Suara petir yang menggelegar, membuat Liana terjaga dari tidurnya.
Hujan turun dengan sangat deras seakan air hujan sedang di tumpahkan dari langit.
Suara petir juga terdengar bersahut-sahutan membuat suasana malam kian mencekam.
Atta menggeliat di samping Liana. Anak lelaki berusia empat tahun tersebut sepertinya sedikit terusik dengan suara petir yang menggelegar.
Liana membenarkan selimut yang menutupi tubuh Atta, dan sedikit menepuk-nepuk punggung anak lelakinya tersebut agar Atta kembali tidur dengan nyenyak.
Liana beranjak dari atas ranjang berukuran king size tersebut dan keluar dari kamar menuju ke arah dapur.
Tenggorokannya terasa kering sekarang dan Liana butuh meneguk segelas air.
Liana terlonjak kaget saat menatap ke arah jendela yang ada di sisi dapur.
Bayangan dari pohon angsana tua yang ada di samping rumahnya, entah mengapa malam ini terlihat mengerikan menembus kaca jendela yang buram karena tertimpa air hujan.
Bergegas Liana kembali masuk ke dalam kamar dan merebahkan dirinya di atas ranjang di samping Atta.
Sekuat tenaga, Liana berusaha memejamkan matanya. Namun suara petir yang bersahut-sahutan di tambah suara dengkuran dari Adit, sang suami membuat Liana tak kunjung bisa memejamkan matanya.
Tiba-tiba ponsel Adit yang ada di atas nakas menyala.
Sepertinya ponsel itu sengaja di silent oleh Adit. Liana yang merasa penasaran, segera memeriksa ponsel suaminya tersebut.
Rupanya ada pesan yang masuk di aplikasi chat berwarna hijau terang tersebut.
Liana memeriksa satu persatu pesan yang kebanyakan dari grup kantor Adit.
Namun satu pesan dari satu nomor tak dikenal, mampu membuat Liana mengernyitkan kedua alisnya.
[Hai, sayang. Sudah tidur ya?]
[Yaudah, met bobok aja kalau begitu. Jangan lupa mimpiin aku ya]
Liana langsung memeriksa riwayat pesan dari nomer tersebut.
Banyak sekali chat mesra dari nomer yang Liana duga adalah seorang wanita ****** tersebut.
Liana terus menelusur dan membaca satu demi satu pesan mesra tersebut yang sialnya juga ditanggapi Adit dengan balasan yang mesra.
Emosi Liana sudah di ubun-ubun sekarang. Liana sungguh tak menyangka jika Adit, suaminya yang polos itu ternyata bermain api di belakangnya.
Liana menatap dengan benci wajah Adit yang kini masih tertidur pulas di samping Atta.
Dengan cepat, Liana mengambil ponsel miliknya dan segera mencari kontak dengan nama Yoga.
Liana tak peduli lagi sekarang jam berapa, Liana segera mengetik pesan ke Yoga masih dengan emosi yang meluap-luap.
Centang satu.
"Sial!" Liana mengumpat kasar.
Liana kembali bangun dan duduk di sisi ranjang.
Mendadak, hatinya menjadi gelisah.
Siapa wanita ****** yang sudah mengusik ketenangan rumah tangganya?
Awas saja kalau ketemu, Liana akan memberi pelajaran pada wanita itu.
Dan malam itu, Liana sama sekali tidak bisa memicingkan matanya. Ia masih saja memikirkan tentang chat mesra Adit dan wanita sialan itu.
Menjelang subuh, ada chat masuk ke ponselnya.
Bergegas Liana membukanya.
Benar saja, itu chat dari Yoga.
[Itu nomor baru Mela mbak,
Mbak Liana kenal kan? Dulu pernah satu tim sama mbak Liana]
Liana mendengus tak percaya.
Wanita itu lagi.
Apa maunya sebenarnya?
