Cerita ini hanya lah fiksi jika terjadi kesamaan dalam cerita, semuanya saya minta maaf. Karena ini hanyalah imajinasi saya sepihak, bukan dari cerita, berita, maupun lainnya hanya pemikiran saya saja.
Plak" suara tamparan keras menggema ke seantero rumah. Raya kini tersungkur keras ke lantai sambil memegangi pipinya yang Merah. Orang seisi rumah hanya mengabaikannya seperti tidak ada sesuatu yang terjadi. Rumah mewah yang sangat besar itupun lenggang tidak ada suatu suara pun, bahkan suara jam dinding yang menjadi pajangan di ruang tamu dapat di dengar sampai dapur, padahal jarak antar dapur dan ruang tamu sangatlah jauh sangking besarnya rumah ini.
Tetesan darah dari hidung Raya mulai membasahi marmer mahal yang menjadi lantai rumah tersebut. Ia tetap menunduk dalam walaupun sangat kesakitan.
" Pokoknya kau harus menjadi penerus keluarga ini !!!, Hentikan cita-cita bodoh mu itu " teriak Johan yang tak lain adalah ayahnya sendiri. Sang ibu hanya bisa menagis melihat itu.
" Tidak !, Aku ingin menjadi dokter" jawab Raya keras.
" Dasar anak kurang ajar "," buk"
Seketika itu tendangan dari Johan langsung menghantam kepala Raya, Raya pun langsung tersungkur ke belakang dan Kepalanya menghantam lantai dengan kerasnya. Darah mulai membasahi rambut Raya dengan cepat, tapi karena ia sering berlatih beladiri dan pelatihan ketahuan dengan sangat keras. Ia masih sadar walaupun ia merasa kesakitan.
Ibunya yang melihat ini malah semakin keras tangisannya tak kuasa melihat anaknya yang ia lahirkan di marahi oleh suaminya, tapi ia tidak bisa bergerak melakukan apa-apa. Para pegawai, pembantu, staf dan tukang kelahi pun membatu karena takut dengan bos-nya sendiri.
Raya pun berusaha untuk berdiri dengan badan gemetar ia beranikan.
" Aku pokoknya tidak mau menjadi seperti ayah, aku punya pilihanku sendiri" teriak Raya. Johan pun berubah mimik Wajahnya.
" Kau bisa hidup berkat apa ?, Kau bisa sekolah dengan uang apa ?, Kau makan menggunakan uang apa ?, Kau minta ini itu dengan uang apa ?" Jawab !" Teriak Johan tak kalah keras.
Raya kini hanya bisa tertunduk. Di pikirannya hanya ada marah, kesal, bingun, ragu, dan lainnya. Ia tau bahwasanya selama ini ia dan keluarganya bisa hidup karena bisnis haram Johan.
" Pikiran itu baik-baik !" Kata Johan sambil pergi meninggalkan Raya. Kini sang ibu yang bernama Siti itu pun langsung berlari memeluk anaknya.
" Pelayanan !, Pelayanan !, Cepat panggil pak Pais untuk memeriksanya, dan P3K !" Segera saja para pelayan berhamburan. Tak lama kotak P3k datang bersamaan dengan pak Pais. Pak Pais adalah salah satu dokter pribadi keluarga yang bertanggung jawab atas kesehatan di keluarga. Dengan cekatan pak Pais memeriksa seluruh tubuh Raya.
"Beres, hanya luka kecil ini mah " kata pak Pais yang barusan memerban bagian lukanya.
"Hahaha" tawa Raya ketika pak Pais mengatakan itu, ia tau karena biasanya pada waktu latihan ia biasanya terluka serius.
"Raya ibu mau ngomong sama kamu nak !" Kata ibunya yang wajahnya sudah tidak pucat lagi. Siti pun memberi kode kepada semua orang yang ada di ruang keluarga untuk pergi. Semua pelayanan yang masih bekerja merapikan buku-buku dan lainnya pun pergi bahkan pak Pais pun ikut pamit undur diri.
" Ayo duduk sini " kata siti sambil menepuk-nepuk sofa dari brand internasional paling ternama yang di buat khusus untuk mereka. Kelembutan dan kenyamanan langsung membekap Raya ketika ia duduk di sofa tersebut. Ibunya pun memeluknya ringan.
"Nak Kamu adalah anak tunggal di keluarga ini, mau tidak mau kamu haru menerimanya"
" Tapi" sergah Raya terhenti setelah di beri kode diam oleh mamanya.
