NovelToon NovelToon

Istri Tidak Punya Rahim

Akhirnya Sah

Nindi duduk disamping Juna, ia memakai setelan kebaya berwarna putih. Rambutnya disanggul dengan beberapa tusuk konde di atas kepalanya.

Dihadapan mereka duduk Ayah kandung Nindi, Bapak Riswan Agus, laki-laki yang telah berusia lebih dari setengah abad itu mengenakan baju batik berwarna hijau muda.

Disampingnya duduk seorang laki-laki dengan peci hitam yang juga pakai batik tapi bewarna biru. Dia adalah penghulu yang di tunjuk di acara ini.

Di samping kanan Juna, duduk dua orang laki juga menggunakan batik. Mereka duduk menghadap ke arah Juna dan Nindi dan juga penghulu serta pak Riswan. Mereka berdua adalah saksi dalam pernikahan ini.

Dibelakang mereka ada beberapa tamu undangan, yang hanya kerabat ataupun teman dekat dari Nindi dan Juna.

"Bisa kita mulai" tanya pak penghulu berusia sekitar 45 tahun itu.

"Bisa pak"

"Silakan Juna dan pak Riswan berjabat tangan, ucapkan ijab Kabul nya dengan jelas dan tidak usah terburu-buru" jelasnya

"Juna Putra Pratama"

" Iyah pak"

"Saya nikah dan kawinkan engkau dengan anak kandung saya yang bernama Nindi mustika Putri binti Riswan Agus dengan mahar mas kawin logam mulia 8,10 , 20, 23 gram"

"Saya terima nikah dan kawinnya anak bapak yang bernama Nindi mustika Putri binti Riswan Agus dengan mahar tersebut dibayar tunai" sambut Juna.

"Gimana saksi, sah" tanya penghulu.

"Sah" jawab tua saksi kompak.

"Alhamdulillah"

Selesai acara inti, akhirnya keduanya berfoto. Sambil memegang figura berisi mahar yang tadi sebutkan. Kemudian memamerkan buku nikah merah dan hijau mereka.

Setelah acara ijab qobul, Juna dan Nindi melanjutkan acara resepsi sederhana. Dan sangat tertutup dari media.

Juna adalah seorang Aktor pemain film dan sinetron, ia seorang selebriti yang sangat terkenal saat ini di Indonesia.

Jika menyebut nama Aldi di film tak seindah nama, orang pasti akan ingat Juna. Karena dia yang memerankan sosok itu.

Sementara itu, Nindi adalah seorang dokter umum yang akhirnya harus berhenti dari pekerjaannya beberapa saat yang lalu.

Bukan karena Juna yang menyuruhnya berhenti tapi karena memang ia sudah tidak aman lagi di tempat kerjanya. Banyak dari fans Juna yang datang kesana dan berteriak tidak suka padanya.

Mereka lebih setuju jika Juna berhubungan dengan Karina, lawan mainnya di sinetron.

Nindi tersentak dari lamunannya, saat Juna menggenggam kuat tangan Nindi. Membuat Nindi akhirnya menatap pria disampingnya.

"Tampan" 

"Kenapa? Mikirin apa?"tanya Juna

Nindi menggeleng dan tersenyum, ia tak ingin Juna ikut cemas.

Bukankah selama ini mereka sudah berjuang untuk sampai sejauh ini.

Nindi menatap para tamu undangan yang datang, ia seharusnya tidak memikirkan sesuatu yang tidak pantas di saat bahagia seperti ini.

"Acara selanjutnya adalah acara lempar buket, ayo yang mau secepatnya menikah" silakan berdiri disana" kata mc acara.

"Ayo" ajak Juna.

Juna menggandeng istrinya, memastikan istrinya aman karena ia yakin saat ini ia kerempongan dengan gaun panjangnya.

"Nindi dan juna silahkan disana"

"Kita mulai"

Sebelum berbalik memunggungi para orang-orang yang bersiap menerima buket , Nindi sempat berbisik ketelinga Juna.

"Siap"

Ketika semua bersiap-siap mendapatkan lemparan buket itu, Nindi malah berlari keci kearah seorang wanita dengan gaun hijau mint. Dan menyerahkan langsung buket itu ke tangan sahabatnya, yaitu Tiara.

"Yah curang" terdengar komplenan yang lain, meski begitu Nindi hanya tertawa kecil.

Tiara sama sekali tidak menyangka itu terjadi, ia memeluk erat sahabatnya tersebut.