Jelas-jelas Mela itu tahu kalau Adit sudah menikah dengan Liana, kenapa masih saja mengganggu rumah tangga orang dan menggoda suami orang.
Benar-benar wanita murahan!
"Li, kamu udah bangun?" Suara serak khas bangun tidur dari Adit membuyarkan semua lamunan Liana.
Liana menatap geram pada suaminya tersebut.
Bahkan wajah Adit masih bisa sepolos itu?
Seperti tidak ada rasa bersalah sedikitpun di raut wajah Adit.
Ck
Liana berdecak. Hatinya kembali kesal saat mengingat chat mesra Adit bersama Mela.
Liana masih tak menyangka jika di balik wajah polos dan lugu seorang Adit, ternyata pria itu bisa menghianatinya seperti ini.
"Aku tidak bisa tidur semalam. Jadi aku akan tidur sekarang..." Liana merebahkan tubuhnya di samping Atta yang masih terlelap.
"Kau libur, kan hari ini? Jadi kau urus saja semua pekerjaan rumah dan juga semua keperluan Atta. Aku ingin tidur seharian" Liana menarik selimut dan langsung menutupkannya hingga ke ujung kepalanya.
Adit yang melihat gelagat aneh Liana, segera menghampiri istrinya tersebut.
"Li, kamu sakit?" Adit menyibak selimut yang menutupi tubub Liana. Tampak sekali raut kekgawatiran di wajah Adit.
"Aku baik-baik saja, Dit. Aku hanya lelah dan ingin tidur seharian" Liana kembali menarik selimut yang tadi disibak oleh Adit, dan menutupkannya lagi hingga ke atas kepalanya.
Adit hanya menghela nafas.
Mungkin Liana memang sedang lelah. Adit pun memutuskan untuk keluar dari kamar dan mulai melakukan beberapa pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan oleh Liana.
*****
Adit bukanlah seorang direktur atau CEO kaya seperti di novel-novel itu. Liana dan Adit sama-sama berasal dari keluarga sederhana.
Keduanya membina rumah tangga benar-benar dari nol.
Awalnya Liana dan Adit adalah teman kerja. Keduanya sama-sama bekerja di sebuah perusahaan retail terbesar di Indonesia.
Sejak mulai berpacaran, Liana dan Adit terpaksa menjalin hubungan backstreet karena orang tua Liana yang sangat posesif dalam menjaga putrinya.
Liana adalah putri kesayangan dari Pak Yanto dan bu Yanto.
Kedua orang tua Liana selalu menjaga dan mengawasi Liana dengan ketat.
Tidak seperti teman-temannya yang bisa pergi dan pulang kerja sendiri dengan bebas, Liana selalu diantar jemput oleh sang bapak saat berangkat maupun pulang kerja.
Apa Liana merasa terkekang?
Sedikit.
Hampir dua tahun Liana dan Adit menjalin hubungan backstreet.
Liana bersyukur karena Adit yang sangat pengertian dan tidak pernah protes ataupun mengeluh dengan hubungan diam-diam mereka.
Namun di tahun kedua, justru Liana yang mulai jenuh dengan hubungan backstreet ini.
Saat itu, yang ada di kepala Liana adalah ingin secepatnya menikah dengan Adit agar Liana juga bisa secepatnya bebas dari kekangan kedua orangtuanya yang semakin lama semakin ketat saja menjaga Liana.
Namun nyatanya, Liana sendiri tak punya nyali untuk berkata jujur kepada orang tuanya tentang hubungannya dengan Adit.
Tentu saja Liana sudah bisa menebak jika orang tuanya pasti akan menolak mentah-mentah keinginan Liana untuk segera menikah dengan Adit, mengingat umur Liana yang baru saja genap dua puluh tahun dan umur Adit yang juga baru dua puluh dua tahun.
Belum lagi sifat Liana yang masih labil dan belum bisa mengendalikan emosinya, serta Liana yang mudah meledak-ledak saat ada sesuatu hal yang berjalan tidak sesuai dengan keinginannya. Pastilah itu semua akan dijadikan alasan oleh sang bapak untuk tidak mengizinkan Liana menikah di usianya yang sekarang.