"Mama tak mau kamu bantah !, Jadi diam dan dengar dulu !, Tak apa kamu jadi dokter, mama tidak pernah melarangnya tapi kamu juga harus ingat kamu adalah penerus bisnis ini dari kakekmu dulu, jangan kau rusak !, mengerti !, Mau tidak mau kau harus menjadi penerus keluarga ini, mama tau kau sangat benci tapi kau harus tahu selama kai hidup dengan uang dari bisnis ini, siapa tahu kau bisa merubahnya, mama berharap kau bisa membawa keluarga ini ke jalan yang bersinar bukan di jalan Seperti ini tidak hitam tidak pula putih tapi abu-abu, penuh keremangan" kata ibunya sambil membelai rambut Raya. Setelah itu ibunya pun pergi membiarkan dirinya sendirian.
Ia pun berdiri dan mulai frustasi akan semua hal ini, kenapa ia tidak dilahirkan di keluarga biasa aja sih ?, mendapatkan kasih sayang lebih, bisa holiday bersama, famili time banyak, tidak terlibat kejahatan. Ia semakin bingung harus bagaimana.
Di saat seperti ini bisanya ia akan menaiki motor kesayangannya Kawasaki H2r yang belum resmi di luncurkan di Indonesia, dan masih berupa prototipe pertama. Ada juga yang lain seperti MT-10 tapi sudah di custom dengan gaya Japstyle, vespa antik tahun 1980 an, dan masih banyak lagi Motor sport yang lain.
" Hei mau kemana kamu !, Sini ikut ayah !" Bentak ayahnya sendiri di depan gerbang. Raya pun berhenti dan turun.
" Kemana?" Dengan nada cueknya.
Johan pun masuk kedalam rumah, Raya pun menyuruh pembantunya untuk membawanya kembali ke gudang pribadinya. Setelah itu pun ia mengikuti Johan.
Disana telah duduk ibunya dan ayahnya di sofa.
"Duduk sini !" Perintah Johan kepada Raya yang Baru masuk. Raya pun hanya nurut dan duduk.
"Ayah dan ibuk telah berdiskusi terbatas dan hasilnya ada dua opsi, opsi pertama kau menjadi penerus keluarga ini dan tinggal disini opsi kedua kau bisa menggapai cita-citamu tapi tinggal di rumah nenek di jakarta sana dan kami akan memberikan uang bulanan untukmu dan ada syarat-syarat yang harus kau penuhi selagi di sana dan juga meninggalkan semua barangmu indentitasmu margamu dan semua yang berhubungan dengan keluarga ini" kata Johan di iringi seyuman liciknya.
Raya pun bingun harus pilih yang mana, kedua pilihan ini sangatlah sulit sekali untuk ia yang biasa hidup bermewah-mewahan.
" Tunggu aku akan berfikir di kamar" kata Raya.
'' aku tidak akan mengijinkan kau pergi sebelum memilih " Jawab Johan.
Hem ayah ingin aku memilih Tampa berfikir supaya memilih pilihan yang ia kehendaki, batin Raya.
" Dengan segala konsekwensinya saya akan memilih opsi kedua" jawab Raya matang Tampa keraguan sedikitpun.
Kedua orang tuanya pun melotot karena terkejut, tidak menyangka anaknya akan memilih opsi kedua itu. Tak lama mereka pun menetralisir rasa terkejunya, mereka telah siap dengan segalanya dari awal diskusi ni.
" Ini syarat-syarat yang harus kau penuhi Jika gagal kau harus menjadi penerus keluarga ini itulah kesepakatannya " kata Johan.
" Ok akan saya laksanakan dengan sebaik mungkin" jawab Raya pasti sambil mengambil kertas yang di sodorkan ayahnya. Seketika itu juga mata Raya pun terbelalak kaget melihat semua syarat-syarat yang tertulis di situ, tapi ia sudah memilihnya tidak mungking ia untuk menarik kembali perkataannya. Ia pun setuju dengan semua persyaratannya walaupun sangat berat tapi untuk cita-citanya itu adalah harga yang sesuai.
" Baik prepare semua baju-bajumu, kamu hanya boleh membawa motor MT 10 mu itu saja lainnya akan tetap berada di rumah" perintah Johan .
