"Saya mohon tuan jangan buang nona lagi,saya mohon ijinkan saya menjaga nona tuan,saya mohon tuan,saya janji keberadaan nona tidak akan menggangu anda,,saya mohon belas kasihan anda tuan,nona juga putri anda,,,saya sangat memohon tuan,nyonya pasti sedih melihat semua ini"
Seorang wanita paruh baya memohon bahkan tak sagan berlutut dibawah kaki majikannya sebari memeluk bayi mungil berjenis kelamin perempuan yang baru saja seminggu melihat dunia namun takdirnya begitu memilukan.
Satu jam setelah kelahirannya sang ibu dari bayi kecil tersebut mengalami pendarahan hebat dan berakhir meninggal dunia,,tidak terima dengan kematian sang istri pria yang tak lain adalah ayah sang bayi bergegas membuang anak ketiganya dengan tangannya sendiri sebagai rasa kebencian,,,karena ia beranggapan bayi mungil tersebut yang sudah membunuh istri tercintanya,konyol memang!, cinta bisa membuat seseorang buta dengan logika.
Padahal kematian adalah rahasia Tuhan,datang nya kematian tidak dapat diketahui.
Tanpa belas kasihan bahkan dengan tatapan benci pria bernama Steven Esmiral membuang anak ketiganya yang baru lahir ditong sampah jauh dari pemukiman warga berharap bayi itu mati dengan sendirinya,,tapi tanpa ia ketahuan pelayannya sendiri mengambil anak majikannya untuk ia rawat,karena tak tega dan sebagai balas budi atas kebaikan sang nyonya semasa hidupnya.
Hari-hari setelah kematian nyonya rumah keadaan semakin dingin Steven sendiri menyibukan diri mengasuk kedua putra mereka yang lahir dihari yang sama dengan kematian istrinya atau ibu mereka,,ya nyonya Isabella melahirkan bayi kembar berjenis kelamin laki-laki anak pertama dan kedua sendangkan bayi terakhir berjenis kelamin perempuan yang menjadi objek kebencian ayah mereka sampai tega membuangnya bahkan berharap bayi mungil tersebut meninggal.
Seolah kesialan hanya menimpa bayi mungil tersebut,setelah dirawat oleh pelayan dirumah itu dan terpaksa sang pelayan menjaga nona dikamarnya berharap tidak diketahui sang tuan tapi ternyata ada pelayan lain yang melaporkan nya pada sang tuan membuatnya marah besar hingga sekarang pria yang tak lain ayah bayi tersebut kembali hendak membuangnya,bahkan tak segan menyakiti bayi tersebut.
Bi Mina pelayan yang sudah menjaga nona mudanya selama seminggu ini terus memohon agar diijinkan untuk merawat sang bayi bahkan tanpa gaji.
Steven sejak tadi menatap benci bayi mungil yang dipeluk pelayannya tersentak mendengar nama istrinya disematkan dalam permohonan pelayan tersebut,Steven sangat tau jika istrinya sangat menginginkan bayi perempuan bahkan sedang hamilpun ia terus berharap agar anak yang ia lahirkan nanti berjenis kelamin perempuan,,namun sekelabat ingatan manis tersebut terganti menjadi ketika istrinya telah tiada tatapan matanya kembali menyorot benci putrinya sendiri.
"Diam!,kau sangat lancang!istriku dan bayi pembunuh itu tidak memiliki hubungan apapun!,, " bentak Steven dengan marah.
"Tuan tidak ada bayi yang bisa membunuh,mereka terlahir suci"bantah bi Mina sebari terisak mencoba menasehati tuannya.
"Kau semakin lancang ternyata!,"namun perkataannya terhenti ketika mendengar suara tangisan yang saling menyaut dari lantai dua rumahnya disusul seorang pelayan lainnya melaporkan jika kedua bayi laki-laki nya terus menangis dan tubuhnya demam tinggi.
Tidak ingin terjadi hal buruk pada kedua putranya membuat Steven bergegas menghampiri mereka dengan cemas menghiraukan kemarahannya tadi.
Ada rasa lega di hati bi Mina tapi juga kecewa dengan sifat sang tuan yang pilih kasih,ketiga anaknya dilahirkan di waktu yang sama dengan kematian istrinya tapi kenapa hanya anak bungsu mereka yang dibenci,jika dianggap pembunuh bukankah kedua bayi lainnya juga harus dituduh begitu?.
Tapi setidaknya untuk sekarang bayi mungil dipelukannya terbebas dari amukan ayahnya sendiri.
.
.
.
Waktu terus berjalan dari hari,minggu,bulan sampai ke tahun.
