NovelToon NovelToon

Will You Marry Me, Dewi ?

PROLOG

Dewi Anggia

Gadis berusia 17 tahun ,berasal dari keluarga sederhana, dari kecil ia selalu di jauhi oleh semua temannya hanya karena keluarganya yang miskin. ia hanya tinggal berdua saja dengan sang ayah, disebuah rumah kecil yang terbuat dari anyaman bambu. Ibunya sudah meninggal sejak Dewi berusia 8 tahun.

°°°

Budianto

Seorang pria paruh baya berusia 58 tahun,beliau adalah ayahnya Dewi. yang hanya bekerja sebagai tukang becak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan diusia yang sudah senja ini, beliau sudah sering sakit-sakitan.

Itulah sebabnya diusia yang belum genap 17 tahun, Dewi memutuskan untuk merantau ke Bali, supaya ia bisa memperbaiki ekonomi keluarganya. Ia ingin membahagiakan ayahnya, supaya ayahnya tidak perlu bekerja keras lagi. Bermodalkan ijazah SMP ia bersyukur bisa diterima kerja di konter HP. Dan dari sinilah hidup Dewi mulai berubah secara perlahan.

Suatu hari, karena keakrabannya dengan seorang pria dewasa, membuat semua orang salah paham kepadanya. Ia dituduh menjadi perusak rumah tangga orang lain.

Ia berusaha menjelasakan yang sebenarnya, namun itu tak membuat orang percaya kepadanya. Ia pun mencoba menutup telinganya, karena ia merasa semua tuduhan itu tidak benar.

°°°

I Bagus Manuaba

Seorang Duda berusia 36 tahun, memiliki 2 orang anak ,ia juga seorang CEO perusahaan dibidang furniture. memiliki wajah yang cukup tampan, namun sedikit dingin, badannya tinggi besar sempurna.

Sejak pertemuan pertamanya dengan seorang gadis muda yang bekerja di konter milik salah satu temannya, hatinya perlahan terbuka kembali, setelah 4 tahun ia menutup hatinya.

Ia tak tau mengapa bisa jatuh cinta kepada gadis yang umurnya jauh di bawahnya. Mungkin ini yang dinamakan cinta memang tak memandang usia.

Jika ia bisa mendapatkan cintanya itu, ia akan mengikatnya kuat-kuat agar kejadian yang dulu tidak terulang kembali.

Namun apakah gadis itu mampu bertahan dengan sikap Bagus yang over posesif ?

°°°

David dan Fely.

Mereka sepasang suami istri pemilik konter ( Leondy phone ) tempat Dewi bekerja. David berusia 40 tahun, sedangkan Fely berusia 39 tahun.

Leondy dan Clarissa

Mereka adalah putra putri David dan Fely.

***

Denpasar Bali.

Tanpa terasa sudah 6 bulan Dewi bekerja konter. Setiap bulannya ia selalu mengirimkan sebagian gajinya untuk ayahnya dikampung.

Siang itu, Dewi baru selesai mencatat stock barang yang sudah tinggal sedikit maupun yang sudah habis. Ia berjalan menuju meja bosnya dengan membawa lembaran catatan, ia menyerahkan catatan itu kepada David.

"Ko David ini laporan catatan stock barang yang harus kita beli," tutur Dewi sambil menyerahkan lembaran kertas ketangan David.

(Oh iya David ini keturunan Cina jadi itu sebabnya dipanggil Koko)

"Iya Wi... Nanti suruh Ivan yang belanja, atau menunggu Jimmy saja, hari ini jadwalnya dia lewat sini," ucap David. Dewi menganggukkan kepalanya, lalu ia permisi kembali ke depan lagi.

Ivan, dia adalah pegawai disini juga, jadi konter ini hanya memiliki 2 orang pegawai, yaitu Dewi dan Ivan. Sedangkan Jimmy adalah sales accesorris Hp.

Dewi yang hendak mendudukkan tubuhnya di atas kursi, terpaksa mengurungkannya karena bosnya kembali memanggilnya. "Wi...kamu makan dulu saja mumpung sepi juga belum ada pengunjung lagi!" Sambil melirik jam dinding.

"Iya Ko, sebentar lagi sambil nunggu Ivan kembali," ujar Dewi sopan.

"Oh iya, Ivan masih makan di belakang ya?" David terkekeh pelan.

Dewi mengangguk. "Iya Ko."

Tak lama kemudian tampak Ivan datang dari belakang.

"Van lama sekali kamu dibelakang, tuh kasihan Dewi sudah kelaparan, hampir pingsan dia, kamu ketiduran ya?" tanya David bercanda.