Raya pun mengangguk dengan berat hati dan segera mengemasi semua baju-bajunya di kamarnya. Tampa di sadari Raya kedua orang tuanya menetes air matanya, sedih karena harus berpisah dengan anak satu-satunya, tapi itu harus di laksanakan supaya bisa menjaga dirinya sendiri di masa depan nanti apapun jalan yang ia pilih.
Mentari mulailah bersinar supaya burung-burung mulai terbang dan meramaikan pagi indah di salah satu daratan tinggi di negri ini yang berjulukan kota buah yang asam, manis, segar menjadi satu di buah itu. Tapi tidak dengan pikiran Raya yang dari Kemarin siang sudah berkeliling ke seluruh semesta, memikirkan hal yang tidak-tidak ketika ia pindah ke ibukota. Suasana rumah yang biasanya tidak bisa selow berubah 180° Drajat menjadi melow.
Raya pun bangun dari tidurnya walaupun tadi malam ia tidak bisa tidur. Lalu mandi sambil melamun, dan akhirnya sarapan terakhir bersama keluarganya sebelum ia pergi.
" Aku sudah mendaftarkan mu ke sekolah insan cendekia, kau tahu kan sekolah SMA itu ? Dan juga ini tempat kontrakanya, Ayah harap kamu betah di sana" lalu Johan pun berdiri dan pergi ke belakang Setelah memberikan secarik kertas.
" Ma, aku sudah selesai sarapan aku persiapan ya, oh ya apakah kalian tidak mau mengantarkan aku" kata Raya.
" Kamu sendiri aja, mamamu sibuk hari ini " kata Johan di belakang.
" Oh ya itu barang-barangmu sudah ada di depan nanti sepedanya ayah kirim ke sana besok nunggu kereta kargonya" lanjut Johan yang masih di belakang.
" Ok ma saya pamit " kata Raya iya pun di cium pipinya oleh ibunya. Basah, Raya pun langsung melihat ibunya, kini ibunya mulai menangis.
" Kamu anak yang kuat, mama yakin kamu akan menjadi anak yang sukses" kata ibunya yang tersudu-sedu. Raya pun mulai pergi keluar, ibunya pun hanya bisa terduduk menangis.
" Ayo tuan mobil sudah menunggu !" Kata kepala pelayan. Raya pun mengangguk dan membalikkan badannya dengan sangat tanah. Langkah demi langkah sangat berat untuknya sekarang. Mobil Alphard tipe 3.5Q Terbaru. Raya pun masuk dan duduk gelisah di kursi yang sudah di custom sebaik mungkin demi kenyamanan. Ia melihat ibunya yang menangis, matanya mulai berkaca-kaca dan teringat ayahnya. Oh..., Ya dialah penyebab semua ini. Wajah sedih langsung berganti menjadi dendam. Mobil mulai membelai halaman hijau yang sangat luas menuju ke hamparan tembok setinggi rumah tingkat 3 tapi itu benar itu adalah tembok dari rumah tingkat 3 yang mengelilingi rumah mewah milik Jordan, perumahan elit itu menyembunyikan rumah itu dari publik dan hanya menampakkan zona pemukiman elit. Mobil itu mulai memasuki garasi yang menjadi gerbang keluar.
Sementara di ruang belakang Johan sedang menangis dengan keras, ia dari tadi tidak mau memperlihatkan emosinya dihadapan anaknya, sebenarnya ia tidak tega melakukan itu, tapi untuk kebaikannya sendiri ia harus melepaskan anaknya.
Mobil pun
Mobil pun melaju dengan kecepatan yang sama seperti detak jantung Raya, berdebar kencang dan tak terkendali. Pikirannya seperti angin kencang yang memporak-porandakan segala yang ada. Pemandangan yang indah tapi menggambarkan kekacauan dalam benaknya, seperti tsunami emosi yang melanda batinnya. Setiap detik terasa seperti berabad-abad, setiap kilometer terasa seperti perjalanan menuju lubang hitam tanpa akhir.
Saat mobil mendekati stasiun kereta, hujan mulai turun dengan lebat. Hujan itu seolah adalah pelipur lara bagi Raya, menghapus jejak air matanya yang tertumpah. Kaca mobil berembun, mencerminkan keraguan dan ketidakpastian dalam hatinya.
Ketika tiba di stasiun, Raya turun dari mobil dengan langkah yang terasa begitu berat, bukan hanya fisik, tetapi juga beban mental yang ia bawa. Dia melihat sekeliling stasiun yang ramai dengan penumpang yang sibuk. Semua orang terlihat begitu bahagia, berbicara dengan gembira, sementara hati Raya masih dipenuhi dengan kebingungan.