Seorang gadis kecil kini berusia tujuh tahun berdiri didepan pintu yang terbuka sebari celinguk-celinguk menunggu kedatangan seseorang membuat kedua kepangan rambutnya bergerak seirama,,,sudut bibirnya tertarik keatas membuat garis senyuman yang membuat siapapun yang melihatnya ikut tersenyum.
Gadis kecil tersebut begitu bahagia melihat seseorang yang ia tunggu kedatangannya terlihat di depan matanya,gadis kecil itu melambai-lambaikan tangannya sebari terus tersenyum.
Bruk
"Ahk"suara pekikan terdengar dari gadis kecil itu ketika tubuhnya terbentur tubuh anak lainnya bukannya merasa bersalah anak kecil yang menabraknya malah mendorong gadis kecil itu hingga terjatuh.
"Makanya jangan berdiri dijalan dong!,ngalangin aja tau!"geramnya sebari melengos pergi.
Dengan raut cemas bi Mina menghampirinya dengan tergesa sebari membantu gadis itu bangun.
"Nona gapapa?ada yang sakit?"tanya bi Mina pada gadis kecil yang ia urus tanpa pamri selama tujuh tahun ini dengan cemas sebari mengecek tubuh nona kecilnya ini yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ayahnya sekalipun.
"Gapapa ko bi cuma sedikit doang sakitnya tapi ga luka ko"jawabnya sebari tersenyum menunjukkan deretan giginya yang rapi walaupun ada satu lubang yang belum terisi gigi disana setelah beberapa hari lalu tanggal.
"Beneran?"tanya bi Mina memastikan jika sang nona baik-baik saja.
Aleya Zaylin nama gadis kecil yang kini berusia tujuh tahun ini yang kehadirannya sangat ditunggu kedua orangtuanya namun nasib baik tidak memihak membuatnya yang tidak tau apa-apa harus dibenci ayahnya sendiri, dianggap pembunuh disaat ia hanya bisa membuka mata saja.
Aleya Zaylin nama yang mengartikan seorang ratu dengan kecantikan dan keberanian nama yang sudah ibu kandungnya sendiri pilihkan sejak ia dalam kandungan,seolah mengisyaratkan bahwa putri kecilnya harus menjadi wanita pemberani untuk menjalani hidup ini yang begitu keras.
Leya hanya mengangguk barulah ia mengajak sang bibi masuk kedalam ruangan yang sudah disiapkan pihak sekolah untuk pertemuan orang tua.
Tanpa keduanya sadari ada tatapan tajam yang terus memindai keduanya dengan raut wajah tak terbaca.
"Papah liatin apa sih?"tanya anak laki-laki dengan perasaan ingin tahu ketika sang papah menatap kesatu arah dengan insten.
"Ouh anak pembantu itu,ngapain papah liatin dia sih?nyebelin banget!"dengusnya mengikuti arah tatapan sang papah yang menyorot pada Leya gadis kecil yang telihat imut namun sangat ia benci,entah kenapa ia hanya mengikuti sifat sang papah saja yang sangat melarangnya bermain dengan anak yang ia ketahui sebagai anak pembantu tanpa ia tau jika gadis kecil yang selalu ia ganggu mau dirumah ataupun sekolah adalah adiknya.
Theodor Esmiral nama bocah tersebut terus menggerutu disamping sodaranya yang memiliki wajah yang sama bernama Tian Esmiral yang acuh pada sekitar berbeda dengan adiknya yang begitu cerewet dan pengganggu.
Tapi jangan salah Tian Esmiral juga sama nakalnya selalu mengganggu Leya bersama adiknya itu.
.
.
.
"Ahk ampun tuan ampun hiks,sakit,akh"racau Leya dengan tubuh meringkuk merasakan cambukan gesper yang dengan kejam melukai tubuhnya.
Tanpa perasaan Steven Esmiral mencambuk buah hatinya yah jika punya perasaan ia tidak akan membuang bayi tak bersalah itu bahkan membencinya dengan kesalahan yang tak pernah ia perbuat.
Kali ini Steven seolah menyalurkan semua kebencian yang selama ini ia pendam pada gadis kecil yang kini meringkuk sebari memohon untuk dikasihani sebari menangis,,,ia sudah menegaskan pada pelayan yang menjaga gadis itu untuk tidak pernah membuatnya dipertemukan dengan gadis itu walaupun mereka tinggal bersama,Leya berada dikamar bi mina tanpa diijinkan masuk ke ruang utama.
Namun hari ini gadis itu dipanggil menghadap Steven Esmiral awalnya Leya begitu bahagia karena sudah lama ingin melihat kediaman utama,pasti begitu indah tanpa tahu jika semua itu awal kehancuran hidup nya,,,tanpa ampun tubuh kecil itu terus dicambuk dengan alasan karena Leya sudah menukar ulangannya dengan Theodor.
