Fakultas ilmu kedokteran, fakultas yang terletak di Bogor memiliki banyak mahasiswa sekolah di sana. Sama halnya dengan pasangan Wahyu Dirgantara dan Windah Ayu. Mereka sudah kuliah 3 tahun. Bahkan sudah menjalani hubungan selama 1 tahun lebih.
Wahyu memiliki rencana akan melamar Windah jika sudah mendapat gelar sarjana. Begitupun dengan Windah, ia selalu sabar menunggu kekasihnya melamar dirinya. Keduanya juga berasal dari keluarga mampu. Walau begitu, mereka tetap tidak pernah merepotkan orang tua mereka.
"Ay, Sabar ya, nanti aku pasti ngelamar kamu. Kalau perlu aku belikan mahar yang harganya miliaran" Wahyu mengatakan hal tersebut sambil tersenyum manis sembari menggenggam tangan Windah.
Wahyu Dirgantara, dialah yang selama ini ada untuk Windah. Pria dengan usia 23 tahun itu memiliki badan kekar serta tinggi. Wahyu juga pria tampan yang ada di fakultas nya. Tapi sayang, dari sekian banyak wanita yang mendekati nya, Wahyu hanya setia kepada Windah.
"pffttt, Yang, emang kamu yakin mau ngelamar aku menggunakan mahar yang harganya miliaran?? " Jawab Windah dengan tawaan kecil di bibirnya. Windah memiliki wajah putih, imut, dan juga pintar. Ia pun sama hal nya dengan Wahyu, disukai oleh banyak pria di fakultas nya. Tetapi Windah hanya memilih setia kepada Wahyu kekasih yang ia sayangi.
"Ish aku beneran tau" Jawab Wahyu agak kesal. Ia mengira jika Windah seakan tak percaya dengan ucapannya.
"Yang, aku nggak perlu mahar. Kamu sah kan aku udah seneng banget. Aku nggak butuh harta kamu. Yang aku butuhkan cuma kamu menjadi imam buat aku sampai kelak kita menuju akhirat" Jawab Windah. Terlihat ia begitu tulus mengatakan hal tersebut.
Wahyu tersenyum. Yang membuat Wahyu senang dari diri Windah adalah karena Windah tak hanya cantik, tetapi juga sopan terutama lagi rajin dalam beribadah dan tak pernah membicarakan keburukan orang lain. Wahyu termasuk beruntung memiliki Windah karena Windah orang yang penyabar dan patuh.
"Makasih ya, ay. Aku pasti bisa jadi imam yang baik buat kamu. Juga buat anak anak kita kelak" Jawab Wahyu yang membuat Windah tersenyum di sertai anggukan kepala.
"Windah selalu percaya apa yang mas Wahyu ucapkan. Karena Windah tahu, mas Wahyu orang yang tidak pernah berbohong. Insyaallah kita bisa ke junjung yang lebih tinggi dan semoga tidak akan ada penghalang ke depan nya" ucap Windah sembari menatap lurus ke depan. Ia mengucapkan itu sebagai antisipasi takut terjadi hal yang tidak diinginkan ke depannya.
Wahyu sama hal nya dengan Windah. Ia merasa seperti akan ada yang menjadi penghalang dari hubungan mereka. Tapi semoga saja firasat Wahyu tidak benar. Itulah yang Wahyu harapkan.
"Ya Tuhan, Aku berharap tidak ada penghalang supaya kami bisa hidup bahagia" Doa yang Wahyu panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa di dalam batinnya.
"Ya udah ay, ayo sholat Dzuhur, terus kita balik lagi ke fakultas. Nanti bisa dimarahi dosen kalau kita nggak balik" Ucap Wahyu berdiri duluan disusul oleh Windah.
Windah mengangguk. Mereka segera pergi ke masjid. Melakukan wudhu dan sholat berjamaah di sana. Doa mereka panjatkan agar keinginan mereka bahagia tercapai.
Seusai sholat berjamaah Dzuhur di masjid, kedua pasangan itu kembali ke fakultas karena masih ada jam pelajaran. Mereka ingat dosen nya masuk hari ini. Karena biasanya dosennya selalu izin karena rapat.