Raya pun sampai di stasiun semua kopernya diturunkan oleh salah satu pembantunya yang mengikutinya dari belakang menggunakan mobil lain.
" Ini HP anda dan ini uangnya dari tuan" sambil memberikan sebuah dompet kulit besar.
"Dan ini untuk jaga-jaga" lanjut pelayanan tadi sambil memberikan sebuah kotak berukuran sedang. Raya pun mengintipnya Sebua pistol Smith & Wesson 500 Magnum beserta sekotak peluru berisi 100 biji tertata rapi di dalamnya.
" Ini juga mungkin akan berguna nanti ini dipesan khusus dari timur Tengah oleh tuan untuk diberikan waktu ulang tahunmu yang ke 17 tapi peristiwa ini terjadi terlebih dahulu" sambil menyerahkan sebuah kotak panjang dari kayu. Itu adalah sebuah belati indah dengan alur-alur yang bergelombang sepanjang 50 cm dengan panjang ganggang 20 cm.
"Ok, aku akan berangkat, terimakasih semuanya sampaikan salamku kepada seluruh orang yang ada di rumah ya!" Kata Raya.
Majalah yang dibawanya tadi masih terbungkus rapi di dalam tas yang ia gendong. Raya membacanya sekilas, mencari pelarian dari realitas yang menghimpitnya. Ia menemukan artikel tentang kesuksesan lulusan sekolah insan cendekia, tentang bagaimana mereka menjadi pemimpin masa depan. Namun, semua itu terasa begitu jauh dan tak tercapai baginya saat ini.
Raya melangkah menuju peron kereta, mencari tiketnya. Tiba-tiba, sebuah suara gemuruh menggema di langit. Kilat menyambar dengan begitu kuatnya, seolah mengingatkan Raya akan kekuatan alam yang begitu besar dan tak terduga. Air hujan semakin deras, mencuci wajah Raya yang dipenuhi rasa bimbang.
Dia menaiki kereta dengan hati yang terombang-ambing antara harapan dan ketakutan. Tujuannya adalah ibukota , tempat di mana ia diharapkan akan meraih kesuksesan. Namun, dalam hatinya, Raya masih merasa seperti anak yang tersesat di tengah badai kehidupan yang tak terduga.
Selama di perjalanan ia hanya melihat keluar jendela menatap hujan deras yang mulai mengguyur dan di percantik dengan kilatan petir yang menyambar-yambar seolah-olah sedih.
" Apakah tuan lapar ?, Kami ada beberapa menu " kata seorang pelayan ramah bintang 5, bagaimana tidak Raya sekarang duduk di gerbong VVIP.
"Apa yang recommend di sini ?" Tanya balik Raya.
" SOP iga pak Sono asli di buat oleh orangnya sendiri di belakang, itu adalah salah satu menu di rumah makan legend di Jawa Tengah" jawabnya lembut.
" Oh ya itu aja tapi yang panas ya dan minumannya susu murni hangat kuku"
" Ok akan segera datang tuan " kata pelayan itu pergi. Raya pun memandang HP barunya, Hem perasaan hp ini belum ada yang dijual di negri ini. Kalau tidak salah ini masih dijual tahun depan, batinnya.
Tak lama makanan dan minuman yang di pesan Raya pun jadi, Raya pun tadi hanya sarapan sedikit tapi karena hujan ia kembali lapar lagi. Ia pun segera makan dengan lahap untuk melupakan kejadian hari ini dan menyambut hari esok dengan lebih baik.
Setelah perjalanan panjang dari Jawa Timur ke ibukota yang melelahkan ia pun akhirnya sampai di stasiun Gambir ia segera. Turun dari gerbong sambil membawa barang-barangnya. Pistol yang diberikan pelayannya kemarin telah terselip di punggungnya dalam keadaan siap menembak. Juga belatinya juga sama, ia bersiap-siap jika terjadi sesuatu yang tidak ia harapkan.
Raya baru saja melangkah keluar dari pintu stasiun kereta dengan perasaan bingung yang menghantuinya. Setelah seharian perjalanan dengan kereta yang panjang, dia merasa sedikit kelelahan dan tidak terbiasa dengan keriuhan kota baru yang tengah dia kunjungi. Rasa bingungnya semakin memuncak ketika dia menghadapi pemandangan asing di sekitarnya. Tanpa ragu, dia segera mengeluarkan ponselnya dan memesan taksi online untuk membantunya mencapai alamat kontrakannya yang telah dicatat oleh ayahnya Johan.