Kenyataannya Theodor memfitnah gadis kecil itu agar dirinya terbebas dari hukuman papahnya,dia tidak menyangka jika Leya akan dicambuk walaupun merasa bersalah tapi Theo tidak berniat untuk jujur bahkan Tian yang mengetahui kebohongan saudaranya pun hanya diam menyaksikan saja dari sudut ruangan.
Jika dipikirkan oleh logika seharusnya Steven tahu jika semua itu hanya fitnah karena ada bukti sebagai pembelaan dimana Aleya dan Theodor berada dikelas berbeda walaupun sama-sama kelas satu bahkan disekolah pun Aleya menjadi pusat bulyan Theodor dan teman-temannya,tapi Steven menutup mata karena kebencian tanpa logika.
Brak
Semua barang bawaan bi Mina yang baru kembali dari minimarket berhamburan dilantai ketika menyaksikan nona yang ia jaga layaknya berlian diperlakukan sangat buruk oleh papahnya sendiri,membuat bi mina langsung berlari memohon pada sang tuan untuk melepaskan nonanya.
"Tuan apa salah nona?,kenapa anda begitu kejam pada putri sendiri tuan?"ujar bi Mina meraih tubuh Aleya yang sudah tak sadarkan diri.
"Dia bukan anak ku!,dia hanya pembunuh dan dia berani-beraninya mencurangi putra saya!,sejak awal dia memang seharusnya mati!"ujar Steven dengan datar.
"Mengapa tuan begitu kejam?,nona terlahir dari cinta tuan dan nyonya tapi kenapa anda memperlakukan nona layaknya hewan,tuan,"entah keberanian dari mana bi Mina mengungkapkan isi hatinya yang selama ini ia pendam bahkan ia pikir hewan lebih beradab dari tuannya,hewan juga mempunyai kasih sayang untuk anaknya tidak seperti sang tuan.
"Diam!kau semakin lancang saja hah!,bawa dia pergi sebelum saya membunuhnya didepan mata mu!"geram Steven semakin murka.
Bi Mina langsung memangku nonanya yang sudah dipenuhi darah susah payah bahkan sudah tak sadarkan diri,dengan perasaan kalut bi Mina membawa nonanya pergi sebelum sang tuan benar-benar lepas kendali namun beberapa langkah menjauh dari Steven,bi Mina berhenti.
"Suatu hari tuan akan menyesal!"ujar bi Mina dengan air mata yang terus menetes.
"Kau mengancam ku hah?!"
"Saya tidak berani tuan,saya hanya mengingatkan saja"jawabnya terdengar lirih karena sebari terisak.
"Anak yang Anda benci adalah putri anda sendiri tuan,,mungkin anda memiliki segalanya sebagai harta tapi hati anda tidak akan mendapatkan ketenangan selain rasa bersalah atas tindakan anda,tuan"tambah bi Mina kembali berlari membawa nonanya kerumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Disisi Steven pria itu termenung entah kenapa tapi dihati kecilnya seperti ada setruman yang menyengat membuat ia gelisah namun segera ia sangkal dengan berbagai alasan.
"Magsud bi Mina apa sih kak?masa bocah lemah itu anak papah aneh banget tau ga,ngaku-ngaku aja,dasar bi Mina"rutuk Theodor menggerutu di pojokan dimana ia mengintip bersama sang kakak kembar.
Sedangkan Tian hanya diam mengawasi sekitar sudah hal awam bangi Tian yang acuh pada sekitar sekiranya tidak penting menurutnya.
"Ga usah dipikirin,kalo dia anak papah berarti dia adik kita,kalo dia anak papah,pasti papah sayang sama dia seperti papah sayang sama kita,,papah aja benci banget ko sama si Leya itu" jawab Tian acuh mengingat kan peraturan ayahnya yang melarang Aleya masuk kedalam kediaman utama ketika Steven dirumah.
Dengan begitu mereka menyimpulkan bahwa papahnya membenci Aleya dan mereka mengikuti jejak sang papah karena orang dewasa adalah contoh anak-anak dan juga buah tidak akan jauh dari orang pohonnya kecuali pohon itu berdiri di tepi sungai dan buahnya terbawa aliran sungan,seperti Aleya dimasa depan contohnya,yang akan tumbuh menjadi sosok yang tidak pernah mereka bayangkan.
"Euhg" leguhan terdengar dari bibir mungil gadis kecil yang terbaring lemas dibrangkar rumah sakit dengan kondisi mengenaskan,hampir sekujur tubuhnya dipenuhi perban.
"Nona sudah sadar! ,,dokter -dokter"teriak bi Mina memanggil tenaga medis untuk mengecek kondisi nonanya yang sudah tiga hari tidak sadarkan diri.
