NovelToon NovelToon

Cinta Karena Kebetulan

Kencan Buta

Senyum puas mengembang di bibir seorang gadis saat melihat pantulan dirinya di cermin. Pakaian ala anak punk yang sengaja di beli untuk bertemu dengan seseorang hari ini.

"Nice! Kalau begini dia pasti bakalan gak suka sama aku haha!" tawa gadis itu puas. Gadis itu berharap laki-laki yang akan di jodohkan dengannya merasa risih. Sehingga, perjodohan pun di batalkan. Membayangkannya saja sudah membuatnya bahagia bukan main. 

Tak berselang lama, gadis itu kini telah berada di sebuah restoran. Sibuk bermain ponsel sembari menunggu seseorang datang.

"Risma Dwipa Yanti?" sapa sebuah suara yang membuat gadis itu mendongak. 

Seorang pria dengan setelan jas kini berdiri di hadapannya. Risma mengangguk sebagai jawaban, lantas mempersilahkan pria itu duduk. 

"Silahkan duduk, Tuan." Risma menunjuk kursi di depannya. Pria itu duduk sambil terus memperhatikan Risma dari atas ke bawah. Merasa mendapat respon yang di inginkan, Risma tentu saja senang. 

"Baik, mau makan sambil ngobrol atau sekalian setelah makan?" tanya Risma gamblang. Pria itu tersenyum samar di balik wajah dinginnya. 

"Aku terserah saja," jawab laki-laki itu seadanya. Mendengar itu Risma hanya mengangguk, lalu memesan makanan. Ya, mereka akan makan sambil berbincang.

"Aku perlu tahu nama mu." Risma menyodorkan kartu namanya. Keduanya pun saling bertukar kartu. 

"Danu Gara Rivanda. Nama mu keren juga." Risma reflek memuji begitu membaca nama yang tertulis di sana.

"Panggil saja Rivan," tuturnya singkat. 

"Oke," jawab Risma. 

Makanan pun tiba. Mereka berbincang sambil menikmati hidangan yang ada. Selama berbincang, Risma benar-benar bersikap kurang sopan. Bahkan, tidak malu untuk bersendawa keras. Hingga membuat sebagian pengunjung melihat ke arah mereka. 

"Maaf ya, kalau tidak bersendawa rasanya ada yang kurang." Risma kembali melahap makanannya tanpa menunggu respon dari Rivan.

Risma mulai merasa risih ketika Rivan terus menatap dirinya yang sedang makan. Risma yang gugup mencoba menutupinya dengan cara bertingkah aneh lagi. Tanpa rasa malu, dia mulai membersihkan giginya dengan kuku jari. Hal itu membuat Rivan menaikkan sebelah alisnya. Senyum kecil itu kembali terukir di bibirnya, walau hanya sepersekian detik. 

Bukannya Rivan tidak tahu. Dari awal mereka bertemu, Rivan langsung menyadarinya. Gadis itu sengaja membangun kesan buruk, agar dia menolak perjodohan ini. Hanya saja Rivan tidak menyangka, jika gadis itu akan bertindak sejauh ini. Benar-benar di luar ekspektasi.  Sangat menarik. Rivan jadi penasaran. Bagaimana reaksi gadis ini, jika tahu rencananya tidak berjalan sempurna. Sungguh, Rivan semakin tidak sabar bermain-main dengannya. 

"Kamu pasti heran yah, aku memang berbeda dengan wanita kebanyakan. Jadi jangan terlalu di pikirkan," ucap gadis itu sambil terus mengigit tusuk giginya. 

Hampir saja Risma menggigit jarinya, ketika tanpa sengaja dia melihat seseorang yang amat sangat dia kenal. 

"Astaga, Dimas?!" gumam Risma tak percaya. 

Dimas, adalah sosok laki-laki yang telah ia sukai sejak di bangku kuliah.Terlihat laki-laki itu berjalan bersama teman-temannya sambil sesekali tertawa. Namun, rombongan Dimas tiba-tiba berjalan ke arah mejanya membuat Risma panik setengah mati. 

"Matilah aku, Tuhan!" 

Risma segera beralasan ke toilet untuk menghindari Dimas yang semakin mendekat. Di toilet gadis itu duduk di atas closed dengan perasaan cemas. 

"Dimas tidak boleh melihat ku dalam keadaan seperti ini," cemasnya. Dia merutuki nasibnya yang begitu sial hari ini.

"Jika aku kembali dan berpamitan pada Rivan, takutnya aku malah bertemu dengan Dimas." Risma menggaruk kasar rambutnya. Setelah beberapa menit berpikir. Sebuah ide tiba-tiba melintas di kepalanya. 