Huh, Liana sungguh kesal dan frustasi saat itu.
Di satu sisi Liana ingin selalu dekat dengan Adit karena rasa cintanya pada Adit yang sudah menggebu-gebu.
Namun di sisi lain, meminta restu dari bapak ibunya adalah suatu ketakutan yang rasanya tak akan mampu Liana hadapi.
Bagaimana jika Liana menceritakan perihal hubungannya dengan Adit, lalu orang tuanya jadi murka dan semakin membatasi pergaulan Liana.
Atau yang lebih parah, bagaimana jika nanti kedua orang tua Liana justru memaksa Liana untuk mengakhiri hubungannya bersama Adit?
Tidak... tidak...tidak.
Liana tidak akan bisa jika harus berpisah dengan Adit.
Liana harus bisa secepatnya menikah dengan Adit.
Sebuah ide konyol mendadak mampir di kepala Liana saat gadis itu tengah menikmati makan siangnya sambil memikirkan kelanjutan hubungannya bersama Adit.
Ya, ide itu adalah jalan pintas satu-satunya agar orang tua Liana merestui hubungan Liana dan Adit serta segera menikahkan mereka berdua.
Liana harus membicarakannya dengan Adit.
"Tidak, Liana. Aku tidak mau!" Adit langsung menolak dengan tegas saat Liana menceritakan tentang ide konyolnya.
"Kenapa? Apa kamu tidak sayang sama aku, Dit?" Mendadak Liana jadi emosi karena Adit yang menolak idenya.
"Bukan begitu, Li. Aku... aku hanya tidak mau melakukan hal itu sebelum kita resmi menjadi suami istri" Adit mencoba mencari alasan.
Liana berdecak.
"Lalu kapan kita menikah? Aku jenuh, Dit menjalani hubungan seperti ini. Kita bahkan tidak bisa bebas pergi berdua..." Liana mulai mengeluh
"...Kita hanya pacaran lewat chat dan ketemu pas jam makan siang begini. Hubungan macam apa sebenarnya yang sedang kita jalani ini?" Sekarang Liana mulai emosi lagi.
Bapak dan ibu Liana juga semakin ketat menjaga Liana belakangan ini, membuat Liana semakin frustasi saja.
Adit tak menjawab lagi.
Entahlah sepertinya pria itu bingung harus menanggapi bagaimana.
Permintaan Liana kali ini sungguh membuat Adit benar-benar bingung.
Adit mencintai Liana, tapi tetap saja Adit tidak mau jika harus memakai cara seperti ini demi meluluhkan hati kedua orang tua Liana dan mendapatkan restu.
Sama saja bunuh diri.
Dan sejak kejadian itu, Liana mendiamkan Adit dan enggan menjawab pesan dari Adit.
Adit jadi merasa serba salah sekarang.
*****
"Dit, Liana sakit. Dia nyariin kamu." Seorang teman memberitahu Adit.
"Apa?" Tentu saja Adit langsung kaget. Tanpa menunggu lagi, Adit segera menyusul ke tempat Liana.
Benar saja, gadis itu tertunduk lesu di sudut ruangan.
"Li, kamu kenapa?" Tanya Adit khawatir.
Liana hanya menggeleng,
"Bisakah kamu mengantarku pulang?" Tanya Liana dengan nada memohon.
"Baiklah, aku ijin dulu sama atasan," jawab Adit akhirnya.
Adit pun kembali ke kantornya dan meminta izin kepada atasannya untuk pulang lebih cepat.
Tak lupa Adit juga sekalian meminta izin untuk Liana karena gadis itu benar-benar terlihat kurang sehat.
Setelah semuanya beres, Adit pun meninggalkan tempat kerjanya tersebut untuk mengantar pulang Liana.