"Lah si Koko ini bawa-bawa aku segala," gumam Dewi.

"Maaf Ko, ada panggilan alam tadi, mana keras banget tadi, jadi sedikit lama deh Ko, hehe,"

jawab Ivan tanpa malu.

Hahahaha .. David dan Dewi tertawa menatap Ivan.

"Sana kebelakang dah Wi, makan yang banyak biar gemuk, masak badan kurus begitu," ucap David sedikit mengejek.

"Iyaa Ko," jawab Dewi sambil mengacungkan jempolnya dengan senyum terpaksanya. Kemudian Dewi pun langsung berjalan ke belakang.

David ini memang humoris orangnya, beliau juga sangat ramah dan tidak segan mau bercanda dengan pegawainya tanpa membeda-bedakan. Namun berbeda dengan istrinya, Fely sedikit judes orangnya, tidak suka bercanda dan hanya mau bicara seperlunya saja kepada pegawainya.

Konter ini memang letaknya tepat di depan rumah David, dan ya Dewi dan juga Ivan tinggal di Mes, dibelakang rumah David. Makanpun sudah ditanggung penuh, jadi kalau waktunya makan, Dewi dan Ivan selalu bergantian, kalau yang 1 lagi makan, yang 1 jaga di konter.

Di rumah ini David tinggal bersama keluarga besarnya Fely, ada kedua orang tua Fely, 2 anak David dan Fely (Leondy dan Clarissa), ada juga kakak Fely, dan ada 2 orang asisten rumah tangga (mbak Sri dan mbak Nani).

Di dapur...

"Mbak Sri..menunya apa hari ini?" tanya Dewi.

"Sayur lodeh, ikan asin, tempe tahu, krupuk," jawab Sri.

Dewi mengacungkan jempolnya, lalu ia segera mengambil piring, ia langsung menuangkan nasi kedalam piringnya dan tak lupa dengan sayur lodeh beserta lauk pauknya, lalu ia pun langsung memakannya.

"Saya kedepan dulu ya, Wi. Mau nyetrika baju," ucap Sri.

Karena sibuk menguyah makanan, Dewi hanya mengangguk tanpa menjawab ucapan mbak Sri, lalu mbak Sri pun langsung berjalan kedepan meninggalkan Dewi yang tengah sibuk mengunyah makanannya.

°°°

Beberapa menit kemudian...

Di konter... Tampak seorang pria tampan bertubuh tinggi besar datang ke konter Leondy Phone.

"Siang Vid, bagaimana kabarnya? wah semakin tampan saja kau, Vid," sapa pria itu sambil menepuk pundak Ivan yang sedang duduk di depannya, ia pun menyapa Ivan.

Ivan hanya mengangguk sambil tersenyum.

Pria itu adalah Bagus. Dia adalah temannya David, ia datang kesini jika ingin membeli ponsel atau membeli kebutuhan lain yang berhubungan dengan ponsel. Dari dulu ia selalu membeli ponsel di konternya David. Tapi sejak satu bulan ini, Bagus sering datang kesini bahkan hampir setiap hari. Entahlah semua hanya karena kebetulan saja atau ada hal lain yang membuatnya selalu ingin datang ketempat ini.

"Kau Gus, kabar baik, seperti lama tidak bertemu saja, padahal setiap hari kau kesini," ucap David sambil terkekeh pelan.

"Iya kan basa basi saja Vid, biar nggak kaku," jawab Bagus sambil tertawa.

David dan Ivan pun tertawa.

"Sini masuk Gus, seperti siapa saja duduk diluar begitu," ajak David. Bagus pun mengangguk dan segera masuk ke dalam, sambil celingak celinguk seperti ada yang ia cari, lalu Bagus pun bertanya.

"Pegawaimu yang perempuan dimana Vid, kenapa tidak terlihat?" tanya Bagus penasaran.

"Hmmm, modusnya kesini hanya ingin melihat Dewi saja," gumam Ivan pelan.

"Di belakang dia lagi makan, mungkin sebentar lagi selesai," jawab David.

Dan benar saja tak lama kemudian Dewi datang. Ia tak kaget ketika melihat Bli Bagus ada disini, karena memang hampir setiap hari dia mampir kesini.

"Bli Gus, sudah lama ya?" sapa Dewi sambil tersenyum. (Bagus adalah pria Bali, itu sebabnya di panggil Bli).

"Baru saja datang, kamu baru selesai makan ya?" Bagus balik bertanya.

"Iya Bli." Dewi menjawab singkat, ia pun segera permisi hendak ke depan. Setelah Bagus mengangguk, Dewi pun segera berjalan meninggalkan Bagus dan juga David yang sudah mulai mengobrol. Sesampainya di depan ia langsung duduk di kursi dekat Ivan.

