Mika berlari menuju gerbang sekolah karena sudah dijemput kakaknya. Hari sudah sore menjelang magrib dan gerimis terus membasahi halaman sekolah Adi Wiyata.
"Pelan pelan neng.." sapa pak Soleh yang masih setia di pos satpam dekat gerbang sekolah. Hanya tersenyum dan mengangguk, Mika terus melangkahkan kakinya menuju mobil kakaknya yang sudah terparkir tak jauh dari gerbang sekolah.
"Kenapa lama sekali sih bang?" dengan wajah cemberut Mika mengomeli abangnya yang telat menjemput.
" Maaf..Tadi Abang harus bertemu client yang sedikit rumit" tanpa panjang lebar bang Aldi melajukan mobilnya meninggalkan sekolah Mika.
Mika mengelap rambutnya yang basah karena air hujan dengan handuk yang sudah disiapkan bang Aldi di dalam mobil. Begitu seterusnya tanpa ada percakapan lagi antara dua bersaudara itu.
Sesampainya di rumah, Mika langsung berbenah diri. Santi, mamanya Mika merasa curiga dengan sikap putrinya yang beberapa hari terakhir selalu diam saja. Namun Santi tidak pernah mempertanyakannya pada putrinya tersebut.
Keesokan paginya, Mika sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah dengan diantar abangnya seperti biasa.
"Apakah nanti kamu pulang sore lagi?" tanya bang Aldi memastikan agar tidak telat menjemput adiknya itu.
"Enggak bang..Gak ada ekskul, jadi pulangnya normal. Nanti aku naik bis saja." jawab Mika ringan sambil menyantap nasi goreng buatan mamanya.
"Oke.." balas bang Aldi.
Setelah pamitan pada mamanya, Aldi dan Mika segera berangkat untuk memulai aktifitasnya.
Sesampainya di sekolah, Mika langsung menuju kelasnya. Seperti biasanya, Risma sudah sampai duluan.
"Memangnya kamu berangkat jam berapa Kok sudah ada di kelas?" Mika selalu heran dengan teman sebangkunya itu karena selalu berangkat lebih awal darinya, padahal rumah Risma lebih jauh dari Mika.
"Kalau aku gak berangkat pagi, yang ada aku terlambat sampai sekolah. Kan kamu tahu sendiri di daerah rumah sakit selalu macet." Risma membuka bukunya untuk mengerjakan PR yang terlupakan olehnya. Tanpa berlama-lama Risma langsung meminta buku Mika untuk menyalin PR.
"Kemarin pas pulang sekolah, kamu lihat cewek yang berdiri di depan ruang komputer gak?" Mika pun langsung bertanya pada Risma untuk memperjelas penglihatannya kemarin.
"Cewek siapa? Anak kelas lain mungkin. Kan disini banyak anak cewek ." jawab Risma tanpa menghiraukan Mika karena terus menyalin PR.
Mika pun kembali diam dan memperhatikan teman teman lainnya yang mulai berdatangan.
Beberapa hari kemudian, Mika harus pulang sore lagi karena mengikuti ekskul komputer di sekolah. Mika dan Risma selalu bercanda di dalam kelas saat guru komputer keluar ruangan.
Tanpa sengaja, Mika pun menatap seorang wanita yang berdiri di depan pintu agak kesamping. Awalnya mika mengira itu adalah Bu Diah guru komputernya. Namun setelah dilihat dengan seksama, ternyata dia adalah wanita yang dilihatnya pada waktu itu.
"Risma..Kamu lihat wanita di luar itu deh. Kamu tau gak siapa dia?" Mika pun berharap Risma bisa memberitahunya.
"Wanita siapa? Itu kan Bu Diah!" jawab Risma yang membuat mika langsung memalingkan pandangannya. Mika sudah tidak mendapati wanita itu lagi dan yang terlihat hanya Bu Diah yang akan mengakhiri pelajaran komputernya .
"Baiklah anak anak..Kita akhiri dulu pertemuan kita kali ini. Sampai jumpa Minggu depan."
"Baik Bu.."
Pelajaran komputer pun selesai. Mika dan temannya yang lainnya segera membubarkan diri. Setelah keluar dari ruang komputer, Mika celingukan mencari keberadaan wanita tadi, tetapi nihil tidak ada siapapun disana kecuali teman teman sekelasnya.