"Iya, aku kan bisa kabur dari sini. Aku beralasan saja kalau perut ku sakit dan harus pulang duluan." Risma segera mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan Rivan pesan melalui nomor telpon yang ada di kartu nama. 

"Semakin aku bersifat kurang ajar, semakin besar kemungkinan dia tidak akan tertarik padaku." Risma meremas  ponselnya begitu pesan telah terkirim sempurna.

Rivan yang sedang fokus membaca laporan di ponselnya tiba-tiba teralihkan dengan sebuah pesan masuk. Salah satu alisnya terangkat saat dia membaca isi pesan itu. Tawa kecil keluar dari bibirnya. Matanya menatap ke arah di mana si pengirim pesan terakhir terlihat. Tanpa membalas pesan, Rivan beranjak dari kursinya tak lupa meninggalkan cash di atas meja. 

Sepanjang perjalanan, Rivan tak henti-hentinya memikirkan kelakuan konyol Risma. Awalnya dia mengira, jika Risma akan sama saja dengan wanita kebanyakan. Sikap dan gaya bicara, bahkan mereka cenderung mengatakan hal yang sama. Namun, semua yang gadis itu lakukan justru menarik di matanya. 

"Jun, apa kau sudah mencari data gadis itu?" tanya Rivan pada Jun asistennya yang sedang menyetir. 

"Sudah Tuan," jawab Jun. 

Lagi-lagi salah satu alis Rivan terangkat. Namun, kini disertai dengan seringai kecil di bibirnya. 

"Memangnya kenapa, Tuan?" tanya Jun karena tidak mendapatkan respon. 

"Kau akan tahu nanti." Rivan tersenyum penuh arti. 

Menerima perjodohan

Di lain waktu, terlihat dua gadis dengan ekspresi yang berbeda tengah duduk saling berhadapan. Satu bermuka kesal, sementara yang satunya masih terus tertawa.

“Hahaha. Astaga, Risma!” Risma mendelik pada sahabatnya yang masih setia menertawakannya. 

“Berhenti gak, Yul? Ku lempar lalapan kau!” kesal Risma.

“Eh, kok ngamuk.” Yuli mengusap air matanya yang menggenang di sudut matanya. Gadis itu sampai tidak sadar berapa menit dia menertawakan kisah singkat sahabatnya. 

“Lagian si Dimas kenapa munculnya gak pas banget waktunya,” gerutu Risma.

“Jangan menyalahkan orang lain. Nasib mu saja yang sial,” kekeh Yuli melihat raut kesal sahabatnya.“Terus si Rivan gimana? Sudah dibalas belum?” imbuh Yuli lagi. Risma hanya mengangkat bahunya acuh. 

“Tapi harapanku sih semoga saja ini berhasil. Aku belum siap menikah.” Risma menghela nafas panjang mengingat tentang perjodohannya. 

Baginya semua ini sangat mendadak. Keluarga, bahkan tidak mendiskusikan hal ini dengannya. Padahal ini menyangkut dengan masa depannya. Wajahnya mendadak muram saat mengingat siapa yang telah mengatur semua ini.

“Jika bukan karena kakek, aku tidak akan datang.” Risma menggigit paha ayamnya dengan kasar. Yuli sangat bersimpati pada sahabatnya.

“Setidaknya hari ini kau sudah menjadi cucu yang berbakti.” Yuli menepuk pelan bahu temannya. Turut bersimpati. 

****

Rivan dan Jun telah sampai di perusahaan. Rivan merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang. Dikeluarkannya ponsel dari dalam saku jasnya lalu menghubungi seseorang.

Rivan

Halo, Kakek.

Kakek

 Nah. Apa ada kabar baik?

Rivan

Aku menerima perjodohan ini.

“Argh!” Rivan bangun dari tidurnya saat mendengar suara erangan dari samping. Ternyata itu adalah Jun. Laki-laki itu memegangi hidungnya yang tertimpa tablet. 

Kakek

Suara siapa itu?

Rivan

Jun, hidungnya kejatuhan tablet.

“Kau serius?!” tanya Jun kaget masih sambil meringis. 

“Kapan aku bercanda,” balas Rivan cuek. 

Kakek

Hahaha, bagus itu. Aku akan langsung menghubungi keluarga Tama sekarang. 

Sambungan terputus. Jun kembali bertanya untuk memastikan. Dia perlu penjelasan lebih lanjut.