"Van, Ko David sudah menyuruhmu belanja stock barang apa belum?" tanya Dewi kepada Ivan.

"Belum, mungkin Ko David lupa," jawab Ivan.

"Astaga, Ko David. Padahal belum ada 1 jam sudah lupa saja," gumam Dewi pelan, namun masih bisa di dengar oleh Ivan.

Ivan terkekeh pelan mendengar gumaman Dewi.

Dewi bangun dari duduk nya lalu berjalan mendekat kearah bosnya itu.

"Maaf Ko, itu Ivan jadi belanja apa tidak ya? Atau menunggu mas Jimmy saja?" tanya Dewi sopan.

"Coba kau telpon Jimmy Wi, dia bisa mampir kesini apa tidak?" perintah David.

Dewi pun mengangguk, dan mengambil ponsel yang ada di meja David, segera ia berjalan sedikit menjauh dan mulai memencet nomor telpon mas Jimmy.

Telpon pun tersambung, tak lama kemudian terdengar suara Jimmy.

"Hallo Ko, gimana-gimana ?" tanya Jimmy di sebrang sana.

"Hallo Mas Jimmy, ini saya Dewi, kata Ko David disuruh nanya, apa hari ini mas Jimmy bisa mampir kesini? Karena stock barang kita banyak yang habis mas."

"Oh iya, Wi. Barang apa saja yang habis, nanti aku siapkan," ucap Jimmy.

Dewi mulai menyebutkan semua barang yang perlu dibeli, ia pun berterimakasih kepada Jimmy, lalu ia mematikan telponnya, dan langsung meletakkan ponselnya ke tempat semula.

.

.

.

Bersambung ...

Buat yang penasaran sama kisah Dewi, baca terus lanjutannya ya...

Terimakasih...

Rindu Ayah

Waktu terus berlalu tanpa terasa sekarang sudah pukul 17.16. Jimmy tadi juga sudah datang membawa pesanan yang ia catat tadi. Pengunjung juga lumayan ramai, ada yang hanya beli pulsa, ada yang beli ponsel, accessorris dan segala pernak pernik lainnya, bahkan Bagus juga sudah pulang sejak pukul tiga sore tadi.

"Hmmm.. Capek juga ya kalau pengunjungnya rame seperti tadi," gumam Ivan. Ia meliukkan badannya ke kanan ke kiri sampai terdengar bunyi kretekkk...

"Pinggangmu patah, Van?" canda Dewi sambil terkekeh kecil.

"Ya kali patah, tapi memang kerasa capek juga ya," jawab Ivan sambil menunjukkan senyum terpaksanya.

"Bagaimana tidak pegal-pegal kaki dan pinggang ini, kita dari tadi mondar mandir ke sana ke mari. Apalagi terus berdiri. Dan kita dapat duduk sebentar-sebentar saja," ucap Ivan pelan.

"Mungkin kau kurang minum air kali, Van. Itu sebabnya pinggangmu suka pegal-pegal," sahut Dewi.

"Lagipula ya, Van, kita harus bersyukur sudah diberi pekerjaaan enak begini, apalagi kita kerja tidak kepanasan. Masih banyak orang yang bekerja lebih berat di luaran sana," tutur Dewi bijak.

"Iya Dewi... Serius banget sih kamu," jawab Ivan sambil tertawa kecil.

Dewi hanya berdehem. "Hmmm."

Dewi dan Ivan kemudian mengobrol sambil melenyapkan rasa lelahnya. Karena kebetulan juga, pengunjung sore ini tidak seramai tadi siang, hanya ada satu, dua pengunjung saja, jadi bisa gantian melayani pengunjungnya.

Sedangkan David, ia tengah duduk di kursinya sambil memainkan ponsel yang ada di tangannya.

"Kalian betah tidak kerja disini?" tanya David tiba - tiba.

"Betah, Ko. Apalagi selalu dikasih makanan yang enak-enak," jawab Dewi sambil tersenyum.

David pun terkekeh mendengar jawaban dari Dewi.

Memang benar, selama kerja disini Ivan dan Dewi selalu di kasih makanan yang enak-enak. Apa yang bos makan,mereka pegawai juga dikasih. Di pojok dekat tempat mereka biasa duduk, ada kulkas besar yang berisi minuman dan makanan.

"Kalau kau, Van?" tanya David pada Ivan.

"Betah, Ko." Ivan juga tersenyum.

"Syukurlah jika kalian memang betah, nanti kalau semakin betah, biar aku bilang sama cece supaya menaikkan gaji kalian ya," tawar David

"Siap, Ko. Beneran ya, Ko!" ucap Ivan dan Dewi bersama.

