji akan datang ke rumahku untuk menemui Justin!"
"Sudah berapa kali aku bilang, aku sedang si....,"
Ucapan Willi menggantung karna ponsel Sonia berdering dan ternyata yang menghubungi adalah Justin sang putra. Sonia sengaja mengeraskan suara ponselnya agar William mendengarnya.
"Momy. bagaimana, daddy bisa datang kemari? Justin sangat rindu Mom!" tanya Justin dari seberang sana dengan nada sedihnya dan terdengar jelas oleh Willi.
"Iya sayang. Daddy kamu akan datang malam ini," ucap Sonia berusaha menenangkan sang putra.
"Yeeeee, kalo begitu aku akan mandi biar wangi saat daddy datang nanti. Makasih Mommy!" seru anak itu dengan girangnya.
"Sama - sama sayang,"
Panggilan terputus.
"Will," panggil Sonia lagi.
"Baiklah. Aku akan datang!"
Setelah Willi berjanji akan datang, barulah wanita itu keluar dari ruangan tersebut meninggalkan kedua lelaki itu yang masih berada didalam sana.
Willi dan Kevin sama-sama menghembuskan napas berat menatap pintu yang sudah kembali tertutup.
Setelah kepergian Sonia kedua lelaki itu kembali disibukan oleh segudang pekerjaan. Melakukan beberapa pertemuan dengan para relasi bisnisnya. Hingga tak terasa waktu sudah semakin sore.
William melirik jam tangan mewah yang melingkar pada pergelangan tangannya.
"Apa pertemuan ini yang terakhir?" tanyanya pada Kevin dengan wajah lelahnya.
"Ya, ini yang terakhir, setelah ini kau bisa pulang menemui wanita barumu!" ledek Kevin kepada Willi.
"Apa kau lupa jika sore ini aku harus menemui Justin jadi aku tidak mungkin bisa pulang ke rumah utama!"
"Ternyata ingatanmu masih begitu bagus, aku pikir setelah punya mainan baru, kau akan lupa dengan mainan lamamu hahaha!"
"Jaga bicaramu, apa kau ingin mulutmu itu aku buat tidak bisa bicara sepatah katapun lagi!" ancam Willi
"Opss sori bro! Mulutku suka keceplosan kalo ngomong!"
Setelah perdebatan tidak penting itu kedua lelaki itu berpisah meninggalkan gedung perusahaan dan menuju ke tempat tujuan masing masing, jika William menuju ke kediaman Sonia untuk menemui sang putra, sementara Kevin menuju apartemennya dimana disana sudah ditunggu oleh sang istri.
Memakan waktu perjalanan sekitar 40 menit William kini telah tiba di rumah yang sengaja lelaki itu kasih untuk tempt tinggal Sonia dan Justin.
"Yeeee, daddy datang!" sorak gembira terdengar riuhnya dari mulut mungil seorang Justin.
Kurang lebih tiga bulan tidak bertemu sosok William membuat bocah kecil itu begitu merindunya.
"Daddy, bawa apa?" tanya Justin pada William yang berjalan mendekat kearahnya dengan membawa paper bag ditangannya.
"Coba tebak daddy bawa apa hayo.." ucap William dengan nada lembutnya dan begitu hangat, sangat berbanding terbalik dengan cara dia berbicara dengan Sonia yang nampak begitu ketus dan dingin.
"Aku tebak pasti mainan, betul?" serunya dengan antusias.
"Ya, anak daddy memang pintar!" pujinya pada sang anak.
Kedua lelaki berbeda generasi itu terus bercakap dan bermain.
Sementara Sonia hanya menatap penuh dengan rasa sesal, penyesalan dimasa lalunya yang membuat dirinya kini menjadi orang asing bagi lelaki yang dulu sangat mencintai dirinya. Andai saja dirinya dulu tak melakukan hal bodoh dengan seseorang semua masalah di dalam dirinya itu tidak akan pernah terjadi.