“Maksudku begini. Apa kau sudah memikirkannya dengan matang?” tanya Jun lebih serius. Rivan mengangguk sebagai jawaban. “Alasannya?” sambungnya lagi masih penasaran. 

“Dia menarik,” jawab Rivan yang meninggalkan banyak pertanyaan untuk Jun.

****

Risma baru saja membuka pintu rumah. Dia terkejut saat anggota keluarganya berteriak surprise dengan heboh. 

"Ulang tahun ku kan sudah lewat," ucapnya heran. 

"Selamat atas perjodohan mu lah," celetuk sang Adik membuat Risma mengernyit heran.

"Ha? Maksudnya?" beo Risma yang berusaha memahami keadaan. Bukan kah kencannya tadi tidak berjalan lancar. Sepertinya ada yang salah,pikir Risma. 

"Rivan akan menikahimu, Risma." 

Ucapan sang kakek bagai petir di siang bolong. Otak Risma seakan berhenti berfungsi untuk sesaat. Dia benar-benar terkejut. Usahanya membuat pria itu ilfil ternyata tidak berhasil. Sampai-sampai dia rela menahan malu. Imagenya, bahkan hancur sebagai seorang wanita. Sebenarnya apa yang dipikirkan pria itu hingga mau menikahinya. Seharusnya, dia menolak dijodohkan setelah melihat tingkahnya yang sangat memalukan itu. 

Dengan langkah gontai gadis itu menaiki anak tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Dia merosot ke bawah setelah menutup pintu. 

“Wah, bisa gila aku,” gumamnya frustasi. 

Risma hendak menghubungi Yuli untuk bercerita. Namun, sebuah panggilan masuk dari nomor baru menghentikan aksinya. Kepalanya miring ke kanan mencoba menebak siapa pemilik nomor ini. Rasanya dia pernah melihat nomor ini. Akhirnya dia menjawab panggilan itu untuk meredakan rasa penasarannya. Sebuah suara berat sedikit basah menyapa indera pendengarannya. Suara yang familiar, seakan pernah mendengarnya di suatu tempat. Namun, ucapan selanjutnya membuat Risma seakan tertimpa balok besar. 

Rivan

Saya, Rivan. 

Terkejut? Tentu saja Risma terkejut. Baru saja dia memikirkannya. Secara kebetulan laki-laki itu yang menelponnya. Tuhan sedang bercanda yah? batinnya menangis. Dia menepuk jidatnya pelan setelah mengingat mereka sempat bertukar kartu nama. 

Rivan

Kamu masih di sana, Risma?

Risma

Ha? Oh, iya. Ada perlu apa yah?

Rivan

Saya yakin, kamu sudah mendengarnya dari keluarga mu. Untuk itu, besok kita ketemu lagi untuk membahas tanggal pernikahan. 

Risma tersedak ludahnya sendiri. Matanya melotot seperti ingin keluar. Laki-laki ini sungguh gila. Dia bahkan tidak menyetujui perjodohan ini. Lantas, apa katanya tadi? Tanggal pernikahan? Oh ****. Itu tidak akan pernah terjadi. 

Risma

Aku gak mau nikah sama kamu. 

Rivan

Bukan kamu yang harus menentukan. 

Mulut Risma otomatis menganga mendengarnya. Laki-laki ini berhasil membuatnya gondok hingga ke ubun-ubun. Semuanya harus diluruskan sebelum semakin rumit.

Risma

Maksud kamu apa? Hak saya dong mau menikah atau tidak. 

Rivan

Besok jam tiga sore saya jemput. Selamat malam.

Sambungan terputus secara sepihak. Risma untuk kesekian kalinya dibuat tercengang. Gadis itu melempar ponselnya ke atas kasur lantas menjerit kesal. Nafasnya tak beraturan karena emosi yang membuncah. Seharusnya dia yang membuat laki-laki itu kesal, jika perlu sampai darahnya mendidih sekalian. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Risma mengutuk, memaki laki-laki itu dengan sejuta kata yang sangat tidak ramah di telinga. 

“Awas saja kamu, Rivan.” geram Risma meremas kuat ujung bajunya. 

Menentukan tanggal pernikahan

“Apa kakek bisa masuk?” suara dari balik pintu terdengar. Dengan segera Risma berjalan cepat untuk membuka pintu. Di sana sang Kakek berdiri dengan senyum khasnya. Risma segera menuntun kakeknya untuk masuk. Keduanya duduk saling berhadapan di atas kasur. 