Kringg
Jam sudah berbunyi. Fakultas sudah mulai sepi karena kegiatan pembelajaran atau presentasi telah selesai. Semua sudah kembali ke rumah masing masing.
"Yang, aku pulang duluan ya. Tadi katanya pak Edy udah jemput pakai mobil pribadi" Kata Windah. Pak Edy adalah sopir pribadi yang ada di rumah Windah.
"Ya nggak bisa pulang bareng dong" Wahyu terlihat lesu karena tak bisa pulang bersama kekasihnya. Ia sudah biasa pulang bersama kekasihnya sehabis kuliah.
"Cuma kali ini yang, besok aku bilang ke bunda biar pak Edy nggak jemput aku lagi. Besok malam juga katanya ada pasar malam. Mau kesana?" Windah seakan memberikan semangat kepada Wahyu. Karena ia tahu Wahyu pasti kecewa karena tak bisa mengantar nya pulang.
"Ya udah, salam ke bunda ya. Ingat jangan lupa makan malam. Jangan lupa sholat magrib dan isya. Jangan dilewatin" Wahyu mengingatkan.Tak pernah lupa mengingatkan pacarnya untuk selalu melakukan kewajiban beribadah.
"Iya yang pasti aku lakuin. Makasih ya udah diingetin. Aku pulang duluan ya. Assalamualaikum" Sembari mencium punggung tangan Wahyu. Wahyu pun tak lupa mengecup pipi mungil gadis yang berkulit putih itu.
"Waalaikum salam" Jawab Wahyu. Sembari melambaikan tangan saat mobil yang ditumpangi Windah dan pak Edy sudah menjauh dari tempat fakultas.
Begitupun dengan Wahyu. Ia pulang dengan mengendarai motor. Padahal mama nya sudah mengingatkan untuk menggunakan mobil. Tetapi Wahyu menolak. Karena kalau menggunakan motor bisa menikmati sejuknya udara pagi.
Wahyu memarkirkan motornya saat dirinya telah sampai di kediaman nya. Ia memarkirkan motornya di garasi. Ia langsung masuk menuju pintu depan dan masuk perlahan lalu menutupnya kembali.
"Wahyu, kamu udah sampai?" Mama Aliya, mama Wahyu yang penyabar.Tak juga penyabar, Mama Aliya rupanya juga sangat humoris.Maupun kepada tetangga nya ataupun ke teman temannya. Tak jarang jika Mama Aliya selalu memiliki banyak teman yang selalu mampir ke rumah nya untuk bermain dan mengobrol.
"Udah ma" Jawab Wahyu. Wahyu mencium tangan sang mama dan tak lupa mencium pipi Mama Aliya. Sebagai anak tertua di keluarganya, Wahyu harus bisa bersikap dewasa. Karena dia adalah kakak dari satu adik.
"Rani kemana ma?" Tanya Wahyu. Ia tak menemukan adiknya. Karena biasanya ketika ia datang pasti selalu disambut adiknya dengan kejahilannya.
"Rani tadi pergi sama bibi. Katanya mau ke supermarket. Beli bahan makanan yang udah habis. Sekalian Rani mau nitip marshmellow" Kata Mama Aliya. Wahyu paham jika adik nya Rani sangat menyukai dengan makanan manis. Terutama marshmellow. Ia juga paham jika Rani tak bisa jauh dari marshmellow apalagi saat dirinya mengerjakan tugas sekolah nya.
"Oh ya udah ma, Wahyu mau ke atas dulu ya mau mandi terus tidur. Capek banget soalnya" Ucap Wahyu yang sudah lemas. Rasanya ia ingin sekali menghempaskan badannya ke kasur nya.
"Iya udah sana. Nanti kalau makan malam biar Rani aja yang ke kamar kamu sekalian katanya mau minjam buku kamu yang SMA" Kata mama Aliya. Wahyu mengangguk. Ia langsung menaiki anak tangga yang jumlahnya lumayan banyak. Ia masuk ke kamar dan mengunci pintu. Tak lupa mandi dan membaca doa sebelum tidur. Wahyu pun terbawa mimpi. Mimpi indah ketika dirinya bertemu dengan Windah, pujaan hatinya.