Setelah dokter mengecek kondisi Aleya dan menjelaskan pada bi Mina membuat wanita paruh baya itu menghela napas entah bagaimana kondisinya segala rasa lega bercampur sedih juga gejolak marah tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Nona jangan bergerak dulu nanti lukanya sakit lagi"cegat bi Mina ketiga melihat aleya bergerak.
"Sakit bi"keluh Aleya sebari meringis lantas terisak kesakitan membuat bi mina ketakutan bahkan kembali memanggil tenaga medis.
"Ibu tenang saja,pasien sekarang sudah tertidur kami terpaksa memberinya obat tidur setidaknya untuk membantunya meredakan rasa sakit ditubuhnya"
"Kami masih menunggu keputusan ibu untuk melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib bu,bagaimana pun kami pihak rumah sakit tidak percaya jika pasien mengalami luka karena terjatuh dari tangga karena bukti dari hasil pemeriksaan tidak menunjukan hal seperti itu bahkan lebih bisa dibilang kekerasan,,,tapi kami akan tetap menerima keputusan ibu semoga anda mengambil keputusan yang benar"tambah sang dokter.
"Anda tenang saja negara kita adalah negara hukum putri anda pasti akan mendapat keadilan jika ibu memutuskan melaporkan pada kepolisian"ujar dokter kembali membujuk bi Mina untuk melaporkan apa yang terjadi pada gadis kecil yang kini kembali tertidur dibawah pengaruh obat tidur karena seperti yang mereka katakan jika penjelasan bi Mina jika Aleya terjatuh dari tangga tidak mereka percayai.
Dan mengharapkan bi Mina untuk jujur agar mendapatkan keadilan bahkan dokter tersebut menjamin keselamatan Aleya.
"Saya mengerti dokter terimakasih atas sarannya,,,Mmm bagaimana kondisi putri saya dok?"ujar bi Mina memang mengakui Aleya sebagai putrinya.
"Seperti yang ibu lihat sebelumnya,kondisi putri ibu sudah lebih baik dari sebelumnya ,kondisi lukanya pun sudah mengering hanya saja mungkin meninggalkan bekas nantinya pada kulit tubuh putri ibu,,dan saya rasa kemungkinan besar Aleya akan mengalami trauma pasca kejadian,,untuk lebih lanjut lagi kita bisa mengetahui setelah Aleya kembali sadar dan tidak lagi histeris,bu"jawab dokter menjelaskan.
Waktu berlalu begitu cepat sudah seminggu Aleya dirawat dirumah sakit dan seperti yang dokter katakan jika Aleya mengalami trauma pasca kejadian membuatnya melupakan semua kejadian yang menimpanya tempo hari,,,
Bahkan bi Mina tidak mengikuti saran sang dokter untuk melaporkan kondisi Aleya pada kepolisian karena ia masih membutuhkan tuannya untuk biaya hidup,bi Mina tidak punya pilihan lain selain tutup mulut karena masih membutuhkan pekerjaan untuk dirinya dan Aleya makan apalagi bi Mina tidak lagi punya sanak sodara maupun keluarga untuk dimintai tolong.
Kondisi Aleya sudah lebih baik lukanya juga sudah sepenuhnya mengering namun dokter belum menyarankan untuk keluar rumah sakit untuk sementara ini demi kesehatan Aleya sendiri yang memang selain ada luka ditubuhnya kondisi gizi Aleya juga cukup memprihatinkan.
Beberapa menit lalu bi Mina meninggalkan Aleya dirumah sakit untuk kembali bekerja dirumah tuannya hanya dengan begitu ia bisa membayar biaya rumah sakit yang sangat besar,,,karena bosan seminggu ini hanya duduk diam dikamar rawat Aleya memutuskan untuk berjalan-jalan melihat seperti apa rumah sakit karena ia begitu penasaran.
"Aduh"ringisnya merasa kakinya ngilu saat digerakan tapi tidak menghentikan gadis lincah itu untuk mengeksplor rumah sakit yang menurutnya menarik,,sebari bertumpu pada tembok-tembok untuk membantunya berjalan.
Beberapa menit berjalan tidak membuatnya lagi tertarik bahkan menurut Aleya rumah sakit begitu membosankan juga berisik.
Bibir Aleya mengkerucut karena tidak puas namun langkahnya terhenti ketika mengintip satu ruangan yang didalamnya ada seseorang yang ia kenali.
"Om dokter"panggil Aleya sebari melambaikan tangan memanggil dokter di dalam ruangan yang tengah menangani pasien seorang anak laki-laki yang terus berontak ketika hendak disuntik.
Mendengar suara yang cukup familiar diterlinga sang dokter membuatnya menoleh,ia langsung tersenyum manis menatap pasien yang ia rawat seminggu ini.
"Aleya,kamu kenapa disini?,kenapa keluar dari kamar rawat kamu?"tanya dokter yang terlihat masih muda mungkin berusia dua lima atau lebih lebih.