Dia adalah Tiara, Mutiara cinta Dewi yanga merupakan sahabat sejak SMA walaupun tidak sama jurusan kuliahnya. Keduanya masih saja bersahabat sampai sekarang. Tiara adalah orang yang selalu membelanya di saat banyak orang membully atau berkomentar kasar di sosial medianya.

"Cepat nyusul ya" bisik Nindi.

Tiara tertawa kecil,

"makasih ya"

Juna di ujung sana tersenyum dan bertepuk tangan, bahagia melihat wanita dicintainya bahagia

*****

Sebuah tangan kekar memeluk pinggang Nindi dari belakang, setelah rentetan acara yang melelahkan hari ini. Akhirnya keduanya bisa beristirahat sejenak, di salah satu kamar hotel di tempat pesta tadi.

"Capek" tanya Juna lebih seperti berbisik ke telinga Nindi. Kepalanya di sandarkan di bahu Nindi.

Keduanya saat ini sedang berdiri menatap malamnya kota ini.

Nindi menggeleng pelan.

"Happy gak" tanya Juna lagi.

Nindi berbalik, sekarang keduanya saling berhadapan, tangan mungil Nindi balas memeluk pinggang Juna.

"Happy dong, Akhirnya kita nikah. Alhamdulillah aku senang banget" jelas Nindi.

Juna tersenyum kemudian mengecup lembut kening Istrinya.

"I love you" bisik Juna kemudian memeluk Nindi.

"Love you too " Nindi membalas pelukan Juna yang hangat.

Kemudian Juna menatap Nindi, tatapan yang sedikit berbeda dari tadi. Ada nafsu dari tatapan itu. Namanya juga pengantin baru kan.

Juna mengecup pelan bibir ranum Nindi dan kemudian **********, menghisap manis bibir merah muda itu.

"Ehmm..." Nindi mendesah pesan saat ciuman itu berakhir, tubuh Nindi mulai bergetar.

Juna menarik istrinya ketempat tidur, Ia duduk di sudut tempat tidur dengan Nindi yang ia tarik untuk duduk di pangkuannya.

Juna kembali mencium bibir ranum itu, tangannya yang bebas meremas pelan pinggul Nindi.

Nindi hanya mendesah pelan dengan perlakuan suaminya, meremas dan menarik rambut Juna pelan.

Juna menurunkan ciumannya, menghisap aroma manis di leher sang istri. Aroma yang membuatnya candu dan tak akan berhenti untuk waktu yang dekat.

Juna menggendong Nindi dan kemudian menidurkan ia di tempat tidur. Tangan Nindi di kalungkan di leher Juna. Juna saat ini tepat berada di atas Nindi dengan menopang berat badannya dengan kedua tangannya. Juna menatap Mata Nindi terlihat teduh, mata itu sudah menunjukkan nafsu, meminta lebih dari suaminya.

"Aku sayang kamu" kata Juna yang kembali ******* bibir Nindi dengan bibirnya. Kemudian keduanya melanjutkan malam pertama mereka yang penuh gairah.

***

Sebuah gelas berisi cairan merah dilempar tepat mengenai sebuah foto di dinding kamar itu. Suara gelas pecah beradu dengan dinding terdengar menggema diruangan bercat putih itu.

"Brengsek" makinya.

Ia mencoret foto pernikahan Juna dan Nindi yang ada di kertas itu dengan sebuah spidol merah.

"Juna milik gw" teriaknya.

"Gw gak akan biarin loe tersenyum lebih lama" ucap dia mencoret foto Nindi yang sedang tersenyum.

Ruangan itu adalah sebuah kamar dengan sebuah meja kayu dan sebuah kursi disana. Dindingnya yang putih penuh dengan foto Juna dengan berbagai pose dan ukuran. Dari yang besar sampai yang kecil.

"Juna adalah milik gw" katanya pada dirinya sendiri. Duduk di bangkunya kemudian membakar foto yang tadi ia coret. Membiarkan foto itu terbakar setengah dan kemudian membuang ke tong sampah yang terbuat dari almunium. Api membakar habis foto itu.

****

Akhirnya 1 bulan

Nindi menatap ranjang besar di kamarnya, suaminya baru pulang subuh tadi setelah pulang shooting.

Nindi bersiap untuk menyiapkan sarapan, hampir satu jam ia sibuk di dapur sampai sebuah tangan melingkar di pinggangnya.

" masak apa sayang" tanya Juna mencium bahu Nindi.

" nasi goreng"

"aku lapar" kata Juna beranjak menuju meja makan.

"Hari ini ada Shooting jam berapa" tanya Nindi seraya membawa 2 piring nasi goreng lengkap dengan telur di atasnya.