Malam Hari :
"Rani, kamu bangunin kakak kamu ya. Kayaknya masih tidur deh. Soalnya tadi mama lihat Wahyu capek banget" Ujar mama Aliya menyuruh Rani yang sudah duduk stay di kursi meja makan.
"Oke mah" Tanpa banyak protes, Rani langsung berjalan menuju kamar sang kakak yang ada di lantai 3. Ketika sudah sampai di depan pintu kakaknya, Rani segera mengetuk pintu kamar sang kakak.
"Kakak ayo bangun kita makan malam" Jawab Rani yang dari luar. Ia menunggu jawaban dari sang kakak.
"Iya, adek ke bawah dulu aja. Nanti kakak nyusul. Kakak masih mau mandi" Jawab Wahyu dari dalam kamar. Dirinya memang baru bangun saat mendengar suara Rani.
"Oke. Jangan lama lama ya" Jawab Rani dari luar dan langsung pergi kembali ke meja makan.
"Loh Rani kemana kakak kamu?" Tanya Mama Aliya heran. Selalu nya jika Rani membangunkan Wahyu, kedua kakak adek itu akan turun bersama sama.
"Katanya mau mandi dulu ma. Mungkin bentar lagi turun" Jawab Rani sambil memakan marshmellow kesukaannya. Tak bisa dibayangkan jika hidupnya tanpa marshmellow.
Tak tak tak~~
Suara tangga terdengar dari atas. Seseorang dengan wajah segar dan gagah lengkap dengan pakaian tidur.
"Maaf ya nunggu lama" Jawab Wahyu. Seseorang tersebut adalah Wahyu yang baru saja turun dari kamarnya. Baru saja ia menyelesaikan ritual mandinya.
"Kakak lama banget sih. Ish adek dah laper dari tadi juga" Rani mengerucutkan bibirnya. Sebal menunggu sang kakak yang tak kunjung turun. Sampai pada saat marshmellow nya habis baru turun.
"Maaf ya dek. Masa iya kakak cuma mandi 5 menit. Mandi apaan coba" Wahyu terkekeh. Ia tahu adiknya itu sedang kesal. Jika wajah Rani terlihat kesal sangat terlihat bahwa Rani sedang ngambek.
"Sudah sudah ayo makan. Wahyu nanti ikut mama ke ruang keluarga sebentar ya. Ada yang mau mama bicarakan" Jawab Mama Aliya melerai Wahyu dan Rani. Sekaligus harus ada yang dibicarakan.
"Oke ma" Jawab Wahyu. Keluarga kecil itu pun makan dengan tenang. Ayah Wahyu dan Rani telah menghilang dan tak ada kabar. Dulunya ayah Wahyu dan Rani bilang ingin merantau. Namun sampai saat ini tak ada tanda tanda kepulangan sang ayah. Sampai sampai Mama Aliya lah yang harus banting tulang membeli rumah dan demi mencukupi kebutuhan.
Rumah Windah
Ruang keluarga
"Bunda, besok nggak usah nyuruh pak Edy jemput aku ya" Windah membuka topik pembicaraan terlebih dahulu. Karena ia baru selesai melakukan shalat isya.
"Loh emang kenapa? Mobilnya mogok? Kan enak diantar jemput pak Edy. Jadi kamu nggak kepanasan" Bunda Hafizah, bunda Windah yang sabar dan juga selalu mengajarkan budi pekerti kepada anaknya agar menjadi anak yang baik dan tak pernah menaruh rasa dendam.
"Bukan gitu bunda. Tapi besok Windah mau janjian sama temen Windah ke pasar malam. Kan bunda sendiri yang ngasih tahu ke Windah. Kalau jika sudah janji harus ditepati bukan di ingkari" Jawab Windah apa adanya. Karena memang bunda nya mengajarkan ia dengan jujur dan selalu menepati janji kepada siapapun.
"Oh ya udah. Teman kamu kan. Bunda izinkan. Asal jangan pulang malam. Ingat nggak baik anak gadis pulang nya malam" Jawab bunda Hafizah. Pesannya langsung di anggukkan dengan cepat oleh Windah.