Saat menunggu bang Aldi di pos satpam, Mika mengedarkan pandangannya ke sekeliling sekolah. Dia sangat terkejut melihat sosok wanita yang berdiri di koridor lantai dua dan memandang ke arahnya.
"Pak Soleh tau gak sih siapa itu?" tanya Mika pada pak Soleh dan langsung menunjuk pada wanita tersebut.
"Siapa neng?"
"Itu pak!"
Mika kembali terkejut karena disana sudah tidak ada siapapun. Pak Soleh terlihat mencari sesuatu tapi tak tau apa apa.
"Gak ada siapa-siapa neng.." jawab pak Soleh masih mencoba mencari sosok wanita yang di tunjuk Mika.
"Sudah hilang pak!" Mika pun kembali melihat jalanan, berharap abangnya segera datang menjemputnya.
Kejadian itu berulang kali dialami Mika saat ada ekskul komputer. Namun ketika mika tanya pada orang di sekelilingnya, tak ada satu orangpun yang melihatnya.
"Aneh!" Batin Mika.
Suatu hari, di sekolah Mika kedapatan anak baru. Cowok ganteng pindahan dari luar kota. Karena ketampanannya membuat banyak anak cewek histeris melihatnya. Namun berbeda dengan para cowok yang merasa tersaingi ketampanannya.
Ternyata cowok pindahan tersebut masuk ke kelas Mika. Tentu saja membuat semua cewek disana terpesona. Tak heran juga beberapa cewek kelas lain ikut mengintip lewat jendela kelas karena jamkos di kelasnya.
"Perkenalkan nama saya Ammar. Saya pindahan dari Jakarta." Ammar pun memperkenalkan diri karena baru pertama masuk sekolah.
Ammar menjadi pusat perhatian di sekolah. Selain tampan, ternyata dia juga anak dari donatur yayasan di sekolah. Terang saja kini Ammar menjadi sorotan banyak kaum hawa di sekolah tersebut.
"Silahkan duduk di bangku yang kosong Ammar." pinta Bu Anis kepada Ammar. Ammar pun melangkah menuju bangku kosong di samping Mika.
"Disini ada orangnya, kebetulan hari ini lagi gak masuk" Mika mencoba menghalangi Ammar agar tidak duduk disampingnya karena itu tempat duduk nya Risma yang kebetulan hari ini sedang ijin.
"Sudah terlanjur, besok saja pindahnya. Toh hari ini teman kamu gak masuk kan?" Ammar tersenyum pada Mika sehingga membuatnya menjadi tersipu. Tanpa banyak bicara lagi Mika dan Ammar langsung fokus pada pelajaran Bu Anis.
Saat jam istirahat, Ammar mencoba mengakrabkan diri dengan Mika, tetapi Mika mengacuhkannya sehingga membuat Ammar sedikit kecewa.
"Jangan dimasukin ke hati bro..Tuh cewek sedikit aneh." Joko menepuk pundak Ammar yang sejak tadi memperhatikan kepergian Mika.
"Aneh gimana?" Ammar pun penasaran.
"Dia introvert..Gak semua orang diajaknya ngomong" jelas Joko.
"Ohh.."Akhirnya Ammar pun berteman dengan Joko dan mulai mengakrabkan diri.
Di kantin sekolah Mika sedang menyantap bakso favoritnya dengan lahap. Karena gak ada Risma, Mika terpaksa jajan sendiri karena perutnya sudah keroncongan.
Saat sedang asik menikmati makan siangnya, Mika kembali diperlihatkan sosok wanita yang memandangnya dari luar kantin. Dengan terkejut, Mika hampir saja tersedak. Mika memperhatikan semua orang yang ada di dalam kantin dan sepertinya mereka tidak ada yang menyadari kehadiran wanita tersebut.
Mika kembali melihat wanita itu dan kali ini dia melambaikan tangannya berharap Mika akan menghampirinya.Karena penasaran,Mika pun mempercepat makan baksonya dan mengikuti wanita tersebut.
Mika mengikuti wanita itu sampai ke ruang komputer yang saat itu sedang sepi. Tiba tiba..
Akkkkhhhh....."
Mika terus mengikuti wanita itu hingga berhenti di depan kelas komputer yang tampak sepi. Hingga..