Kakek menggenggam tangan Risma dan menatap hangat cucunya. Dalam hati kakeknya merasa bersalah karena menjodohkan Risma tanpa sepengetahuannya. Dia yakin, jika cucunya ini pasti membencinya. Hanya saja semua yang dia lakukan untuk kebaikan cucu tercintanya. 

“Maafkan, Kakek yah,” ucapnya dengan suara bergetar. Risma mendadak sedih melihat kakeknya sampai harus meminta maaf padanya. 

“Kenapa kakek minta maaf? Memangnya kakek salah apa sama, Risma?” mata Risma mulai berkaca-kaca. Tidak akan bisa menahan perasaannya, jika sudah menyangkut sang Kakek.

“Kau pasti membenci Kakek kan? Karena sudah menjodohkan mu tanpa bertanya lebih dulu.” Risma menggeleng pelan. Air matanya mulai berjatuhan. Apa yang kakeknya pikirkan hingga bisa menarik kesimpulan begitu. 

Sama sekali tidak pernah terlintas di benaknya untuk membenci sang Kakek. Kecewa sudah past. Namun, dia akan belajar ikhlas untuk menerimanya demi sang Kakek. Walaupun nantinya dia akan bercerai dengan Rivan. Setidaknya dia sudah mengabulkan permintaan kakeknya untuk menikahi laki-laki itu. 

"Dulu kakek pernah menyelamatkan Mulyono, sejak saat itu kami berteman baik. Tidak ku sangka dia akan datang pada kakek, dan meminta mu menjadi istri Rivan. Kakek tidak segan menerimanya, karena kakek percaya, jika Mulyono orangnya. Kakek percaya, kamu akan bahagia jika bersamanya. Terima kasih, karena sudah menerima perjodohan ini." Air mata Risma mengalir deras. Begitu indah persahabatan mereka hingga di hari tua. 

“Aku tidak pernah membenci kakek, jadi kakek jangan berpikiran aneh-aneh. Risma ikhlas menerima perjodohan ini. Maka dari itu, aku ingin kakek selalu bersama Risma.” Risma membalas genggaman kakeknya lebih erat. Melihat senyuman tulus dan hangat kakeknya membuat hati Risma terenyuh. Dalam hati Risma berharap agar sang Kakek terus diberikan kesehatan oleh yang kuasa. Sehingga dia bisa bersama dengannya lebih lama. 

****

Rivan memandangi sebuah lonceng bambu kecil yang tergantung di tengah jendela. Senyum kecil tersungging di bibirnya ketika mengingat siapa pemilik jendela kamar itu. Sudah 10 menit dia di sana, menunggu sang pemilik jendela keluar. Sesuai janji mereka semalam. Seseorang yang ditunggu pun keluar. Salah satu alisnya terangkat begitu menyadari ekspresi si Gadis terlihat kesal. Entah mengapa sejak pertemuan mereka kemarin membuatnya langsung tertarik. Gadis itu seakan-akan punya daya tariknya sendiri. 

“Ayo jalani” ketus Risma begitu dia memasuki mobil. Mendengar itu Rivan bukannya marah. Laki-laki itu justru menganggukkan kepala dengan senyum tertahan. Benarkan? Apapun yang gadis itu lakukan pasti menarik perhatiannya. 

Risma benar-benar gondok sekarang. Baginya ini adalah sore yang sangat buruk sepanjang hidupnya. Merusak citranya sebagai penyuka senja garis keras. Mobil yang mereka tumpangi melesat di antara kendaraan lainnya. Hawa hujan yang masih tersisa membuat udara terasa segar. Risma menurunkan kaca jendela guna menikmati semilir angin yang lembut menyapa kulit wajah.

Sejenak gadis itu mencoba melupakan kekesalannya dan menikmati suasana yang ada. Sangat jarang ibu kota sejuk seperti ini. Biasanya sangat panas dan pengap akibat polusi kendaraan. Belum lagi suara klakson yang nyaring memekakkan telinga. Tanpa sadar Risma menghela napas. Rivan tentu bisa mendengarnya.

“Kalau kamu mengantuk tidur saja.” 

“Tidak.” 

Begitulah percakapan singkat itu berakhir. Risma begitu malas meladeni laki-laki gila di sampingnya. Cukup semalam dia di buat gondok setengah mati. Diam-diam Risma memikirkan cara untuk melarikan diri. Dia belum siap menikah. Risma jadi teringat ucapan Yuli tempo hari. 

“Setelah menikah nanti, buat dia merasa tidak nyaman. Buat dia capek sama kelakuan kamu. Buat dia marah terus tiap hari sampai darah tingginya naik.” Yuli menjelaskan dengan menggebu-gebu. “Kamu kan ahli banget bikin orang emosi. Saat dia sudah capek. Otomatis dia akan menceraikan kamu dengan sendirinya.” Yuli menyeringai di akhir kalimatnya. 