"Siang, sekitar jam 1 an"jawab Juna menyambut piring yang di sodorkan istrinya.

Nindi juga duduk disamping suaminya menikmati nasi goreng buatannya.

"Sayang, maaf ya udah sampai 1 bulan kita menikah, belum sempat pergi bulan madu" ucap Juna tiba-tiba.

Nindi mengentikan suapannya, ia menatap Juna yang tampak kelelahan.

"Gak apa-apa sayang" jawab Nindi mengerti situasi suaminya.

"Makasih ya" Juna mengusap pucuk kepala Nindi lembut.

"Nanti aku mau ke rumah ibuk boleh" tanya Nindi.

" Kenapa? Ibuk sakit?" Juna balik bertanya, menghentikan suapan nasi gorengnya yang hanya sisa berapa suap.

"Gak, kangen aja sama ibuk"

"Kamu bosan di rumah aja" tebak Juna akhirnya menghabiskan nasi gorengnya.

Nindi tersenyum,

"Nanti pergi biar diantar supir ya" Juna mendapatkan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

"Gak usah, naik taksi aja"

"Jangan bawel" kata Juna mengambil piring istrinya yang sudah kosong dan menyatukan dengan piringnya, kemudia berjalan menuju dapur.

"Temani aku tidur lagi yuk, ajak Juna begitu keluar dari dapur"

"Habis makan lo sayang"

"Gak apa-apa, yuk" Juna menarik tangan Nindi menuju kamar mereka.

*****

Sebuah mobil mersi berwarna hitam berjalan di antara puluhan mobil di aspal hitam itu. Nindi duduk di belakang supir sambil sesekali menatap keluar jendela, ia menarik nafasnya pelan.

Pada awalnya tadi ia ingin mengecek sosial medianya tapi baru 5 menit ia capek sendiri membaca komentar hate tentang dia.

Menjadi istri seorang artis tak segampang yang di fikirkan orang. Apa lagi yang di nikahi adalah idola wanita.

Juna sudah melarang Nindi untuk tidak membuka sosial medianya untuk sementara waktu karena ia tak ingin Nindi sakit hati sendiri membaca komentar-komentar dari netizen.

Sudah hampir 1 jam mobil ini melaju, jalanan sudah tidak rame lagi mendekati kediaman orang tua Nindi. Kedua orang tuanya emang tinggal di pinggir ibukota.

Seorang wanita separuh baya keluar begitu mendengar suara mobil masuk perkarangan rumahnya.

Nindi langsung keluar mobil dan berlari memeluk ibunya.

"Ibu.. kangen" kata Nindi manja.

Ibu membalas pelukan anak sulungnya itu, ia sendiri juga rindu dengan putrinya satu-satunya itu.

"Ayo masuk, Bapak di dalam"

"Pak, Nindi pulang" panggil ibu berjalan masuk ke rumah yang sederhana itu.

"Pulang kamu nak"kata Bapak Riswan keluar dari kamarnya.

Nindi salim ke Bapaknya.

"Juna mana"tanyanya tak melihat menantunya ikut datang.

"Biasa pak, kerja" jawab Nindi.

"Ya..ya.. wajah Juna muncul tiap hari di tv, pasti dia sibuk sekali" jelas pak Riswan mengakui.

Mereka duduk di ruang keluarga sekaligus ruang tamu, di sebuah sofa dengan warna merah tua.

"Nindi tadi beli kue" kata Nindi meletakkan sebuah paper bag coklat di atas meja.

"Wah ada kue nih" kata seseorang dari arah pintu masuk.

"Assalamualaikum kalau masuk rumah" sindir Nindi.

"Waalaikumsalam mbak Nindi" kata pemuda yang lebih muda itu.

Ia berperawakan tinggi, badan tidak terlalu kurus ataupun juga tidak gemuk. Punya kulit putih langsat, sama dengan Nindi dia adalah Tama,  adik kandung Nindi.

"Jangan godain mbak mu, salim"

Tama hanya cengengesan, mengulurkan tangannya ke arah sang kakak untuk salim.

"Mana mas artis" tanyanya kemudian.

"Lagi shooting"

"Sibuk kali lah mas Juna tu, padahal aku mau di ajakin shooting juga"

"Emang kamu bisa acting apa" tanya bapak.

"Bisalah pak, Tama paling pintar acting sakit kalau lagi malas sekolah" sindir Nindi.

Ibuk dan bapak tertawa, sementara Tama menekuk wajahnya tak suka.

"Udah sana mandi, biar ibuk potong kuenya dulu"

"Ya... " tama beranjak malas menuju kamarnya.