"Oh iya Windah, bunda mau ngomong sesuatu sama kamu, penting" Wajah bunda Hafizah mendadak serius. Tak seperti biasanya yang penuh canda tawa. Sikap bunda Hafizah membuat Windah heran.
"Memang bunda mau ngomong apa?" Jawab Windah dengan rasa penasaran. Apa yang membuat bunda nya serius seperti ini.
"Nak, kamu anak satu satunya bunda. Bunda mau yang terbaik buat kamu. Bunda nggak bisa selamanya ada di samping kamu. Jadi, kamu bunda niatkan dijodohkan dengan anak teman bunda" Jawab bunda Hafizah dengan tegas.
JDERR!!
"Apa bunda! Dijodohkan??" Jawab Windah dengan perasaan was was. Ia tak menyangka jika yang dirinya bayangkan menjadi kenyataan.
"Iya. Bunda jodohkan kamu dengan anak teman bunda. Dia baik dan juga taat dalam beribadah" Jawab bunda Hafizah.
Windah tidak mendengarkan ucapan bunda Hafizah. Perjodohan?? Hanya itu yang ia pikirkan. Jika ia dijodohkan, bagaimana dengan Wahyu? Bahkan Windah tidak kenal dengan teman yang bunda ceritakan. Bertemu saja tidak. Bagaimana aku harus menerima perjodohan ini?.
Memilih tetap setia kepada Wahyu sampai jenjang pernikahan. Itu yang Windah pikirkan sekarang. Tak ada kata perjodohan dalam benaknya. Seburuk buruknya Wahyu, sejelek jeleknya Wahyu, tetap dirinya lah yang selalu ada disaat ia terpuruk. Mungkin kali ini, Windah harus melawan bunda. Walau hati sakit melawan bunda, tapi ini tidak adil.
"Maaf bunda, tapi Windah menolak perjodohan ini" Jawab Windah dengan halus. Jawaban dari Windah membuat bunda Hafizah mengerutkan keningnya.
"Kenapa? dia baik kok. Dia juga pasti akan menerima kamu apa adanya" Jawab bunda Hafizah meyakinkan Windah.
"Windah udah punya kekasih bunda. Windah hanya menyayangi kekasih Windah. Windah sudah terlanjur nyaman dengan nya. Windah juga tak ingin pergi jauh dari diri nya" Jelas Windah. Jelas saja bunda Hafizah kaget mendengar penuturan anaknya. Tak habis pikir, anaknya memiliki kekasih? bahkan Windah saja tak pernah cerita kepadanya.
"Kenapa kamu baru bilang sekarang ke bunda?" Jawab bunda Hafizah. Merasa kecewa putri satu satunya menolak perjodohan yang sudah di buat matang matang.
"Windah takut bunda marah. Itu saja. Bunda jangan khawatir. Kekasih Windah baik kok. Taat agama juga" Jelas Windah meyakinkan bunda Hafizah.
"Tapi sayang, kamu sudah bunda takdirkan dengan pilihan bunda. Bunda mohon kali ini saja. Turuti permintaan bunda. Bunda hanya ingin yang terbaik untuk kamu" Jawab bunda Hafizah. Ia mendekat berusaha memegang bahu Windah. Tapi apa daya, Windah semakin mundur seakan kecewa kepada bunda nya yang sekarang berubah menjadi egois.
"Bunda egois!! Windah tetap tidak mau. Windah tetap akan bersama pilihan Windah sendiri" Windah segera berlari ke kamar dan menutup pintunya dengan kencang dan mengunci nya.
Ia terduduk shock di balik pintu sambil memegang lututnya. Butiran bening mengalir dari sudut matanya yang terpancar indah. Windah tak tau harus bagaimana menjelaskan nya kepada Wahyu. Windah berniat akan menjelaskan pelan pelan kepada Wahyu agar Wahyu percaya dan tidak salah paham. Windah yakin Wahyu sang kekasih bisa memberikan solusi kepada dirinya. Lagi lagi dirinya terpuruk setelah sekian kali terpuruk dan shock.
Sedangkan bunda Hafizah hanya bisa menghela nafas. Ia tahu anaknya butuh berpikir. Bunda Hafizah memberikan waktu dan memberikan ruang kepada Windah. Apalagi setelah ini, bunda Hafizah harus bekerja di perusahaan milik temannya.