"Kalau masalah gaji saja, kompak kalian," sahut David.

"Iya dong, Ko." Lagi-lagi mereka menjawab bersamaan.

"Okelah." David tersenyum.

Thak...

Thak...

Thak...

Terdengar suara langkah kaki seseorang, semakin lama suara itu terdengar semakin dekat. Dan benar saja, ternyata Fely yang datang, masih menggunakan sepatu high hels yang memiliki tinggi 7 centi meter itu. Entah habis dari mana dia. Namun sepertinya baru pulang dari acara sosialitanya.

"Lama sekali kau datang. Aku sudah mau nge - gym ini!" protes David dengan muka sebal.

"Iyaaa.. Tadi keasyikan mengobrol bersama teman-teman, sampai lupa waktu, maaf ya," jawab Fely sembari mengecup pipi David.

David tersenyum kemudian ia berjalan keluar menuju motornya, setelah itu ia langsung menghidupkan mesin motornya. Sebelum ia berangkat, ia tak lupa selalu berpamitan dengan kedua pegawainya itu. "Kalian sama Cece dulu ya, aku mau nge gym dulu biar kurus," pamit David sambil tersenyum.

"Iya, Ko, semoga cepat kurus," ucap kedua pegawainya secara bersamaan.

"Iya..." David pun langsung melajukan motornya.

David telah mengendarai motornya hingga tak terlihat lagi, sedangkan Cece terlihat sudah duduk di kursinya sambil memainkan ponselnya. Seketika itu juga, suasana menjadi sunyi, apalagi pengunjung juga tidak terlalu banyak, dan Cece juga jarang mau mengobrol pada pegawainya. Kecuali kalau ada yang penting, barulah mau bicara.

Di sini memang yang menjaga kasir adalah bossnya sendiri, jadi bergantian, kalau tidak ada Koko ya Cece yang jaga.

"Konter, sejak tadi sepi begini ya?" Suara Fely memecaah keheningan. Ia bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponselnya.

"Tidak Ce, tadi siang sampai sore ramai sekali pengunjungnya. Tadi semua sudah saya catat di buku, Ce," jawab Dewi sopan.

"Ohh oke," sahut Fely singkat.

"Hmm. Cece ini datar sekali mukanya, dulu awal-awal aku kerja di sini, takut jika bosnya jahat, tapi ternyata mereka semua baik, hanya saja, memang Cece ini sedikit cuek, berbeda dengan Koko yang selalu ramah." Dewi bergumam.

Bicara soal dulu, Dewi pun jadi mengingat saat awal ia datang kemari.

*Flashback On*

6 bulan lalu. Sehari sebelum mulai bekerja, Dewi di rundung banyak pertanyaan dari bosnya. Berapa usaimu dan bla.. bla.. bla..

Saat hari pertama kerja, Dewi benar-benar merasa gugup, karena ini adalah pengalaman pertama kerja di konter Hp, ia bahkan tidak mengerti sama sekali tentang ponsel. Tapi untung saja bosnya telaten mengajarinya, hingga perlahan-lahan ia mulai mengerti. Dulu ia juga merasa kurang percaya diri akan penampilannya yang terlihat biasa saja, namun seiring berjalannya waktu, ia mulai bisa menyesuaikan diri di sini.

*Flashback Berakhir*

***

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Dan pengunjung juga sudah tidak ada. Kedua pegawai itu pun bersiap-siap untuk menutup konternya. Setelah selesai membereskan semuanya, konter pun ditutup oleh Ivan. Setelah pekerjaan menutup konter benar - benar beres, Dewi dan Ivan pun sudah di izinkan masuk ke kamar mereka masing-masing di belakang.

Sesampainya di kamar, Dewi langsung merebahkan dirinya di atas kasurnya. "Hmm... nyaman sekali kasur ini. Bahkan di rumah saja kasurnya tidak seperti ini. Bicara soal rumah, aku jadi kangen sama ayah," gumam Dewi. Ia pun kemudian langsung mengelurkan ponselnya dari dalam saku celananya. Lalu ia segera menekan nomor ayahnya. Setelah ia merasa telponnya tersambung, ia pun langsung meletakkan ponsel itu ke dekat daun telinganya.

Tut..

Tut...

Tutt...

Selang tak lama, ia sudah bisa mendengar suara ayahnya dari sebrang telpon.

"Hallo ..."

"Hallo Ayah. Bagaimana kabar Ayah? Ayah sehat-sehat saja kan? Apa Ayah sudah makan?" Dewi langsung menanyakan banyak pertanyaan pada ayahnya.