"Akkkhhhhh .."
Mika berteriak sangat kencang karena ada tangan yang memegang bahunya. Mika segera menoleh ke belakang karena penasaran siapa yang mengagetkan nya itu.
"Kamu apa apaan sih? Bikin kaget aja!"Mika langsung mencemooh pria yang ada di belakangnya itu.
"Kamu ngapain celingukan disini?" Ammar langsung meninggalkan Mika tanpa menunggu jawaban dari pertanyaannya.
"Dasar usil!" Mika terus menggerutu sambil nunjuk nunjuk ke arah Ammar yang tidak menghiraukannya dan pergi tanpa menoleh ke belakang lagi.
Mika kembali mengamati ruang komputer melalui jendela karena pintu ruangan tersebut masih tertutup. Ternyata hanya tempat sunyi karena memang tidak ada kegiatan disana.
"Aku baru tau kalau tempat ini terasa ramai saat digunakan saja.Kemana perginya wanita itu?" batin Mika.
Karena merasa merinding sendirian disana, Mika memutuskan untuk kembali ke kelasnya. Sampai di kelas, Ammar sudah tersenyum menyambut kehadirannya.
"Gak usah sok akrab deh" Mika masih acuh pada Ammar.
"Kenapa? Kamu mau menemui wanita itu?" ucap Ammar membuat Mika terperangah.
"Kamu melihatnya?" Mika pun penasaran dengan jawaban Ammar, tetapi Ammar hanya tersenyum dan melanjutkan fokus ke depan kelas karena jam pelajaran akan segera dimulai.
Mika yang masih penasaran, sebentar sebentar memandang Ammar. Seakan ingin mengutarakan sesuatu tetapi Ammar justru semakin mengacuhkannya. Mika semakin jengkel dibuatnya
"Sombong amat sih nih orang. Bukankah tadi sok akrab yah?" Mika hanya bisa bergumam.
Jam pelajaran telah usai, siswa siswi sudah berbenah akan pulang termasuk Mika yang sibuk merapikan semua bukunya yang selalu dia masukkan ke kolong meja saat tiba di kelas tadi pagi.
"Aku perlu ngomong sama kamu!" ucap Mika pada Ammar sembari memasukkan bukunya ke dalam tas. Ammar hanya diam dan langsung meninggalkan Mika tanpa berkata.
"Ehh tungguin!" Mika sedikit berlari menyusul Ammar yang berjalan duluan. Hingga membuat teman yang lain pada bergosip, kenapa Mika bisa langsung akrab dengan anak baru?
"Tungguin kenapa sih? Jangan pelit info donk?" Mika pun berhasil meraih lengan Ammar yang dari tadi terus mengabaikannya.
"Cie cie...." ejek beberapa anak yang melihat Mika menggandeng lengan Ammar. Ammar hanya tersenyum simpul sementara Mika jadi salah tingkah dan langsung melepaskan tangannya dari lengan Ammar.
"Jangan membicarakan masalah ini di sekolah" bisik Ammar sesekali celingukan takut ada yang mengamati dan kembali berjalan mendahului Mika.
Mika semakin memerah pipinya karena Ammar terlalu dekat padanya. Namun dia kembali tegang karena penasaran dengan maksud Ammar.
"Jadi.." belum selesai dengan kata katanya, Mika baru menyadari jika Ammar sudah berjalan jauh di depannya.
Mika terus mengikuti Ammar sampai gerbang sekolah. Dia tidak berani berbicara dengan Ammar karena banyak orang disana. Ammar segera masuk ke dalam mobil yang sudah menjemputnya. Sementara itu Mika langsung mengikuti Ammar masuk ke dalam mobil juga.
"Kenapa kamu ikut masuk? Aku mau pulang!" Ammar pun heran dengan sikap Mika, tetapi membiarkan Mika tetap masuk ke dalam mobilnya. Tentu saja semua anak sekolah yang disana langsung heboh melihat Mika masuk ke dalam mobil Ammar.
"Nebeng..Kita kan searah" Dengan PeDe nya Mika meringis membuat sopir Ammar bingung.
"Jalan aja pak!" perintah Ammar pada sopirnya tersebut.
Mobil pun melaju menuju rumah Ammar. Di dalam mobil Ammar terus bertanya dimana rumah mika, tetapi Mika tidak menjawabnya dan hanya meringis saja.