"Leya bosen dikamar terus om dokter,,Leya boleh nemenin om dokter aja ya biar Leya ga bosen?"jawab Aleya sebari masuk menghampiri sang dokter lantas menatap seorang wanita yang terus dipeluk anak kecil yang duduk dibrangkar rumah sakit.
"Om dokter dia sakit yah kaya Aleya?"tanya Aleya menatap anak seumuran dirinya itu.
"Eh,iya kakak nya sakit makanya mau om dokter obatin biar cepet sembuh"jawab dokter Hans sebari mengusap pucuk kepala Aleya.
Aleya menatap lekat anak diatas brangkat dengan tatapan menyipit seolah memastikan sesuatu yang membuatnya penasaran.
"Kamu mau ngapain Leya?"tanya dokter Hans sebari menahan tubuh mungil Aleya yang kekurangan gizi itu hendak memanjat brangkar rumah sakit.
"Leya mau naik om"pintar Aleya kembali berusaha memanjat.
"Aleya ga boleh naik yah,nanti om dokter temenin Aleya main sekarang Leya kembali dulu kekamar gih nanti dokter susul kalo udah obatin kakak ini"bujuk dokter Hans.
"Gamau,Leya mau naik, yey"kekeh Aleya ditambah pekikan senang ketika ia berhasil duduk diatas brangkar dimana ada anak seusianya yang juga tengah duduk keduanya berhadapan.
"Kamu nakal banget sih,sana balik ke tempatmu!"dengus anak laki-laki didepan Aleya.
Aleya mengkerucutkan bibirnya tapi tidak menuruti perkataan anak didepannya ia malah duduk bersila sebari menatap lekat orang didepannya.
Suster,dokter maupun ibu dari anak laki-laki tersebut hanya bisa memantau saja karena Aleya kekeh tidak mau turun sudah dibujuk sekalipun dan malah mengajak anak didepannya bicara,dokter Hans tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyuntik anak laki-laki yang sebelumnya berontak kini fokusnya terlihkan pada Aleya tanpa sadar jika jarum suntik sudah menancap dilengahnya.
"Nama kakak siapa?"tanya Aleya setelah memperkenalkan namanya dengan bangga.
"Vano Ramadhan"jawab anak bernama Vano menatap gadis cerewet didepannya.
"Bagusan nama Leya ada artinya wanita cantik pemberani"ujar Leya percaya diri.
"Nama ku juga punya artinya,iyakan mah?"tak ingin kalah Vano menatap ibunya meminta persetujuan.
"Iya nama kalian sama-sama bagus ko,,,Aleya di sini sendiri nanti mamahnya nyariin loh"jawab ibunya Vano sebari mengusap pujuk kepala Aleya karena gemas sendangkan tenaga medis sudah pergi karena ada pasien yang harus mereka urus bergitupun dokter Hans yang sebelumnya menjanjikan bermain dengan Aleya malah terpaksa menitipkan Aleya pada keluarga Vano karena ia harus memeriksa pasien yang baru saja datang.
"Leya ga punya mamah"jawab aleya sebari tersenyum lebar.
"Leya ga punya mamah?,ko bisa?"tanya Vano dengan alis bertautan.
"Gatau,kata bi Mina,mamah Leya udah gaada udah bahagia disisi allah,leya cuma perlu ngirim doa doang biar mamah seneng"jawab polos aleya membuat ibu dari Vano mengerjap kaget.
"Leya ga usah sedih yah,bener ko kata Leya mamah Leya bakalan seneng kalo dikirimin doa,jadi Leya harus banyak-banyak doa buat mamah"saut ibu Vano menatap Aleya dengan sendu.
Aleya mengangguk sebari tersenyum lebar lantas tatapan mereka teralihkan ketika pintu ruang rawat dibuka seseorang dari luar.
"Papah"seru Vano senang melihat sang papah menghampiri dirinya dirumah sakit dikesibukannya bekerja tanpa mereka sadari aleya yang tadinya ceria kini menunduk dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Cuma Leya yang ga punya mamah sama papah" lirihnya terdengar ketiga orang beda usia disatu ruangan itu membuat mereka tersentak.
Setelah pertemuan pertama mereka Aleya dan Vano menjadi teman,walaupun Vano hanya dirawat satu hari dirumah sakit tapi bocah itu sering kembali untuk mengunjungi Aleya yang baru diijinkan pulang setelah sepuluh hari menjalani perawatan,yang bertepatan pada hari ini.
"Hore Leya boleh pulang" pekik senang Aleya melihat bi Mina membereskan barang bawaan mereka.
"Seneng banget yang mau pulang"
"Seneng dong om dokter,Leya bosen banget dirumah sakit,gaseru"jawab Aleya kegirangan.