"Dit, bisakah kita pulang ke rumah kamu saja?" Pinta Liana saat motor yang dikendarai oleh Adit baru sampai setengah jalan.
"Memang kenapa, Li?" Adit tak mengerti.
"Aku tidak mau kedua orang tuaku khawatir, " Liana mencari alssan.
"Aku akan beristirahat sebentar di rumahmu, dan nanti sore setelah kondisiku membaik aku baru akan pulang," imbuh Liana lagi.
Dan Adit tak bertanya lagi. Segera saja Adit memacu motornya menuju ke arah rumahnya.
****
Liana POV
Juni 2012,
Hari itu aku melakukan sebuah kesalahan besar dalam hidupku. Aku yang terlalu cinta pada Adit, aku yang tidak bisa lagi berjauhan dengan Adit, aku yang sebenarnya masih labil.
Entah setan apa yang merasuki aku dan Adit siang itu. Mengatasnamakan cinta, aku dan Adit akhirnya melakukan sebuah hubungan terlarang. Hubungan yang seharusnya hanya kami lakukan saat sudah resmi menikah.
Apa aku bodoh?
Tidak!
Aku hanya jatuh cinta.
Aku dan Adit saling mencintai
"Maafkan aku, Liana. Aku berjanji akan bertanggung jawab dan menikahimu," Adit berulang kali menciumi bahu polosku.
Hanya ada sebuah selimut yang menutupi tubuh polos kami berdua.
Di sini,
Di kamar Adit,
Di rumah kedua orang tua Adit,
"Aku mencintaimu, Adit," hanya itu yang bisa aku ucapkan. Aku memilih untuk membenamkan diriku yang mungkin sudah gila karena cinta ini di dada Adit.
Semakin dalam, dan semakin dalam lagi.
Aku mencintai pria ini.
Aku mencintaimu, Adit.
Mungkin hanya dengan cara ini kedua orangtuaku akan mengizinkanku menikah dengan Adit secepatnya.
Maafkan Liana, bapak.
Maafkan Liana, ibu.
Liana POV end
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir hari ini.
Jangan lupa like, komen, dan vote 💕
"Jadi kau masih menjalin hubungan dengan Adit?" Tanya Sasha, sahabatku sedari kecil yang sudah lama tidak kujumpai.
Sasha bekerja di kota lain, beberapa tahun belakangan.
Yang aku tahu, Sasha selalu peduli kepadaku. Hal lain yang membuat sahabatku ini istimewa adalah dia seakan bisa melihat apa yang akan terjadi pada orang-orang terdekatnya di masa mendatang.
Banyak yang mengatakan jika Sasha adalah gadis indigo. Tapi aku rasa, Sasha kurang nyaman dengan sebutan itu.
"Aku sudah terlanjur cinta mati sama Adit, Sha." Ujarku lirih.
Sasha menghela nafas,
"Terlau banyak kesakitan yang akan kamu hadapi, Li! Jika kamu tetap bersikeras melanjutkan hubunganmu bersama Adit." Tukas Sasha. Matanya menyiratkan sebuah keprihatinan.
"Adit pria yang baik, pengertian, dan dia tidak neko-neko. Lalu masalahnya apa?" Aku menyangkal dengan cepat.
Sasha tersenyum tipis,
"Itu karena kau sedang jatuh cinta kepadanya, Liana. Nanti saat kau sudah menikah dan hidup bersama dengannya, kau akan bisa melihat sendiri bagaimana sebenarnya Adit," ujar Sasha masih mempertahankan senyuman tipis di bibirnya yang kemerahan.
"Aku mencintainya, Sha. Jadi apapun keburukan Adit, aku akan berusaha untuk menerimanya dengan lapang dada." Tekadku sudah bulat.
Aku tidak bisa mundur lagi sekarang. Ada janin kecil yang kini sudah tumbuh dirahimku. Buah cintaku bersama Adit.