“Risma!” 

Risma tersentak dari lamunannya. Gadis itu sampai tidak sadar jika Rivan sedari tadi memanggilnya. Mencoba bersikap biasa saja, gadis itu berdehem sekali. 

“Kenapa?”

“Kita sudah sampai.” 

Risma mengalihkan pandangannya keluar jendela. Benar saja, mobil mereka sudah berada di depan anak tangga menuju pintu utama. Risma yang tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya tanpa sadar berdecak kagum. Baginya ini seperti mansion daripada rumah. Risma menoleh saat mendengar pintu di sampingnya terbuka. Dia menyusul Rivan yang kini telah berjalan menaiki anak tangga. 

“Rumah siapa ini?” tanya Risma begitu mereka memasuki ruang tamu.

“Rumah saya. Hari ini aku akan mempertemukan mu dengan kakek sambil membahas tanggal pernikahan,” jelas Rivan sambil terus berjalan memasuki rumah lebih dalam. Rivan diam-diam menyunggingkan senyum.

Awalnya dia berencana mengajak gadis itu berbicara di luar saja. Namun, saat melihat gelagat aneh dan gadis itu mendadak diam. Dia sudah tahu. Diamnya gadis itu pertanda kurang baik. Pasti dia akan bertingkah abnormal seperti saat pertemuan pertama mereka. Maka berakhirlah mereka di sini. 

Sementara Risma kini terkejut setengah mati mendengar jawaban Rivan. Laki-laki ini sungguh seenaknya. Dia bahkan tidak melakukan persiapan apapun. Bahkan, rencana yang sudah dipersiapkan terpaksa harus gagal. Ingin rasanya Risma menghantam kepala laki-laki itu dengan sepatu hak nya. 

“Wah. Coba lihat siapa ini yang datang!” 

Seruan itu spontan membuat Risma melongokkan kepalanya dari balik bahu Rivan. Seorang laki-laki paruh baya terlihat berjalan menggunakan tongkat menghampiri mereka. Rivan meraih tangan sang kakek lalu diciumnya. Melihat itu Risma juga melakukannya. 

Ternyata ini kakek Mulyono, batin Risma.

“Yah, memang cantik cucu menantuku ini.” Mulyono menepuk pelan punggung tangan Risma. Gadis itu hanya tersenyum canggung. Siapapun tolong bawa dia pergi dari sini. “Tama sudah menghubungiku. Terima kasih sudah mau menerima perjodohan ini,” ucapnya tulus. 

Risma lagi tersenyum. Anggap saja sebagai hadiah untuk menyenangkan sang kakek. Namun, rencana awal tetap berjalan. Sesuai arahan Yuli tentunya. 

“Mari kita duduk sambil berbincang.” Mulyono berjalan lebih dulu diikuti oleh mereka berdua di belakangnya. 

Risma duduk dengan canggung. Setidaknya Rivan memberitahunya agar dia bisa mempersiapkan bingkisan atau apalah itu. Kalau sudah begini Risma kan jadi malu. Seorang pelayan membawakan beberapa cemilan dan minuman. Mulyono mempersilahkan untuk menikmati hidangan. 

“Sebelumnya kami para orang tua sudah menentukan tanggalnya. Kami sepakat mempercepatnya minggu depan," ujar Mulyono membuat Rima tersedak teh. Dengan cepat Rivan menepuk pelan punggung gadis itu. 

“Apa kamu tidak apa-apa?” tanya Mulyono merasa tidak enak. 

“Saya tidak apa-apa. Hanya sedikit terkejut,” jawab Risma sambil tertawa canggung. Jujur saja saat ini hatinya sedang menjerit. Sangat tidak menyangka jika pernikahannya dilaksanakan secepat itu. Mengapa kakek dan cucu ini sangat tidak sabaran, pikirnya. Keluarganya juga main setuju saja. Dia kan butuh penyesuaian.

“Berhubung pernikahannya semakin dekat. Maka saya sudah menyiapkan toko untuk kalian fitting baju,” jelas Mulyono dengan semangat. 

Belum reda rasa terkejutnya. Risma lagi-lagi dibuat melongo dengan penjelasan Mulyono. Risma menoleh ke arah Rivan yang hanya memasang wajah tanpa ekspresi. Gadis itu hanya bisa tertawa hambar. 

Sungguh malang sekali nasibmu, Risma. batinnya menangis.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!