"Satu - satu, Nak jika bertanya," ledek ayahnya sambil terkekeh kecil.

"Iya Ayah. Dewi rindu, Ayah." Suara Dewi terdengar sendu.

"Ayah sehat, Nak."

"Ayah juga sudah makan."

"Ayah juga merindukanmu, Nak. Kau di sana bagaimana? Sehat-sehat kan? Sudah makan apa belum?" Kini giliran ayahhnya yang memberondong Dewi dengan banyak pertanyaan.

"Dewi juga sehat, Ayah. Sudah makan juga. Sekarang Dewi di sini punya teman banyak, Yah." Dengan bangga, Dewi mengabarkan kalau dirinya baik - baik saja di sini.

"Ya sudah, Ayah istirahat ya. Ini sudah malam. Besok Dewi telpon lagi. Ayah jaga kesehatan ya," tutur Dewi.

"Iya, Nak. Ayah turut senang jika kau sudah punya teman disana, ingat jangan sampai kau salah pergaulan!" tutur ayahnya tegas.

"Ayah tidak ingin kau sampai salah jalan."

"Iya, Ayah."

Panggilan berakhir...

Usai panggilan berakhir, Dewi pun langsung meletakkan ponselnya ke kasurnya.

"Hmmm... Sudah hampir pukul sepuluh malam. Aku bahkan belum mandi, belum makan malam juga," gumamnya. Ia pun segera mengambil handuk, lalu ia segera keluar kamar, lalu berjalan menuju ke kamar mandi.

°°°

10 menit kemudian...

Dewi sudah selesai mandi, ia pun kembali ke kamarnya untuk segera mengganti pakaiannya. Setelah mengganti pakaian, ia langsung berjalan menuju dapur. Dan ternyata Ivan juga ada disana. Dia tampaknya juga belum makan.

Karena sama - sama belum makan, mereka berdua pun makan bersama - sama. Setelah slasai makan, mereka pun kembali ke kamar masing-masing, untuk bisa segera istirahat.

Setelah berada di kamar, Dewi pun langsung mengunci pintu kamarnya, agar ia bisa istirahat dengan nyaman dan aman.

"Hari ini sungguh melelahkan sekali." Sambil Dewi merebahkan tubuhnya ke kasurnya.

"Rasanya mataku sangat ngantuk sekali," gumamnya. Hoaamm... ia menguap dengan sangat lebar. Untung saja tidak ada lalat masuk ya, hehe. Ia pun berusaha memejamkan matanya, berharap ia segera tidur, karena badannya benar-benar lelah dan perlu istirahat.

Namun baru sebentar matanya terpejam, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi ...

Drtt...

Drtt...

Drtt...

.

.

.

Bersambung....

Mengungkapkan Perasaan

Karena merasa terganggu akan suara dering ponselnya, Dewi pun langsung mengambil ponselnya kembali. Ia melihat nama si penelpon itu, lalu dengan malas ia tetap menjawabnya.

"Hallo ..." Sambil meletakkan ponselnya ke dekat daun telinganya.

"Hallo, Wi. Kau sudah mau tidur ya?" tanya seseorang di sebrang telpon.

"Iya,Bli. Ngantuk sekali aku. Ada apa Bli, nelpon malam-malam begini?" sahut Dewi malas.

"Ya sudah, Wi. Kau tidur saja, kasihan. Tidak apa-apa kok, hanya ingin dengar suaramu saja."

"Aneh sekali orang ini," gumam Dewi.

"Ya sudah, Bli. saya tidur dulu ya, selamat malam."

"Selamat tidur ya, jangan lupa mimpikan saya, hehe,, selamat malam."

Belum mendapat jawaban dari Dewi, panggilan itu sudah lebih dulu di akhiri oleh Dewi.

"Ngapain sih Bli Bagus nelpon malam - malam," gumam Dewi sedikit kesal. Pasalnya ia tadi sudah hendak tidur. Tapi karena ada yang menelponnya, ia jadi menunda tidurnya.

Ya, yang menelpon barusan ialah Bagus. 2 bulan yang lalu dia meminta nomor ponselnya Dewi dengan alasan ingin bertanya tentang ponsel. Sejak saat itulah dia jadi sering menelpon Dewi. Entah ada maksud apa? Dewi masih tak mengetahuinya.

Setelah mengakhiri panggilan telponnya, Dewi kembali meletakkan ponselnya ke sembarang arah, karena rasa kantuknya sudah tak tertahankan. Ia pun kembali memejamkan kedua matanya, hingga tanpa menunggu lama ia akhirnya terlelap ke dalam mimpinya.