Tidak bisakah dia bersikap sedikit hangat kepada Sonia. Seperti yang dia tunjukan pada anaknya saat ini. Sonia begitu menyesal, dia menyesal dulu telah bermain - main dengan hubungan mereka. karena dulu dia tidak mencintainya. Dulu dia hanya memanfaatkan kebaikannya, tapi ternyata dia salah, dan lelaki yang sangat dia cintai ternyata hanya mempermainkannya saja. Bahkan setelah dia mengambil semua yang berharga dalam hidupnya termasuk kesuciannya, nyatanya dia meninggalkan dirinya dan memilih pergi dengan wanita barunya.
Semua hanya tinggal penyesalan, karena Willy sama sekali tidak mau memberikan kesempatan kedua untuknya memperbaiki hubungan rumah tangganya. Entah dengan cara apapagi ia harus memohon agar lelaki itu mau memberikan kesempatan padanya. Tak terasa air mata Sonia mulai menetes
Lama merenung, lalu wanita itu pergi ke dapur mengecek minuman yang sedang dibuat sang ART di dapur.
"Mbak minumannya sudah siap belum?" tanya Sonia pada ARTnya yang sedang mengaduk minuman didapur.
"Sudah Bu," ucap ART tersebut.
"Sini biar aku aja yang nganter!" pinta Sonia.
"Silahkan bu."
Wanita itu mengambil alih minuman dari ARTnya dan memberikannya pada William yang sedang asik menemani Justin bermain.
Rasa kantuk yang begitu hebat tiba tiba saja menyerang mungkin karena capek setelah seharian bekerja.
"Justin, sepertinya daddy mengantuk. Ayo kita ke kamar saja," ajak William pada anaknya.
Kedua lelaki beda generasi itupun bergegas pergi meninggalkan ruang keluarga dan Sonia yang masih berada di dapur entah apa yang dilajukan wanita itu.
"Aku harap ini berhasil, aku akan berusaha mendapatkanmu kembali Wil!" Gumamnya dengan senyum liciknya.
Setelah beberapa lama ia mendatangi kamar Justin membawa tiga cangkir berisi air minum untuk mereka dengan senyuman merekah ia memberikan minuman itu pada Willi dan Justin,
"Wil, minum dulu pasti kau haus," ujar Sonia seraya menyodorkan cangkir berisi minuman dingin.
Karena memang merasa haus William meraih minuman dari mantan istrinya tersebut dan meneguknya hingga tandas tak tersisa.
Pagi itu Justin meminta Willi untuk berhenti disebuah toko roti yang tak jauh dari pandangannya.
Dengan cepat Willi memarkirkan mobilnya menueruti keinginan Justin.
"Kau!" ucap Willi terkejut saat memasuki toko itu yang ternyata penjaganya adalah Viona.
"Tuan!" sahut Viona yang juga tak kalah terkejutnya.
"Kakak, penjual! Aku mau beli kue itu!" panggil Justin pada Viona lalu menunjuk salah satu kue yang diinginkannya yang berada disebuah etalase.
"Ah baiklah, mau berapa banyak?" tanya Viona dengan ramah, sementara William terus termenung dan sepertinya lelaki itu terpana dengan kecantikan Viona pagi ini yang sedang melayani sang putra.
Seraya melayani pria kecil di hadapannya itu Viona sesekali melirik lelaki yang tak lain adalah suaminya itu dengan berbagai pertanyaan yang muncul dalam benaknya.
Pantas saja lelaki itu tidak pulang ke rumahnya semalam, ternyata menemui anak dan istrinya yang lain dan masih banyak lagi pikiran - pikiran yang sedang berkecamuk.
Dan ternyata benar rumor yang beredar jika William mempunyai seorang istri dan bahkan terkenal sering bergonta ganti wanita itu memang benar adanya.
Bahkan setelah malam kemarin lelaki menggempurnya habis-habisan hingga dirinya tak bisa bangun untuk membersihkan diri, ternyata hari ini muncul dengan seorang anak kecil yang memanggilnya daddy.
Hal itu cukup menjawab rasa penasaran Viona yang sejak kemarin terus mengganggu pikirannya. Sehingga kini wanita itu terlihat biasa saja saat melihat sang suami membawa seorang anak kecil, Viona sadar jika dirinya dinikahi hanya sebagai alat penebus hutang sang ayah.