Taksi online itu tiba dengan cepat, dan Raya langsung melangkah masuk. Dalam kebingungannya yang masih menghantui, dia memberikan alamat kontrakannya pada pengemudi taksi dan duduk dengan tegak di dalam mobil. Pemandangan di sekitarnya berubah dari gemerlap stasiun menjadi jalan-jalan yang semakin sepi. Dalam hatinya, Raya merenung, mencoba memahami betapa besar dan rumitnya kota ini. Dia merasa sedikit cemas, tetapi juga merasa bersemangat untuk menghadapi petualangan baru di tempat yang sama sekali berbeda.
Taksi pun mulai berjalan santai meliuk-liuk di jalan ibukota yang macet, tak ayal setelah melewati beberapa lampu merah mereka akhirnya terjebak dalam kemacetan yang parah.
"Ada apa pak ?, apa masih jauh ?" Kata Raya yang barusan melihat sekitar karena dari tadi ia bermain HP.
"Ini Lo den kita terjebak macet, kelihatannya si parah" wajab sopir taksi itu bete.
"Ya Uda tidak apa-apa, saya akan turun sini aja sambil mencari makan, berapa pak "
"70 ribu den, maaf Lo tidak bisa mengantarkan Raden ke tempat tujuan". Raya pun mengeluarkan secarik uang merah. Raya pun keluar dan mengambil semua barangnya.
"Kruuughk" suara perutnya pun berbunyi, ia sudah lapar saja padahal tadi malam sudah makan. Raya pun melihat jam tangannya, jarum pendek menunjukkan angka 1, sudah siang ternyata dan dia belum sampai ke kontrakannya, perasaan tadi keluar dari stasiun jam sebelas, masa jauh sekali, batin Raya. Ia pun masuk kesalah satu tempat makan yang ada di jalan itu. Tak lama ia pun keluar sambil kecewa berat, karena tadi tidak menyangka bahwa rasanya biasa saja untuk harga yang mahal. Ia pun melanjutkan perjalanannya dengan taksi online lagi.
Sama seperti tadi ia hanya menyerahkan secarik kertas yang berisikan alamat kontrakannya, supir itu pun mengangguk lalu tak lama mereka pun meluncur ke alamat tersebut.
Setengah jam berlalu mereka akhirnya memasuki perkampungan di pinggiran ibukota. Suasana yang asri langsung menyambutnya, banyak anak-anak yang bermain-main di jalan dan mereka pun minggir ketika mobil Taksi yang dinaiki Raya melewati mereka. Dan akhirnya mereka memasuki perumahan rakyat. Suasana ramai berganti senyap. Sepertinya ini adalah tempat orang-orang yang hanya berorientasi pada uang, uang, uang dan uang, batin Raya jauh di lubuk hatinya.
Deretan rumah kontrakan terlihat sangat biasa, ya namanya juga kontrakan. Dia pun akhirnya turun di Depan gang dengan seluruh barang-barangnya, taksi itu pun pergi setelah di beri uang. Raya merasa sedikit canggung saat dia melangkah ke dalam rumah itu. Semua ini adalah pengalaman baru baginya.
Dia mengambil secarik kertas kumal dengan alamat kontrakan dan mencoba mencocokkannya dengan nomor rumah di depannya. Tapi, seperti yang dia kira, ini tidaklah mudah. Raya merasa bingung dan tidak tahu harus berbicara dengan siapa. Dia merenung sejenak, mencoba menenangkan diri dan mengingat sifat berani dan tegas yang selalu dia miliki.
Akhirnya, dia mendekati tetangga di sebelahnya yang sedang merapikan taman belakang. "Maaf, saya baru pindah ke sini dan agak bingung. Bisa tolong tunjukkan ke rumah ini?" tanya Raya dengan sopan.
Tetangga itu, seorang pria paruh baya dengan kacamata, menoleh dan tersenyum. "Tentu saja, anak muda. Anda tinggal di rumah nomor berapa?"
Raya memberikan nomor rumahnya, dan pria itu memberinya petunjuk dengan ramah. "Rumah Anda ada di sana, di sebelah kiri saya. Selamat datang di perumahan ini!"