Rumah Wahyu
"Mama memang mau bicarakan apa sama Wahyu" Tanya Wahyu yang sudah Stay duduk di kursi ruang keluarga.
"Mama ingin menjodohkan kamu dengan anak teman mama" Jawab Mama Aliya langsung ke inti. Tak ingin basa basi. Mama Aliya termasuk orang yang to the point.
JDERR!!. Tak ada angin, tak ada badai, tak ada hujan. Hati Wahyu serasa disambar petir. Disayat sembilu. Mendengar penuturan sang mama. Hati anak mana yang tidak sakit. Telah mencintai pasangan nya. Malah harus dijodohkan oleh orang lain. Pilihan orang tua lagi.
"Ma mama serius mau jodohin aku sama anak teman mama?" Jawab Wahyu dengan bibir bergetar. Rasanya ia tak sanggup berbicara. Terlalu sakit untuk nya.
"Iya mama serius. Dia cantik dan ramah. Kamu pasti cocok kalau sama dia" Jawab Mama Aliya membayangkan wajah calon menantunya. Tak memikirkan bagaimana perasaan Wahyu.
Wahyu mengepalkan tangannya. Apa kata mama nya tadi?. Cantik dan ramah?. Bahkan Windah lebih cantik dan lebih ramah dan lebih baik daripada pilihan mamanya. Itu yang Wahyu pikirkan.
"Wahyu ke atas dulu ma" Jawab Wahyu langsung meninggal ruang keluarga. Meninggalkan sang mama yang menatapnya bingung.
Wahyu naik ke lantai tiga dengan langkah gontai. Ia tak menyangka mamanya menjodohkan dirinya yang belum tentu ia kenal. Wahyu masuk ke dalam kamar dan mengambil handphone nya. Menghubungi kekasihnya Windah.
"Halo yang, ada apa telpon aku?" Jawab Windah. Windah pun sama rasanya dengan Wahyu. Ia merasa hancur. Melihat wajah Wahyu di telepon rasanya ingin sekali butiran bening keluar dari sudut matanya. Tapi Windah sengaja menahannya demi sang kekasih nya tak ingin ikut sedih.
"Ay belum tidur? Ini kan udah malam. Harusnya ayang tidur. Juga nggak boleh begadang" Wahyu melihat layar telepon. Rasanya tak ingin sekali berpisah dengan kekasihnya.
"Iya ini mau tidur. Ay tidur duluan aja" Windah tersenyum manis menatap Wahyu. Walaupun rasanya ingin cerita, namun Windah tak ingin menceritakan ini. Ia ingin menceritakan semua saat besok mereka ke fakultas.
"Oke. Ayang harus ingat. Kita akan selalu bersama sama. Tunjukkan sama dunia kalau cinta kita itu kuat. Dan jangan biarin penghalang menang. Percaya kekuatan cinta dan takdir Allah akan memihak kepada kita" Jelas Wahyu melalui sambungan telepon. Ucapan Wahyu diangguk kan oleh Windah.
Sambungan terputus. Kedua pasangan bucin itu terlelap dalam tidurnya karena lamanya mereka menangis. Mereka menangis bukan tanpa sebab. Namun kesedihan mendalam harus mereka rasakan saat tahu orang tua mereka akan menjodohkan mereka kepada orang lain.
***Pagi hari***
Di fakultas
"Ay, aku mau ngomong sesuatu sama kamu" Windah membuka pembicaraan. Wahyu setuju dan berdiri. Membiarkan sang kekasih menarik tangannya dan membawanya entah kemana.
Di taman belakang sekolah. Taman fakultas dengan beragam banyak jenis bunga. Tak hanya itu, berbagai kupu kupu juga ikut berbondong-bondong untuk menghisap bunga. Keceriaan taman tersebut terlihat semakin berwarna pagi ini.
"Yang, aku mau cerita boleh kan" Tanya Windah menatap dalam mata Wahyu. Wahyu mengangguk membiarkan sang kekasih bercerita.
"Kamu mau cerita apa ay" Jawab Wahyu. Pria dengan menggunakan kemeja putih itu merapatkan duduknya di samping Windah.