Namun hal justru membuat seorang William merasa terabaikan dengan sikap acuh Viona.
Kenapa dia terlihat biasa saja, apa yang sebenarnya ada didalam pikiran wanita ini? Apa dia tidak ingin menanyakan sesuatu tentangku yang semalam tidak pulang?. Ah sial kenapa malah aku mikirin dia. Dia kan hanya gadis penebus hutang - hutang ibunya William terus bergumam dalam hati.
"Dad,"
Panggilan sang putra mengembalikan kesadaran seorang William.
"Ya, sudah selesai?" ucap William sedikit gugup.
Sementara Justin yang sejak tadi diam - diam memperhatikan tatapan mata William pada wanita yang sedang melayaninya itu, semakin penasaran dibuatnya.
Bocah kecil berumur 6 tahun lebih itu cukup pintar dalam menyimpulkan sesuatu. Pria kecil yang dewasa sebelum waktunya itu mengerutkan keningnya heran. Di dalam pikiranya terus muncul berbagai pertanyaan yang tertuju pada lelaki yang ia ketahui sebagai ayahnya itu.
"Sudah Dad, ayo kita pergi ke sekolah! Aku tidak mau telat hari ini," ajak sang putra seraya menarik tangan William.
"Tentu, itu tidak mungkin terjadi karna daddy yang akan mengantarmu hari ini," sahut William seraya mengikuti langkah sang anak , sementara kedua matanya masih menatap Viona yang menurutnya terlihat berbeda pagi ini.
Rasanya ingin sekali ia menyeret wanita itu ikut serta kedalam mobilnya dan membawanya pulang ke rumah utama karna pagi itu tiba tiba dirinya mengingat malam itu yang begitu menyenangkan dan ingin rasanya lelaki itu mengulangnya kembali pagi ini dengan wanita yang sama.
Namun semua itu tidak mungkin ia lakukan karna dirinya saat ini sedang bersama Justin. Ia tidak ingin anak kecil itu berpikiran buruk tentang dirinya maupun Viona. Karna biar bagaimanapun Justin masih seorang bocah kecil yang tak tahu apapun tentang permasalahan yang ada pada dirinya dan Sonia.
"Dad, apa daddy mengenal kakak penjual kue tadi?" tanya Justin akhirnya saat mobil telha kembali menyusuri jalanan menuju ke sekolahan tempatnya menimba ilmu.
"Tidak, memangnya kenapa?" jawab William berbohong.
"Sepertinya daddy menyukai kakak itu!" ucap Justin polos.
"Ah, mana mungkin jangan sembarangan bicara, kamu masih kecil belajarlah yang benar tidak usah berpikir yang aneh - aneh.
"Dad, aku memang masih kecil tapi aku tahu kenapa daddy dan Mommy tidak satu rumah,"
"Oya, apa yang Justin tahu?" tanya William.
"Daddy dan mommy tidak lagi saling mencintai!" jawabnya dengan polos.
"Kenapa Justin berbicara seperti itu?" tanya William yang semakin merasa heran dengan bocah kecil itu.
"Karna daddy tidak pernah pulang dan mommy selalu saja pergi dengan lelaki lain secara diam - diam dariku, benar bukan?"
Deg.
William terkesiap dengan penuturan Justin. Sama sekali tidak disangka jika anak yang selama ini ia anggap tidak tahu apapun ternyata mengetahui semuanya tentang dirinya dan juga Sonia.
"Dadd, aku boleh tanya sesuatu?"
"Apa itu?"
"Kenapa daddy dan mommy tidak lagi saling mencintai?" tanya Justin dengan sendu.
William menarik napasnya berat lalu menghmbuskannya perlahan, sama sekali tidak ia sangka jika bocah kecil itu akan memberinya pertanyaan yang sangat sulit untuk ia jawab.