***

Keesokan paginya. Dewi terbangun pukul 06.00. Ia mengerjapkan kedua bola matanya perlahan, sampai akhirnya ia bisa membuka kedua matanya secara sempurna.

Kemudian ia meliukkan badannya ke kanan dan ke kiri untuk melenturkan otot-ototnya yang kaku sehabis bangun tidur. Saat merasa ototnya sudsh lentur dan nyawanya sudah kumpul sepenuhnya, ia pun beranjak bangun dari kasurnya.

Ia kemudian berdiri, lalu ia berjalan keluar dari kamarnya. Kemudian ia langsung pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Lalu setelah itu, ia segera ke depan untuk membersihkan konter sebelum tiba saatnya buka, nanti.

Setiap pagi Dewi memang selalu membersihkan konter. Sedangkan Ivan, setiap pagi ia harus mencuci mobil David setiap paginya. Jadi kedua pegawai ini, masing - masing sudah mendapat pekerjaan yang memang harus mereka lakukan setiap paginya.

°°°

Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00. Setelah selesai membersihkan konter, Dewi pun segera bergegas ke belakang. Ia harus segera mandi dan bersiap untuk membuka konter pada jam 8 nanti.

Buka konter jam 8 pagi dan tutupnya jam 9 malam, terkadang juga bisa lebih dari jam 9 malam.

Saat konter sudah buka, Dewi dan Ivan selalu di sibukkan oleh pelanggan yang datang. Terkadang ada pelanggang yang ramah, terkadang ada juga pelanggan yang judes. Hal seperti itu sudah biasa kan? Setiap orang memang memiliki sifat yang berbeda. Jadi mau bagaimanapun pelanggannya, penjaga konter harus tetap ramah melayaninya.

Begitulah rutinitas yang selalu di jalankan oleh Dewi dan Ivan setiap harinya.

***

Hari demi berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Tanpa rerasa waktu sangat cepat berlalu. Waktu terus berlalu hingga tak terasa kini sudah 1 tahun Dewi bekerja di konter Leondy Phone. Selama setahun ia bekerja di sini, ia sudah 2 kali pulang ke kampungnya untuk melepas rindu pada ayahnya.

Jika saat libur di hari minggu ia tak pulang kampung, biasanya ia memanfaatkan waktu libur minggu ini untuk jalan - jalan, agar melepas penat dan beban pikiran akan tuntutan pekerjaan yang setiap hari ia jalani.

Seperti hari ini. Hari ini ia libur bekerja karena ini adalah hari minggu. Ia tadi sudah meminta izin pada David, untuk pergi keluar sebentar ke minimarket yang tak jauh dari rumah David.

Sesampainya di mini market, ia langsung duduk di kursi yang sudah disediakan di depan minimarket itu. Di sana ia tak sendirian. Bagus, tampak duduk di depannya. Ya, rupanya Bagus sudah lebih dulu datang sebelum ia datang.

Sebenarnya agak aneh sih kalau di fikir - fikir. Seorang Bagus, meminta Dewi untuk datang ke sini dengan alasan dia ingin mengatakan sesuatu hal yang penting. Dan dengan polosnya, Dewi pun setuju datang. Dan di sinilah mereka saat ini.

Saat Dewi baru duduk, ya kurang lebih sekitar semenitan. Bagus tiba - tiba langsung memegang tangan Dewi dengan sangat erat. Tak hanya itu saja, dia bahkan langsung mengutarakan perasaannya pada Dewi.

"Saya tidak bisa, Bli." Dewi langsung menolak. Wajahnya tampak sedikit aneh dan bingung. Bagaimana ia tidak bingung? Baru saja Bagus menyatakan perasaannya. Dan dengan percaua dirinya, Bagus meminta ia mau menjalin hubungan dengannya.

"Kenapa? Bukankah kau baru putus dengan sales motor itu? Atau kau menolak saya karena saya yang sudah tua? Jadi kau tidak mau menjadi kekasihku?" tanya Bagus sedikit kecewa.

"Bagaimana dia bisa tau kalau aku pernah punya kekasih seorang sales? Dia bahkan tau kalau sekarang aku sudah putus," batin Dewi heran.

"Bukan begitu, Bli. Lagipula bagaimana bisa anda menyukai saya, sedangkan anda sudah mempunyai istri dan anak," sahut Dewi kemudian.

"Saya tidak mau merusak rumah tangga orang lain, karena saya tau bagaimana rasanya disakiti oleh laki-laki," ujar Dewi kembali. Sungguh ia benar - benar tidak mengerti dengan jalan fikiran pria yang ada di depannya ini.

Ia pun seketika mengingat kejadian saat ia memutuskan hubunganya dengan mantannya. Ia memutuskan hubungan itu karena mantannya itu hanya memanfaatkannya saja. Dan mantannya juga sudah ketahuan selingkuh.