"Semalam, bunda menjodohkan aku dengan seseorang yang nggak aku kenal yang" Windah menangis sejadi-jadinya. Rasa sedihnya ia luapkan kepada sang kekasih.
DEGG~~~
Jantung Wahyu berdebar. Apa ia tak salah dengar? Kekasihnya juga akan dijodohkan. Kenyataan pahit apa ini. Kenapa tuhan memberikan cobaan yang sangat berat. Ingin rasanya ia menangis. Tapi melihat sang kekasih juga hancur perasaan nya membuat Wahyu harus tetap tegar dan menenangkan sang kekasih.
"Ud udah jangan nangis. Masa Windah yang aku kenal cengeng sih. Kekasih aku tuh nggak pernah nangis" Jawab Wahyu menenangkan Windah yang menangis sesenggukan. Padahal hatinya juga hancur. Wahyu harus tetap tegar.
"Tapi bunda egois yang, masa dia mau jodohin aku sama orang lain. Aku nggak mau yang. Aku cuma mau kamu. Kenapa bunda jadi seenaknya gini" Curhat seorang Windah. Sekuat apapun Windah. Ia akan tetap menangis. Dia hanya manusia biasa. Yang tak bisa apa apa. Dia hanya perempuan. Walau fisik nya kuat namun sewaktu-waktu bisa rapuh.
"Kamu tau ay. Aku juga dijodohin sama mama. Tapi aku nggak mudah menangis ay. Karena kamu harus tahu. Menangis bukan salah satu solusi untuk mencari jalan keluar ay. Dan aku paling nggak suka lihat air mata ini keluar dari sudut mata kamu!" Jawab Wahyu. Wahyu mengulurkan tangannya untuk mengusap air mata yang ada di pipi mungil Windah. Windah lebih tenang. Setelah mengeluarkan semua isi hatinya yang bergejolak sejak malam hari.
"Mama kamu juga jodohin kamu?" Tanya Windah. Tak menyangka ternyata orang tua Wahyu juga menjodohkan Wahyu dengan orang lain. Nggak bisa. Wahyu cuma punya Windah. Nggak boleh ada yang ngambil Wahyu selain Windah!. Itu yang ada di dalam hati Windah.
"Iya ay. Tapi kamu tenang saja. Karena aku tidak akan berpangling dari bidadari cantik aku ini. Aku akan tetap sayang kamu ay. Kamu cuma yang aku cintai. Aku akan mertahankan kamu sebisa aku. Walau orang tua kita akan menjodohkan kita. Kita bisa mencari solusi bersama untuk menghindari nya" Wahyu menjelaskan. Karena cuma Windah yang membuat Wahyu menjadi tukang gombal dan bucin.
Windah sangat salut dengan ucapan kekasihnya. Pipinya merah merona menahan malu. Wahyu memang sangat jago jika disuruh gombal. Tapi apa yang dibilang Wahyu ada benar nya. Lebih baik mencari solusi bersama daripada menangis sendirian. Karena itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
"Udah ya jangan nangis lagi. Katanya nanti malam mau ke pasar malam" Wahyu teringat janji nya kemarin bersama Windah untuk pergi ke pasar malam nanti pukul 7 malam.
"Iya aku ingat kok. Aku janji nggak akan nangis lagi" Jawab Windah yang mulai ceria. Terlihat bersemangat kembali. Harapan sinar memang hanya ada pada Wahyu. Windah berharap perjodohan itu bisa dibatalkan.
"Nanti malam kita habiskan malam bersama. Jadikan malam bersejarah. Ingat, harus punya kenangan berupa foto ataupun benda" Wahyu mengusap kepala Windah. Windah mengangguk. Windah juga ingin mengabadikan momen bersama kekasihnya di pasar malam.
"Ya udah ayo masuk ke fakultas. Nanti bel bunyi nggak kedengaran. Mau dihukum sama dosen?" Wahyu berdiri. Windah menggeleng. Wahyu tersenyum. Lalu menarik tangan Windah untuk pergi meninggalkan taman. Mereka kembali ke fakultas. Untung saja kelas mereka belum masuk. Jika sudah masuk bisa habis karena mereka telat. Apalagi yang mengajar adalah guru laki laki yang ternyata guru killer.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!