Aku mengusap perutku yang masih datar. Tapi mungkin beberapa bulan lagi perut ini tak lagi datar. Aku bahkan belum memberitahu Adit ataupun kedua orang tuaku tentang kehamilan ini.
Mungkin bapak akan marah besar. Mungkin ibu akan menangis tersedu-sedu saat tahu putri kesayangan mereka menjadi seperti ini karena satu rasa bernama cinta.
"Aku harap kamu akan terus kuat, Liana. Kamu akan bahagia bersama Adit. Namun untuk memperoleh kebahagiaan itu, akan ada kesakitan yang harus kamu tanggung. Jadi bersabarlah, dan terus kuatkan hatimu!" Nasehat Sasha bijak seraya mengusap punggungku.
Aku berusaha mencerna maksud dari kata-kata Sasha barusan.
Kesakitan?
Kesakitan macam apa memangnya yang akan menghampiri aku dan Adit?
Kami saling mencintai, jadi apa lagi yang harus kami khawatirkan?
Bukankah nantinya kami juga akan saling mencintai, menjaga, dan berbagi suka duka?
Lalu apa maksud dari perkataan Sasha ini?
****
Liana masih termenung di sudut ranjang tempat tidurnya.
Pikirannya kembali mengembara pada kata-kata Sasha beberapa tahun yang lalu. Apa ini yang dimaksud Sasha dengan kesakitan yang harus Liana hadapi setelah menikah dengan Adit,
Adit selingkuh dengan perempuan lain.
Liana meraih ponselnya yang ada di atas nakas.
Wanita itu bertanya pada beberapa rekan kerja Adit, dimana tempat tinggal Mela sekarang.
Setelah mendapatkan alamat Mela, bergegas Liana keluar dari kamar.
Rumah sudah rapi, dan Adit terlihat sedang mengasuh Atta di teras depan.
Liana melongok sebentar ke dapur dan meja makan. Semuanya juga sudah rapi.
Ada tumis buncis dan ayam goreng di dalam tudung saji. Liana yakin kalau Adit yang sudah memasak dan menyiapkan itu semua.
Adit memang sosok suami yang sempurna bagi Liana. Dan Liana masih tidak percaya jika Adit berani berselingkuh di belakangnya selama ini.
Liana akan memberi pelajaran pada perempuan gatal itu, agar berhenti mengganggu rumah tangganya bersama Adit.
Setelah mengisi perutnya yang keroncongan, bergegas Liana masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
****
"Mau kemana, Li?" Tanya Adit yang melihat Liana sudah berpenampilan rapi.
"Emmm, aku mau ketemu teman aku sebentar." Jawab Liana berdusta.
Liana akan menemui Mela si wanita gatal itu dan melabraknya hari ini. Emosi Liana sudah di ubun-ubun sekarang.
Liana tidak mau rumah tangga yang susah payah ia bangun bersama Adit harus hancur karena kehadiran wanita gatal sejenis Mela.
"Mau aku antar?" Tawar Adit eraya menggendong Atta.
"Gak usah, Dit! Kayaknya Atta sudah ngantuk juga. Kamu sama Atta istirahat saja di rumah. Aku cuma sebentar, kok!" Tolak Liana cepat seraya memaparkan alasan yang terdengar masuk akal.
"Lagipula, kamu pasti capek setelah memngerjakan semua pekerjaan rumah tadi. Mending kamu tidur sama Atta," imbuh Liana lagi.
Adit hanya mengangguk.
Adit memang capek setelah setengah hari tadi berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengasuh Atta.
"Baiklah, kalau begitu. Hati-hati bawa motor!" Pesan Adit pada istrinya tersebut.
Liana hanya mengangguk dan segera mencium punggung tangan Adit seraya berpamitan.
Liana segera memacu motornya menuju ke sebuah alamat.
Alamat dari Mela si perempuan gatal yang sudah dengan lancang menggoda suaminya.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir hari ini.
Jangan lupa like, komen, dan vote 💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!