"Dasar aneh!" Ammar terus menggerutu karena Mika tak kunjung bicara, hingga mobil Ammar pun sampai ke rumahnya.
"Ini sudah sampai rumahku. Lantas rumah kamu dimana? Kamu bilang kita searah" protes Ammar karena Mika tak kunjung bicara.
" Kita memang searah kok! Dan rumahku masih agak kesana!" jawab Mika sambil menunjuk jalanan yang dilewati tadi.
"Lah terus.." Ammar kian bingung menghadapi sikap Mika yang sejak tadi hanya cengengesan saja. Sungguh beda dengan yang dibilang Joko jika Mika adalah gadis introvert.
"Pulang sana!" perintah Ammar pada Mika.
"Nanti saja! Toh di rumahku juga gak ada orang di jam segini." jawab Mika enteng.
"Kok bisa?" Ammar semakin heran.
Memang jika pagi sampai sore rumah Mika selalu sepi karena mama dan abangnya bekerja dari pagi sampai sore, sedangkan papa Mika bekerja di luar kota dan bisa pulang hanya sebulan sekali.
Jika pulang sekolah masih siang, Mika biasanya main dulu ke rumah Risma sampai Abang atau mamanya menjemput. Karena Mika tidak mau sendirian di rumah setelah beberapa bulan sebelumnya dia selalu dibayang-bayangi oleh sosok hitam besar yang ada di dapur rumahnya. Dan kejadian itu selalu terjadi saat Mika berada sendirian di dapur.
Anehnya ketika mama dan abangnya juga ada di dapur, sosok itu tidak pernah muncul. Karena hal itu membuat Mika hanya berani ke dapur saat ada keluarganya saja.
"Kamu punya indra keenam gitu? Atau seorang indigo?" tanya Ammar setelah tau cerita Mika.
"Entahlah!" Jawab Mika juga tak tahu. Dia sendiri juga tidak paham dengan apa yang dialaminya.
Pernah suatu hari Mika cerita pada mamanya, tetapi mama Mika hanya bilang jika dirinya sedang lelah jadi seolah-olah melihat sesuatu yang tidak seharusnya. Setelah itu Mika hanya bisa menenangkan dirinya dengan asumsi yang sama seperti yang diucapkan mamanya tersebut.
Ammar pun mempersilakan Mika mampir ke rumahnya sampai mama atau abangnya menjemput seperti yang Mika ceritakan.
Mama Ammar yang ibu rumah tangga sangat hangat menerima Mika. Mika jadi merasa seolah-olah sudah kenal lama. Mereka pun akhirnya saling ngobrol karena merasa tidak canggung lagi.
Setelah mengobrol dengan mama Ammar. Murni, mama Ammar pun meninggalkan anaknya dan temannya itu. Murni tahu jika anaknya pasti butuh keleluasaan. Apalagi ini adalah pertama kalinya Ammar kedatangan teman cewek.
"Mama kamu orangnya asik ya?" puji Mika pada mama Ammar.
"Hmmm..." jawab Ammar datar.
"Ya udah to the point' aja. Apa maksudmu tadi di sekolah?kenapa tidak boleh membicarakan hal itu disana?" Mika pun membuka topik dan langsung ke intinya.
"Oke! Jujur ya..Aku juga bisa melihat hal hal yang begituan." jawab Ammar lugas.
"Apa yang kamu lihat aku bisa melihatnya juga" lanjut Ammar.
"Bagaimana bisa? Kamu kan baru di sekolah ini?" tanya Mika tak percaya.
"Aku sengaja pindah ke sekolah ini karena cerita dari temanku."jawab Ammar.
"Teman yang mana? Joko maksudnya?" tebak Mika.
"Bukanlah! Temanku yang dulu juga sekolah disini. Tapi sekarang sudah tiada." ucap Ammar.
"Meninggal?" tanya Mika kaget.
"Hmmm.." ringkas Ammar.
"Cerita apa memangnya?" tanya Mika semakin penasaran.
"Jadi ceritanya..."
Dua tahun yang lalu..
Vino dan Yusuf sengaja tidak keluar dari kelasnya setelah pelajaran ekskul komputer. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore
"Kamu yakin kita nungguin disini?" Vino sebenarnya enggan diajak main detektif oleh Yusuf,tetapi rasa penasarannya melebihi rasa enggannya tersebut.