"Oh om dokter baru tau ternyata Leya ga suka main sama om dokter, om dokter jadi sedih"goda dokter Hans berpura-pura sedih dan marah.
"Bukan gitu, Leya suka main sama om dokter ko"seru aleya gelagapan.
"Hhh iya-iya om dokter cuma bercanda ko,Aleya jangan kesini lagi yah Aleya harus sehat terus,oke"ujar sang dokter menyesuaikan diri dengan tinggi tubuh Aleya.
"Aleya ga boleh temuin om dokter lagi?"tanya polos Aleya dengan sedih.
"Eh boleh,magsud om dokter Aleya ga boleh sakit lagi"jawab dokter Hans menjelaskan dengan sabar walaupun tidak memiliki ikatan darah tapi ia merasakan kasih sayang pada bocah cerewet satu ini entah kenapa.
Tanpa tau jika hari keluarnya Aleya dari rumah sakit menjadi awal rasa sakit yang begitu mendalam dijiwa dan raganya,, hari ini menjadi akhir kecerian dan kecerewetannya dimasa depan membuatnya menjadi sosok yang tidak dikenali,karena salah satu dari nyawa kedua perempuan berbeda usia itu tidak terselamatkan setelah hari ini.
Bi mina dinyatakan meninggal setelah tertabrak mobil diperjalanan pulang,menjadi awal kehancuran Aleya Zaylin yang sudah menderita sejak ia lahir.
Keramaian tidak membuat sebuah tempat menjadi bising apalagi di tengah-tengah pidato pemilik sekolah yang tahun ini mendapatkan penghargaan terbaik atas nilai tertinggi yang didapat salah satu muridnya diantara sekolah bergengsi lainnya.
"Kepada putri kita bernama Aleya Zaylin silahkan naik keatas panggung untuk menerima piala"tambah kepala sekolah dengan raut bangga menyebut nama anak didiknya yang ia banggakan selama tiga tahun ini.
Aleya Zaylin menjadi momok penting disekolah atas prestasi yang ia dapatkan hampir semua perlombaan namanya selalu tercantum dan selalu berhasil meraih gelar juara walaupun tak serta merta selalu juara satu,terkadang ia akan mendapat kedua atau ketiga namun tidak menurunkan apresiasi kepala sekolah padanya selama ini.
Semakin pintar seseorang maka semakin banyak rintangan begitulah hidup,seperti yang dijalani Zaylin selama sekolah ia selalu mendapatkan cibiran ataupun perlakuan buruk karena rasa iri,bukan cuma itu penampilan Zaylin yang berbeda dari yang lain membuatnya dikucilkan,apa Zaylin peduli?.
Jelas tidak!,sikap gadis yang beranjak remaja itu seratus persen berubah menjadi sosok pendiam,acuh dan tidak peduli pada sekitar namun jika ada yang mengusiknya maka bukan zaylin jika diam saja!.
Prinsipnya hanya mata dibalas dengan mata,jika tidak mengganggu maka tidak akan ia usik,jika mengusik maka jangan salahkan Zaylin membuat orang itu hidup segan mati tak bisa.
"Sekali lagi saya perkenankan atas nama Aleya Zaylin silahkan naik keatas panggung"panggil kepala sekolah sekali lagi sebari menghela napas penuh harap,ia berharap kali ini saja remaja berprestasi itu menunjukkan wujudnya apalagi hari ini menjadi perpisahan untuk kelas mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan dijenjang SMP dan berlanjut ke jenjang SMA.
Namun semua hanya harapan semata remaja bernama Aleya Zaylin itu selalu absen dalam semua pertemuan, bahkan sekalipun orang tuanya tidak pernah hadir atas permasalahan apapun disekolah membuat semua orang menilainya sebagai yatim piatu.
Tentu saja kali inipun ia tetap tidak hadir sebab menurut nya hanya pertemuan tidak penting,ia sendiri tengah mencabuti tumput di pemakaman umum yang ia datangi setahun sekali.
Gadis itu berjongkok sebari mencabuti rumput yang tumbuh di salah satu makam orang yang penting dalam hidupnya,,sebari menunduk bahkan wajahnya tertutup helaian rambut sebahunya,,,dengan cekatan bahkan tanpa ekpresi berlebih ia mencabuti rumput dengan tangannya yang dibalut sarung tangan kain yang selalu ia pakai.
Zaylin selalu dibully dari penampilannya yang terkesan misterius dengan wajah yang tak pernah lepas dari masker bahkan tidak ada yang tau jelas bagaimana wajahnya hanya saja mereka menilai Zaylin buruk rupa dengan sarung tangan yang juga tak pernah lepas dengan sorot mata tajamnya.