*****

"Oke cut" teriak sutradara dari balik kamera.

"Kerja bagus semuanya, istirahat dulu ya" lanjutnya.

Juna melangkah menuju tempat istirahat, ia sempat menerima tisue untuk melap keringatnya.

"Jun nih" asistennya menyerahkan kotak nasi makan malamnya.

"Oke thanks" jawab Juna singkat mengambil kotak nasi itu dan meletakkan di meja, kemudia mulai sibuk dengan smartphonenya.

"Sayang"

Sebuah pesan singkat masuk ke smartphone milik Nindi, Nindi menghentikan suapan makannya.

"Iya sayang, udah makan"

"Baru mau makan, kamu udah makan?"

Nindi menfoto piring makannya yang berisi nasi dengan lauk ayam goreng dan sayur lobak.

"Nih lagi makan"

"Bapak ibuk nanyain mas"

"Iyah, tapi mereka ngerti kok kalau mas lagi shooting"

"Syukurlah, titip salam ya sama bapak dan ibuk"

"Iyah mas"

"I love you, sayang"

"Love you too "

"Ehemmm senyum-senyum terus" goda tama yang dari tadi memperhatikan mbaknya yang sibuk dengan hpnya.

"Bilang aja kamu iri" Nindi meletakkan hp nya di meja kemudia menatap adiknya mengejek.

"Ngapa pula iri"

"Makanya punya pacar" goda kakaknya

"Aku tuh ya mbak, bukannya gak laku. Hanya lagi menikmati hidup aja, biar gak di atur-atur" jelas Tama.

Nindi memasang wajah menyindir, membuat bapak dan ibunya yang menyimak dari tadi tertawa kecil.

"Bilang aja belum bisa move on dari Indah"

"Jangan sebut-sebut nama indah lagi lah mbak, dia udah bahagia" Tama paling tak suka jika mereka membahas tentang Indah.

Indah adalah matan kekasihnya yang menikah karena di jodohkan oleh orang tuanya.

"Makanya, buka hati kamu untuk yang lain, kamu ganteng, pintar, pekerjaan lumayan" jelas Nindi.

"Hmmm" Tama agak malas menanggapi.

"Udah nin, jangan Goda Tama terus" kata ibuk.

Akhirnya Nindi patuh untuk diam, mereka melanjutkan makan malam dalam diam.

***

"Mas udah pulang" Nindi terlihat surprise dengan penampakan suaminya yang lagi duduk di ruang keluarga.

"Hu..uh, shooting hari ini udah kelar" jawab Juna mengalihkan pandangannya ke arah istrinya yang baru datang.

Jam dinding sudah menunjukan hampir jam 10 malam. Biasanya Nindi lah yang duduk disini menunggu Juna, tapi kali ini Juna yang duduk menunggunya. Nindi jujur sangat senang sekali.

Juna menarik Nindi duduk di pangkuannya, melingkarkan tangannya di perut rata istrinya. Menyandarkan kepalanya ke punggung Nindi, menikmati aroma manis nan candu dari wanita itu.

"Aku kangen" lirih Juna.

Nindi mengerutkan keningnya, ia tau ada makna tersirat dari kalimat barusan.

"Aku mandi dulu ya" pinta Nindi.

"Aku ikut, aku juga belum mandi. Sengaja menunggu kamu"

Mata Nindi membelalak, menatap suaminya yang tertawa kecil.

Wajah nindi bersemu merah,

"Aku mandi sendiri aja, mandi sama kamu mas bakal lama" tolak Nindi.

"Gak mau, mana tau kalau kita mandi bersama Juna junior segera hadir di perut kamu" Juna semakin mengeratkan pelukannya.

Kemudian dengan cepat Juna mengangkat Istrinya dalam gendongannya menuju kamar mandi.

******

Akhirnya garis Dua

Nindi sedang sibuk di dapur, ia sedang membuat sarapan pagi. Ini adalah aktivitas rutinnya sejak tiga bulan terakhir ini.

Suara talenan beradu dengan pisau, suara kuali beradu dengan spatula adalah suara yang mendominasi di rumah besar ini saat ini.

Rumah ini memang tidak ada asisten rumah tangga yang menginap, biasanya mereka akan datang jam 7 untuk bersih-bersih rumah, begitu juga dengan sopir.

Spaghetti adalah menu pilihan Nindi kali ini, bosan juga rasanya jika harus makan nasi goreng terus. Walaupun sebenarnya keahliannya memang hanya nasi goreng.

Juna keluar dari kamar, rambutnya terlihat belum kering sebagian. Sepertinya ia baru selesai keramas.