Raya merasa lega dan berterima kasih kepada tetangga barunya itu. Dia berjalan menuju rumahnya yang baru, dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia merasa bangga telah menyelesaikan tantangan pertamanya di ibukota ini. Di sisi lain, dia masih bingung tentang apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Tetapi, satu hal yang pasti, petualangan baru Raya telah dimulai, dan dia siap untuk menjalaninya dengan berani dan tegas.
Dia membuka kunci pintu rumah kontrakan dan masuk ke dalam. Rumah itu mungkin sederhana, tetapi Raya merasa seperti dia telah memasuki dunia baru yang penuh dengan misteri dan petualangan. Dia tahu bahwa dia akan belajar banyak hal di sini, dan meskipun ia masih merasa bingung, dia juga merasa antusias untuk menghadapi semua hal yang akan datang.
Raya mengambil napas dalam-dalam, melepaskan semua kekhawatirannya, dan memutuskan untuk menjelajahi rumah barunya. Dia tahu bahwa perjalanan ini mungkin akan sulit, tapi dia juga tahu bahwa itu akan mengubahnya menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih bijaksana. Dan dengan semangat berani yang selalu dia miliki, Raya siap untuk menghadapi semua petualangan yang menunggunya di kota baru ini.
Rumah itu terdiri dari 8 ruangan ruang tamu sekaligus merangkap sebagai ruang keluarga dan santai, dua kamar tidur dan satu ruangan latihan, satu kamar mandi dan dapur, oh ya dibelakang ada halaman sekitar 5 meter sangat luas. Semua ruang itu tidak kosong melompong sudah di isi dengan furniture yang dibutuhkan Raya seperti almari, kasur lantai, peralatan dapur, sofa, televisi, kulkas, dan yang spesial satu set alat gym dan latihan di ruang latihan belakang yang luas. Ternyata ayahnya sudah menyiapkan ini. Juga ada sepeda motornya, MT 10 yang sudah terparkir rapi di garasi mini di belakang. Ia pun kegirangan melihatnya, ia pun mengecek halaman belakangnya dan melihat semua rumah di sini lebih kecil dari rumah kontrakannya. Dan menemukan sebuah pintu. Rasa penasaran Raya pun memuncak, dia mencoba membukanya, "eh" ternyata tidak di kunci, ia pun membukanya lebar-lebar dan sangat terkejut ada tangga yang mengarah ke bawah menyambutnya. Dia pun semakin penasaran ada apa ya di dalamnya. Tampa berfikir panjang ia pun memasukinya.
Langkah demi langkah Raya mulai memasuki ruang itu, sangat gelap dan pengap. Dan akhirnya dia sampai di tempat yang sangat luas sampai-sampai cahaya dari flash HP Raya tidak bisa menembusnya. "Apakah Ayah telah menyiapkan ini semua, ternyata ayahnya tidak seburuk seperti apa yang dia kira, dia sudah menyiapkan semuanya" batin Raya. Dia pun naik kembali.
Oh ya kenalan dulu ah sama tetangga biar akrab, batinnya. Sekarang perasaannya sangat baik. Dia pun mandi dan setelah itu ganti baju.
"Ibukota aku datang " teriaknya di kamar.
"Tok, tok tok " suara ketukan pintu terdengar terlebih dahulu, perasaannya tiba-tiba buruk lagi, segera saja ia mengambil pistolnya dan setelah itu ia langsung mengendap-endap sampai jendela. "Oh tentangannya tadi, dan siapa itu orang tua yang berbaju PNS itu" batinya, ia pun menyelipkan pistolnya di pinggang lalu membuka pintunya.
"Assalamu'alaikum " kata tetangganya, Raya pun membuka pintunya.
"Ya ada apa ya?" Tanya Raya.
"Saya ketua RT di sini mau menyapa sekaligus mendata keluarga adek" jawab orang berseragam PNS tersebut.
"Oh silahkan masuk pak, duduk !, Duduk !, Jangan sungkan, saya baru saja pindah jadi tidak ada sesuatu yang di suguhkan"
"Tak apa dek, omong-omong Dimana keluarga adek, dari tadi adek tanya ke rumah saya sendirian saja" tanya tetangga yang ia tanyai tadi yang sudah duduk di sofa.
"Saya sendiri aja pak keluarga saya tetap di kampung" jawab Raya.
"Kenapa ?" Kata pak RT.
"Saya mau sekolah di insan cendekia pak jadi harus pindah " jawab polos Raya.
"Oh, hebat kamu dek aku salut padamu" kata pak RT diamini tetangganya. Mereka pun melanjutkan obrolan sampai sore hampir magrib.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!