"Saya akan menjelaskan semuanya nanti, pada saat yang tepat," ucap Bagus.

"Maaf saya permisi dulu," balas Dewi pamit. Ia pun hendak melenggang pergi dari sana. Namun sebelum ia melangkah pergi, tanganya sudah lebih dulu di genggam oleh Bagus.

"Saya akan berusaha membuatmu menyukai saya," ucap Bagus dengan penuh percaya diri.

Dewi pun langsung menepis tangan pria itu. Ia pun segera pergi tanpa mengatakan apapun pada pria itu.

"Apakah semua pria memang seperti itu? Suka selingkuh. Apa dia tidak memikirkan perasaan wanitanya?" Dewi menggerutu.

"Bagaimana mungkin aku tidak menyadari maksud Bli Bagus selama ini," gumamnya kemudian.

"Sudahlah, untuk apa memikirkannya. Lebih baik aku pulang saja." Ia pun melenggang pergi kembali ke mesnya.

***

Di tempat lain...

Setelah mendapat penolakan dari Dewi, dan Dewi juga langsung pergi dari sana, Bagus pun ikut pergi melenggang dari tempat itu. Ia melenggang pergi mengenderai mobilnya.

Bagus tengah mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Suara dering ponsel yang mengganggu membuat dirinya terpaksa menginjak pedal rem hingga mobil itu berhenti dan menepi di jalan raya, untuk mengangkat ponsel milikknya yang masih berdering berulang kali. Kening Bagus langsung berkerut saat melihat ada satu panggilan masuk dari Yenny --- wanita yang sudah menjadi masa lalunya. Sebab, Yenny jarang sekali menelpon dirinya. Tapi hari ini, dia tiba - tiba menelpon.

"Yenny? Ada apa dia menelpon?" gumam Bagus heran.

Bagus menggeser ikon berwarna hijau pada layar ponsel, lalu meletakkan benda pipih itu mendekat ke daun telinganya.

"Ada apa menelponku, Yen?"

"Kau sekarang berada di mana?" Suara Yenny terdengar mendesak sebuah jawaban di sebrang sana.

"Di jalan. Aku mau pulang ke rumah. Ada apa memangnya?"

"Di jalan mana? Aku ingin mengajakmu bertemu sebentar. Ada hal yang harus ku bicarakan. Apakah bisa?"

Kening Bagus berkerut. "Tumben mengajak bertemu? Ada apa?" pikirnya dalam hati.

"Di Denpasar. Mau bicara soal apa?"

"Bicara penting. Temui aku sebentar ya. Di cafe Mentari."

"Ok, 30 menit lagi aku sampai."

"Baiklah." Keduanya pun sama - sama mengakhiri panggilannya setelah itu.

˚˚˚

30 menit kemudian...

Bagus yang baru sampai di cafe Mentari, ia pun segera masuk ke dalam cafe itu. Saat bari masuk, pandanganya langsung mencari Yenny. Ia pun melihat ada tangan yang melambai kearahnya, ia pun segera menghampirinya.

Saat Bagus sudah dekat dengan kursi Yenny, ia langsung di sambut hangat oleh Yenny.

"Duduk dulu, Pa." Yenny langsung bangun dari kursinya. Ia langsung memajukan wajahnya hendak cipika cipiki dengan Bagus, tetapi Bagus langsung menolaknya. Yenny pun seketika menjadi kesal.

"Ada apa kau mengajakku bertemu disini?" tanya Bagus dengan datar.

"Hmm... Tidak ada apa - apa. Aku hanya rindu dengan anak-anak, Pa." Yenny menjawab sembari tangannya bergelayut manja di lengan Bagus.

"Jika rindu, datanglah ke rumah, langsung temui mereka. Bukan malah memintaku datang kesini!" sahut Bagus masih dengan muka datarnya.

"Aku juga merindukanmu, Pa. Itu sebabnya aku memintamu datang kesini." Yenny memasang senyum indahnya.

"Apa kau tidak rindu denganku?" tanyanya kemudian, sambil ia memelaskan wajahnya.

"Cihh." Bagus langsung berdecih.

"Dimana priamu itu sampai-sampai kau kembali merindukanku?" tanya Bagus mengejek.

"Sudahlah aku minta maaf, aku akui dulu khilaf, Pa." Tanpa merasa berdosa ia dengan mudahnya minta maaf dan mengaku kalau dirinya telah khilaf.

"Bisakah kita kembali bersama demi anak-anak?" pinta Yenny penuh harap.