"Daripada kita pulang dulu, mending sekalian saja. Lagipula sebentar lagi kan magrib. Sudahlah! Kita sembunyi saja dulu" pinta Yusuf pada Vino.
Tak lama kemudian terdengar suara derap kaki mendekati Vino dan Yusuf yang sedang bersembunyi di bawah meja komputer. Kemudian terdengar suara Pintu terkunci.
"Pintunya dikunci dari luar, gimana kita keluarnya nanti?" Vino mulai cemas.
"Kita keluar lewat jendela" Yusuf pun menunjuk jendela di pojokan yang terbuat dari kayu dan bisa dibuka dari dalam.
"Syukurlah.." Vino merasa lega karena dia punya jalan keluar nantinya.
Waktu pun berlalu, sayup-sayup mulai terdengar suara adzan berkumandang. Suasana mulai mencekam. Tak ada suara menambah sunyi nya ruangan itu yang semakin gelap karena tidak adanya penerangan.
Tak lama kemudian, Vino dan Yusuf pun mendengar suara seperti barang yang diseret. Yusuf mulai mengaktifkan kamera infrared yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
"Kok bisa terpikirkan olehmu hal seperti ini?" tanya Vino yang tak punya persiapan apapun.
"Aku kan detektif!" jawab Yusuf sambil berbisik. Vino dan Yusuf pun kembali diam dan mulai menyimak kameranya.
Vino dan Yusuf sudah duduk di bangku bagian belakang di dekat jendela kayu tempat mereka kabur nanti. Mereka mengamati kamera dengan seksama. Yusuf pun mengarahkan kameranya ke arah suara yang didengarnya.
Betapa terkejutnya mereka saat melihat sebuah koper sudah berada di depan kelas. Padahal tadi sebelum semua pergi tidak ada apapun disana. Vino langsung membungkam mulutnya sendiri karena takut mengeluarkan suara. Sementara Yusuf biasa saja seolah tidak terkejut dengan hal seperti itu.
Yusuf pun mengedarkan kembali kameranya ke sekeliling ruangan dan semua masih aman. Hingga mereka berdua dibuat kaget dengan penampakan seorang wanita yang tersenyum persis di sebelah Vino.
Tentu saja Vino langsung berdiri dan segera kabur. Vino langsung berdiri untuk membuka jendela kayu itu dan berusaha keluar duluan tanpa menghiraukan Yusuf. Namun semakin Vino membukanya, tangannya semakin licin saja.
"Cepat Vin.." teriak Yusuf yang ternyata sudah berdiri di belakangnya karena ingin cepat sepat keluar.
Vino pun bisa membuka jendela itu dan segera melompat keluar diikuti Yusuf. Mereka pun akhirnya keluar dari ruang komputer tersebut.
Vino dan Yusuf terus berlari menuju gerbang sekolah. Mereka berlari sekuat tenaga meninggalkan sekolah mereka. Namun lama kelamaan Yusuf menyadari jika mereka hanya berlari mengelilingi sekolahan saja.
"Berhenti dulu!" Yusuf berusaha mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
"Ayo kita pulang saja!" teriak Vino yang sudah tidak kuat lagi melanjutkan aksi detektif nya.
"Kamu sadar gak sih kita sudah melewati tempat ini berkali-kali?" Yusuf pun menjelaskan maksudnya. Vino segera melihat sekelilingnya dan ternyata mereka masih berada di depan ruang komputer. Vino mulai merasa bulu kuduknya berdiri.
Angin dingin pun berhembus, Vino memeluk tubuhnya sendiri karena merasa dingin. Yusuf yang sudah bisa mengontrol nafasnya mulai menegakkan tubuhnya dan meraih tangan Vino. Yusuf dan Vino pun berjalan menuju luar sekolah.
Namun siapa sangka tiba-tiba tubuh Yusuf terpelanting seakan ada yang menabraknya. Vino yang lengannya digandeng Yusuf pun akhirnya ikut terjatuh. Sontak saja mereka berdua langsung teriak minta tolong sekencang kencangnya.
Yusuf dan Vino berusaha berdiri. Mereka ingin segera keluar dari sekolah tersebut. Namun semakin mereka berusaha, berulang kali mereka pun terpelanting.