"Pagi sayang" sapa Juna menghampiri istrinya dan kemudian mencium pipinya.

Aroma shampo dan sabun mandi memenuhi penciuman Nindi, ia sempat melirik suaminya yang duduk di kursi meja makan dengan sesekali menguap.

"Masih ngantuk" tanya Nindi tampa mengalihkan pandangannya dari penggorengan.

"Sedikit"

Nindi tersenyum,

"Sarapan udah siap" Nindi membawa dua piring spaghetti ke meja makan. Juna menyambut dengan antusias.

"Hmmm enak" Juna langsung mencicipinya.

"Suka"

"Semua yang kamu bikin pasti aku suka" puji Juna.

"Gombal" cibir Nindi.

"Bukan gombal, tapi kenyataannya memang gitu"

"ya..ya, anggap aja aku percaya"

"Ih... Usil" Juna menarik hidung istrinya gemas.

"sakit mas" rengek Nindi.

Mendengar rengekan istrinya, Juna hanya tertawa.

......................

Nindi berdiri dikamar mandi, ia sebenarnya ragu untuk melakukan ini.

Ia sudah beberapa kali kena prank oleh siklus haidnya sendiri.

Sebuah alat tespek yang dari tadi terdiam di atas wastafel akhirnya diambil, membalikan pelan-pelan. Nindi udah siap jika nanti harus bersabar lagi.

Mata Nindi melebar, ia menutup mulutnya tak percaya. Dua garis berwarna merah terlihat di alat itu, yang artinya Nindi saat ini lagi hamil.

"Terimakasih ya Allah" ucapnya dalam hati

Nindi bergegas keluar kamar, mengambil hpnya, memfoto tespek itu dan mengirim ke suaminya.

Bener sesuai dugaan Nindi tidak sampai lima menit Juna menelponnya,

"Itu beneran sayang, kamu hamil"tanya Juna.

"Hu..uh, tespek nya garis dua" jawab Nindi yang tanpa ia sadari air matanya sudah membasahi pipinya.

"Hari ini aku pulang cepat, biar kita bisa ke dokter"

"Iyah" Nindi setuju.

......................

"Kalau dilihat dari lama telatnya masih belum kelihatan, masih penebalan" jelas seorang dokter wanita yang sedang me USG perut Nindi.

"Tapi karena tespek nya positif, jadi ini kemungkinan hamil" jelas si dokter lagi.

"Jadi belum tentu hamil dok?" tanya Juna.

"Bukan begitu. Biasanya kalau mau Usg itu paling tidak telat haidnya sekitar dua minggu, ini baru 4 hari kan" Jelas Dokter itu lagi

"Iyah" jawab Nindi singkat.

"Jadi harus Usg 2 minggu lagi dok" tanya Nindi.

"Boleh, mudah-mudahan udah kelihatan kantongnya. Nanti saya resepkan vitaminnya ya" jawab Dokter itu lagi.

......................

Juna langsung memberitahukan berita kehamilan Nindi pada orang Tuanya maupun mertuanya, yang disambut penuh antusias dari mereka semua.

Tiara berjalan tergesa-gesa masuk ke rumah yang saat ini di tempati Nindi, ia bergegas kesini setelah pulang dari kantor.

"Nindi" Tiara memeluk Nindi erat menyalurkan kebahagiaannya. Nindi sedang duduk di sofa beludru bewarna hijau tua.

"Aku seneng banget pas denger kamu hamil" kata Tiara.

"Kamu ngidam apa, biar aku beliin" Tiara tampak antusias.

"Yang suaminya tuh aku" Juna keluar dari kamar.

"Eh mas Juna" Tiara agak sungkan begitu Juna datang

"Aku Mami dedek bayi ini" Tiara mengusap lembut perut Nindi.

"Mami.. Jajannya banyak dong" goda Nindi.

"Aman, Mami wanita karir" kata Tiara sambil tertawa. Di ikuti Nindi dan Juna.

"Mas Juna gak ada Shooting"tanya Tiara sadar jika jam segini Juna sudah di rumah

"Libur, mau nemankan istri" Juna memeluk Nindi dari belakang.

"Hmmm pamer kemesraan didepan aku" cibir Tiara

"Makanya kamu Nikah" suruh Nindi.

"Belum ada yang cocok Nin, tunggu aja undangannya nanti kamu akan terkaget-kaget"

"Oke .oke.."

"Nanti kalau kamu nikah, ada kado spesial buat kamu" janji Nindi

"Bener ya spesial"

"Iyah"

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!