"Sudahlah, jangan ganggu aku lagi. Temuilah anak - anak di rumah jika kau benar - benar merindukan mereka!" tegas Bagus. Ia pun langsung pergi melenggang keluar dari cafe itu, meninggalkan Yenny. Bahkan ia belum sempat duduk dan memesan makan atau minuman. Namun mau bagaimana lagi? Ia malas berlama - lama berada di dekat Yenny.

"Kenapa menatapku? Urus saja urusan kalian masing - masing!" Yenny berseru kesal pada beberapa pengunjung cafe yang melihatnya sejak tadi. Yenny pun kemudian melangkah keluar dari cafe itu dengan perasaan sebal dan dongkol.

"Sok jual mahal ya kau sekarang. Lihat saja nanti, aku akan membuatmu kembali padaku," gumam Yenny sambil memasang senyum liciknya.

***

Di tempat lain...

Keluar dari cafe Mentari tadi, Bagus langsung pergi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi.

"Cih! Bisa - bisanya dia meminta kembali padaku!" Sambil memukul setir kemudinya dengan keras, hingga ia tak sengaja memencet klakson mobilnya.

"Aku memang sangat mencintainya. Tapi itu dulu. Bahkan dulu aku sudah beberapa kali memberinya kesempatan, tetap saja dia mengulang kesalahannya lagi. Dan sekarang, dia ingin kembali padaku lagi. Ckc!" Bagus berdecak kesal.

"Bikin mood ku hilang saja," gerutunya kemudian.

"Lebih baik aku telpon Dewi saja. Biar moodku kembali happy," putusnya. Ia pun kembali menepikan mobilnya dan ia langsung menghentikannya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera mengambil ponselnya dan ia langsung menekan nomor Dewi, untuk segera ia hubungi.

Tutt...

Tutt...

Tutt..

Panggilan tersambung. Namun sayangnya....

{ Maaf nomor yang anda tuju tidak bersedia menerima panggilan ini. Cobalah beberapa saat lagi }

"Siall!" umpatnya. Berulang kali ia mencoba menelpon Dewi tetapi tetap tidak dijawab oleh Dewi. Ia pun kembali meletakkan ponselnya, lalu ia kembali melajukan mobilnya menuju pulang ke rumahnya, di Tabanan.

°°°

Sementara di tempat lain, Dewi tengah berkumpul bersama Ivan, Sri, dan juga Nani di dapur. Mereka tengah berempat tengah membuat rujak mangga, dan kini mereka berempat sedang asyik menyantap rujaknya. Namun di sela keasyikan makan rujak itu, Dewi terlihat beberapa kali menggerutu sambil meriject panggilan masuk telponnya.

"Ishhh.. kenapa dia terus saja menelponku," gerutu Dewi kesal. Ia sudah beberapa kali meriject panggilan itu. Dan kini, tampaknya ponselnya sudah tak berdering lagi.

"Siapa yang menelponmu, Wi?" Ivan bertanya.

"Tidak kau jawab? Kasihan sekali itu penelpon," godanya kemudian.

"Kepo," jawab Dewi, datar.

"Cari kekasih, Van. Biar tidak kepo," goda Sri dan Nani.

"Aku sudah memiliki kekasih, Mbak. Dia di kampung sekarang. Pejuang LDR ini," jawab Ivan bangga.

"Benarkah?" goda Dewi, ia tampak tidak percaya.

"Pantas saja tidak pernah plong mukamu, Van. Kekasihnya jauh, jadi mana bisa lega," goda Nani kemudian ia langsung tertawa.

Sri pun ikut tertawa sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Sedangkan Ivan sendiri langsung tersenyum penuh arti. Sementara Dewi, ia memilih diam karena ia tak begitu paham kemana arah obrolan mereka itu.

Nani dan Sri adalah asisten rumah tangga di rumah ini. Nani berusia 29 tahun, ia memang sedikit berani orangnya. Bahkan kata Sri, Nani juga menjalin hubungan dengan kakaknya Fely yang tinggal dirumah ini juga, bahkan Nani juga sering keluar masuk kamarnya Tuan Jerry (kakak Fely) pada malam hari.

Sedangkan Sri sudah berusia 37 tahun, ia sudah memiliki suami yang tinggal dikampung.

"Wi..." Ivan kembali beralih pada Dewi.

"Apa?"

"Pasti tadi Ricko yang menelponmu ya. Itu sebabnya kau tolak." Ivan masih penasaran dengan penelpon yang terus Dewi tolak sejak tadi.

"Kenapa kau jadi kepo sih?" sahut Dewi sambil tertawa.

Ivan pun hanya berdehem, "Hmmm."

Bicara soal Ricko...

.

.

.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!