Setelah bersih ia memasukkan rerumputan yang ia cabuti kedalam kresek lantas ia menatap nisan yang tertulis nama Mina,,sudah sembilan tahun sejak kematian beliau karena kecelakaan yang seharusnya menimpa Zaylin kecil menjadi awal penderitaan nya.
"Leya lulus bi,Leya pamit"Ujarnya singkat padat dan datar pergi membawa sampah yang sudah ia kumpulkan.
Begitulah setiap kehadirannya ia hanya akan mencabuti rerumputan lantas pamit pulang tidak ada drama berkeluh kesah bahkan menangis.
Sesampainya dirumah ah tidak tempat ini tidak pantas disebut rumah karena biasanya rumah menjadi tempat ternyaman seseorang untuk pulang bukan seperti dirinya menjadi saksi bisu kehancurannya selama ini.
"Ngelayab terus!,bagus banget hidup kamu hah anak pembantu berlaga nyonya!,kamu tuh pembantu gausah banyak gaya,kerja yang bener,seharian kerjanya kelayaban doang!,,," pekik geram kepala pelayan melihat keberadaan Zaylin didepan matanya.
"Sana kerja atau mau saya laporkan sama tuan hah,biar kamu diusir sekalian!"tambahnya sebari melempar kemoceng dan sapu mengenai wajah Zaylin.
"Apa?,mau marah!,dasar bocah syalan seharusnya kamu yang mati bukan si Mina,,,sana kerja!"pekiknya sekali lagi melihat Zaylin tadi menatapnya datar entahlah sekelabat ada rasa takut ketika melihatnya namun ia tepis.
Zaylin tidak menanggapi ocehan wanita paruh baya itu ia hanya melakukan apa yang diperintahkan tanpa mengeluh.
"Kerja yang bener,sebelah sana masih kotor,kamu tuh harus tau diri seharusnya kamu ada dipenjara karena udah bunuh Mina bukannya disini,masih untung tuan mau menampungmu,kalo aku jadi tuan udah aku jual kamu,lumayan dapat duit daripada jadi beban doang"gerutuan wanita teman seperjuangan bi Mina yang sangat membenci Aleya sejak ia bi mina merawatnya,jelas ia tahu jika derajatnya dengan Zaylin tidak sebanding namun selama sang tuan tidak pernah menganggap nya sebagai anak,baginya Zaylin hanya pelayan yang lebih rendah dari dirinya.
Tidak ada perubahan raut wajah pada Zaylin bahkan terkesan tidak mendengarkan hanya melakukan apa yang dipinta ketua pelayan saja.
"Kalo orang ngomong tuh dengerin dong,kebiasaan banget kamu ga punya sopan santun sama orang tua,,,sana bersihin kamar tuan muda Theodor awas aja kalo ga bersih,Siap-siap kamu saya hukum!" Omel wanita paruh baya itu sebari melengos pergi jika bicara dengan Zaylin membuatnya dongkol sebab layaknya bicara pada manekin tidak ada balasan.
Zaylin tidak menjawab dia hanya langsung melakukan tugas yang diperintah kan saja tanpa protes,,,saat membuka pintu kamar Theodor dilantai atas bisa membuat siapapun geleng-geleng kepala.
Kamar yang ditempati remaja itu selalu saja berantakan setiap harinya layaknya kapal pecah,Zaylin mengerutkan keningnya bingung ini sudah siang hari tapi kenapa kamar tuan mudanya masih sangat berantakan layaknya tidak dibersihkan,apa tadi pagi tidak ada yang membersihkan?.
Tidak peduli dengan jawaban yang ada dipikirannya Zaylin menaruh kemoceng dan juga sapu yang ia bawa disisi meja,ia langsung melangkah kesudut ranjang dimana banyak pakaian tergeletak disana.
Setengah jam waktu yang Zaylin habiskan untuk membereskan kamar Theodor buang waktu memang tapi mau bagaimana lagi kamarnya begitu berantakan,,setelah selesai Zaylin meninggalkan kamar Theodor tanpa berlama-lama.
Namun kesialan tidak pernah lepas dari hidupnya,baru saja berjongkok untuk mengambil sapu yang tergeletak dilantai ia malah mendengar suara tajam yang sangat ia kenali.
"Sedang apa kau dikamar ku hah?!"tanpa menolehpun Zaylin tau suara siapa itu,tentu saja pemilik kamar.
Menjawab?tidak perlu bukan?hanya buang waktu saja sudah jelas ia memegang sapu dan kemoceng tidak dijawabpun sudah bisa menebaknya sendiri.
Zaylin tidak menanggapi bahkan terkesan tidak peduli lebih jelasnya tidak menganggap keberadaan Theodor,ia hanya berjalan melewati Theodor begitu saja dengan raut wajah datar.
"Sial!"umpatnya tidak terima dengan pengabaian Zaylin walau sudah biasa.