“Kami saling mencintai dari dulu, sampai hari ini pun kami masih tetap saling menyayangi. Kami hanya berhenti untuk saling menyakiti, karena kami juga tidak ingin menyakitimu. Kamu mungkin berpikir daddy/mommy tidak lagi menyayangimu, tapi itu tidak benar. Kamu adalah segalanya bagi kami, suatu saat kamu pasti akan mengerti, sayang.”
Hanya jawaban itu yang terlontar dari mulut William. Lagi lagi lelaki itu merasa Kini anaknya semakin ingin tahu tentang dirinya dan Sonia.
Entah esok pertanyaan apalagi yang diajukan oleh pria kecil itu padanya.
Kelak kau akan mengerti semuanya Justin tapi saat ini aku belum bisa menjelaskan semua itu padamu. Ucap William dalam hati.
Tak terasa mobil yang mereka tumpangi kini telah sampai dipelataran sekolah Justin, dengan segera William memarkirkannya lalu mengantar sang anak untuk masuk ke dalam kelasnya.
Bahagia terpancar jelas dari wajah bocah kecil itu karena setelah sekian lama akhirnya ia bisa merasakan lagi diantar oleh lelaki yang ia ketahui sebagai ayahnya. Biasanya dirinya hanya diantarkan oleh seorang supir yang disiapkan oleh Mommynya.
Sonia tidak pernah mengantar sang anak ke sekolah dengan alasan sibuk, sebagai seorang model papan atas ia memang sering sekali berangkat keluar kota bahkan keluar negri dan membiarkan Justin dengan seorang pengasuh yang sekaligus merangkap asisten rumah tangga di rumahnya.
"Aku, masuk dulu dad, terima kasih ya udah nganter aku ke sekolah, " pamit anak itu pada William.
"Sama - sama, belajar yang benar ya," sahut William sebelum akhirnya pergi meninggalkan gedung sekolah tersebut.
Lelaki itu melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, "Masih lama dan ini masih terlalu pagi," gumamnya, sudut bibirnya terangkat ke atas saat sebuah ide muncul diotaknya.
Lelaki itu terus melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, jalanan pagi itu masih cukup sepi belum terlalu banyak kemacetan yang ia temui.
"Gadis penebus hutang tunggu aku! Kita akan kembali bersenang - senang seperti malam itu," gumamnya sendiri seraya terus tersenyum.
"Sebutan apalagi yang pantas untuknya, bukankah ibunya sendiri memberikannya padaku sebagai alat penebus hutang? Tapi aku sama sekali tidak menyangka jika gadis itu ternyata masih suci dan aku adalah orang yang paling beruntung bisa mendapatkannya!" gumamnya lagi.
"Sementara seorang wanita paruh baya dan disampingnya adalah wanita muda nan cantik yang sama - sama sedang berjalan dengan angkuhnya memasuki sebuah toko kue tempat Viona bekerja.
"Berikan aku uang 5 juta sekarang juga! jika tidak aku akan buat toko kue ini hancur berantakan!"
"Tapi bu, aku tidak punya uang sebanyak itu. Bahkan aku sudah tidak mendapatkan gajiku untuk tiga bulan kedepan," sesalnya.
"Akui sudah memberikanmu lelaki kaya raya dan uangnya tidak akan pernah habis dalam 50 tahun kedepan, masa hanya minta 5 juta saja kau bilang tidak punya uang, cepat berikan sekarang!" bentak wanita paruh baya itu dengan wajah garangnya.
"Yang kaya lelaki itu bu, bukan aku!" ucap Viona lagi.
"Jangan berlaga polos di depanku!"
"Cukup bu, apa ibu tidak sedikitpun punya rasa kasihan padaku? Dimana hati nurani ibu sebagai seorang ibu, aku hanya gadis penebus hutang bukan istrinya, dan aku tidak punya hak untuk meminta apapun darinya! tolong tinggalkan tempat ini aku tidak mau ada pelanggan yang melihat keributan ini, aku malu bu!" Ucap Viona sedikit membentak.
PLAKKKKK
Suara tamparan itu terdengar suara tamparan begitu nyaring.
"Beraninya kau menampar wanitaku!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!