"Tulangku rasanya ada yang patah!" Vino pun menangis karena merasa sekujur tubuhnya sakit.
Sementara itu, Yusuf tak bersuara. Yusuf terdiam bersandar pada dinding kelas. Setelah itu terdengar suara tertawa dari Yusuf. Namun suara tersebut adalah suara perempuan.
"Suf.." panggil Vino dengan nada lirih. Yusuf masih terus tertawa.
Vino tak bisa berdiri karena kakinya tak bisa digerakkan. Vino pun berusaha mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Untungnya Ponsel masih aktif. Tak tau nomor siapa, Vino asal pencet saja salah satu nama di daftar kontaknya. Namun seakan tak bisa mengeluarkan suara, Vino hanya mendengar suara 'hallo' dari ponselnya.
Vino berusaha mengeluarkan suaranya,tetapi tidak bisa. Yusuf berhenti tertawa. Kini dia menghampiri Vino dan menarik tangannya. Vino berusaha memohon pada Yusuf, tetapi Yusuf tidak menghiraukannya.
Yusuf pun menyeret Vino dan membawanya masuk ke ruang komputer. Vino menjadi heran karena ternyata pintu itu dengan mudahnya dibuka oleh Yusuf.
Vino kembali berusaha teriak, tetapi tetap saja tidak bisa mengeluarkan suaranya.
Yusuf membuka koper yang ada di depan ruangan. Koper yang tiba-tiba saja ada setelah Yusuf mengaktifkan kamera infrared nya tadi. Vino pun melihat ke bangku pojokan tempatnya duduk bersama Yusuf tadi. Ternyata kamera milik Yusuf masih ada di sana dan masih on. Vino berusaha minta tolong tapi suaranya tetap tidak bisa keluar.
Koper telah dibuka, Yusuf kembali menarik Vino dan memasukkannya ke dalam koper. Vino tak berdaya. Setelah tadi merasa kakinya tak bisa digerakkan, kini seluruh tubuhnya seakan mati rasa sehingga dengan mudahnya Yusuf melipat tubuhnya dan memasukkannya ke dalam koper.
Yusuf masih tertawa dengan suara perempuan. Vino pun merasa jika kini Yusuf menyeret koper tersebut. Vino merasa sesak di dalam koper hingga akhirnya pingsan.
Vino pun akhirnya sadar. Dia terbaring di kasur rumah sakit. Tak ada siapapun disana. Vino hanya bisa mengedarkan pandangannya tanpa bisa menggerakkan seluruh tubuhnya. Kini seluruh tubuh Vino sudah dalam balutan perban.
Tak lama kemudian Vino mendengar ada suara beberapa langkah kaki menuju ruangannya. Vino pun memejamkan mata dan berupaya mendengar percakapan mereka nanti.
Terdengar suara dokter sedang berbicara dengan seorang wanita. Vino meyakini jika itu adalah suara ibunya yang terdengar menangis. Vino merasa bersyukur karena masih bisa bertemu ibunya.
"Ibu tenang saja. Anak ibu sudah baik baik saja. Ibu cukup berdoa saja, semoga anak ibu segera sadar." ucap dokter menenangkan ibunya Vino.
"Iya dokter" jawab ibu Vino singkat.
Setelah memeriksa kondisi Vino, dokter dan perawat pun pamit. Ibu Vino berada di samping Vino dan membelai tangannya. Vino pun membuka matanya dan berusaha menggerakkan lengannya yang dipegang ibunya tetapi tidak bisa. Ternyata tubuh Vino masih mati rasa. Dan sang ibu masih belum menyadari jika Vino sudah membuka matanya karena masih menunduk dan menangis.
Keesokan harinya, ibu Vino sudah mengajak Vino ngobrol meskipun Vino masih belum bisa mengeluarkan suaranya. Vino hanya bisa mengedipkan matanya jika diajak bicara ibunya.
Beberapa saat kemudian ada beberapa polisi yang datang untuk memintai keterangan terkait hal ditemukannya Vino di dalam koper di pemakaman umum. Namun karena Vino tidak bisa bicara dan menggerakkan tubuhnya, akhirnya polisi kembali dengan tangan kosong tanpa mendapatkan informasi.
"Jadi teman kamu itu Vino atau Yusuf?" Mika menjadi bingung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!