"Siapa yang nyuruh kau pergi hah?!,berhenti syalan!"geram Theo melihat Zaylin yang masih saja tidak menghiraukan nya bahkan membuatnya bingung siapa tuannya dirumah ini?.
Karena terus diabaikan membuat amarah Theodor membludak ia langsung mendahului Zaylin berdiri didepan gadis itu dengan raut marah.
"Kau bisu hah?!,ditanya tuh jawab disini gue tuannya dan kau hanya babu!,,,ah jangan-jangan kau mencuri barang dari kamar gue kan!,makanya kau diam saja agar bisa cepat kabur!,ngaku!"tuduh Theodor menunjuk Zaylin tepat diwajahnya.
Zaylin yang tadinya tidak tertarik mendengarkan ocehan Theo merasa ingin sedikit bermain-main,wajahnya yang selalu ia tundukan menegak menatap Theo dengan datar tapi cukup membuat Theo tersentak terlihat dari respon tubuhnya.
"Mencuri?,anda punya apa untuk saya ambil?,,"ujar Zaylin masih terkesan datar.
Merasa diremehkan tentu saja Theodor sang playboy dengan mengatas namakan harta sebagai pijakan untuk mengaet wanita tidak terima.
"Kau merendahkan ku hah?,hhhh sepertinya aku yang salah,,kau pastinya tidak tau karena kau hanya wanita rendahan!,,,kau lihat jam weaker itu"ujar Theodor banyak mengubah raut wajah dari kesal tergelak terakhir mencemooh sebari menunjuk jam weaker yang terletak diatas nakas.
"Harganya lebih mahal dari harga dirimu!"tambahnya merendahkan ia sudah menebak jika Zaylin tidak akan sedih atau apapun kecuali datar seperti biasa setiap ia hina selalu saja membuatnya kecewa.
Entah bagaimana membuat gadis itu menangis hampir delapan tahun gadis didepannya tidak pernah mengeluarkan air mata sedikitpun walau sudah disakiti fisik maupun mentalnya.
Aleya hanya geleng-geleng kepala membuat Theodor bingung.
"Kau pasti sedih, yah memang serendah itu dirimu,wahai babu!"ejek Theodor tidak memikirkan arti gerak tubuh Zaylin dengan benar yang ia pikir gadis itu menyembunyikan rasa sakit nya dibalik raut datarnya itu.
"Membeli sebuah jam seharga harga diri seseorang bukankah anda sangat bodoh?,,,alih-alih membeli barang tidak berguna bukannya lebih baik membeli manusia untuk memperbanyak babu mu saja?agar kau banyak teman"ujar Zaylin menyeringai tanpa menunggu respon,Zaylin melanjutkan langkahnya dengan mengambil jalan menyamping melewati tubuh Theodor.
Dengan tangan mengepal Theodor menyusul langkah Zaylin yang sudah hampir menuruni tangga,rasa benci,kesal sekaligus marah mendengar kata-kata ejekan tadi membuat semua menguar menjadi satu,,,sekelabat seringgai tipis hinggap dibibirnya dengan kedua tangan ia ulurkan,,sengaja mendorong tubuh Zaylin agar terjatuh dari lantai dua rumahnya.
Aaaaaa
Teriakan memekak telinga setiap pelayan langsung berkumpul dengan mata melotot melihat tubuh yang terus berguling ditangga hingga akhirnya terhenti dilantai satu tidak membuat seseorang di sisi lain merasa bersalah,ia hanya menatap saja dengan raut wajah datar yang menjadi ciri khasnya.
"Tua muda!"mereka meneriaki nama Theodor yang terjatuh dari tangga dengan wajah syok bahkan mereka sempat tertegun sebelum menghampiri tubuh Theodor yang tergeletak dilantai dengan cairan merah membasahi wajahnya.
"Zaylin kau memang pembunuh!apa kau tidak puas membunuh ibu mu lalu Mina sekarang tuan muda hah!memang seharusnya kau tidak terlahir di dunia ini!"teriak marah kepala pelayan menatap Zaylin yang tengah menuruni tangga dengan santai seolah didepannya tidak terjadi apapun.
"Alih-alih memikirkan terlahir atau tidak nya saya didunia ini lebih baik kau mengurus tuan muda mu sebelum dia kehabisan darah dan menyusul ibunya,,"jawab Zaylin mencemooh sebari melegang dari tempat kejadian bahkan saat melewati tubuh Theodor yang tergeletak sempat-sempatnya Zaylin menginjak tangan Theodor dan bertingkah tidak sengaja namun tatapan mencemooh tidak lepas darinya.
"Ups maaf keinjak,makanya tolong katakan pada tuan muda kalian ini untuk membeli ranjang yang nyaman alih-alih membeli jam weaker mahal,,untuk apa punya jam jika tidur saja masih dilantai ckckck"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!